Monster Part End



By: Otsu Kanzasky

Note: terinspirasi lagu Monster Eminem ft. Rihanna dan film Disney `Tangled: Story Tale of Rapunzel'
***
Saat gemrisik lembut rerumputan yang beroyang, hamparan bunga menari-nari, menjadikan Varosha layaknya surga. Tiupan angin sepoi-sepoi dengan nakal mengayunkan jemuran warga yang di gantung di belakang rumah mereka, membisikkan nada indah yang menyejukkan, membingkai suasana damai para penduduknya.
Seperti tak terjamah oleh kabut gelap, atau mungkin petir pun tak tega menyambar ketika turun hujan. Semuanya berjalan damai di Desa asri itu, meski untuk beberapa orang tidak dapat menerima keputusan jika Julian dan Kiel di perbolehkan menetap disana.
Sudah tiga hari berlangsung sejak peristiwa yang lalu, Kiel dapat sembuh sangat cepat yang tak terhitung sehari, luka tembak pemuda cantik itu menghilang secara ajaib. Si Aquamarine itu cukup terkejut saat ternyata ia dan Julian tak di usir dari Desa ini.
"Kami sudah dengar semuanya dari Julian" kata Maria, ketika mengundang Kiel yang telah sembuh datang ke rumahnya, bersama beberapa ibu-ibu disana.
Keil hanya bisa menundukkan kepala, menatap cemas pada ujung sepatu kanvas putihnya.
"Aku turut menyesal dengan apa yang telah menimpamu Kiel" Maria mengusap pelan kepala si cantik itu, membuat sang empunya mengangkat wajahnya dan melemparkan kilau indah mata birunya pada Maria dan ibu-ibu yang berdiri mengelilinginya.
"Semuanya kalian tahu?" tanyanya pelan.
"Ya, tentang kenapa kau di cari" jawab Julie. "Meski agak sulit di percaya jika rambut mu ini ajaib" imbuhnya.
"Apa kalian tidak merasa aneh pada ku atau Julian?"
"Ya memang aneh, tapi semua orang memiliki takdir masing-masing dan berhak untuk bahagia" jawab Maria.
"Walaupun ada yang menolak hal ini, ketahuilah bukan berarti hidupnya lebih baik dari kalian" Julie menambahkan.
Akhirnya Kiel ikut tersenyum tipis melihat Maria dan Carrol yang tersenyum padanya. Ada kelegaan yang luar biasa menderanya, perasaan senang yang tak terkira.
"Dan anak-anak disini cukup menyukai mu, setidaknya kami bisa menitipkan mereka padamu kalau kami sedang berkebun" celetuk Carrol, yang di sambut tawa ibu-ibu disana.
Yah memang, karena saat ini beberapa anak perempuan menempel di kakinya, ribut mengajaknya bermain. Dan tak sengaja ia beradu pandang dengan seorang pemuda bermata cokelat, yang buru-buru membuang muka dan melangkah cepat membawa sekarung pupuk organik.
"Apa tidak sebaiknya rambut mu di potong Kiel?" tanya Maria mengenggam rambut perak Kiel yang seolah bersinar saat tertimpa sinar matahari pagi.
"Tidak, rambut ini membantu ku mengingat ibu" jawabnya pelan, lalu tersenyum tipis.
"Aku mengerti"
Melegakan mengingat percakapan 2 hari yang lalu itu. Sampai sekarang pun Kiel masih di terima baik terutama oleh anak-anak perempuan yang senang bermain dengannya, dan tak sedikit pula bocah laki-laki yang berebut agar bermain dengan mereka.
Seperti saat ini, di padang bunga yang tumbuh subur, Kiel duduk bersila sambil membuat mahkota bunga yang di perebutkan oleh Louise, Carla dan Kyra. Ketiga bocah berusia 7 atau 8 tahun itu cukup cerewet di banding anak-anak seumurannya di Desa ini, bisa di bilang mereka lah yang paling aktif mengajak Kiel bermain atau sekedar menuruti ego seorang bocah.
Meskipun begitu Kiel tak merasa keberatan dan cukup senang di kelilingi bocah-bocah itu, setidaknya dapat membuatnya terhibur jika Julian pergi berkebun membantu bapak-bapak kepala keluarga disana.
