Face 2
Tubuh Kiriya yang tinggi dan atletis sudah terhampar di atas kasurku yang cukup kecil untuk ukuran Kiriya. Kakinya yang panjang tidak cukup sampai menutupi kasurku itu. Aku hanya mendesah sambil menaruh tas selempang di meja belajarku, lalu menarik kursi di depannya dan mulai mengerjakan semua tugas – tugas kuliahku. Aktifitas ini sudah biasa kulakukan jika sehabis pulang bekerja, walaupun lelah, aku harus tetap rajin, karena aku adalah mahasiswa beasiswa di kampusku itu. Prestasiku tidak boleh turun walaupun tiap hari bekerja sebagai part-timer.
“Kau masih mengerjakan sesuatu ?” tanya Kiriya tiba – tiba mengagetkanku.
“Oh ... Akh ... , Iya aku masih mengerjakan klipingku, kau tidak pulang kerumah Kiriya ?” tanyaku balik, kembali fokus mengerjakan tugasku walaupun pertanyaan itu sudah aku tahu jawaban yang akan di berikan oleh Kiriya.
“Kau berhutang maaf padaku, jadi aku akan tetap disini menunggumu untuk minta maaf” lanjutnya tetap memeluk gulingku.
Aku hanya terdiam mendengar ucapannya tersebut, aku tahu dia akan mengatakan hal seperti itu.
“ .... Aku minta maaf” ujarku pelan.
Suasana hening sejenak, aku tidak berani menoleh menatap wajahnya, pasti Kiriya masih marah padaku. Tiba – tiba tanganku di tarik dan aku jatuh ke dalam pelukannya mukaku langsung memerah, kaget dengan perlakuannya yang tidak terduga seperti itu.
“Ki ... Kiriya ??” gugupku berusaha melepaskan pelukannya.
“ ..., Aku memaafkanmu jadi tidurlah sekarang” jawabnya pelan, masih tetap memeluk erat dan menelungkupkan kepalaku ke dadanya yang bidang.
“Ta ... Tapi ... Lepaskan pelukanmu, aku tidak bisa bernafas” balasku masih berontak di pelukannya.
“Tidak, aku ingin memelukmu seperti ini” ujarnya lagi dan dia mulai tertidur lelap.
Aku masih terjaga dan mulai mendongak menatap wajahnya. Bagaimana aku bisa tidur ketika di peluk seperti ini ? Aku mengelus wajahnya matanya yang besar, hidungnya yang mancung, juga bibirnya yang tipis sangat cocok dengan semua yang ada pada dirinya. Aku tidak tahu kapan akan memiliki dirinya seutuhnya, mungkin itu hanya mimpi saja, yang penting sekarang dia masih berada disisiku sekarang.
Kiriya POV’s
Sora sudah tidur di pelukanku dia akhirnya minta maaf juga kepadaku saat masalah di parkiran tadi siang. Aku bingung kenapa dia tidak mau di antar olehku ketempat kerjanya hari ini ?, padahal biasanya dia yang mengajakku duluan, untuk mengantarnya pergi. Beberapa minggu ini dia seperti menjauhiku, tapi aku tahu semua gerak – geriknya jadi dia tidak bisa menutupinya dariku. Tak peduli apapun yang terjadi, Sora tidak boleh lepas dariku lagi aku ingin selalu berada di sisinya, memberinya kekuatan dan support, karena hanya dialah satu – satunya orang yang bisa melihat ke isi hatiku.
Flashback Delapan tahun Lalu
Upacara penerimaan murid baru sudah selesai aku masuk ke kelas A yang notabene kelas yang isinya siswa pintar semua. Tadinya aku berharap aku ingin memasuki sekolah privat tapi ibu tidak mengijinkanku, karena aku harus bergaul dengan banyak orang. Aku selalu berakting ceria dan tersenyum layaknya orang biasa, tapi dalam hatiku aku membenci semua orang. Tidak ada yang bisa dipercaya dan baik, hanya kemunafikan yang ada dihati mereka.
“Baiklah, bapak akan mengabsen kalian semua, Aikawa Sora ?” sahut wali guru kami itu mengabsen orang pertama, namun tidak ada yang menyahut.
