Smiling Face Part 3



By : Sa-Chan

Face 3
Kami sudah sampai di kampus dalam perjalanan kemari tadi tak ada yang berani bicara duluan. Kiriya masih dengan wajah amarahnya alisnya tertekuk sedemikian rupa, makin membuat wajahnya menakutkan. Aku tidak berani berbuat apa – apa lagi, jika Kiriya sudah seperti ini. Tiba – tiba segerombolan mahasiswi datang kearah kami dan langsung mengerumuni Kiriya, aku langsung melesat keluar dari gerombolan itu dan mengambil nafas dalam – dalam. Fans Kiriya memang sangat fanatik mungkin ini adalah kesempatanku untuk bebas dari Kiriya walau hanya sebentar, akupun langsung menjauh dari tempat mereka tiba – tiba Kiriya teriak kearahku.
“Hei Sora !! Kau mau kemana ? Jangan pergi !!” sahutnya masih teriak di gerombolan para fans – fansnya itu.
Aku tidak menghiraukan teriakannya dan langsung berlari secepat mungkin ke kelas. Sesampai di kelas sudah banyak mahasiswa yang duduk untuk membaca buku karena akan di adakan test sebentar lagi akupun mengambil tempat duduk di sebelah teman sekelasku, Miura Keiichi.
“Selamat pagi Kei-chan” tegurku ketika sudah di sebelahnya.
“Pagi ..., tumben kau tidak bersama Kudo ?” tanyanya setelah melihat kearah belakangku seperti mencari sesuatu.
“Tidak kok hahaha ... , memangnya aku sedekat itu dengannya ?” tanyaku balik mencoba mengalihkan perhatian.
“Lho, bukankah kalian sahabat sejak SMP ?” ujarnya lagi sambil membetulkan kacamatanya yang agak turun.
Aku menelan ludah kenapa Kei-chan bisa tahu tentang hal itu ?.
“Aku tahu dari Kudo sendiri bahkan dia selalu mengancamku agar tidak terlalu dekat denganmu ketika kau tidak bersamanya” lanjutnya seperti tahu isi pikiranku dan seketika aku terkejut mendengar ucapannya.
“Me .. Mengancam ?” tanyaku lagi tidak percaya.
“Apa hubungan kalian sudah melebihi dari seorang sahabat ?” balasnya mendelikkan matanya seperti ingin mengorek sesuatu dariku.
“Ja ... Jangan bercanda lagipula Kiriya seorang straight, tidak mungkin dia mempunyai perasaan seperti itu padaku” balasku gugup benar hanya Kei-chan yang tahu di kampus ini bahwa aku seorang gay.
“benarkah ? ..., Aku tidak yakin ...., Tapi terserah padamu” ujarnya lagi memberi jeda dan mengangkat bahunya pelan, lalu melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda tadi. Aku menghela nafas lega, karena Keiichi berhenti bertanya padaku.
Setelah test tersebut, aku langsung keluar kelas dan pergi menuju kantorku aku ingin menghindari Kiriya hari ini saja jika tidak perasaanku ini tak akan bisa terbendung lagi. Tak lupa aku mematikan ponselku agar Kiriya tidak bisa menelponku ataupun mengirim pesan, aku hanya ingin konsentrasi sebentar saja dengan pekerjaanku ini.
Hamamatsu’s House of Music
Walaupun hanya perusahaan kecil saja aku sudah cukup puas bekerja di bidang yang kusukai. Pusat perusahaan ini berada di Prefektur Hamamatsu sebenarnya aku ingin pergi kesana, tapi kuliahku belum selesai. Mungkin liburan musim dingin nanti aku akan mencoba pergi ke kota musik di Jepang itu. Tak terasa sudah hampir dua tahun aku bekerja ditempat ini, aku membulatkan sebuah tanggal di kalender kecil yang berada diatas mejaku tersebut.
