By : Shim Changmin
Guys LIKE yang banyak yah soalnya semua cerita dalam lomba sudah di posting semua dan ini yang terakhir, so tentukan pilihanmu mana cerpen yang terbaik . buat yang ketinggalan silahkan Scroll down aja,
Di lipatan langit ke 2, konon katanya ada kerajaan yang -meskipun tidak begitu kuat- menguasai apapun yang ada di dunia manusia. Hati mereka, pikiran mereka, juga tangis yang akhirnya menjadi senyum. Kau bertanya apa namanya? Kerajaan Week.
Sang Raja, King Ofurj, adalah segala yang membuatmu harus menaatinya. Ia tangguh seperti benteng tak tertembus. Apa yang ia titahkan, itulah hukum. Perawakannya tepat seperti yang diinginkan seluruh rakyat untuk menjadi seorang raja; tinggi besar dan kuat.
Tuhan tak ingin berhenti di situ saja. Dia memberi banyak keberuntungan untuk King Ofurj. Salah satunya adalah mengendalikan dunia manusia di kehidupan sehari-hari mereka dengan bantuan 7 anak laki-lakinya.
Sunday dan Monday, si kembar yang bertolak belakang. Sunday memiliki sifat ceria dan aura bahagia yang ia dapat dari sang Ratu. Monday mengikuti ayahnya ㅡstrict, unavoidable and absolute. Mereka mendapat tugas di hari Minggu dan Senin.
Tuesday mungkin anak paling manja. Lahir setelah 2 kakak yang berbeda kepribadian tapi penyayang, memengaruhi sifatnya. Ia bermain sesukanya. Kadang mengabaikan tugas dari sang Raja. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana ia masih bisa bernafas setelah disidang King Ofurj. Ia datang ke dunia di hari Selasa.
Wednesday tak pernah tak dipuji. Ia anak kesayangan ayah ibunya. Penurut, bijaksana dan tahu kapan harus bertindak cepat. Oleh saudara-saudaranya, ia dijadikan sandaran. Oleh rakyat langit, ia-lah pemuda idaman. ‘Gentleman’ bukan lagi keharusan yang melingkupi dirinya ㅡia justru hidup di dalamnya. Jadwalnya hari Rabu.
Thursday tahu, muncul setelah si anak emas adalah kesialan. Tapi ia tidak bisa menyalahkan Tuhan untuk itu. Ia menyayangi orangtua dan saudara-saudaranya lebih dari apapun. Ia juga tak menuntut orangtuanya untuk menyayanginya sebanyak mereka menyayangi Wed. Ia justru menjadi orang terdekat Wed. Hari sibuknya jatuh di hari Kamis.
Kau akan bertanya-tanya, mengapa hanya Tuesday yang menjadi pemberontak? My apologies, ladies and gentlemen, tapi Friday –lah yang paling nakal. Ia menyukai pesta dan keramaian. Musik dan sex adalah nyawanya. Di dadanya, ada tattoo dengan tulisan ‘Thanks God, Its Me’ yang entah darimana ia mendapatkan ide itu. Jum’at yang suci, sukses ia kotori dengan kehadirannya.
Dan Saturday, si bungsu yang difavoritkan setelah Wed, mempunyai keistimewaan dari Tuhan. Ia bisa menyalurkan perasaannya ke sekitarnya. Sadar atau tidak, ia kadang memengaruhi hari Sabtu-nya dengan perasaan pribadi. Apalagi bila ia kesal dengan Fri dan Tues yang bersatu mengerjainya.
Sang Raja, King Ofurj, adalah segala yang membuatmu harus menaatinya. Ia tangguh seperti benteng tak tertembus. Apa yang ia titahkan, itulah hukum. Perawakannya tepat seperti yang diinginkan seluruh rakyat untuk menjadi seorang raja; tinggi besar dan kuat.
Tuhan tak ingin berhenti di situ saja. Dia memberi banyak keberuntungan untuk King Ofurj. Salah satunya adalah mengendalikan dunia manusia di kehidupan sehari-hari mereka dengan bantuan 7 anak laki-lakinya.
Sunday dan Monday, si kembar yang bertolak belakang. Sunday memiliki sifat ceria dan aura bahagia yang ia dapat dari sang Ratu. Monday mengikuti ayahnya ㅡstrict, unavoidable and absolute. Mereka mendapat tugas di hari Minggu dan Senin.
Tuesday mungkin anak paling manja. Lahir setelah 2 kakak yang berbeda kepribadian tapi penyayang, memengaruhi sifatnya. Ia bermain sesukanya. Kadang mengabaikan tugas dari sang Raja. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana ia masih bisa bernafas setelah disidang King Ofurj. Ia datang ke dunia di hari Selasa.