"Selesai~" ucapnya senang setelah menyelesaikan mahkota bunga buatannya.
"Buatku! Buatku!" seru Carla antusias dan meringsek maju ke pangkuan Kiel.
"Mahkotanya buatku!" Louise ikut maju dan menarik-narik tangan Kiel yang terangkat keatas membawa mahkota bunga agar keadaan tak berakhir ricuh.
"`kan aku yang minta, jadi mahkotanya untuk ku!" protes Kyra.
"Sudah-sudah jangan berebut, nanti aku buatkan lagi ya, yang ini untuk Kyra" kata Kiel menengahi perebutan itu dan memasangnya di kepala kecil sang bocah.
Tentu saja Kyra sangat senang dan membuat Louise dan Carla merajuk, dengan cara akan di buatkan yang lebih bagus lah Kiel dapat membujuk kedua bocah itu agar tidak menangis dan terbukti ampuh. Namun detik itu juga ia merasa ada yang memperhatikannya, tapi saat ia memandang berkeliling tidak ada siapapun disana, dan tiba-tiba saja ia menengok ke balik punggungnya dan melihat pemuda tinggi berambut pirang yang berdiri di bawah dengan pakaian berkebunnya yang tengah menatapnya.
"Kau mau bergabung Aaron?!" Kiel menawarkan dengan suara agak keras, dan pemuda itu seperti tersadar dari lamunannya, ia mengerjap dan tanpa berkata apapun beranjak dari sana. Kiel menaikkan satu alisnya melihat itu, karena tidak kali ini saja dirinya memergoki Aaron menatapnya lalu bersikap dingin kemudian.
"Sepertinya Aaron tidak suka padaku ya" celetuk Kiel, saat Carla, Louise dan Kyra asyik mengumpulkan bunga di sekitar tempat mereka duduk.
"Dia pelit, tidak pernah mau mengajak kami bermain" kata Kyra dengan bibir mungilnya.
"Iya, Aaron juga jahat" dukung Louise.
"Tidak sopan bicara seperti itu, Aaron kan laki-laki jadi mungkin
dia tidak mau bermain dengan anak perempuan" ujar Kiel.
"Tapi Kiel laki-laki mau bermain dengan kami" Louise menatap Kiel dengan wajah lucu. Pemuda cantik itu terkekeh kecil.
"Kiel" panggil Carla, duduk di pangkuan Kiel sambil membawa beberapa tangkai bunga Lily.
"Ya?" sahutnya kini memperhatikan bocah bermata bulat itu.
"Apa kalau aku besar nanti bisa memiliki rambut panjang seperti mu?" tanyanya polos.
"Tentu saja, asal Carla merawat rambut dengan baik"
"Apa sulit?"
"Tidak"
"Kenapa rambut Kiel panjang sekali? Kiel `kan laki-laki?" kini Kyra ikut menatap bingung, wajahnya yang bulat sangat cantik.
"Karena ibu ku suka melihat ku berambut panjang"
"Apa ibu Kiel cantik?"
"Tentu saja, ibu ku sangaaaaat cantik, seperti kalian" Kiel tidak bisa menahan senyumnya melihat kepolosan bocah-bocah itu.
"Kiel!"
Suara riang itu bersamaan dengan tubrukan kecil di punggung Kiel dan sepasang tangan kecil yang melingkari lehernya, si Aquamarine itu sampai terlonjak kaget.
"George, sudah ku bilang jangan seperti
itu!" hardik Kiel lembut saat menengok ke pundak kanannya, dimana menyembul kepala kecil berambut cokelat dengan wajah imut.
"Minggir George~ Kiel milik ku!" Carla berusaha melepas tangan George yang melingkar di leher Kiel.
"Tidak mau! Kiel itu calon istri ku we~" George menjulurkan lidahnya lucu. Kiel hanya menggeleng-geleng.
"Kiel calon suamiku tau, Kiel `kan laki-laki wek" Carla tak mau kalah.
Sontak membuat si Aquamarine itu tertawa terbahak dengan celotehan bocah-bocah itu, tetap tak menghentikan perebutan antara George dan Carla.
