Monster Part 9



By: Otsu Kanzasky
Note: terinspirasi lagu Monster Eminem ft. Rihanna dan film Disney `Tangled: Story Tale of Rapunzel'
***
"Julian" panggil Kiel, beralih menatap pria tampan yang berjalan di samping kanannya itu.
"Hm?"
"Sebenarnya kita mau kemana? Kenapa tidak sampai-sampai?" tanyanya terlihat bosan. Julian pun mengalihkan tatapannya pada wajah cantik itu.
"Nanti kamu akan tahu" jawabnya kalem, mengusap lembut tangan Kiel yang di genggamnya.
"Masih jauh?" bibir ranum itu meliuk lucu.
"Sekitar nanti malam kita sampai, kalau cuaca cerah dan tidak ada hambatan di jalan" Kiel mengangguk paham.
"Mau istirahat?" tawar Julian, di jawab oleh anggukan kecil Kiel.
Pria tampan itu memandang sekeliling, pada ruas jalan yang agak sepi dari lalu lalang kendaraan, mengingat jalur yang mereka tempuh ini adalah jalan alternatif. Dan tatapannya tertuju pada stasiun pengisian bahan bakar yang berjarak sekitar 100 meter.
"Kita istirahat disana" kata Julian, menarik tangan Kiel yang di genggamnya agar berjalan lebih cepat.
Tempat pengisian bahan bakar tersebut tergolong kecil dan sepi, toko serba ada yang bersanding dengan tempat pengisian pun tak terlalu besar. Kiel mengistirahatkan kakinya dan duduk di sebuah bangku kayu di dekat toserba.
"Kamu lapar?" tanya Julian, mengingat jika hari semakin siang, Kiel menggeleng kecil.
"Ada yang kamu mau?" tawarnya lagi.
"Aku haus" ucap Kiel.
"Tunggu disini, aku beli minuman di dalam" ujar Julian, di jawab anggukan kecil oleh pemuda cantik itu.
Pria tampan itu pun berlalu masuk ke dalam toserba, sementara Kiel menunggu sambil memperhatikan sekitar. Melihat sebuah mobil Dodge Challenge berwarna hitam pudar berhenti tepat di tempat pengisian bahan bakar.
Mata birunya mengikuti gerak-gerik seorang kakek-kakek yang baru turun dari mobil dan mengisi bahan bakar, kemudian turun seorang nenek memakai mantel cokelat tua. Nenek-nenek itu berjalan kearah toserba.
Selepas nenek itu masuk, Kiel melihat kakek disana membuka kap mobilnya, dan terlihat kebingungan saat memperhatikan mesin
sambil berkacak pinggang.
Tapi sebuah cup minuman yang di sodorkan di depannya tiba-tiba, membuat Kiel menoleh ke samping kanannya. Julian berdiri di dekat bangku membawa 2 cup gelas.
"Terima kasih" ucapnya tersenyum tipis mengambil minuman yang di sodorkan padanya.
Kiel meminum cola yang di berikan Julian selagi pria tampan itu melihat kearah Kakek yang masih kebingungan di depan kap mobilnya.
"Titip minuman ku sebentar" ucapnya seraya meletakkan gelas plastiknya di samping Kiel.
"Mau kemana?" tanya pemuda cantik itu bingung saat Julian beranjak menjauh, yang ternyata menghampiri Kakek disana.
Mereka terlibat obrolan singkat, sampai akhirnya Kiel melihat Julian menggulung lengan kemejanya dan membantu Kakek itu mengecek mesin mobilnya.
"Boleh aku duduk disini?" tanya suara ringan dari sisi kanan bangku. Kiel refleks menoleh, melihat seorang Nenek berambut pendek yang tersenyum padanya.
"Tentu, silahkan" ucapnya akhirnya seraya menggeser pantatnya agar si Nenek duduk di tempatnya. Nenek itu pun duduk, dan meletakkan kantung cokelat belanjaannya ke sampingnya.
"Kekasihmu pria yang baik ya" celetuk Nenek cantik itu. Kiel yang sedang menyesap jusnya pun menoleh, lalu kembali memperhatikan Julian.
"Kalian pasangan `kan? Aku sempat melihatnya memberikan minuman padamu" lanjut Nenek itu, Kiel hanya bisa mengangguk pelan karena tidak tahu harus menyahut apa.
"Siapa nama mu? Aku Jessica" sepertinya ia Nenek yang ramah.
"Aku Kiel, dan dia Julian" jawabnya ramah.
"Itu suami ku Mario. Jadi kemana tujuan kalian?"