Wednesday tak pernah tak dipuji. Ia anak kesayangan ayah ibunya. Penurut, bijaksana dan tahu kapan harus bertindak cepat. Oleh saudara-saudaranya, ia dijadikan sandaran. Oleh rakyat langit, ia-lah pemuda idaman. ‘Gentleman’ bukan lagi keharusan yang melingkupi dirinya ㅡia justru hidup di dalamnya. Jadwalnya hari Rabu.
Thursday tahu, muncul setelah si anak emas adalah kesialan. Tapi ia tidak bisa menyalahkan Tuhan untuk itu. Ia menyayangi orangtua dan saudara-saudaranya lebih dari apapun. Ia juga tak menuntut orangtuanya untuk menyayanginya sebanyak mereka menyayangi Wed. Ia justru menjadi orang terdekat Wed. Hari sibuknya jatuh di hari Kamis.
Kau akan bertanya-tanya, mengapa hanya Tuesday yang menjadi pemberontak? My apologies, ladies and gentlemen, tapi Friday –lah yang paling nakal. Ia menyukai pesta dan keramaian. Musik dan sex adalah nyawanya. Di dadanya, ada tattoo dengan tulisan ‘Thanks God, Its Me’ yang entah darimana ia mendapatkan ide itu. Jum’at yang suci, sukses ia kotori dengan kehadirannya.
Dan Saturday, si bungsu yang difavoritkan setelah Wed, mempunyai keistimewaan dari Tuhan. Ia bisa menyalurkan perasaannya ke sekitarnya. Sadar atau tidak, ia kadang memengaruhi hari Sabtu-nya dengan perasaan pribadi. Apalagi bila ia kesal dengan Fri dan Tues yang bersatu mengerjainya.
Kisah yang akan aku ceritakan disini adalah kisah Wed. Tentang bagaimana ia bertemu setengahnya, tentang bagaimana ia bertemu cintanya.
...
Raja Ofurj mengumpulkan seluruh anak-anaknya suatu pagi. Wed ingat, itu harinya turun ke dunia. Hanya ia yang harus hidup. Tapi ayahnya menghidupkan seluruh saudaranya.
Kau kebingungan. Aku akan menjelaskannya.
Raja Ofurj tidak ingin ada bentrokan sesama saudara dalam satu hari. Ia akhirnya hanya menghidupkan yang bekerja di hari itu dan menjadikan yang lainnya patung. Waktu pergantian menjadi patung jatuh pada pukul 21:51. Dan itu selalu otomatis ¬ㅡkau akan menjadi patung tak peduli apapun yang kau lakukan detik itu.
Namun Rabu pagi itu, semua saudaranya hidup. Thrus mendekatinya dan menggandeng tangannya. Sambil tersenyum, ia menatap semuanya. Mata-mata itu juga dipenuhi rasa penasaran. Fri bahkan tak berani menguap. Sun yang biasanya ceria, sibuk menggigiti bibirnya. Mon makin serius. Tues malah menunduk.
Satur memparah keadaan dengan ketakutannya. Ruangan itu hampir dipenuhi banyak pikiran negatif sebelum akhirnya Thrus menekan bahunya.
“Satur. Kendalikan emosimu.” bisiknya.
Tersadar, ia mulai memaksa diri agar tersenyum. Atau setidaknya tidak berpikir macam-macam. Saat itulah, King Ofurj memasuki ruangan.
“Duduk.” ucapnya singkat.
Fri memilih duduk disamping Wed. Ia pasti langsung selamat kalau berada di dekat anak kesayangan. Tues memutar kedua matanya melihat kekonyolan Fri.
“Ada tamu yang akan berkunjung.” King Ofurj memulainya.
Semua mata memandangnya tak percaya. Tamu. Ada tamu yang berkunjung. Ada. Tamu. Yang. Berkunjung.
“YES!!!” teriak Fri dan Tues berbarengan.
“Behave.” desis Mon, tak suka.
Mereka kembali diam dan menunduk takut begitu menyadari tatapan King Ofurj.
“Akan menginap 7 hari. Tugasku adalah menghidupkan kalian seminggu penuh dan tugas kalian adalah menemaninya. Pekerjaan sudah diambil alih. Aku tidak ingin ada kerusuhan. Paham?”
Itu suara raja. Bukan ayah mereka. Serentak, mereka menundukkan kepala mereka lebih dalam dan lebih lama; tanda bahwa mereka paham.
“Angkat kepala kalian.”
Dan sekarang suara ayah mereka terdengar. Dalam sekejap, Satur berlari dan memeluknya.
“Yey!! Ayah memang paling baik. Aku lelah menjadi patung. Kak Tues mencoret-coret mukaku lagi.” keluhnya manja.
“Tuesday,,” kata King Ofurj.
“Ayaaahhh~ Aku hanya sedang mempraktekkan yang aku lihat saat di dunia. Wajah Satur saja yang terlihat cocok. Bukan salahku.”
“Mengapa tiba-tiba menyalahkan wajahku? Ini wajah paling tampan.” protesnya.
