Pemeriksaan yang menyebalkan itu akhirnya selesai juga. Pemilik mobil tidak menyalahkanku meski mobilnya hancur, dan aku yang baik-baik saja tak lecet sedikitpun tentu saja tidak menyalahkan pengemudi itu juga, kami berdamai.
Aku menghembuskan napas lega dan bergegas pergi meninggalkan kantor polisi.
Sudah jam 11 malam, perutku lapar dan aku tidak punya uang untuk membeli makanan. Harusnya aku minta uang ya saat turun dari langit.
Aku tertawa kecil. Bodoh, di surga kami kan tidak membutuhkan uang karena semuanya sudah tersedia. Tak ada uang disana.
Aku menyeret langkahku, tak ada taxi yang lewat, aku memutuskan jalan kaki menuju rumah Orion.
Tapi rumah Orion cukup jauh dari sini, aku ragu dengan kekuatan kakiku, karena belum lama berjalan kakiku mulai kram. Perut yang lapar juga mempengaruhi kondisi fisikku. Aku harus beberapa kali berhenti dan duduk dipinggir jalan untuk beristirahat.
Pukul 3 pagi akhirnya aku sampai didepan rumah Orion.
Aku terduduk lemas di depan pintu gerbang rumahnya, aku tidak mungkin membunyikan bel dan bertamu di pagi buta begini.
Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu.
Apa yang harus aku katakan pada Orion nanti?
Melarangnya pergi dan mengatakan dia akan mati hari ini kalau tetap pergi?
Aah, apa dia percaya nantinya? Atau jangan-jangan malah menuduhku gila?
Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, keningku berdenyut dan perutku terasa perih.
Apa yang harus aku lakukan Tuhan..
Aku mengeluh dalam hati, sambil terus memikirkan apa yang harus aku katakan pada Orion.
Atau aku mengaku saja padanya kalau aku Layung, dan aku turun dari surga untuk menyelamatkannya, begitu?
Aku yakin, aku sangat yakin Orion pasti percaya, percaya kalau aku.. Gila!
Sinar mentari mulai menerobos dedaunan.
Sudah pagi dan aku belum menemukan alasan untuk mencegah Orion pergi.
Terdengar bunyi langkah mendekat ke arahku, aku terkejut dan langsung berdiri.
Seseorang membuka pintu pagar yang terbuat dari besi berwarna hitam itu. Bi Sumi, pembantu di rumah Orion, aku sangat mengenalnya, tapi dia tak akan mengenaliku dengan wajahku yang seperti ini.
Dia terkejut melihatku, ini masih terlalu pagi untuk bertamu.
"Orion ada Bi?" tanyaku sopan sambil menganggukkan kepala.
"Ada, tapi masih tidur, maaf Mas ini siapa ya?" tanyanya dengan wajah agak curiga.
"Saya La.. Labu.. Teman campus Orion, kami mau pergi dan Orion minta saya datang pagi-pagi untuk membangunkannya.." kataku gugup dan nyaris menyebutkan nama Layung.
"Oh, iya iya.. Mas Orion sudah siap-siap dari semalem, silahkan masuk Mas, tapi bangunin Mas Orionnya pelan-pelan ya, dia suka marah kalo kaget, Bibi mau kepasar.." tatapan curiga Bi Sumi lenyap berganti senyum.
"Makasih Bi, kamarnya masih yang di lantai atas kan?" tanyaku sok akrab seakan aku sudah sering datang kemari.
"Iya Mas Lembu, Bibi tinggal dulu ya.." Bi Sumi beranjak pergi meninggalkanku, aku tertawa kecil dipanggil Mas Lembu. Dulu pertama kali datang ke rumah ini dan berkenalan dengannya, Bi Sumi memanggilku dengan sangat kacau, kadang Mas Payung, kadang Mas Gayung, dan Orion selalu terbahak sambil menggodaku.
Rumah Orion tampak sepi, Orion memang tinggal sendiri dirumah sebesar ini dan hanya ditemani oleh Bi Sumi, Mama Papa Orion yang sibuk hanya pulang sebulan sekali.
