My Straight Bestfriend (Oneshoot)


Author : Lian48
-Raka POV-
"Sayang, kita putus ya.. Aku bosan.." dengan Santainya David mengatakan itu dan mematikan HPnya.
"Korban yang ke 14, sepanjang Agustus ini. Kau hebat David, bisa masuk rekor muri sebagai playboy kapalan.." ucapku dengan nada mengejek, aku memainkan laptopku ketika duduk di kasur.
David langsung memeluk pinggangku, membuatku tersentak, "Ah.. Come on, gue harus gimana kalau emang bosan? Gue sih sekarang lagi ngincer Ranti, anak kamar 8. Beuuh.. Bohay, imut.. Gemes gue." ya kami memang berada di kosan campuran cewek cowok.
"Terus kalau bosan lu buang lagi?" tanyaku ketus.
"Gak lah.. Gak mungkin bosan gue.. Gue yakin deh, si Ranti ini cinta sejati gue."
"Itu selalu lu ucapin ke gue kalau lu dapat inceran baru. Gue bosan David.."
David mengacak-acak rambutku gemas, "Ehehe tau aja lu.. Tapi asal lu tau, gue cuma manusia biasa yang mencari cinta. Gue cuma belum nemuin yang tepat."
Aku mendelik kesal, "Kalau lu gak cinta ngapain lu tembak, php-in juga.. Karena cakep? Karena sexy? Lu gak bakal ngerti apa tuh cinta kalau lu liat fisiknya doang.. Lu gak bakal pernah nemuin kalau kriteria lu itu orang yang sempurna." ucapku ketus.
David malah menyunggingkan senyum, terdiam dan memainkan tangannya di pusarku, membuatku bergidik. Lesung pipitnya kadang membuatku terhipnotis. "Cewek emang gak pernah cocok dengan gue, jodoh gue mungkin cowok hehe.." Saat aku mulai tergoda, handphoneku malah berbunyi.
"Halo Satria?" ucapku sambil tersenyum girang karena ini telepon dari pacarku. David meletakkan dagunya di bahuku, menatapku dengan tatapan tak suka.
"Kita break aja deh.." ucap Satria di sebrang.
"Ta-tapi.. Kenapa?" lirihku dengan bibir bergetar.
"Kita udah gak cocok lagi, sorry.. Semoga lu bahagia dengan yang lain.."
"Sat.. Satria!!! Aku gak mau.. Sat.." teriakku dengan nada tinggi, air mataku langsung berhamburan.
David memutar tubuhnya, dia merebahkan kepalanya di pahaku, "Hoaaam.. Korban yang ke 10 sepanjang Agustus ini.." ucap David malas-malasan.
"Korban apaan!! Gue yang jadi korban!!" teriakku kesal.
"Raka sayang, ngapain lu nangis sih? Lu itu juga playboy kan, bedanya lu sama gue, lu selalu mewek tiap kali break.. Ntar dua hari kemudian girang lagi dapat cowok baru curhat sama gue kaya gadis kembang desa yang jatuh cinta.. entar patah hati lagi.. Gitu gitu terus.." ucap David mengejek. Aku langsung menjitak David kesal.
David adalah teman sekamarku di kosan, dia tau aku gay, kami sering bertukar cerita tentang kekasih masing-masing.
Aku dan David memang memiliki banyak pengalaman percintaan, kalau dia sih memang hobi berpetualang sedangkan aku.. Memang pada dasarnya kali ya pacaran sama gay mau awet itu cuma impian. Pacaran, break, galau, dapat yang baru. Idup gitu-gitu aja. Bikin malas nyari pacar di dunia gay.
Aku menatap David yang ada di pahaku, gak gak! Jangan deh, dia sahabat baikku. Sudah dua tahun kami sekamar.
Awal pertemuan sih, kami sampai di kosan nyaris bersamaan. Aku lebih dulu beberapa detik sehingga mendapatkan kamar terakhir, David langsung memandangku sadis "Aaah! Ayo lah Bu, saya sudah mencari kosan seharian.. Ini kesempatan terakhir saya.. Sudah malam ini buu!!" rengek David.
"Aduh.." kata ibu kost ragu.
"Gimana pun, gue duluan.. So lu pulang deh.." usirku ketus.
"Gila lu, rumah gue itu ada di luar kota.. Masa gue ngegembel sih." ucap David protes.
Ibu kost seolah punya ide, "Nah siapa yang duluan bayar bakal dapetin tuh kamar." celetuknya.