Mon menghela nafas bosan.
“Kapan mereka berhenti bertengkar?”
Pertanyaan retorisnya dijawab dengan tawa Wed. Thurs yang mendengarnya, langsung memeluknya.
“Akhirnya ada tamu. Aku sangat bosan dengan waktu 3 jam 9 menit itu.” ujarnya.
“Setidaknya itu sudah cukup untuk menuangkan hasratku.” sahut Fri.
“Dasar~ Kau juga. Kapan bosan menyetel musik keras-keras~?” tanya Sun sambil meninju bahu Fri pelan.
“ Belajarmu terganggu-kah, Kak? Kalau begitu, kenapa tidak ikut menikmati musiknya bersamaku?”
Wed tertawa lagi melihat Thrus memukul kepala Fri. Sun hanya geleng-geleng.
“Kak, aku mau bertanya ke Ayah dulu ya.” ucapnya ke Sun dan Mon.
Mereka mengangguk.
Wed menghampiri King Ofurj yang sedang melerai Tues dan Satur.
“Ah, kau datang, Nak.”
Tues dan Satur paham. Mereka cepat berlalu. Wed kemudian mengatakan yang ia pikirkan.
“Ini sangat jarang terjadi, Ayahanda. Ada apa, sebenarnya?”
King Ofurj terdiam sebelum akhirnya membawanya ke ruang baca. Setelah mengunci pintu, ia melangkah menuju mejanya dan menunjukkan gulungan kertas ke Wed. Sambil mengerutkan dahi, ia membukanya. Matanya terbelalak saat membacanya.
“I..ini apa, Ayahanda?!”
“Yang akan datang manusia, Nak. Kau sudah membacanya.”
“Tapi manusia tidak pernah dan tidak akan boleh ke langit, Ayahanda. Bagaimana mungkin?”
“Tentang itu, Ayah tidak tahu. Ayah hanya mendapatkan tugas itu. Ayah mohon, lancarkan urusan ini. Ayah berjanji, akan menghilangkan ingatan dia setelah berkunjung dari sini.”
Wed terdiam. Ia benar-benar tak tahu harus berkata apa. Tamu yang biasanya berkunjung adalah para dewa/dewi dunia atau kerajaan langit ke 3 atau ke 5.
Manusia. Bagaimana bisa ia mengunjungi kerajaan langit? Apa yang telah ia lakukan?
Wed menatap King Ofurj. Entah kenapa ia merasa ini bukan hal yang baik.
...
Gerbang istana telah dibuka. Rakyat memenuhi jalan dengan banyak suara. Mereka masih belum tahu siapa yang akan berkunjung. Di balkon istana yang sepi, Mon berdiri disamping Wed. Mereka tahu ini tidak lazim. Tapi King Ofurj memohon kepada Wed untuk yang pertama kali. Ini pasti bukan hal kecil.
“Ini harimu. Aku tahu kau selalu melakukan semuanya dengan baik, tapi aku tahu juga kau merasakan ketidaknyamanan. Jangan sampai itu memengaruhimu. Ayah melihatmu, King Ofurj melihatmu.” Kata Mon pelan.
“I know. Terimakasih, Kak.”
“Tunggulah di depan kamarnya. Sepertinya tamu kita sudah sampai.”
Wed mengarahkan pandangannya ke arah gerbang yang makin ramai. Tamu itu datang dengan kuda bersayap. Kuda paling hitam yang pernah ia lihat. Tubuhnya sangat memenuhi persyaratan untuk menjadi panglima perang. Rambutnya merah kecoklatan dan gelombang. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia tersipu melihat kegagahan seorang laki-laki.
Ia bergegas meninggalkan Mon, menutupi rasa malunya. Mon melihatnya aneh. Karena Wed selalu sopan dan tidak begitu saja meninggalkan orang. Tapi kemudian ia acuh. Mungkin saja Wed gugup.
Di depan kamar sang tamu, Wed menemukan Sun yang sedang mencari-cari adik kembarnya. Setelah memberitahu keberadaan Mon, Wed menunggu kedatangan tamu tersebut sambil memainkan jemarinya. Begitu menyadari apa yang ia lakukan, ia terbelalak dan langsung menghentikannya.
‘Kenapa aku begini? Aku harus tenang. Ia hanya manusia.’ batinnya.
Tepat saat ia mendongak untuk mengambil nafas, seseorang sudah berdiri di hadapannya. Kini menatapnya lebih dekat, Wed bisa tahu apa warna mata orang ini. Hijau tua –sangat tua hingga kau bisa mengiranya itu coklat.
“Mataku memang indah. Tapi bisakah kau mempersilahkan aku memasuki kamarku? Aku lelah.”
Wed terkejut lagi. Ini tamunya!!!
