Dia duduk didepanku, wajahnya tirus, pandangannya kosong. Aku seperti melihat seseorang yang berbeda dari yang aku lihat di foto milik Queen Angel.
Dia Atariz..
Pasien Rumah Sakit Jiwa Bakti Negara.
"Dia seperti ini sejak kekasihnya meninggal dunia.." perawat yang menemani kami menceritakan keadaan Atariz padaku.
Aku trenyuh, dadaku dipenuhi rasa pilu.
Demikian hebat cinta mengikat, hingga tak menyisakan sedikitpun ruang dihati untuk menerima takdir.
"Atariz, aku Layung.." aku mencoba berkomunikasi dengannya.
"Aku datang menemuimu atas permintaan Rani, dia hanya ingin kau tau, kalau dia memaafkanmu.." aku menatap wajah pucat dihadapanku.
Mendengar nama Rani, mata kosongnya menatapku.
Aku tersenyum.
"Kau harus bangun Atariz, hidupmu masih panjang.."
Dia masih terus menatapku.
"Rani menunggumu, menunggu kau mengembalikan potongan puzzle yang dia titipkan padamu.."
Dan aku melihat matanya basah setelah mendengar kalimat terakhirku.
"Rani, akhirnya kau memaafkanku Rani.. Kau memaafkanku.." suara Atariz terdengar parau, dan dia mulai menangis.
Aku tersenyum melihatnya.
Queen Angel bilang hanya mereka berdua yang tau tentang potongan puzzle itu, mungkin inilah yang membuat Atariz percaya kalau yang aku sampaikan memang pesan dari kekasihnya.
Perawat disamping Atariz tertegun.
"Ini kalimat pertama yang dia ucapkan sejak dirawat disini dua tahun yang lalu!" serunya takjub.
#####
Tugasku selesai.
Sebelum pergi tadi, aku sempat mendengar cerita perawat tadi.
Atariz menyiapkan pesta kejutan untuk kekasihnya, seribu bunga mawar dia rangkai disetiap sudut ruangan kamar Rani.
Tepat dihari ulang tahun kekasihnya, Atariz pura-pura tidak bisa menjemput karena rencananya dia akan menunggu dirumah Rani bersama keluarganya.
Tapi siapa yang menyangka Rani tidak pernah sampai kerumah karena seseorang membunuhnya setelah lebih dulu merampok perhiasannya.
Atariz yang merasa semua kejadian ini karena salahnya, terus menyesal sepanjang hari, sampai akhirnya dia harus mendapat perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
Aku menghela napas panjang. Ternyata kematian Queen Angel atau Rani itu sangat tragis.
Aku melihat sisa waktu yang kumiliki. 31.600 detik lagi.
Aku masih punya waktu untuk kembali ketempat dimana aku datang tadi. Ya, tempat kecelakaan itu.
Tapi ketika beranjak pergi meninggalkan Rumah Sakit itu, tiba-tiba tubuhku terasa lemas.
Langkahku gontai.
Aku tiba ditepi jalan raya, panas matahari yang mulai tinggi terasa seperti menyengatku. Tidak ada taxi yang lewat, aku melangkahkan kakiku kembali.
Napasku mulai berat, aku seperti kehilangan seluruh tenagaku.
Dan akhirnya aku kehilangan keseimbanganku, aku terjatuh.
Tapi..
Aku merasa seseorang menangkap tubuhku sebelum aku jatuh pingsan.
#####
Tubuhku terasa panas, seperti terbakar.
Kubuka kedua mataku perlahan, samar kulihat seseorang duduk disampingku yang sedang terbaring direrumputan.
"Terima kasih.." bisikku pelan.
"Kau sudah sadar?" seseorang didepanku membantuku yang ingin bangun.
"Ya.." kupandangi seseorang yang sudah menolongku itu, ternyata dia laki-laki dan..
"Kau?!" teriakku terkejut.
Dia tersenyum, wajahnya tampan, bermata biru dan ada tatoo petir dikeningnya.
Ternyata dia malaikat juga, sama sepertiku yang sama-sama turun ke bumi.
"Waktumu tinggal sedikit, kau mau kemana?" tanyanya sambil terus menatapku dengan pandangan khawatir.
"Jalan Gatot Soebroto.." bisikku lemah.
"Aku juga mau kesana!" serunya pelan.
"Benarkah?" keningku berkerut.
"Ya, aku kehilangan nyawaku disana, seseorang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobilku.."
Aku tercekat.
Itu mungkin aku..
"Aku Layung.." aku mengulurkan tanganku.