Kiel menggaruk rambutnya kecil. "Entahlah, Julian tidak memberitahu ku akan kemana"
"Kalian kawin lari?" tebak Jessica dengan tampak kaget. Kiel menautkan alisnya mendengar itu. Tapi kemudian Jessica tersenyum tipis.
"Pasti sulit untuk kalian, tapi tenang saja, cinta tidak pernah salah" ujarnya, dan Kiel masih tak mengerti.
"Kalian sendiri mau kemana?" tanya Kiel.
"Kami berdua habis mengunjungi anak kami yang sakit di kota"
"Bekerja?"
"Tidak, dia sudah berumah tangga dan punya anak"
"Kalian
naik mobil ke kota?"
"Tentu saja"
"Mario kuat menyetir ke kota?" Kiel tampak takjub, Jessica tertawa kecil, dan memperhatikan suaminya yang berdiri di sebelah Julian mengamati pria tampan itu memperbaiki mesin mobil mereka.
"Meskipun kami sudah tua, tenaga kami masih sama seperti kalian" kata Jessica, ada rona kebahagiaan di wajah keriputnya.
"Kalian sering ke kota?"
"Tidak juga, hanya dua atau tiga kali"
"Kenapa tidak anak kalian saja yang datang berkunjung?"
"Cinta itu butuh pengorbanan nak, apalagi untuk anak ku sendiri"
Kiel dapat merasakan ketulusan wanita tua di sampingnya itu. Dan entah kenapa membuatnya terpikirkan sesuatu. Jessica yang menyadari perubahan sikap Kiel itu pun menatap lekat-lekat.
"Ada yang sudah kalian korbankan?" tanyanya, suaranya yang agak bergetar terdengar lembut.
"...Julian meninggalkan kehidupannya yang dulu dan mengkhianati orang-orang di sekelilingnya karena aku" jawab Kiel pelan, terdengar murung.
"Itu berarti dia memiliki cinta yang besar untuk mu"
"Dia orang
yang sangat baik, dan aku tidak bisa membalas semua kebaikannya" ia tampak sedih.
"Jangan pernah membalas kebaikan orang yang mencintai mu karena mereka tidak akan suka"
Kiel kembail menatap Jessica. "Kenapa begitu?" tanyanya bingung.
"Jangan berusaha melakukan hal yang sama, mereka sudah sangat senang jika kita mencintai mereka setulus hati. Cinta bukan tentang balas budi, tapi pada ketulusan" jawab Jessica panjang lebar, lalu tersenyum.
"Meskipun begitu Julian terlalu baik untuk ku, aku sudah banyak berbuat dosa"
Jessica mengusap pelan rambut perak Kiel, membuat pemuda cantik itu pun balas menatap.
"Every sin is a past, and every sinner has a future" ujarnya lembut, Kiel terdiam.
"Kau berhak bahagia nak" imbuh Jessica, tersenyum.
"Terima kasih Jess" Kiel tersenyum samar, Nenek itu mengangguk kecil.
Rasanya kalimat Jessica memiliki kekuatan ajaib yang membuat dirinya lebih kuat saat ini.
Tapi sayangnya, Julian telah selesai memperbaiki mesin mobil Mario, dan pria tua itu memanggil istrinya yang asyik mengobrol dengan Kiel.
"Aku harus pergi sekarang" kata Jessica bangkit berdiri, meraih kantung belanjaanya.
"Ku harap kita bisa bertemu lagi" Kiel ikut berdiri.
"Aku juga, dan ingat, jangan pernah menyerah pada yang kau yakini" Jessica memberi nasehat, Kiel mengangguk.
"Hati-hati di jalan" ucapnya.
"Semoga perjalanan mu dan Julian berjalan lancar" balas Jessica.
Setelah bertukar senyum, wanita tua itu pun beranjak, di ikuti tatapan Kiel. Tapi setelah beberapa langkah, Jessica berhenti dan berbalik.
"Sekalipun orang-orang mencemooh kalian nanti, yakinlah pada kebahagiaan kalian. Aku yakin, perjalanan cinta kalian akan berat nanti" ujarnya perhatian, kemudian tersenyum.
Kiel mengernyit samar. Mencemooh? Bukankah dirinya dan Julian terlihat seperti pasangan normal? Kecuali kalau Jessica tahu kalau dirinya...
Ya Tuhan!
Kiel termenung kaget saat mobil Mario mulai berjalan, dan Julian yang
berjalan menghampirinya sampai menengok pada mobil tersebut.
"Ada apa?" tanyanya, penasaran akan ekspresi Kiel. Pemuda cantik itu menggeleng cepat.
Yah, setidaknya kalau Jessica tahu dirinya laki-laki, ia sudah bersikap seolah bukan hal yang aneh, dan malah memberinya nasehat yang berarti.