“Hei Aikawa, kau tahu sepertinya kita kedatangan Supervisor baru dari Hokkaido” bisik Ogawa-san mengagetkanku dari belakang.
“Benarkah ?, memangnya Itou-san di pindahkan kemana ?” tanyaku lagi menanyakan atasan lamaku.
“Sepertinya dia di pindahkan ke Hamamatsu, jadi penggantinya adalah orang baru ini, katanya dia sangat pintar sekali dan cekatan makanya cabang yang ada di Hokkaido tumbuh pesat” jawab Ogawa-san masih berdiri di belakangku sambil berbisik tapi matanya menatap kearah pintu ruangan Direktur.
Tiba – tiba keluar seorang pria tinggi dengan balutan jas hitam bersama Direktur kami.
“Semuanya perhatian ini adalah Supervisor baru kalian, Fukatani Kuon beri salam” sahut Direktur dan memperkenalkan orang tersebut aku kaget ketika dia berbalik dan menatap wajahnya juga mendengar namanya disebut barusan.
“Kuon-senpai
?” tanyaku kaget semua orang yang ada di ruangan itu menatapku heran.
“Eh ..., Sora-chan ?” balasnya tak kalah kaget lalu langsung memelukku di hadapan semua orang disana.
Aku masih terdiam bisu dan masih tidak percaya, Kuon
-senpai ada disini ? Dia adalah orang yang dulu pernah menyatakan cintanya padaku. Aku menerima cintanya dengan keegoisanku hanya untuk mengubur rasa cintaku yang dalam pada Kiriya tetapi aku sendiri yang memutuskan hal itu. Aku berbohong ketika kami putus karena dia pindah kuliah ke Hokkaido. Memang benar keluarganya mempunyai usaha di Hokkaido dan mau tidak mau senpai harus ikut tapi Kuon-senpai tetap mau menjalankan hubungan jarak jauh, namun aku menolaknya dan memberikan alasan kenapa aku bisa menerima cintanya saat itu. Dia cukup kecewa dengan penjelasanku tergambar dari wajahnya yang mengkerut. Tapi senpai mengatakan dia tidak akan menyerah mendapatkanku dan berjanji akan kembali untuk menemuiku.
“Kau tidak berubah, Sora” ucapnya lembut melepaskan pelukannya dan mengelus rambutku.
“Kalian berdua sudah saling kenal ?” tanya Direktur.
“Ya Sora adalah mantan kekasihku sewaktu di SMA dulu, hehehe” jawabnya tenang sambil memberikan tanda V di jarinya lalu merangkulku santai.
Semua orang yang ada di tempat itu terbelalak kaget dan suasana pun menjadi riuh karena tingkah senpai yang easy-going dan terbuka tersebut. Aku hanya menatapnya garang dan sinis tidak percaya apa yang sudah dia lakukan membongkar jati diriku di depan semua orang. Tapi, memang teman – temanku di sana tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, namun bagaimana dengan Kuon
-senpai ? Aku tidak mau citranya jatuh karena diriku. Aku menggeram kesal di depan mejaku sambil mengigit pulpen dengan kasar tak kusangka senpai benar – benar kembali kesini.
“Hentikan itu Sora, bisakah kau tidak marah lagi padaku ?” tanya senpai ketika semua sudah kembali ke pekerjaannya masing – masing.
“Senpai bercandanya keterlaluan“ balasku tidak menengok kearahnya.
Dia hanya terkekeh pelan lalu duduk di kursi sampingku.
“Bercanda ? Bukankah kita dulu benar – benar seorang sepasang kekasih ? Atau hanya aku yang menganggapnya demikian ?” tanyanya lagi berpura – pura mengingatkan kejadian yang dulu padaku aku hanya mendengus pelan, karena tahu apa yang senpai maksudkan.
“Baik, baik, maafkan aku, puas ?” balasku lagi menatapnya cemberut.