Aku dan David membuka tas tergesa-gesa seolah sedang berkompetisi, ya memang kompetisi yang hadiahnya kamar!
Dengan cepat aku menyodorkan uang tapi David juga melakukan hal yang sama, aku mendengus kesal. "Gimana ya.." kata si ibu bingung.
"Gimana kalau saya tambahin dua ratus ribu, jadi kamarnya tujuh ratus ribu saya sewa bu!" tawar David.
"Wow.." si ibu gendut langsung girang.
"Hei!! Uh.." aku merengut kesal, tak mungkin aku bisa menaikkan harga, ekonomi keluargaku gak bagus-bagus amat. Aku menunduk meremas tasku kesal padahal aku yang lebih dulu.
"Ok keputusannya kamar dimiliki nak David, maaf ya nak Raka.."
Ibu kost pergi menyerahkan kunci. David terus menatap aku yang tertunduk, dengan mata iba dia meraih bahuku, "Umm gue mau aja berbagi kamar sama lu.." ucapnya sambil memamerkan lesung pipitnya.
"Hm? Gue punya privasy.. Gak mau." ucapku ketus.
"Gue bayar 70%, lu 30% aja deh.. Ayo kesempatan gak datang dua kali.." ucap David. Kupingku langsung bergerak-gerak mendengar tawaran murah meriah.
"Lagian, gue penasaran aja punya temen sekamar. Pasti seru.. Gue kan anak tunggal jadi ga tau sensasinya punya sodara. Kita bisa membangun persodaraan bukan?" ucapnya meyakinkanku.
Hatiku pun mantab, ya kapan lagi dapat kosan murah dengan fasilitas lengkap.
Semenjak dua tahun lalu ternyata kami cocok, obrolan nyambung, ada kesamaan dan perbedaan karakter yang bikin kami saling melengkapi.
Aku cuma cowok simple yang tak menonjol, beda halnya David. Cowok narsis dan populer. Kami sekampus tapi beda fakultas.
Sering hangout bersama, di kosan seru-seruan, sering berantem juga. Tapi yaa baikan lagi.
David cowok yang ceria, orang yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan karena kalau gak ada dia pasti gak seru. Dia type orang yang pandai menarik hati orang. Aku juga menyayanginya, sempat naksir tapi aku pendam dalam-dalam. Because He is my best friend.
Dulu ketika David mengetahui latar belakangku sebagai gay dia marah besar, awalnya dia lancang memainkan laptopku, menemukan foto mesraku dengan beberapa cowok. Ini yang aku takutkan, memiliki teman sekamar itu merusak privasy.
Saat aku yang dari kamar mandi mencoba masuk kamar, aku sangat terkejut, David sudah menatapku garang, "Jadi lu homo?!!!" bentaknya.
Aku hanya tertunduk dengan bahu bergetar ketakutan, aku tidak berani membayangkan berbagai kemungkinan yang terjadi. "Astaga Raka! Gue gak nyangka ya lu gay, lu tau kan itu hal hina!! Lu bikin gue kecewa, kenapa lu gak bisa nahan diri sih Raka!!"
Tangisku langsung terhambur, aku berlutut sambil meremas mulutku, "Jangan nangis!! Jangan bikin gue geli dengan tingkah bencong itu!!!"
Aku mendorong David kasar, "Lu pikir semua ini mudah hah? Lu pikir gay itu bisa dikendalikan? Lu pikir jadi gay itu mau gue hah!!!"
David terdiam, "Lu punya akal kan? Pake tuh akal manusia jangan kaya binatang lu."
"Cukup Dav! Sakit gue dengar hinaan lu. Gay itu bukan sesuatu yang bisa gue kendaliin, muncul dengan sendirinya di perasaan gue. Kaya lu doyan nasi mungkin bisa aja maksa makan roti tapi ujung-ujungnya lu pasti gak tahan! Lu pasti balik sama minat lu yang ga bisa lu tahan yaitu nasi! Itu yang gue rasain. Dan masalah pengendalian diri, gue bisa nahan diri gak having sex tapi kalau tentang minat gue ke cowok, itu mustahil."
David menatapku lekat sambil meremas bahuku, "Jadi lu gak pernah ngesex? Gak pernah jadi korban sodomi gitu?"