Semua siswa di sana hanya saling berpandangan dan mengarah ke kursi yang paling belakang dekat jendela kosong, aneh.
Brak !! Tiba – tiba pintu kelas di buka paksa.
“Ma ... Maaf pak guru, aku tadi ke ruang kesehatan sebentar karena kepala saya agak pusing maaf sekali lagi” ujar seorang pria yang kutaksir sangat pendek dan terlihat seperti wanita.
Rambut pirangnya yang agak panjang membuatnya cukup menarik, siswa pria itu langsung kembali ke tempat duduknya yang ada di belakang tadi, ternyata dia yang bernama Aikawa Sora. Aku kembali menoleh kedepan kelas, tidak terlalu peduli dengan semua itu, hanya seseorang yang tidak penting dan pak guru mulai mengabsen semua siswa yang ada disana.
Hari ini aku datang ke sebuah cafe dekat stasiun kereta api bawah tanah yang berada cukup dekat dengan sekolah, tapi letak cafe ini cukup strategis dan sangat tertutup. Cafe yang semua pegawainya adalah wanita, aku cukup senang ke cafe ini karena suasananya yang nyaman dan tidak terlalu berisik. Saat ingin memesan menu makanan, aku kaget dengan seorang waitress muda yang baru pertama kali kulihat saat dia menatapku sepertinya dia juga terkejut.
“A ... Ada yang ingin di pesan tuan ?” tanya waitress muda itu dengan gugup.
“ ... Kau baru bekerja di tempat ini ?” tanyaku balik mencoba menatap matanya karena dia selalu menunduk. Waitress itu hanya menganggukkan kepala pelan ada apa dengannya ? Seperti ketakutan saja.
“Baiklah ...., Aku ingin memesan pesananku yang biasa tolong ambilkan” ujarku lagi menutup buku menu tersebut dan memberikan padanya, dia kembali menganggukkan kepala dan pergi dari sana.
Waitress muda itu cukup cantik juga walaupun aku tidak suka wanita, karena aku adalah gay, jadi hanya menarik untuk dilihat saja tidak lebih. Namun, ketika melihat warna rambutnya sepertinya aku pernah melihat di suatu tempat, mungkin hanya perasaanku saja. Selang beberapa hari, aku mulai memperhatikan anak yang bernama Aikawa itu, memang siswa itu tidak terlalu menonjol di kelas, tapi beberapa belakangan ini, prestasinya cukup baik dan hampir menyamaiku, tentu saja aku harus mengawasinya karena dia adalah rivalku di kelas.
Ada yang aneh juga dengannya tiap hari dia selalu terlambat di pelajaran pertama dan di sekitar matanya terlihat lingkaran hitam yang cukup besar, mungkin beberapa orang tidak menyadarinya tapi aku tidak bisa jika tidak melihat. Ketika pulang sekolah aku berniat membuntutinya, di mana dia tinggal dan seberapa kaya dia sebenarnya, karena yang kutahu sekolah ini cukup mewah untuk ukuran siswa SMP. Aku terlonjak kaget ketika tahu arah pergi Aikawa kemana, dia menuju cafe maiden yang sering kukunjungi itu, apalagi yang paling membuatku shock adalah dia sudah berubah menjadi wanita dengan memakai seragam waitress di cafe itu, dan ternyata dia adalah waitress yang waktu itu melayaniku dengan gugup.
“Aikawa, ... ?” panggilku agak segan karena takut salah dengan dugaanku, namun perasaanku mengatakan hal yang sebenarnya. Orang itu menoleh kearahku dan tersentak kaget.
“Ku ... Kudo ?” kagetnya dengan mata yang membulat.
“Ng ... jadi kau bekerja disini ?” balasku gugup juga karena takut menyinggung perasaannya, tapi dia langsung berlari kearahku dan memegang tanganku aku tentu saja kaget dengan perlakuannya itu.
“Ku ... Kudo, aku mohon jangan beritahu siapapun, aku akan melakukan apapun jika itu bisa menutup mulutmu tapi jangan beritahu pihak sekolah, karena hanya dari sinilah biaya kehidupanku selama ini” ujarnya menatapku memelas aku terkejut dengan perkataannya.
