JEALOUS Part 8


By: Kim Hye So.

Pulang kuliah, Ines mengundang Seger untuk main ke rumahnya. Ines tahu, kakaknya nanti sore akan mengunjungi temannya yang menikah, mama dan papanya akan keluar kota, karena besok pagi akan ada ziarah dan acara selamatan di rumah salah satu famili. Makanya ia mengundang Seger. Memanfaatkan waktu kosong. Apalagi hatinya sedang berbunga-bunga.

Gadis cantik yang untuk pertama kalinya jatuh cinta itu, merasa senang karena kencan pertama ia anggap sukses. Ia tak menyangka kalau semuanya akan berjalan lancar. Semula ia mendengar dongeng dari sahabatnya, mengenai sang kakak. Lalu secara iseng ia menawarkan diri untuk menjadi kekasih Seger. Lelaki yang sedang patah hati itu.

Rama yang merasa iba dengan kakaknya, menantang Ines untuk berani mendakati sendiri sang kakak, tanpa bantuannya.

Itulah awalnya, sehingga secara iseng pula ia mencoba untuk berkenalan dengan Seger. Siapa sangka akan berjalan dengan mulus dan lancar? Bahkan yang tidak ia duga, ia jatuh cinta sungguhan.

Sebaliknya Seger merasa sakit namun tak berdaya setiap kali melihat Galih begitu dekat dengan Lana. Namun ia sadar, ia telah memperlakukan Lana dengan tak semestinya. Sehingga ia kehilangan kepercayaan pria manis bertutur kata lembut dan selalu penyayang itu. Lana yang ternyata adalah anak seorang pengusaha sukses, siapa menduga? Sebab penampilan Lana selalu sederhana seperti mahasiswa lain yang tak pernah glamor. Dan malah kelihatan seperti orang kampung. Rupanya Seger benar-benar salah menilai orang.

Kini ia harus menerima kenyataan bahwa Lana bukan saja tidak menerima cintanya lagi, tetapi Lana juga menerima lelaki lain yang ternyata sangat disegani dan dihormati oleh banyak mahasiswa. Tak ada yang mau memusuhi Galih. Bahkan semua menyalahkan dirinya. Termasuk Imam.

Kini seorang yang lain sudah ia dapatkan, walaupun seorang gadis. Ia bukan saja ingin melarikan cintanya, tetapi ia bisa menghibur dirinya dengan Ines yang lebih agresif. Ia ingin melupakan Lana, meski ia sadar itu tak mudah. Kesalahannya pada Lana sebetulnya adalah sebenarnya ia terlalu cemburuan dan suka memarahi Lana di berbagai tempat. Tanpa melihat siapa Lana. Tentu saja Lana tersinggung.

Namun ia juga tak mau larut. Cinta bukan hanya milik Lana seorang. Masih banyak pria maupun gadis lain yang bisa ia cintai. Iapun merasa cocok dengan kehadiran Ines di saat yang tepat. Disaat ia butuh seseorang untuk menghibur kesedihannya.

Senja itu, seperti janji mereka, Seger menyusuri jalanan di kota. Ia mencari alamat Ines, karena ini adalah pertama kalinya ia datang ke rumah Ines. Gang demi gang ia telusuri. Dan akhirnya menemukan sebuah rumah di sudut dengan halaman yang teduh.

Sebuah rumah yang tenang, di sebuah jalan yang cukup lebar dan bukan tempat umum. Ines menyambut dengan hangat.

"Jauh ya mas?"

"Lumayan..."

"Lewat mana tadi?"

"Lewat gang depan situ tadi..."

"Ya, memang relatif tenang sih. Nyasar nggak mas tadi?"

"Lumayan, nyasar tiga kali. Tapi untung kamu bilang tak jauh dari restaurant besar itu. Jadi semacam ada arah, kemana mobil itu ku jalankan. Yang penting tidak terlambat kan?"

"Tepat kurang satu menit..."

"Kalau enggak mencari-cari sudah datang setengah jam yang lalu."

"Wah, aku malah baru mandi."

"Kok rumah kamu sepi?"

"Kakakku sedang mengunjungi temannya yang menikah di kota sebelah. Mungkin menginap satu malam, maklum, main band di sana. Oh ya, kakakku kuliah di kampus yang sama dengan kita lho."

"Oh ya?"

"Tapi ia sudah hampir lulus. Habis ujian, wisuda, selesai..."

"Begitu ya?"

"Mas kenal?"

"Tidak, siapa namanya?"

"Rikas..."

"Tidak tahu. Lain kali kenalkan aku padanya!"

"Iya, kapan-kapan..."