Aku membuka pintu rumah Orion, dan lagi-lagi aku terkejut melihat wajahku yang terpantul dikaca jendela.
Dengan wajah seperti ini, dan masuk seenaknya kerumah orang, aku bisa dianggap maling nanti.
Aku mengurungkan niatku untuk masuk kedalam rumah.
Aku berjalan mondar-mandir disamping rumah Orion yang penuh dengan tanaman hias yang tertata rapi sambil terus memikirkan cara bagaimana mencegah Orion pergi.
Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dari dalam, aku terkesiap dan langsung bersembunyi dibalik rimbunnya pohon anak nakal.
Orion!
Wajah yang aku rindukan itu kini berdiri tak jauh dariku, masih terbalut piyama tidur berwarna kelabu. Rambutnya terlihat berantakan tapi tak sedikitpun menghilangkan ketampanan wajahnya.
Jantungku berdebar kencang melihatnya, dan setengah mati menahan diri untuk tidak berlari dan memeluknya.
Orion meregangkan tubuhnya sebentar lalu berjalan menuju mobilnya.
Mobil itu..
Mobil itu yang aku lihat membawa Orion dan teman-teman pergi ke daerah puncak saat itu.
Aku semakin gelisah ketika mendengar bunyi mobil di starter. Orion sedang memanaskan mobilnya.
Jangan pergi Orion..
Aku mohon!
Aku mendengar bunyi ponsel dengan ringtone lagu chocolate love, nadanya yang riang membuatku terkejut.
Ringtone itu disetting khusus jika panggilannya berasal dari nomorku!
Aku melihat Orion keluar dari mobil.
"Iya Tante, selamat pagi.." Orion menerima panggilan telepon sambil duduk di kursi teras didepan rumahnya, aku jadi bisa mendengar jelas pembicaraan Orion.
"Iya, rencananya sore ini mau ke Rumah Sakit lagi, nanti mungkin nginap sama teman-teman yang lain, biar Tante bisa pulang jagain Kayas.."
Dia menyebut nama adikku!
Berarti Mama yang menelpon Orion menggunakan ponselku.
"Tenang aja Tante, sama sekali nggak repot kok, pengennya sih pagi ini ke Rumah Sakitnya, tapi Orion harus ke Bogor dulu survey tempat untuk acara campus.."
Cegah Orion Ma.. Jangan biarin Orion pergi..
"Oke Tante, siap.. Jangan khawatir." Orion tertawa kecil.
"Cubit aja pipinya Tante biar Layung bangun.."
Deg.
Sihirnya mulai bekerja, setiap dia menyebut namaku, aku selalu ingin berlari ke arahnya.
Tapi kutahan kali ini dengan memejamkan mata dan menggigit bibirku kuat-kuat.
"Terima kasih Tante, sampai nanti.." Orion menutup pembicaraan, lalu berjalan kembali menuju mobilnya untuk mematikan mesin.
Setelah itu aku melihat Orion masuk kembali kerumahnya.
Ide terbaik dari otakku muncul begitu saja, aku berharap ini bisa mencegahnya pergi.
Aku menatap ke sekelilingku, mencari sesuatu yang bisa aku gunakan untuk melancarkan ideku.
Ada, sekotak peralatan untuk berkebun diletakan didekat pot-pot yang belum berisi tanaman hias. Aku mencari sesuatu yang tajam disana.
Setelah menemukannya aku berjingkat mendekati mobil, merunduk disamping mobil lalu dengan cepat menusuk pentil ban sampai yakin udaranya keluar. Dan aku melakukannya pada tiga ban lainnya. Ban mobil mendesis sampai velgnya menyentuh lantai yang terbuat dari paving block.
Aku kembali bersembunyi dibalik pohon anak nakal, aku harus memastikan Orion tidak jadi pergi hari ini.
Tapi tiba-tiba perutku bernyanyi, aku lapar sekali, aku bahkan sudah tidak sanggup berjongkok karena tubuhku terasa lemas.