“Orangtuaku meninggal beberapa tahun lalu, aku sekarang hanya sendiri saja bahkan aku tidak mempunyai saudara ataupun kerabat yang bisa menolongku, jadi aku harus bisa hidup mandiri tolong jangan beritahu siapapun” tukasnya lagi mulai sesengukan aku langsung memegang kedua bahunya dan sedikit tertawa dengan tingkahnya yang lucu ternyata dia mempunyai kehidupan yang sulit seperti ini, baru kali itu aku tertawa lepas di hadapannya.
“Tenang saja aku tidak akan memberitahu orang lain, janji” balasku tersenyum agak menurunkan badanku karena dia pendek sekali.
“Benarkah ?” ucapnya lagi dengan nada sumringah sambil tersenyum.
Aku hanya menganggukkan kepala pelan dan sepertinya dia tidak terlalu peduli siapa aku sebenarnya dan senyumannya sangat tulus cukup membuatku tersentuh. Sejak saat itu aku mulai berteman dengan Aikawa, ternyata anaknya sangat periang dan menggemaskan, aku tidak sanggup jika meninggalkannya sendirian. Salah satu hal yang kusadari selama ini, Sora-begitu aku memanggilnya sekarang-berbeda dengan teman – teman lain yang kukenal dia sangat memperhatikanku dengan tulus dan selalu menolak ajakanku jika ingin mengantarnya dengan mobilku.
Sora orang yang sederhana dan itu membuatku makin nyaman dengannya bahkan ketika kelulusan tiba aku selalu mengikuti Sora, dia memasuki sekolah pilihannya dan aku tetap bersamanya. Walaupun ayah dan ibu ingin menyekolahkanku di sekolah khusus laki – laki tapi aku menolaknya mentah – mentah. Aku ingin menuruti kata hatiku dan hasilnya aku ingin selalu bersama Sora. Mereka berdua yang selalu mengatakan agar aku bisa bergaul dengan orang lain dan sekarang aku membuktikan perkataan mereka, aku hanya bisa jujur dihadapan Sora.
Dia adalah siswa beasiswa karena prestasinya yang sangat menunjang, selain di bidang Akademik, dia juga pintar dalam bidang olahraga. Sora adalah seseorang yang tangguh dan kuat walaupun dia selalu seorang diri, aku mengaguminya kegigihannya dalam menjalankan hidup ini dan tak terpikirkan olehku sebuah perasaan yang hangat muncul di hatiku ketika bersama Sora. Perasaan ini timbul ketika menyaksikan Sora sudah bergaul dengan seseorang yang lebih dekat denganku, yaitu kakak kelas kami berdua yang menyatakan cintanya pada Sora.
Aku tahu Sora sangat rupawan, tapi aku tidak menyangka dia menyukai laki – laki sama sepertiku juga. Tak lama kemudian dia mulai berpacaran dengan kakak kelas kami itu, hubunganku dengan Sora agak renggang dan perubahan dalam diriku juga berubah drastis karena hal itu. Aku merasa tidak boleh ada yang memiliki Sora selain diriku aku berharap bisa memonopoli Sora selamanya. Aku masih bingung dengan perasaan ini aku tidak boleh merusak persahabatan kami karena perasaan yang kumiliki ini tapi Sora juga gay sepertiku, mungkin dia bisa mencintaiku juga tapi segera kutepis bayangan itu aku tidak mau memaksakan perasaanku pada Sora.
End Flashback
Bahkan sampai saat ini aku selalu mengikuti Sora hingga kuliah aku ingin tahu apa yang dilakukannya setiap hari, apa dia sudah makan atau belum ? Semua bercampur aduk di benakku. Sekarang dia berada dalam pelukanku dia tertidur lelapnya dalam dekapanku aku mengangkat kepalanya sedikit, menarik dagunya dan aku mencium pelan bibirnya yang mungil itu. Wajahnya yang tanpa pertahanan itu selalu membuatku ingin berbuat lebih. Tiap malam jika aku menginap di apartemennya aku selalu menciumnya jika dia sudah tertidur lelap. Hanya seperti ini saja aku bisa dekat dengannya lebih intim dengan Sora, badanku gemetar sepertinya hari ini aku harus ke kamar mandi lagi menuntaskan hasratku yang tak pernah bisa di puaskan hanya mencium Sora saja. Dengan hati – hati aku meletakkan kepala Sora di bantal agar dia tidak terbangun aku melangkah kecil ke kamar mandinya dan mulai membuka celanaku dan selanjutnya melakukan ritual malamku agar aku bisa tidur di sampingnya nanti.