Ia bergeser dan membuka pintu kamar. Dan saat manusia itu melewatinya, ia tiba-tiba mengerti perasaan Satur yang sering diejek pendek oleh Fri. Manusia ini terlalu menjulang untuk ukurannya.
“Namamu Wednesday?”
Pertanyaan itu membuyarkan lamunannya.
“Yes. Anda bisa memanggil saya Wed. Suatu kehormatan untuk kami, penghuni kerajaan langit kedua, melayani Anda sebagai tamu kami.”
“Kau butler?”
“...Pardon?”
“Kau butler atau anak emas King Ofurj? Kalimatmu barusan persis seperti yang dikatakan butler-ku.”
“H-hei!! Aku bukan butler!!”
Tanpa sengaja, ia menaikkan suaranya satu oktaf.
“Kalau begitu bersikaplah seperti bukan butler.” katanya acuh.
Wed lagi-lagi merasa ini bukan dirinya. Menunjukkan emosi di wajahnya adalah hal terakhir yang ia lakukan. Ia selalu tersenyum, selalu tenang, apapun kondisinya. Tapi manusia ini mengubah dia hanya dalam hitungan detik.
“Kau tidak bertanya namaku?”
“..Ah ya! Siapa namamu?”
“Butler lambat.”
“Hei!!”
Manusia itu menyeringai dan mengulurkan tangan.
“Gio.”
“..Hanya Gio?”
Uluran tangan itu ia sambut dan ia langsung menyesalinya. Sentuhan tadi membuat jantungnya berdegup terlalu kencang.
“Hanya Gio. Itu yang harus kau ingat. Sekarang kau keluar. Hush hush”
Wed bersumpah, dia itu tamu paling tak sopan yang pernah ia temui.
...
Seharian itu, Wed menemani Gio mengelilingi istana. Keluar masuk ratusan ruangan tanpa peduli bagaimana letihnya ia. Ketika akhirnya pukul 21:51, ia yang sudah terbiasa akan langsung tidur dan menjadi patung, harus kaget mendengar ketukan.
King Ofurj mendatanginya. Ini gawat. King tidak pernah datang di jam-jam seperti saat ini. Hanya ayahanda saja. Dan di depannya kali ini, King Ofurj sebagai raja. Bukan ayahnya.
“Gio meminta kau selama seminggu ini, Wednesday. Ia tak mau yang lain. Kau mengerti maksudku, kan?”
Menggigit bibir dalamnya, ia menunduk hampir sujud. Ia bahkan masih gemetar meski King Ofurj sudah pergi. Bukan karena takut. Tapi karena kesal setengah mati.
“Wed! Semangat!!!” Thrus meneriakinya dari atas.
Saudara-saudaranya berkumpul disana dan tertawa di atas penderitaannya. Ia, tentu saja, tak bisa marah. Wed berdoa malam itu untuk keselamatan jiwanya.
Esoknya, Gio menariknya dari tempat tidur. Ia, masih dengan gaun tidurnya, diseret menuju kandang kuda di belakang istana. Wed mengoceh ini itu –padahal ia jarang begitu- dan hanya dijawab dengan,
“Aku ingin terbang bersamamu pagi ini.”
Mukanya memerah dan jantungnya berdetak lebih cepat dari kemarin.
...
Hari Jum’at adalah hari yang diawali dan diakhiri dengan wine. Gio menantangnya meminum sebotol wine dan ia dengan bodohnya mengiyakan. Setelah tahu ia kalah, Gio yang juga mabuk, mengatainya ‘Butler’ lagi.
Wed yakin, ia lebih parah dari Fri sekarang. Ia bahkan bisa mendengar tawa keras si sex-addict itu dari jauh.
...
Hari Sabtu, Gio ingin berjalan kaki. Memangnya selama ini dia tidak jalan kaki?!
“Jalan kaki ke bukit. Yang paling lambat sampai sana, dia yang menang.”
Wed baru tahu ada peraturan si lambat-lah yang akan jadi pemenang. Gio ini sangat aneh dan menyebalkan.
Dan karena ia tahu jalan menuju bukit yang sangat dekat itu, ia memilih bermain bersama Satur dan melambatkan diri. Tapi ia tiba-tiba merindukan Gio. Ia yang terbiasa melihatnya dari pagi hingga malam, kini harus terpisah.
Ia berlari detik itu juga ke bukit. Ia ingin bertemu Gio. Sangat.
Tapi begitu sampai disana, bukit masih kosong. Tak ada Gio. Hanya dirinya sendiri.
“Kau kalah.” ucap Gio dari belakang.
Dia masih berjalan menuju puncak bukit yang ia pijaki. Sesampainya di depan Wed, Gio mengecup bibirnya.
“Kau harus bangga mendapatkan kecupanku, Butler.”
“Hei!!” teriaknya sambil merona parah.
...