"Aku Raga, ayo kau harus cepat sampai kesana, waktumu tinggal sedikit.." Raga membantuku berdiri.
"Sepertinya aku tidak akan sanggup berjalan lagi.." keluhku sambil berusaha berdiri dengan berpegangan pada tangan Raga.
"Aku bantu.." Raga memapahku.
"Tidak usah, kau pergilah dulu, aku hanya akan menyusahkanmu.."
"Waktuku masih cukup banyak, tapi kau? Ayolah, kau pasti tau apa yang terjadi kalau kau terlambat sampai ke Heavensnow, kau akan tersesat dan tidak diterima dimanapun!" teriak Raga cemas.
Aku tertegun.
Jika aku mengatakan yang sebenarnya kalau akulah penyebab kematiannya, apa dia masih bisa sebaik ini padaku? Aku membatin..
"Raga.." panggilku pelan.
"Sebenarnya aku.."
Belum selesai aku membuat pengakuan Raga sudah menyeretku.
"Bicaranya nanti saja!" Raga terus menarik tanganku.
Aku pasrah.
Genggaman tangannya seperti menguatkan aku. Aku memejamkan mata, dan bayangan orang-orang tercinta dalam hidupku kembali melintas.
Mama, Papa, Kayas, Orion..
Aku merasa napasku mulai tersengal, aku membuka mata tapi mengapa semuanya terlihat gelap?
"Layung! Bangun! Buka matamu! Kau harus tetap terjaga..!!" samar aku masih mendengar Raga berteriak sambil mengguncang bahuku, lalu tidak lama setelah itu aku merasa tubuhku ringan.
"Kau sedang bermimpi apa sampai lama tak ingin bangun.." suara Mama terdengar tepat disampingku.
"Kakaaak..! Kayas buatin gantungan HP buat Kakak. Kita samaan..!" Kayas menunjukkan gantungan kecil berbentuk boneka, imut sekali seperti wajahnya. Aku tersenyum sambil ingin meraihnya.
"Pulang dari campus langsung ke kantor Papa ya, Papa punya kejutan buat kamu.." Papa menepuk bahuku sambil tersenyum.
"Layung, rumputnya kita kasih warna hijau saja, jangan warna merah.." Ibu Loly guru TK kesayanganku menunjukkan crayon berwarna hijau.
"Layung, aku belum makan, lapaar, tapi tugasku belum selesai, belikan aku pizza ya.." suara manja Orion membuatku panik, sakit lambungnya suka kambuh tapi dia selalu mengabaikan sakitnya.
Aku mengambil kunci mobil, aku harus menemui Orion, dia menungguku.
Tapi kenapa tubuhku terasa lemas.
Tanpa sadar aku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, dan ketika menerobos lampu merah, sebuah sedan dengan kecepatan yang sama tinggi melaju dari arah yang berlawanan dan bertabrakan dengan mobilku.
Aaaaaaaaaaaaaah..!!
"Layung!" seseorang memanggilku, tapi aku tak mengenali suaranya.
"Dia mengalami kekacauan memori, tapi sepertinya dia sudah mulai sadar.." suara yang lain terdengar, aku juga tidak mengenali suara itu.
"Kau baik-baik saja kan?" kubuka mataku perlahan, ternyata itu suara Raga. Dia menopang tubuhku dengan lengannya.
"Bangunlah, sudah waktunya kau kembali.." seseorang yang bersimpuh didepanku dan Raga menggenggam tanganku. Rasanya hangat, aku seperti mendapatkan kekuatan baru.
"Kau?" seruku tertahan.
"Kau masih mengenaliku?" seseorang itu tersenyum.
"Ya, kau Starlight Angel, malaikat maut yang mencabut nyawaku.."
"Hey! Aku memang Starlight Angel, tapi aku bukan malaikat pencabut nyawa, lihatlah aku baik-baik, aku jauh lebih tampan dari Deathy Angel kan? Dan bukankah saat itu aku tidak mengatakan akan mencabut nyawamu?" dia menatapku dengan wajah jenaka.
"Tapi kau yang membawaku pergi!"
"Aku hanya meminjam nyawamu sebentar.." Starlight Angel tertawa kecil.
"Maksudmu?" keningku berkerut, entahlah tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang.
"Kau masih hidup Layung.." suara Starlight Angel pelan saja tapi sangat mengejutkanku.
Aku terperangah.
"Beb.. Benarkah?" tanyaku terbata. Aku masih tidak percaya.
####
BERSAMBUNG~
BERSAMBUNG~
0 komentar:
Posting Komentar