***
Waktu terus bergulir, memaksa semua orang untuk terus bergerak. Seperti Julian dan Kiel yang setelah tiba di perbatasan Desa Qych, mereka masih harus melewati Desa ke tiga di kota Frezar, yaitu Tierra. Dan bukanlah perjalanan yang mudah, karena Julian juga harus memikirkan soal waktu dan kendaraan mana yang harus mereka tumpangi.
Meski banyak hal-hal tak terduga saat perjalanan, kedua orang itu tak sedikit pun berpikir untuk berhenti di tengah jalan. Karena selain hal-hal `mengejutkan', ada juga hal yang menyenangkan yang mereka jumpai.
Seperti pertemuannya dengan Jessica di perbatasan Qych dan Tierra siang tadi, lalu banyak yang lainnya. Terlebih suasana dan pemandangan di Tierra dapat menjadi mood booster. Dari
satu tumpangan ke tumpangan yang lain, dan semuanya adalah alat transportasi warga yang kebanyakan mengangkut berbagai hasil pangan, tak luput peristiwa-peristiwa kecil yang mengharuskan Kiel untuk menggunakan rambut ajaibnya dan membuatnya berdebat kecil dengan Julian.
Toh meskipun begitu mereka tetap `romantis' dan mampu membuat orang-orang yang melihat mereka iri. Dan sekarang, mereka harus mencari tempat istirahat untuk malam ini. Karena tidak mungkin mereka menerobos hutan di malam hari.
Dan di sinilah mereka, di sebuah kedai pinggir jalan yang cukup besar dengan bangunan kayu, dan banyak di singgahi orang-orang yang akan pergi atau datang di Qych. Dengan segala upaya agar mereka dapat bermalam di salah satu kamar di kedai itu, dan Julian harus membantu pemilik kedai untuk melayani pengunjung. Meski wajah dinginnya itu membuat para pengunjung pria menatap heran.
"Boleh aku membantu?" tanya Kiel, yang duduk di depan meja bar, menatap memohon pada wanita pemilik kedai yang sedang mengelap gelas yang
baru di cuci.
Jennifer--wanita cantik berambut cokelat itu pun menatap Kiel yang sejak tadi seperti merengek untuk di perbolehkan membantu.
"Tidak ada yang harus kamu kerjakan, hari ini agak sepi, jadi Julian saja sudah cukup" kata Jennifer seraya meletakkan gelas yang telah di lapnya di tempatnya.
Kiel menopang dagunya dengan kedua tangan di atas meja bar, memperhatikan Jennifer dengan cemberut. Wanita cantik itu hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi pemuda di depannya itu.
"Ngomong-ngomong untuk apa kalian melakukan perjalanan jauh?" tanyanya, selesai mengelap gelas-gelas.
"Kami buronan" jawab Kiel apa adanya, lalu melipat tangannya di meja. Jennifer tertawa mendengarnya.
"Hahaha, buronan? Memangnya keluarga kalian tidak setuju kalian berdua menikah?" Jennifer terkekeh, menggeleng-nggelengkan kepalanya.
"Aku serius Jean"
"Ya ya, baiklah. Lalu kenapa kalian memilih untuk kemari?"
Kiel mengangkat bahu kecil. "Julian tidak mengatakan apapun padaku"
"Haah~ andai kamu tidak secantik ini pasti sudah
ku rebut Julian" canda Jennifer. "Dia typeku" imbuhnya berbisik.
"Jangan! Lalu siapa nanti yang menemani ku?" protes Kiel, lagi-lagi membuat Jennifer tertawa.
"Tentu saja tidak sayang~ aku hanya bercanda" Jennifer mengusap kepala Kiel gemas.
"Memang dimana suami mu Jean?" tanya Kiel. Wanita bertubuh semampai itu terdiam, lalu mengusap cincin emas di jari manisnya.
"Dia pergi setahun yang lalu dengan wanita lain" jawabnya pelan, kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis.
"Sekarang bukan masalah lagi untuk ku, aku sudah enjoy hidup sendiri" ujarnya santai.
"Tidak ingin menikah lagi?"
"Pasti aku mau, tapi untuk sekarang belum ada pria yang membuat ku terkesan"
Kiel mengangguk-angguk paham, lalu menyesap tehnya yang tak lagi mengepulkan asap tipis.
"Jadi kenapa kedai ini memiliki kamar inap?" tanyanya ingin tahu.
"Jarak ke Desa sangat jauh, banyak penduduk yang tidak bisa langsung pulang setelah bekerja, jadi aku memutuskan untuk membuat beberapa kamar di belakang"
"Memang profesi mereka apa?"