Hari Minggu yang cerah. Sangat cocok untuk piknik. Wed sudah menyiapkan keperluan untuk itu dengan bantuan Sun. Tapi Gio, dengan santainya, bilang,
“Aku malas keluar. Aku mau tidur.”
“Hei, cuacanya cerah. Kau takkan menyesal, aku janji.”
“Aku lelah karena kemarin.”
“Kau bahkan hanya jalan kaki, Gio!!!” jerit Wed yang tak ditanggapinya lagi.
Seharian itu, Sun sibuk menenangkan, menghibur dan mengalihkan Wed dari niat membunuh Gio.
...
Hari Senin. Hari sebelum terakhir. Wed mengetahui ini dan entah kenapa ia tidak punya mood untuk tersenyum. Mon memarahinya dan mengancam tidak akan menggubrisnya bila tidak profesional.
Tapi ia sangat takut sekarang. Takut tak bisa bertemu lagi dengan Gio.
Gio ingin ia menemaninya membeli oleh-oleh hari ini. Wed tak fokus. Ia ingin menggenggam tangan Gio tapi ia ragu. Lalu dengan alasan agar Gio tidak hilang, Wed meraih ujung pakaiannya.
“Kau tahu? Kau membuat pakaianku kusut dengan remasanmu. Pegang tanganku saja.”
Saat Wed menggenggam tangan Gio, airmatanya tanpa sadar jatuh. Ia akan sangat merindukan ini.
...
Hari Selasa. Hari terakhir. Ia ingin menahan Gio lebih lama. Tapi ia tahu itu tidak mungkin. Ayahnya berjanji untuk menghilangkan ingatan Gio setelah berkunjung dari sini. Karena itu, ia memilih cara ini.
Mengurung Gio di kamarnya. Puas saat melihat Gio menatap tubuh hampir telanjangnya, liar. Membiarkan Gio menghiasi tubuhnya dengan banyak kissmark. Mendesah keras saat penyatuan itu terjadi. Memeluk Gio erat-erat saat puncak kenikmatan itu datang.
Yang tidak Wed sadari adalah mereka berdua sama-sama menangis dalam diam.
...
Masih di hari yang sama, pukul 22:07,
Saat ia terbangun, Gio sudah kembali ke dunianya. Ia meraungkan tangis. Ia memukul-mukul dadanya terlalu keras. Sesak. Sesak sekali.
King Ofurj sudah menjadikan semua saudaranya patung. Ia sendirian dan merindukan Gio. 3 jam 9 menit yang biasa ia gunakan untuk mempersiapkan diri, ia isi dengan tangisan.
Ketika ia lelah menangis, ia memandang sekelilingnya. Beberapa jam yang lalu, mereka masih berpelukan –ia menghela nafas mengingat itu. Mencoba mengabaikan sakit di dadanya, ia akhirnya memilih profesional dan bangun dari tempat tidur. Saat itulah matanya menemukan surat di atas meja.
“Kau merindukanku kan? Cepatlah datang ke duniaku. Aku menunggumu. –Gio”
Yang ia lakukan setelah itu adalah berlari ke King Ofurj dan mengucapkan terimakasih dengan mata berair.
...
Oleh takdir, aku diikat bersamamu.
Bagaimana bisa aku melepas diri, sayangku?
Kau yang menguasai hati dan fikiranku, aku mencintaimu.
...
END
Produced By : YI, CKP, KPU
...
Raja Ofurj mengumpulkan seluruh anak-anaknya suatu pagi. Wed ingat, itu harinya turun ke dunia. Hanya ia yang harus hidup. Tapi ayahnya menghidupkan seluruh saudaranya.
Kau kebingungan. Aku akan menjelaskannya.
Raja Ofurj tidak ingin ada bentrokan sesama saudara dalam satu hari. Ia akhirnya hanya menghidupkan yang bekerja di hari itu dan menjadikan yang lainnya patung. Waktu pergantian menjadi patung jatuh pada pukul 21:51. Dan itu selalu otomatis ¬ㅡkau akan menjadi patung tak peduli apapun yang kau lakukan detik itu.
Namun Rabu pagi itu, semua saudaranya hidup. Thrus mendekatinya dan menggandeng tangannya. Sambil tersenyum, ia menatap semuanya. Mata-mata itu juga dipenuhi rasa penasaran. Fri bahkan tak berani menguap. Sun yang biasanya ceria, sibuk menggigiti bibirnya. Mon makin serius. Tues malah menunduk.
Satur memparah keadaan dengan ketakutannya. Ruangan itu hampir dipenuhi banyak pikiran negatif sebelum akhirnya Thrus menekan bahunya.
“Satur. Kendalikan emosimu.” bisiknya.
Tersadar, ia mulai memaksa diri agar tersenyum. Atau setidaknya tidak berpikir macam-macam. Saat itulah, King Ofurj memasuki ruangan.
“Duduk.” ucapnya singkat.