Aku menepis tangan Dav, "Gak lah Dav, lu kenal gue kan! Nonton bokep aja gue anti... Emangnya kaya lu mesum.."
Senyum David mengembang, "Thanks God, syukur deh lu suci... Gue gak rela dunia akherat lu diapa-apain sama cowok-cowok bejad di luar sana." ucap David sambil memelukku tapi tangannya turun di bongkahan pantatku untuk digrepe-grepe.
"Apa-apaan sih Dav!!" ucapku ketus sambil mendorongnya.
"Jadi lu doyan cowok, berarti lu suka gue dong? Jiaah jangan-jangan lu menikmati pemandangan gue yang suka telanjang mondar-mandir di kamar lagi.."
"Sedikit menikmati.. Tapi gue gak suka lu kok!! Lu kan sohib gue, kaya kehabisan stok gay aja." ucapku tertunduk.
"Yakin?" tanya David mengintimidasi dan mendekatkan wajahnya.
"Yakin super duper yakin!!!"
"Yaudah sini aku tium dulu..." ucapnya centil sambil menekan kepalaku sehingga pipiku menempel di bibirnya. Gaah anak satu ini, dia semakin suka menggodaku semenjak tau latar belakangku.
Tapi mengingat masa lalu itu membuatku tersenyum-senyum sendiri, how sweet.
--
"Eummhh..." David melenguh pelan, bergulung terus tubuhnya jatuh di atasku. Kami tidur di kasur tingkat, ya walau ga terlalu tinggi.
Aku shock, "Woi! Lu kalau tidur jangan gelundungan napa.." protesku kesal.
David membuka mata perlahan, mengucek mata dan menatapku dengan tatapan polos. "Hehe.. Lu Raka.. Jam berapa nih?" David mendongak.
"Umm masih pagi, lanjutin gih tidurnya.." ucapku ketus.
"Hoam jam 4, masih ada waktu. Eummhh" David malah memelukku erat, aku tersentak apalagi saat pedang panjangnya menempel di pahaku. Aku memerah.
"Da-David.. Uh.." aku benar-benar grogi saat dengan nakalnya dia menggesek-gesekkan senjatanya pada tubuhku. Tapi suaraku tidak dia hiraukan, dia terpejam dengan wajah polosnya itu.
Aku mendekatkan wajah secara perlahan, kukecup kepalanya, kehadirannya membuatku sangat nyaman, kugerakkan tangan secara perlahan untuk mendekap kepalanya, dia sepertinya kembali tertidur, hidung mancungnya membuatku gemas ingin menggigit hidung itu.
Aku tersentak saat tangan David bergerak menggenggam tanganku, "Gue sayang lu Raka.." desisnya dengan mata yang setengah terbuka.
"A-apa? Lu sayang gue?" tanyaku ragu, mimpi apa aku semalam bisa ditembak pangeran berkuda putih *ok lebay
"Hahaha gak lah Ka, emangnya gue homo kaya lu..?" ejeknya sambil memencet hidungku.
"Dav tolong jangan main-main dengan orientasi gue, lu pikir itu lucu hah?" aku menatapnya sedih.
David langsung mengecup tanganku, "Sorry sorry, ya gue sayang lu lah.. Aduh lidah gue terasa aneh ngomong begini hehe cuma rasa sayangnya agak rumit, gue bingung gimana jelasinnya."
Aku menangkup pipi David, "Gue ngerti, kita bestfriend kan.."
"Bestfriend plus plus plus... Gue horny nih, ML yuk.. Gue penasaran mau nyobain cowok." ucapnya sambil mengecup leherku.
Aku menendang kakinya kesal, "Dav lu jangan main-main deh, lagian bagi gue sex itu sakral. Gak bisa dilakuin tanpa cinta."
David memanyunkan bibirnya, "Gue sayang lu, lu juga pasti sayang gue. Kita jadian deh kali aja lu cinta sejati gue hehe.."
Dengan mudahnya dia mengucapkan itu, mungkin baginya yang suka bermain cinta ini bukan hal yang rumit dan sepele, tapi aku bertolak belakang dengannya. Aku langsung bangkit dari kasur, "Aku lapar, mau masak mie..."
David langsung mengikuti langkahku yang menuju dapur, sedikit geram melihat tingkah manjanya yang bergelayut ditubuhku, padahal aku sedang sibuk memasak, "Kamu mau kelilipan panci Dav?" ucapku ketus menyodorinya panci.