"Sudah-sudah, George turun dari punggung ku" pintanya, dan bocah laki-laki itu turun dengan patuh dan tak sengaja membuat ikatan rambutnya lepas.
"Lihat ikan yuk~" rajuk George sambil menarik kemeja Kiel.
"Lihat ikan dimana?"
"Di danau" George menunjuk ke sebrang bukit. "Julian dan Robby dapat ikan banyaaaaaak sekali!" kata bocah itu bersemangat, Kiel menaikkan satu alisnya saat mendengar nama Julian di sebut.
"Kalian mau lihat ikan?" tanyanya beralih menatap
Louise, Carla dan Kyra bergantian.
"Mau! Mau!" jawab ketiga bocah itu serempak.
Akhirnya mereka pun beranjak dari rerumputan di antara padang bunga disana, menaiki bukit saling bergandengan kecuali George yang berjalan di depan dengan semangat. Dan dari atas bukit yang tak terlalu besar ini, Kiel dapat melihat sebuah danau yang cukup besar, dimana terdapat sosok Julian dan Robby di tepinya, sibuk memasukkan ikan tangkapan mereka ke sebuah bak plastik sedang.
Keempat bocah itu sangat senang ketika tiba di danau, mengalihkan perhatian Julian dan Robby karena suara riang mereka.
"Banyak sekali ikannya" ucap Kiel saat melihat ke dalam bak
, bersama keempat bocah itu.
"Nanti malam akan ada pesta" kata Robby, Kiel beralih menatap pria itu.
"Dalam rangka apa?" tanyanya.
"Penerimaan kau dan Julian di Desa ini"
"Eh?" Kiel menaikkan satu alisnya menatap Julian.
"Aku tidak dengar soal itu" ucap Julian, protes secara tak langsung.
"Mereka sengaja tidak memberitahu kalian agar tidak menolak" kata Robby sambil memasukkan ikan yang tersisa ke dalam bak. "Tenang saja, ini sudah menjadi tradisi kalau ada orang baru" imbuhnya.
"Robby coba lihat, mahkota ku bagus tidak?" Kyra kini berdiri di dekat Robby, pemuda berusia sekitar 25 tahun itu pun menoleh.
"Cantik, siapa yang membuatnya?" Robby mensejajarkan tingginya dengan keponakannya itu.
"Kiel yang membuat" gadis kecil itu tersenyum senang.
Julian pun menoleh pada pemuda cantik di samping kirinya itu, sementara si Aquamarine tidak menyadarinya. Tatapan mata tajam itu sarat akan rasa sayang.
"Eh, Louis mana?" tanya Kiel bingung, menyadari jika gadis kecil berambut ikal itu tak lagi melihat ikan di
dalam bak. Dan tepat saat ia melihat kearah danau, sosok kecil itu berada di dekat danau bermain air.
"Jangan bermain disana Louis!" serunya berjalan mendekati gadis bermata biru itu.
Mungkin untuk orang dewasa danau itu tak terlalu dalam, tapi untuk anak kecil tentu saja bermain di pinggir danau berbahaya.
Tapi belum sempat Kiel memanggil bocah itu lagi, tiba-tiba tubuh kecil Louise oleng dan Byur!
Kiel membelalak melihatnya.
"Louise!!!" teriaknya shock.
Mendengar suara yang cukup keras itu Julian dan Robby spontan menoleh dan terkejut saat melihat pemuda cantik itu melompat ke dalam danau.
"Kiel!" Julian berlari ke danau dan Byur!
Pria tampan itu ikut melompat, sementara Robby dan ketiga bocah lainnya mendekat.
Untungnya air di danau sangat jernih, Kiel dapat melihat dengan jelas tubuh kecil Louis yang tak jauh darinya. Dengan lincah ia berenang, tak sedikit pun kesulitan dengan rambut panjangnya.
Hanya beberapa detik ia mendapatkan Louis yang meronta-ronta kehabisan nafas, dengan segera ia
membagi oksigen di mulutnya pada bibir mungil itu. Dan setelah merasa cukup, ia pun memeluk Louis di dadanya dan berenang ke atas, tepat saat Julian berada dekat di atasnya.