Aku berdiri dan memutuskan masuk kedalam rumah melalui pintu belakang, dapur terletak disana, aku mungkin bisa menenangkan perutku dengan segelas air.
Tapi baru saja aku berdiri dengan kakiku yang gemetar, aku mendengar senandung kecil dari mulut Orion yang kini sedang berjalan menuju mobilnya.
Dia terlihat segar setelah mandi, kaus merah dilapisi jaket yang kancingnya dibiarkan terbuka membuat Orion terihat sangat keren.
"Astaga!!!" seru Orion penuh rasa terkejut ketika melihat ban mobilnya kempes, bukan hanya satu tapi semua, keempat ban mobilnya kini rata dengan lantai.
Aku kembali meringkuk dibalik pohon dengan jantung yang berdebar kencang.
"Apa-apaan ini?!" suara Orion terdengar lagi. Kesal bercampur panik.
Pandangannya kini nanar melihat ke sekeliling halaman rumahnya, dia yakin seseorang telah mengempesi semua ban mobilnya, karena belum lama waktu dia tinggalkan untuk mandi, mobilnya tadi masih baik-baik saja.
Orion keluar melalui pintu pagar besi, melihat kejalan disekitar rumahnya, tapi tidak terlihat siapapun disana.
Dengan wajah kesal Orion masuk lagi dan menghubungi seseorang dengan ponselnya.
"Dud, perginya pakai mobil lo aja ya, mobil gue tiba-tiba kempes nih bannya.." Orion sepertinya menelpon Dude, aku mulai gelisah memikirkan rencanaku yang kemungkinan akan gagal.
"Ban serep cuma ada satu, yang kempes empat, sialan nggak sih, ini pasti ada yang ngerjain gue nih!" aku menggigit pelan bibirku, Orion ber elo-gue dengan semua teman, kecuali aku. Dia dengan santun ber aku-kamu padaku. Aku jadi merasa spesial. Aku tersenyum dalam hati.
"Okey, jemput gue dulu ya, gue sekalian mau bawa ban ketukang tambal.." kalimat Orion barusan menambah kegelisahanku.
Rencanaku gagal. Apalagi yang harus aku lakukan? Pikirku sambil meremas rambutku.
Dari tempatku bersembunyi aku melihat Orion melepas jaketnya lalu mulai mendongkrak ban mobilnya yang mengenaskan.
Maafkan aku Orion..
Aku berjingkat keluar sambil menahan napasku, aku berjalan pelan menuju dapur, karena aku sudah tidak bisa menahan perihnya tenggorokan dan perutku. Orion sedang sibuk dengan mobilnya, aku yakin dia tidak akan melihatku.
Aku bersyukur pintu belakang tidak terkunci, aku langsung menyelinap masuk dan mencari air minum. Segelas air hangat membasahi kerongkonganku, rasanya segar sekali, aku menambahkan lagi satu gelas dan meminumnya tanpa bersisa.
Baru saja kuletakkan gelas di atas meja, aku mendengar suara langkah kaki menuju ke arah dapur, aku langsung panik dan bukannya keluar dari pintu belakang, aku malah bersembunyi di balik lemari besar tempat peralatan makan disimpan.
"Bibi nggak liat siapapun kecuali teman Mas Ion yang datang pagi-pagi itu.." suara Bi Sumi semakin jelas memasuki dapur. Aku menahan napasku.
"Teman yang mana?" suara Orion menyusul dibelakangnya.
"Itu loh yang katanya suruh datang pagi-pagi itu, dia bilang namanya La.. La.. Siapa gitu, Bibi lupa, dia bilang Mas Ion yang suruh dia bangunin pagi-pagi, jadi ya Bibi suruh masuk aja.."
"La siapa? Layung?"
"Lambu atau Lagu ya, Bibi lupa.."
"Aku nggak punya teman yang namanya Lambu!"
"Oalah, itu loh Mas, yang matanya biru, trus ada tatoo dijidatnya, Bibi juga baru tau kalo Mas Ion punya teman dia, nggak pernah liat soalnya.."