"Aku jarang mengikuti kegiatan kampus sehingga jarang kenal dengan kakak tingkat. Tapi bukan suatu keharusan kita mengenal, bukan? Aku juga tidak tahu siapa saja aktifis kampus yang suka demo! Aku tak tahu."

"Aku malah senang punya kenalan lelaki yang tidak terkenal. Biarkan saja tidak terkenal, yang penting aku kenal."

"Orang tuamu kemana?"

"Lagi pulang ke kampung, dua hari. Ada pertemuan keluarga, sambil berziarah ke makam eyang..."

"Jadi kau sendiri?"

"Makanya temani aku makan malam, atau kalau perlu menginap disini mas..."

"Kalau menemani aku setuju. Tapi kalau menginap, aku tidak enak."

"Takut?"

"Bukan, lain kali saja. Kalau sudah ada keluargamu, jadi lebih enak suasananya. Sekarang kita mau kemana?"

"Tidak usah kemana-mana. Ke lantai atas saja. Kita ngobrol disana."

"Di kamarmu?"

"Iya, santai saja. Rama sering kok main ke rumahku. Kita ngobrolnya juga disana. Kalau di ruang tamu, kesannya terlalu resmi."

"Baiklah..."

"Ayo!"

Dengan manja Ines menarik tangan lelaki itu. Seger belum pernah menerima perlakuan mesra dari Lana seperti itu. Kemanjaan yang tidak menjemukan. Andaikata Lana mesra kepadanya, mungkin ia sendiri tidak akan mudah jenuh dengannya, bagaimanapun Lana adalah orang pertama yang ia cintai dengan setulus hati atau bisa dikatan kalau Lana adalah cinta pertamanya.

Sikap Seger yang murung membuat Ines mengerutkan kening.

"Masih ingat mantan kekasih ya?"

"Ah tidak, kan sudah ada kamu Nes."

"Yang benar? Apa aku bisa menggantikannya?"

"Iya..."

"Sungguh?"

"Kamu butuh bukti?"

"Bukti apa?"

"Ya bukti atas menyatunya perasaan kita."

"Apa itu?"

"Kamu pernah dicium mantan kamu?"

"Hihihihihi, pacaran saja belum pernah."

"Yang benar?"

"Iya, sumpah!"

"Bagaimana jika aku bilang cinta ke kamu, dan aku minta tolong ke kamu untuk membantu aku melupakan kesedihanku ini Nes. Aku mohon bantu aku Nes, agar aku bisa kembali percaya diri!"

"Dengan cara apa?"

"Kehangatan dan kelembutanmu."

"Emmmh, malu..."

"Ines...." panggil Seger mendesah.

"Ya?"

"Bolehkah aku mencium mu?" wajah Ines langsung bersemu.

"Kenapa?"

"Mas serius mau mencintaiku?"

"Bagaimana denganmu sendiri?"

"Aku... Aku tidak tahu. Mungkin aku jatuh cinta pada Mas Seger."

"Benarkah kau cinta padaku?"

"Iya..."

"Boleh aku menciummu?"

"Emmmh..." Ines tampak berpikir

"Kenapa?"

"Malu..."

"Kamu sudah pernah dicium belum sih?" Tanya Seger tidak sabar.

"Belum..."

"Mau kucium?" Ines mengangguk

"Sini! Duduk dekat denganku!"

"Aku tutup pintu dulu." Ines yang ternyata masih pemalu, menutup pintu kamarnya. Lalu melangkah ke arah tangan Seger yang mengembangkan tangannya.

Kedua tangan telah tersambut. Dan Seger yang jiwanya sedang bringas, haus dan butuh hiburan tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Kapan lagi ia bisa bercumbu dengan gadis cantik kalau tidak saat itu? Mengingat selama ini dia masih terkungkung oleh belenggu perasaannya pada Lana. Selama ini dengan Lana mencium juga jarang, karena Lana jarang memberi kesempatan.

Sementara tangan Seger menarik lembut dan Ines jatuh di pangkuan lelaki itu. Seger langsung merangkul dengan hangat.

Perlahan lelaki itu menyentuh dagu Ines. Senyum gadis itu bergetar. Maklum, ini pertama kali ia berpelukan dengan seorang laki-laki. Waktu SMA dulu, ia memang pernah naksir seorang pria. Namun hanya sebatas itu saja. Ketika mereka lulus, merekapun berpisah tanpa ada kesan spesial.

Maka ketika sentuhan lembut itu begitu romantis, ia memejamkan matanya. Merasakan pagutan lembut bibir Seger. Lelaki berdarah Inggris yang menciumnya dengan sangat mesra dan lembut. Akhirnya mereka berdua lupa diri. Perbuatan yang tidak seharusnya mereka lakukan.

0 komentar:

Posting Komentar