Pria itu menarik lengan Kiel dan saat mereka berhadapan ia mengambil alih tubuh Louis, mendekapnya dengan satu tangannya yang kokoh, sementara tangannya yang lain merengkuh kepala Kiel ke arahnya lalu membagi oksigen di mulutnya.
Sesegera mungkin mereka berenang ke atas, dan mungkin jika Julian dan Kiel tak juga menampakkan diri Robby akan berlari ke Desa meminta pertolongan.
Robby merasa ada batu besar luruh dari punggungnya saat melihat kepala kedua orang itu muncul ke permukaan danau, dan dengan sigap membantu Kiel naik.
"Louis baik-baik saja?" tanyanya khawatir, Kiel yang terduduk di pinggir danau sambil mengatur nafasnya pun menoleh pada Julian yang tengah menekan-nekan dada gadis kecil itu.
"Uhuk..uhuk" Louise menyemprotkan cukup banyak air dari mulutnya. Baik Kiel maupun Robby menghela nafas lega.
"Huuweeeee! Mama!" gadis kecil itu menangis kencang, takut. Julian segera mengangkat tubuh kecil itu dan menggendongnya di depan.
"Kita kembali sekarang, kau sudah selesai memasukkan ikannya Rob?" ujar Julian bertanya pada pemuda yang rambutnya mulai panjang itu.
"Sudah, ayo" sahutnya, berjalan menghampiri bak ikan.
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya menoleh pada Kiel yang tengah memeras rambutnya.
"Ya" si Aquamarine itu mengangguk.
Mereka pun beranjak dari area danau, Carla, Kyra dan George berlari mendahuli, sementara Kiel harus mengangkat rambutnya agar tak terasa berat.
Yah, setelah ini dirinya harus mengeringkan rambutnya yang bisa memakan waktu berjam-jam.
****
Varosha di malam hari ini terasa lebih meriah dari malam-malam sebelumnya. Di antara cahaya lampu, terdapat kobaran api unggun yang di adakan tepat di jalan Desa--di depan rumah warga. Terdengar suara orang-orang bercakap dan beberapa yang tertawa.
Yang jelas suasana malam ini terasa hangat. Para wanita sibuk menyiapkan ikan bakar yang di bakar di atas api unggun,
dengan membuat tempat pemanggang dari besi yang dapat memanggang 3 ikan besar sekaligus. Warga di Desa ini memang jarang mengkonsumsi daging sapi.
"Ini untuk mu Kiel" Mandy menyodorkan piring berisi ikan panggang pada Kiel yang duduk di sebrang api unggun.
"Terima kasih~" ia tersenyum senang menerima piring itu.
"Mana Julian?" tanya Mandy menatap ke sekitar.
"Dia pulang sebentar, sebentar lagi juga kembali" jawabnya sambil mencuil daging ikan panggangnya.
Mandy dan 2 orang ibu-ibu kembali memanggang ikan, dan beberapa ibu-ibu yang lain membuatkan minuman untuk semua yang ada disana. Dan baru kali ini Kiel berhadapan langsung dengan penduduk Desa yang lain.
Memang tidak terlalu banyak remaja disini, tapi mengetahu dirinya dapat bicara dengan mereka ia sudah senang. Tepat saat itulah ia melihat Aaron--pemuda berambut cokelat--yang baru saja datang dan bingung mencari tempat duduk, mengingat mereka duduk di badan kayu besar yang telah di pisahkan dari dahannya.
"Di sebelah ku kosong" ujarnya ketika pemuda
itu berjalan mencari tempat yang kosong. Sejenak Aaron menatap Kiel, ada yang aneh dengan tatapannya.
"Itu tempat Julian" ucapnya, terdengar pelan. Kiel sampai harus berhenti mengunyah karena baru kali ini dirinya mendengar suara pemuda jangkung itu.
"Julian sedang pulang, tidak apa, lagipula tidak ada tempat kosong" kata Kiel. Pemuda berkulit pucat itu sempat diam beberapa saat, lalu akhirnya duduk di sebelah Kiel.
"Kiel~ aku benar-benar berterima kasih padamu dan Julian, sudah menolong Louis" kata Jessie yang tiba-tiba sudah berada di dekat Kiel, otomatis pemuda cantik itu menoleh kaget.