"Bibi nggak pernah liat dia tapi udah langsung kasih masuk kerumah? Ya ampun Bibi, kalo dia orang jahat yang ngaku-ngaku temanku gimana?"
"Tapi keliatannya orang baik kok Mas, Bibi tau mana muka yang jahat mana muka yang baik.." Bi Sumi membela dirinya dengan suara pelan seperti ketakutan.
Maafkan aku Bi Sumi..
"Baik gimana? Liat tuh mobil aku, semua bannya dikempesin, mungkin aja pelakunya dia yang ngaku temanku.." suara Orion masih terdengar kesal.
"Maafin Bibi.." Bi Sumi menyerah dengan permintaan maafnya, tak ingin berdebat lagi dengan tuan mudanya itu.
"Iya iya, tapi lain kali harus lebih hati-hati Bi, jaman sekarang banyak orang berbuat jahat datang dengan muka baik.."
"Iya Mas Orion.."
"Kalo Dude datang suruh tunggu aja Bi, aku mau mandi lagi nih, keringetan gara-gara ngedongkrak.."
"Iya Mas.." Bi Sumi mengangguk lalu sibuk mengeluarkan sayuran dari kantong belanjaannya. Sementara Orion beranjak pergi ke kamarnya yang terletak di lantai atas.
Aku menarik napas panjang setelah tadi diliputi ketegangan yang membuat jantungku berdebar tidak karuan.
Orion tetap akan pergi dengan mobil Dude, dan itu artinya aku tidak berhasil mencegah kematiannya.
TIdak!
Orion tidak boleh mati!
Setelah beberapa detik memaksa otakku untuk berpikir, aku memutuskan untuk mengikuti Orion masuk ke kamarnya.
Ini cara terakhirku Orion!
#####
Setelah yakin Bi Sumi tidak melihatku keluar dari tempat persembunyianku, aku bergegas naik ke lantai atas dimana kamar Orion berada.
Aku mendengar bunyi air dan senandung dari kamar mandi Orion ketika aku sudah berada di dalam kamarnya.
Ku ambil selembar kertas hvs dan spidol warna hitam, dengan cepat kutuliskan beberapa kata.
"ORION, JANGAN PERGI KE BOGOR! AKU MOHON..!"
Dibawahnya aku menuliskan namaku, LAYUNG..
Aku meletakkan kertas itu diatas meja belajar Orion. Terlihat mencolok, harusnya dia menyadari kehadiran kertas hvs itu.
Aku beranjak ingin keluar dari kamar Orion, tapi ketika tanganku baru memegang handle pintu, pintu diketuk dari luar, aku terkejut dan langsung mencari tempat persembunyian. Kuputuskan untuk masuk kedalam lemari Orion.
"Mas Ion, ada Mas Dude..!" ketukan dipintu itu dibarengi suara Bi Sumi.
"Iyaa sebentar!" Orion berteriak dari dalam kamar mandi.
"Udah Bibi suruh tunggu Mas..!" Bi Sumi balas berteriak.
Lalu terdengar pintu kamar mandi dibuka.
Aku menahan napas dan berharap Orion tidak membuka lemari baju gantungnya.
Napasku mulai sesak, hanya sedikit udara yang bisa kuhirup.
Orion, baca pesanku Orion! Aku memohon dalam hati.
Tidak lama, Orion keluar dari kamarnya.
"Bii.. Aku pergi!" teriak Orion sambil menuruni tangga.
Aku langsung keluar dari lemari pakaian Orion, mataku berkunang-kunang dan napasku sesak. Dan lebih sesak lagi ketika melihat kertas hvs berisi pesanku masih terhampar cantik di meja belajar Orion tanpa berubah sedikitpun letaknya.
Orion tidak membacanya..
Aku jatuh terduduk, tubuhku rasanya lemas seakan tak bertulang.
Aku melihat waktu yang tersisa di tanganku, 5390 detik lagi. Aku harus segera kembali ke Heavensnow.
Tanpa aku sadari air mata menetes perlahan membasahi pipiku.
Inikah akhir ceritaku?
BERSAMBUNG~
0 komentar:
Posting Komentar