Fri memilih duduk disamping Wed. Ia pasti langsung selamat kalau berada di dekat anak kesayangan. Tues memutar kedua matanya melihat kekonyolan Fri.
“Ada tamu yang akan berkunjung.” King Ofurj memulainya.
Semua mata memandangnya tak percaya. Tamu. Ada tamu yang berkunjung. Ada. Tamu. Yang. Berkunjung.
“YES!!!” teriak Fri dan Tues berbarengan.
“Behave.” desis Mon, tak suka.
Mereka kembali diam dan menunduk takut begitu menyadari tatapan King Ofurj.
“Akan menginap 7 hari. Tugasku adalah menghidupkan kalian seminggu penuh dan tugas kalian adalah menemaninya. Pekerjaan sudah diambil alih. Aku tidak ingin ada kerusuhan. Paham?”
Itu suara raja. Bukan ayah mereka. Serentak, mereka menundukkan kepala mereka lebih dalam dan lebih lama; tanda bahwa mereka paham.
“Angkat kepala kalian.”
Dan sekarang suara ayah mereka terdengar. Dalam sekejap, Satur berlari dan memeluknya.
“Yey!! Ayah memang paling baik. Aku lelah menjadi patung. Kak Tues mencoret-coret mukaku lagi.” keluhnya manja.
“Tuesday,,” kata King Ofurj.
“Ayaaahhh~ Aku hanya sedang mempraktekkan yang aku lihat saat di dunia. Wajah Satur saja yang terlihat cocok. Bukan salahku.”
“Mengapa tiba-tiba menyalahkan wajahku? Ini wajah paling tampan.” protesnya.
Mon menghela nafas bosan.
“Kapan mereka berhenti bertengkar?”
Pertanyaan retorisnya dijawab dengan tawa Wed. Thurs yang mendengarnya, langsung memeluknya.
“Akhirnya ada tamu. Aku sangat bosan dengan waktu 3 jam 9 menit itu.” ujarnya.
“Setidaknya itu sudah cukup untuk menuangkan hasratku.” sahut Fri.
“Dasar~ Kau juga. Kapan bosan menyetel musik keras-keras~?” tanya Sun sambil meninju bahu Fri pelan.
“ Belajarmu terganggu-kah, Kak? Kalau begitu, kenapa tidak ikut menikmati musiknya bersamaku?”
Wed tertawa lagi melihat Thrus memukul kepala Fri. Sun hanya geleng-geleng.
“Kak, aku mau bertanya ke Ayah dulu ya.” ucapnya ke Sun dan Mon.
Mereka mengangguk.
Wed menghampiri King Ofurj yang sedang melerai Tues dan Satur.
“Ah, kau datang, Nak.”
Tues dan Satur paham. Mereka cepat berlalu. Wed kemudian mengatakan yang ia pikirkan.
“Ini sangat jarang terjadi, Ayahanda. Ada apa, sebenarnya?”
King Ofurj terdiam sebelum akhirnya membawanya ke ruang baca. Setelah mengunci pintu, ia melangkah menuju mejanya dan menunjukkan gulungan kertas ke Wed. Sambil mengerutkan dahi, ia membukanya. Matanya terbelalak saat membacanya.
“I..ini apa, Ayahanda?!”
“Yang akan datang manusia, Nak. Kau sudah membacanya.”
“Tapi manusia tidak pernah dan tidak akan boleh ke langit, Ayahanda. Bagaimana mungkin?”
“Tentang itu, Ayah tidak tahu. Ayah hanya mendapatkan tugas itu. Ayah mohon, lancarkan urusan ini. Ayah berjanji, akan menghilangkan ingatan dia setelah berkunjung dari sini.”
Wed terdiam. Ia benar-benar tak tahu harus berkata apa. Tamu yang biasanya berkunjung adalah para dewa/dewi dunia atau kerajaan langit ke 3 atau ke 5.
Manusia. Bagaimana bisa ia mengunjungi kerajaan langit? Apa yang telah ia lakukan?
Wed menatap King Ofurj. Entah kenapa ia merasa ini bukan hal yang baik.
...
Gerbang istana telah dibuka. Rakyat memenuhi jalan dengan banyak suara. Mereka masih belum tahu siapa yang akan berkunjung. Di balkon istana yang sepi, Mon berdiri disamping Wed. Mereka tahu ini tidak lazim. Tapi King Ofurj memohon kepada Wed untuk yang pertama kali. Ini pasti bukan hal kecil.
“Ini harimu. Aku tahu kau selalu melakukan semuanya dengan baik, tapi aku tahu juga kau merasakan ketidaknyamanan. Jangan sampai itu memengaruhimu. Ayah melihatmu, King Ofurj melihatmu.” Kata Mon pelan.
“I know. Terimakasih, Kak.”
“Tunggulah di depan kamarnya. Sepertinya tamu kita sudah sampai.”