Dia hanya menyengir polos, dia juga ikut-ikutan mengambil mangok, sendok dan garpu, dengan gaya seperti anak kecil dia memukul-mukulkan sendok-garpu ke meja, "Makan makan makan... Mama makan ya.." ucapnya dengan suara sok anak kecil.
Aku hanya menggeleng sambil menambah satu bungkus mie lagi, jujur aku memang sangat nyaman dengan posisi seperti sekarang, memang sering terbesit ingin lebih, dia cukup membuatku bergairah hanya saja aku terus menahan diri, mungkin aku akan pergi dari kosan ini jika aku mencapai batasku, tapi yang pasti aku masih ingin mengukir lebih banyak sejarah dengan pemuda mengesankan yang bernama David ini.
Aku mulai menyiapkan mie di mangkok masing-masing, bibir David melengkung imut, kadang dia lucu dan kekanakan, kadang terlihat nakal, kadang terlihat sexy dan kadang kasar. Memberikan banyak warna di dalam hidupku.
Lidahnya terjulur saat memakan mie yang kepanasan, aku hanya tertawa, wajahnya murung, dia sodorkan mangkoknya kepadaku, "Tiupin..." rengeknya, aku hanya tersenyum tipis dan mulai meniup mangkoknya. Dia membuka mulutnya dan kembali merengek manja, "Cuapin..."
Aku tertawa, "Muka lu minta tampol sumpah!" ucapku yang terpaksa menyuapinya, lagi-lagi dia memberikan tatapan yang membuatku salah tingkah apalagi saat kakinya mulai agresif memeluk kakiku. Haaah..
Hanya saja semua rasa manis itu langsung masam ketika kami melancarkan rencana kami untuk berjogging di gor, "Kamu tau gak persamaan kamu dengan matahari?" tanya David sambil menggenggam tangan seorang gadis imut.
"Gak tau, apa tuh?"
"Sama-sama jadi penerang hati aku..." ucapnya gombal.
Kebakar kali hati diterangi matahari. Aku cuma memasang wajah jijik, kesel juga niatnya jogging malah jadi kambing congeknya David, apa aku bilang... Playboy kapalan ini tidak akan tahan dengan godaan gadis-gadis cantik, untung aku tidak menyerahkan tubuhku tadi.
Aku mulai menoleh ke samping, mendadak dadaku berdegup kencang. Ada seorang pemuda tampan di arah samping duduk di sebuah kursi sambil memperhatikanku dari tadi, dia tidak membuang pandangan, justru menatapku lebih lekat ketika aku menatapnya, dia mengenakan kacamata, berkulit putih dan juga bertubuh sedang dan sedikit atletis.
Cukup lama kami saling memandang hingga akhirnya dia menghampiriku, "Hei... Sepatumu lucu.." ucapnya basa-basi.
"Hanya sepatu biasa hehe.." jawabku santai.
"Hmm aku Ridwan.." ucapnya sambil menyodorkan tangan.
Aku tersenyum lembut, "Raka.." ucapku ramah.
"Senang mengenalmu Raka, mau jogging bareng aku?"
Aku tertawa girang, "Dengan senang hati.."
Aku pun melambai ke arah David, dia pun membalasnya. Sepertinya aku memulai lembaran baruku, begitu pun David.
Aku rasa, sahabat tetaplah sahabat. Tidak akan pernah bisa menjadi lebih, biarlah aku simpan perasaanku dalam-dalam. Seperti yang aku bilang, buat apa aku mengincar straight jika masih banyak stok dalam kaumku.
Aku menyayangi David, sahabat yang baik tidak akan membiarkan sahabatnya menjalani jalan yang sama sulitnya dengan jalanku, cukup aku.
END

3 komentar:

Kaka_eL24 mengatakan...

AGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGKGHHHHHH.....
INI DIMANA RUMAH PENULISNYA???
bikin cerita nanggung pake banget
pengen gue cekek deh, tapi sumpah ini keren.. dibikin drablle atau gimana gitu.. hiks!

Unknown mengatakan...

Ah Keren Banget

Pengen Lanjutannya
Tolong Dong

Annaa . mengatakan...

Iyes bikin squelnya dund, tapi maunya sama David :(

Posting Komentar