"Sebagian besar penduduk disini bekerja sebagai buruh tambang emas, aku tidak memasang tarif"
Kiel mengangguk kecil, lalu menengok ke belakang punggungnya memperhatikan Julian yang sedang meladeni obrolan beberapa pria paruh baya. Jelas, karena mereka pasti tahu jika Julian bukan penduduk Desa.
"Kau mau membantu ku mengambilkan kopi di belakang?" tanya Jennifer, Kiel memutar kepalanya dan mengangguk cepat.
"Akan ku ambilkan" ucapnya seraya turun dari kursi.
"Karung kecil berwarna cokelat!"
"Baik!" sahut Kiel mengeraskan suaranya karena ia telah beranjak.
Si Aquamarine itu menuju bagian belakang kedai, masuk ke ruang penyimpanan dan mencari kopi yang di minta Jennifer. Dan ia menemukan bahan yang di maksut di dekat lemari kayu berisi macam-macam makanan instant.
Tapi saat ia hendak mengambil karung bermuatan tiga kilogram itu, seseorang menarik tangannya dan menghimpit tubuh kecilnya ke dinding kayu.
Kiel menatap kaget sekaligus bingung pada pria paruh baya yang menatapnya lekat dengan sorot mata liar.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" ronta Kiel, berusaha melepaskan tangannya yang di cengkram erat.
Pria itu menahan tangan Kiel di atas kepalanya, seiring dengan kuku-kuku jemari Kiel yang berubah meruncing. Pemuda cantik itu melepaskan tangannya dan...
Brak!
Si pria tiba-tiba terlempar ke samping, dengan naas mendarat di dekat lemari dan terantuk lantai kayu. Nafas Kiel masih menderu dengan mata melebar ketika Julian yang melempar pria itu memeluknya. Mendekap kepalanya, berusaha menenangkan si cantik itu.
"A-apa aku melukainya?" tanyanya tercekat, tubuhnya gemetar kecil.
"Tidak, kamu tidak melukai siapapun" jawab Julian, menatap tajam pada pria kurang ajar itu yang kini merintih kesakitan.
"Pergi dari kedai ku dasar brengsek!!" maki Jennifer, menendang pria itu marah. Pria itu pun buru-buru bangkit dan kabur keluar.
"Jangan datang lagi kesini!" teriaknya di ambang pintu gudang kecil itu. Lalu berbalik, menatap Kiel yang di dekap Julian dengan
prihatin.
Kiel sendiri tampak berusaha menenangkan diri di dalam pelukan Julian, memegangi kemeja pria itu seraya memejamkan mata.
"Sebaiknya kalian istirahat" kata Jennifer, Julian menoleh ke belakang punggungnya.
"Lalu kedainya?" tanyanya sambil mengusap punggung Kiel pelan.
"Kedai sedang sepi jangan khawatir. Saat ini Kiel lebih penting" ucap Jean bijak.
"Baiklah"
"Ini kuncinya, istirahat lah, tidur yang nyenyak" Jennifer memberikan sebuah kunci yang ada di kantung celemek merahnya pada Julian.
Pria itu pun melepaskan pelukannya dan mendekap pundak Kiel menuju bilik kamar yang ada di sisi kanan gudang. Pemuda cantik itu tampak masih agak shock saat masuk ke dalam kamar dan duduk di ujung tempat tidur kayu, selagi Julian mengunci pintu.
Kamar berukuran 3x4 meter ini cukup hangat, hanya ada 1 tempat tidur dan sebuah meja kecil.
"Kita tidur ya?" Julian duduk di samping pemuda cantik itu, mengusap kepalanya. Kiel mengangguk pelan.
"Jangan terlalu di pikirkan" ujarnya, meraih rambut Kiel yang
terkepang dan membuka karet rambutnya.
"Aku takut melukai orang lagi" Kiel berkata lirih, membiarkan Julian yang tengah mengurai kepangan rambutnya.
"Nanti kita belajar mengendalikannya" ucapnya tenang.
"...seandainya satu saat nanti aku melukai orang, apa kamu akan pergi?" Kiel menatap Julian sedih, pria tampan itu beralih menatapnya.
"Tidak akan, aku tidak akan pergi" jawab Julian, merengkuh kepala Kiel dan mendekapnya. "Kamu adalah tujuan hidupku saat ini" ucapnya lembut, dan mencium puncak kepala Kiel.
Pemuda cantik itu memejamkan matanya, merasakan kehangatan yang nyaman, yang membuatnya tak menolak saat Julian mengajaknya tidur dan memeluknya. Pria itu selalu dapat memberinya ketenangan, merasakan apa yang sudah lama tak ia rasakan.
BERSAMBUNG~

0 komentar:

Posting Komentar