“Bagus, ... Kau tahu Sora mungkin aku masih terjerat dalam cintaku ini apa kau sudah bisa melupakan “orang” itu ?” tukasnya mulai serius dan memegang kedua telapak tanganku. Aku menundukkan kepala dan berkata pelan.
“Aku tidak tahu senpai mungkin ..., Aku sudah tidak bisa membendung cinta ini lagi” balasku pelan, mencoba merangkai kata yang cukup bagus agar tidak terlalu menyakiti hatinya.
Senpai tidak membalas perkataanku masih menatapku dalam lalu dia mendesah pelan dan menyenderkan tubuhnya di kursi tersebut.
“ ... Aku rasa sudah tidak ada tempat dihatimu lagi untukku, bukan ?” tanya senpai mengalihkan pandangannya kearah lain, berusaha mengatur perasaannya aku masih menundukkan kepala, tidak tahu harus menjawab apa.
“ ... Maafkan aku senpai, maaf” ujarku pelan.
Kuon-senpai mengelus rambutku dan memegang bahuku erat.
“Tidak apa – apa jangan salahkan dirimu, Sora tapi jika Kiriya tidak bisa menerimamu aku akan datang untuk mengambilmu kembali, kau mengerti ?” jelas senpai serius.
Aku tahu senpai sering bercanda, namun kata – katanya barusan sama sekali tidak ada nada bercanda dan dia tersenyum ceria lalu beranjak dari kursinya dan segera berlalu dari hadapanku. Aku kembali membetulkan posisi dudukku yang menyamping tadi karena mengobrol dengan senpai barusan dan menatap sebuah bingkai foto yang didalamnya berisi gambar Kiriya yang tersenyum dengan senang dan aku berada di sampingnya sambil menggandeng tangannya. Waktu itu adalah acara darmawisata kami ketika kelulusan dari SMP dan itu adalah senyuman terakhir yang kulihat dari Kiriya. Aku mengelus bingkai foto itu sebentar, lalu kembali bekerja dengan tumpukan deadline yang harus kuselesaikan hari ini.
Sitting on the bus, looking through the window
And I close my eyes, I see the shade of your smiling face
Your smiling face, when you walk in through the door
Smiling face, like I've never seen before
Standing in the rain, nearly washed the day away
Then I think of you, I know the sight of your smiling face
Your smiling face and it's always here with me
Smiling face, well I wonder could it be
I still know that I'm never gonna find you
But I do believe that you're standing right behind
Will I ever get the answer to my question?
Life will go on, on
Lying on my bed, staring at the ceiling
Then I close my eyes again
The only thing that's clear to me is your smiling face
Maybe I should wake again, smiling face, maybe I should let it end
I still know that I'm never gonna find you
But I do believe that you're standing right behind
Will I ever get the answer to my question?
Life will go on, on
I still know that I'm never gonna find you
But I do believe that you're standing right behind
Will I ever get the answer to my question?
Life will go on, on
Hujan turun cukup deras sejak beberapa jam yang lalu. Aku masih berada di kantor ini, sendirian menurutku sih. Hari ini aku harus lembur karena pekerjaan yang sudah terlalu menumpuk karena ujianku seminggu lalu. Sekarang sudah jam setengah tujuh malam aku sama sekali belum mengaktifkan ponselku dari tadi aku takut mendengar suara Kiriya yang marah padaku. Aku masih menunggu hujan reda di depan pintu masuk kantorku, karena ada sebuah atap yang cukup menutupiku dari hujan.
Menggosok – gosok kedua tanganku karena cukup dingin, walaupun sudah memasuki Musim Gugur. Aku mengatupkan kedua tanganku ke sekitar mulutku dan menghembuskan nafas berkali – kali agar mulai hangat. Suasana yang sepi seperti ini meyakinkanku bahwa aku sudah sendirian mulai teringat kembali sosok Kiriya yang selalu menemaniku tiap hari dan itu membuatku cukup sedih. Pasti dia sangat kebingungan sekali dengan sikapku seperti ini, belum pernah aku menjauhinya sampai seperti ini bahkan jika kami sedang bertengkar tidak sampai ponsel kumatikan dan beberapa jam pasti kami baikan kembali. Tapi saat ini adalah keputusanku dan aku harus menerima konsekuensinya.