"Ah, sudah kewajiban kami menolong Louis Jess, tidak apa" ucapnya tersenyum.
"Aku benar-benar kaget waktu kalian datang dalam keadaan basah kuyup, Louis sudah pernah tenggelam sebelumnya"
"Uhm, lalu sekarang bagaimana keadaannya?" tanyanya.
"Louis baik-baik saja, tuh" Jessie menunjuk ke belakang Kiel dengan dagunya. Pemuda cantik itu menengok ke arah yang di maksut, tercetak senyum tipis di bibir merahnya ketika
melihat gadis berambut pendek itu tengah bermain dengan anak-anak yang lain.
"Baiklah kalau begitu aku kembali dulu" ucap Jessie sambil menepuk tangan Kiel pelan. Pemuda cantik itu mengangguk dan tersenyum.
"Memang apa yang sudah terjadi?" tanya Aaron kini memperhatikan Kiel yang kembali menikmati ikan bakarnya.
"Tadi pagi Louis tenggelam di danau, untungnya dia baik-baik saja" jawabnya.
"Lalu kau dan--"
"Kiel~! Julian memanggil mu!" seru Anastasya yang baru datang entah darimana membawa tumpukan piring kosong. Mematahkan kalimat Aaron begitu saja.
"Ah iya, terima kasih" sahut Kiel dan meletakkan pirinya di samping tempatnya duduk lalu berdiri.
Pemuda cantik itu melangkah lebar-lebar menuju rumah bercat biru, langkahnya tampak ringan di bawah sinar bulan. Meski ia hanya memakai pakaian santai yang sederhana, tetap tak mengurangi kecantikannya, dengan rambut yang di ikat ke depan.
"Julian? Kamu memanggil ku?" tanya Kiel begitu masuk ke ruang depan, memperhatikan Julian yang tampak mengutak-atik sesuatu
di atas meja.
Pria itu hanya mengangguk karena sibuk membenahi sebuah benda yang terbuat dari bambu dan di tutup oleh kertas tipis berwana putih di bagian atasnya, sementara di bagian bawahnya berlubang dan terdapat tempat kecil di bagian tengahnya.
"Ikut aku" kata Julian seraya bangkit berdiri. Ia menghampiri Kiel dengan membawa benda itu.
"Eh? Kemana?" Kiel menatap Julian bingung, pria tampan itu menarik tangannya dan keluar dari rumah.
"Kita ke danau" kata Julian setelah berjalan beberapa meter dari rumah. Kiel mengernyit samar.
"Ada apa disana?" tanyanya bingung, meski begitu ia tetap berjalan mengikuti Julian.
"Ada yang ingin ku tunjukan" pria itu beralih menatap Kiel.
Cukup membuat Kiel diam. Tidak terlalu sulit mendaki bukit di malam hari, melewati padang bunga dan menuju danau di balik bukit. Julian memperlambat langkahnya saat menuruni bukit, memastikan jika Kiel tidak tersandung karena ia menggenggam tangannya.
Suasana di danau cukup hening, hanya suara angin yang terdengar, namun tak
terlalu gelap disana, karena malam ini sinar bulan cukup terang.
"Jadi apa yang akan kita lakukan dengan benda itu?" tanya Kiel ketika mereka telah sampai di pinggir danau.
"Ini lampion" jawab Julian seraya berjongkok dan merogoh saku jeansnya mengeluarkan pematik. Kiel ikut berjongkok dengan rasa penasaran.
"Apa itu lampion?" tanyanya memperhatikan benda di depannya.
"Sejenis lentera, banyak di gunakan di dataran Asia" Julian menyodorkan secarik kertas dan pena pada Kiel, membuat pemuda cantik itu menatap bingung.
"Lanjutkan kalimat yang sudah ku tulis" ujarnya. Meski ia bingung, Kiel tetap mengambil kertas itu dan melakukan apa yang di minta Julian.
Ia berdiam cukup lama, seperti tengah berpikir lalu mulai menuliskan sesuatu di sobekan kertas. Julian sendiri tak bosannya menatap wajah cantik pemuda itu, sampai akhirnya tersadar saat Kiel menyodorkan kertas itu.