Wed mengarahkan pandangannya ke arah gerbang yang makin ramai. Tamu itu datang dengan kuda bersayap. Kuda paling hitam yang pernah ia lihat. Tubuhnya sangat memenuhi persyaratan untuk menjadi panglima perang. Rambutnya merah kecoklatan dan gelombang. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia tersipu melihat kegagahan seorang laki-laki.
Ia bergegas meninggalkan Mon, menutupi rasa malunya. Mon melihatnya aneh. Karena Wed selalu sopan dan tidak begitu saja meninggalkan orang. Tapi kemudian ia acuh. Mungkin saja Wed gugup.
Di depan kamar sang tamu, Wed menemukan Sun yang sedang mencari-cari adik kembarnya. Setelah memberitahu keberadaan Mon, Wed menunggu kedatangan tamu tersebut sambil memainkan jemarinya. Begitu menyadari apa yang ia lakukan, ia terbelalak dan langsung menghentikannya.
‘Kenapa aku begini? Aku harus tenang. Ia hanya manusia.’ batinnya.
Tepat saat ia mendongak untuk mengambil nafas, seseorang sudah berdiri di hadapannya. Kini menatapnya lebih dekat, Wed bisa tahu apa warna mata orang ini. Hijau tua –sangat tua hingga kau bisa mengiranya itu coklat.
“Mataku memang indah. Tapi bisakah kau mempersilahkan aku memasuki kamarku? Aku lelah.”
Wed terkejut lagi. Ini tamunya!!!
Ia bergeser dan membuka pintu kamar. Dan saat manusia itu melewatinya, ia tiba-tiba mengerti perasaan Satur yang sering diejek pendek oleh Fri. Manusia ini terlalu menjulang untuk ukurannya.
“Namamu Wednesday?”
Pertanyaan itu membuyarkan lamunannya.
“Yes. Anda bisa memanggil saya Wed. Suatu kehormatan untuk kami, penghuni kerajaan langit kedua, melayani Anda sebagai tamu kami.”
“Kau butler?”
“...Pardon?”
“Kau butler atau anak emas King Ofurj? Kalimatmu barusan persis seperti yang dikatakan butler-ku.”
“H-hei!! Aku bukan butler!!”
Tanpa sengaja, ia menaikkan suaranya satu oktaf.
“Kalau begitu bersikaplah seperti bukan butler.” katanya acuh.
Wed lagi-lagi merasa ini bukan dirinya. Menunjukkan emosi di wajahnya adalah hal terakhir yang ia lakukan. Ia selalu tersenyum, selalu tenang, apapun kondisinya. Tapi manusia ini mengubah dia hanya dalam hitungan detik.
“Kau tidak bertanya namaku?”
“..Ah ya! Siapa namamu?”
“Butler lambat.”
“Hei!!”
Manusia itu menyeringai dan mengulurkan tangan.
“Gio.”
“..Hanya Gio?”
Uluran tangan itu ia sambut dan ia langsung menyesalinya. Sentuhan tadi membuat jantungnya berdegup terlalu kencang.
“Hanya Gio. Itu yang harus kau ingat. Sekarang kau keluar. Hush hush”
Wed bersumpah, dia itu tamu paling tak sopan yang pernah ia temui.
...
Seharian itu, Wed menemani Gio mengelilingi istana. Keluar masuk ratusan ruangan tanpa peduli bagaimana letihnya ia. Ketika akhirnya pukul 21:51, ia yang sudah terbiasa akan langsung tidur dan menjadi patung, harus kaget mendengar ketukan.
King Ofurj mendatanginya. Ini gawat. King tidak pernah datang di jam-jam seperti saat ini. Hanya ayahanda saja. Dan di depannya kali ini, King Ofurj sebagai raja. Bukan ayahnya.
“Gio meminta kau selama seminggu ini, Wednesday. Ia tak mau yang lain. Kau mengerti maksudku, kan?”
Menggigit bibir dalamnya, ia menunduk hampir sujud. Ia bahkan masih gemetar meski King Ofurj sudah pergi. Bukan karena takut. Tapi karena kesal setengah mati.
“Wed! Semangat!!!” Thrus meneriakinya dari atas.
Saudara-saudaranya berkumpul disana dan tertawa di atas penderitaannya. Ia, tentu saja, tak bisa marah. Wed berdoa malam itu untuk keselamatan jiwanya.
Esoknya, Gio menariknya dari tempat tidur. Ia, masih dengan gaun tidurnya, diseret menuju kandang kuda di belakang istana. Wed mengoceh ini itu –padahal ia jarang begitu- dan hanya dijawab dengan,
“Aku ingin terbang bersamamu pagi ini.”
Mukanya memerah dan jantungnya berdetak lebih cepat dari kemarin.
...
Hari Jum’at adalah hari yang diawali dan diakhiri dengan wine. Gio menantangnya meminum sebotol wine dan ia dengan bodohnya mengiyakan. Setelah tahu ia kalah, Gio yang juga mabuk, mengatainya ‘Butler’ lagi.