Aku menaikkan scarf yang cukup tebal keatas wajahku dan menutupinya sebagian, karena sangat dingin sekali berharap hujan segera berhenti.
“Kau belum pulang Sora ?” sahut suara berat dari belakang yang membuatku terkejut.
“ .... Jangan mengagetkanku seperti itu senpai aku kira semua orang sudah pulang terlebih dahulu karena hari ini hanya aku saja yang mengambil overtime” jawabku masih dengan dada yang berdebar – debar.
“Hehehe, maafkan aku sebelum keluar aku melihat sosok yang berada di pintu depan ternyata kau, aku masih meneliti tentang pengeluaran yang terjadi di sini jadi aku agak telat hari ini” balasnya masih dengan gaya yang ceria.
“Oh ..., Aku masih menunggu hujan karena tidak bawa payung hari ini, ramalan cuacanya tidak tepat” gerutuku agak sengit karena kesal dengan hujan yang tak kunjung berhenti.
“Betul, bagaimana kuantar pulang ? Aku membawa mobil apakah apartemenmu jauh dari sini ?” tanyanya lagi jujur memandangku.
“Eh, tidak usah senpai nanti aku merepotkanmu” tolakku halus, tentu saja aku menolaknya bagaimana mungkin aku menerima ajakannya tersebut. Apalagi datang ke apartemenku mungkin saja Kiriya ada di sana dan menungguku pulang, bisa – bisa dia curiga kenapa aku bisa bertemu dengan senpai lagi.
“Tidak merepotkan ayolah, kenapa ? Kau tidak mau aku tahu di mana letak apartemenmu ?” tanyanya selidik seperti tahu isi hatiku.
“Bu ..., Bukan begitu hanya saja ... “ ketika ingin melanjutkan perkataanku, ada seseorang yang memanggilku dari arah depan.
“Sora ... !!” sahut Kiriya ternyata yang memanggilku dengan tatapan yang mengandung amarah aku menelan ludah kenapa dia ada disini ? Apalagi aku bersama senpai sekarang.
“Ki ... Kiriya ?” kagetku saking paniknya aku langsung mengambil jarak dari senpai.
“Fukatani-senpai ?” balasnya mendekat kearah kami dan menatap Kuon
-senpai tajam.
“Hei Kudo, sudah lama tidak bertemu” timpal senpai riang seperti biasa saja melihat Kiriya.
“Kenapa dia ada di sini ? Kalian berniat untuk rujuk kembali ?” tanya Kiriya ketus sambil menarik tanganku dan mendekat kearahnya aku tersentak kaget dengan ucapan Kiriya barusan, di .. dia tahu tentang kami berdua ?.
“Ma ... Maksudmu ?” balasku gugup tidak tahu harus mengatakan apa.
“ ... Ayo kita pulang” lanjut Kiriya membawaku pergi dari sana dan naik ke mobilnya yang di parkir tidak jauh dari tempat itu.
Dalam perjalanan benakku bercampur aduk apa Kiriya sudah tahu aku gay ? Kakiku tidak berhenti gemetar, apa yang akan terjadi nanti ?. Sampai di apartemen, Kiriya masih tetap menggengam tanganku erat aku hanya mengikutinya saja dari sampingnya setiba di kamar, dia langsung melemparku keatas kasurku dan menciumiku kasar. Aku kaget sekali dengan perlakuannya tersebut, bahkan sangat takut dengan amarahnya sekarang.
~Bersambung~

0 komentar:

Posting Komentar