"Sekarang apa?" Kiel tampak tak sabar.
Julian meremas kertas tersebut dan meletakkannya ke dalam lampion, di tempat minyak yang ada di
bagian bawah tengah lampion, dimana sebuah lilin kecil tertancap, kemudian menyalakan lilin itu dengan pematik yang di bawanya.
"Bantu aku memegangnya" pinta Julian, Kiel dengan semangat memegangi lampion. "Siap?" Kiel menanggu cepat.
"Hitungan ketiga lepaskan. Satu...dua...tiga"
Kiel dan Julian melepaskan lampion itu yang kemudian melayang terbang. Dengan mata berbinar Kiel memperhatikan lampion kecil yang melayang semakin tinggi itu.
"Ada sebuah tradisi di daratan Asia, menerbangkan lampion yang sebelumnya di tuliskan harapan si pembuat lampion" tutur Julian, tak lepas menatap lampion yang semakin melayang tinggi. Kiel mengalihkan perhatiannya pada pria di sampingnya itu.
"Apa harus?" tanyanya, Julian menoleh.
"Ya, mereka percaya jika apa yang mereka tuliskan di kertas itu akan sampai pada Tuhan" jawabnya, menatap sendu.
Kiel tersenyum, menyenangkan membayangkan hal itu, jika apa yang ia dan Julian tulis akan sampai pada Tuhan.
"Apa yang membuat mu percaya padaku?" tanya Julian tiba-tiba, memudarkan
perlahan senyum di bibir ranum Kiel.
"Kamu baik padaku" jawabnya polos.
"Hanya karena itu?"
"Kamu sangat baik, membuat ku nyaman"
"Kamu suka?"
Kiel mengangguk. "Aku senang di perhatikan oleh mu" ia kemudian terdiam. "Tapi...aku tidak tahu kenapa aku suka semua sikapmu" bibir merah itu meliuk cantik.
Julian menatap ke dalam mata biru jernih Kiel, hanya ada kepolosan dan kejujuran di bola mata itu. Dan jujur membuatnya senang.
"Lalu apa yang membuatmu baik padaku?" tanya Kiel balik.
"Entahlah, aku merasa harus menyelamatkan mu dan membuatmu hidup layak" jawab Julian, suara bassnya terdengar lembut.
"Kamu iba padaku?"
"Tidak, aku hanya ingin melindungi mu, dan sekarang aku ingin memiliki mu"
"Karena rambut ku?"
Julian menggeleng. "Bukan karena rambut mu atau wajahmu"
"Lalu?"
"Aku tidak tahu, aku merasa terikat padamu"
Kiel menatap Julian lekat, memperhatikan tiap jengkal wajah tampan itu. Dan waktu seolah berjalan lambat saat wajah Julian semakin dekat, dalam sekejab bibir mereka bersentuhan.
Diantara keheningan malam dan bisikan angin yang membelai lembut permukaan kulit, selembut ciuman manis dua belah bibir itu. Hanya sejenak, membagi luapan tak terucap di antara mereka.
"Kita harus kembali" ucap Julian setelah melepaskan bibirnya, Kiel mengangguk kecil dengan pipi merona.
Julian menyodorkan tangannya dan di sambut Kiel, beranjak meninggalkan danau dengan bergandengan tangan. Dan tanpa mereka sadari jika perasaan itu semakin berakar kokoh di dasar hati masing-masing.
Tanpa kata, tanpa tuntutan, dan tanpa syarat. Seolah hati mereka terhubung oleh rasa yang di sebut cinta.
Cinta yang tak di ucap, dan cinta yang apa adanya.
Unconditionall, unconditionally
I will love you unconditionally
There is no fear now
Let go and just be free
I will love you unconditionally
Come just as you are to me
Don`t need apologies
Know that you are worthy
I'll take you bad days with your good
Walk through the storm i would
I do it all because i love you, i love you
So open up your heart and just let in it
begin
Open up your heart and just let in it begin
Open up your heart
Acceptance is the key to be
To be truly free
Will do you do the same for me?
`cause i will love you unconditionally
-END-

0 komentar:

Posting Komentar