Aku mengerang kecil ketika sebuah sinar masuk kemataku, sepertinya sudah pagi, dan Sora sudah tidak ada disampingku. Sepertinya aku terlalu larut dalam mimpiku semalam, sekarang “adik” kecilku sudah bangun pagi – pagi begini.
“Kau sudah bangun Kiriya ? Sarapan sudah siap” ujar Sora dari arah dapur dan menatapku gugup karena aku telanjang dada. Aku memang selalu melepas baju dan celanaku ketika tidur, hanya memakai boxer saja. Kulihat daun telinganya memerah, aku tahu dia pasti tegang melihatku seperti ini.
“Oh baiklah, hari ini kau ada kuliah ?” tanyaku acuh saja padahal aku ingin sekali menggodanya.
“Hanya satu saja selanjutnya aku ingin langsung bekerja, ... Cepat pakai bajumu” jawab Sora makin gugup sambil melempar kaus dan celana baru untukku, karena sebagian pakaianku kutinggal di sini. Aku segera berdiri dan menuju kehadapannya dia sedikit mundur karena takut atau apa aku tidak tahu dan aku menatapnya dalam sebelum ke kamar mandi.
“ ... Kau selalu wangi Sora” ujarku sambil menghirup tengkuknya dan langsung berlalu dari sana.
Sebelum masuk kamar mandi aku melirik sebentar ke arah Sora dan bisa kutebak, leher dan seluruh wajahnya pasti memerah karena perlakuanku tadi aku hanya terkekeh pelan melihat tingkah imutnya itu.
Sora POV’s
Kiriya selalu saja menggodaku seperti mainannya, apa dia tidak tahu kalau aku mencintainya ? Ini bisa membuatku gila. Aku mengerang pelan ketika dia menghirup tengkukku tadi dan wajahku pasti sudah memerah seperti tomat karena perlakuannya tadi, menyebalkan sekali. Lebih baik aku sarapan duluan saja, aku juga tidak mau berangkat kuliah bersamanya.
“Hei, kenapa kau sarapan duluan ?” tanya Kiriya setelah selesai dari kamar mandi masih mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.
Dia mendekat dan belum memakai baju hanya memakai celana panjang saja melihat dadanya yang atletis itu aku sedikit tergiur dan menelan ludah, Akh ..., apa yang kulakukan ? Aku harus cepat menghabiskan makananku dan segera keluar dari sini.
“Aku duluan nanti tolong kunci pintunya Kiriya” sahutku padanya yang sudah duduk di kursi depanku, tapi aku langsung berdiri dan membawa piringku kedapur berlalu hendak membuka pintu tapi dia berteriak padaku,
“hei, Sora !! Ada apa denganmu ? Kemarin kau baru minta maaf padaku dan kau melakukan hal ini lagi ?” tanyanya heran menatapku intens seperti merasuk dalam hatiku, aku tidak berani menoleh padanya.
“A ... Aku tidak apa – apa hanya saja aku sedang ingin sendirian dan .. “ kataku terpotong karena dia sudah mengatakan suatu peringatan padaku.
“Jika kau keluar selangkah lagi dari pintu itu kau tahu apa akibatnya bukan Sora ?” tanyanya datar masih menatapku dari bangku tersebut dengan nada mengancam.
“Ma ... Maksudmu ?” balasku pura – pura tidak mengerti.
“Jangan pura – pura bodoh kau tahu aku bisa melakukan apa saja terhadapmu bukan ? Jadi jangan coba – coba melawanku kali ini” jawabnya masih dengan nada yang berat aku mulai keringat dingin. Kiriya selalu saja mengatakan hal yang skak matt padaku aku benar – benar tidak bisa lari darinya lagi dia sudah memegang kartu jokerku.
“Kau mengerti ?” ucapnya lagi aku hanya mengangguk pasrah.
~bersambung~
0 komentar:
Posting Komentar