Wed yakin, ia lebih parah dari Fri sekarang. Ia bahkan bisa mendengar tawa keras si sex-addict itu dari jauh.
...
Hari Sabtu, Gio ingin berjalan kaki. Memangnya selama ini dia tidak jalan kaki?!
“Jalan kaki ke bukit. Yang paling lambat sampai sana, dia yang menang.”
Wed baru tahu ada peraturan si lambat-lah yang akan jadi pemenang. Gio ini sangat aneh dan menyebalkan.
Dan karena ia tahu jalan menuju bukit yang sangat dekat itu, ia memilih bermain bersama Satur dan melambatkan diri. Tapi ia tiba-tiba merindukan Gio. Ia yang terbiasa melihatnya dari pagi hingga malam, kini harus terpisah.
Ia berlari detik itu juga ke bukit. Ia ingin bertemu Gio. Sangat.
Tapi begitu sampai disana, bukit masih kosong. Tak ada Gio. Hanya dirinya sendiri.
“Kau kalah.” ucap Gio dari belakang.
Dia masih berjalan menuju puncak bukit yang ia pijaki. Sesampainya di depan Wed, Gio mengecup bibirnya.
“Kau harus bangga mendapatkan kecupanku, Butler.”
“Hei!!” teriaknya sambil merona parah.
...
Hari Minggu yang cerah. Sangat cocok untuk piknik. Wed sudah menyiapkan keperluan untuk itu dengan bantuan Sun. Tapi Gio, dengan santainya, bilang,
“Aku malas keluar. Aku mau tidur.”
“Hei, cuacanya cerah. Kau takkan menyesal, aku janji.”
“Aku lelah karena kemarin.”
“Kau bahkan hanya jalan kaki, Gio!!!” jerit Wed yang tak ditanggapinya lagi.
Seharian itu, Sun sibuk menenangkan, menghibur dan mengalihkan Wed dari niat membunuh Gio.
...
Hari Senin. Hari sebelum terakhir. Wed mengetahui ini dan entah kenapa ia tidak punya mood untuk tersenyum. Mon memarahinya dan mengancam tidak akan menggubrisnya bila tidak profesional.
Tapi ia sangat takut sekarang. Takut tak bisa bertemu lagi dengan Gio.
Gio ingin ia menemaninya membeli oleh-oleh hari ini. Wed tak fokus. Ia ingin menggenggam tangan Gio tapi ia ragu. Lalu dengan alasan agar Gio tidak hilang, Wed meraih ujung pakaiannya.
“Kau tahu? Kau membuat pakaianku kusut dengan remasanmu. Pegang tanganku saja.”
Saat Wed menggenggam tangan Gio, airmatanya tanpa sadar jatuh. Ia akan sangat merindukan ini.
...
Hari Selasa. Hari terakhir. Ia ingin menahan Gio lebih lama. Tapi ia tahu itu tidak mungkin. Ayahnya berjanji untuk menghilangkan ingatan Gio setelah berkunjung dari sini. Karena itu, ia memilih cara ini.
Mengurung Gio di kamarnya. Puas saat melihat Gio menatap tubuh hampir telanjangnya, liar. Membiarkan Gio menghiasi tubuhnya dengan banyak kissmark. Mendesah keras saat penyatuan itu terjadi. Memeluk Gio erat-erat saat puncak kenikmatan itu datang.
Yang tidak Wed sadari adalah mereka berdua sama-sama menangis dalam diam.
...
Masih di hari yang sama, pukul 22:07,
Saat ia terbangun, Gio sudah kembali ke dunianya. Ia meraungkan tangis. Ia memukul-mukul dadanya terlalu keras. Sesak. Sesak sekali.
King Ofurj sudah menjadikan semua saudaranya patung. Ia sendirian dan merindukan Gio. 3 jam 9 menit yang biasa ia gunakan untuk mempersiapkan diri, ia isi dengan tangisan.
Ketika ia lelah menangis, ia memandang sekelilingnya. Beberapa jam yang lalu, mereka masih berpelukan –ia menghela nafas mengingat itu. Mencoba mengabaikan sakit di dadanya, ia akhirnya memilih profesional dan bangun dari tempat tidur. Saat itulah matanya menemukan surat di atas meja.
“Kau merindukanku kan? Cepatlah datang ke duniaku. Aku menunggumu. –Gio”
Yang ia lakukan setelah itu adalah berlari ke King Ofurj dan mengucapkan terimakasih dengan mata berair.
...
Oleh takdir, aku diikat bersamamu.
Bagaimana bisa aku melepas diri, sayangku?
Kau yang menguasai hati dan fikiranku, aku mencintaimu.
...
END
Produced By : YI, CKP, KPU
0 komentar:
Posting Komentar