Untitled (ONESHOOT)



Author: tousa‬

Quote: Tak sebanding dengan pengorbananmu akan cinta. Tak lantas membuatmu berputus asa. Hidup tanpa cinta manusia terasa hampa. Namun ingatlah, cinta Tuhan tiada batas untuk umat yang memintanya. ^^
UNTITLED
Tak bisakah kau singgah kembali di hati ini walau hanya sesaat?
Menepis semua rinduku terhadapmu?
Menghapus luka ini?
Luka karena aku selalu berharap pada mu?
Paling tidak, bisakah kau kembali menyebut namaku? Sekali saja. Hanya sekali.
Apakah hal itu berat bagimu?
Semudah itukah kau melupakan masa lalu?
Semudah itukah kau melupakan aku? menghancurkan aku? Dan bahkan kau menganggapku tidak ada?
Aku yang kini rapuh karenamu,
Terseok-seok dalam melangkah,
Kosong dalam kata,
Menangis dalam senyum,
Hina dalam tawa,
Gelap memandang cahaya,
Terkikis oleh sang waktu,
Berdiri pada kelamnya janji,
Telah bersumpah….
Aku akan menebar kehinaan, menebar penderitaan, menebar sakit, dan menebar kepalsuan dalam setiap hembusan nafas ini!
Aku telah bersumpah….
Menebar skenario kelamnya hidup pada setiap tawa bahagia!
Hanya sama seperti yang kau lakukan terhadapku…
===
Kini aku tak tahu lagi apa tujuan hidup. Semua yang aku miliki telah musnah. Tak lagi ku temukan harapan. Tak lagi ku temukan cahaya dalam gelapnya hati ini. Dan mungkin, Tuhan telah menyembunyikan cahaya rapat-rapat, hingga sampai aku menutup mata, aku tak mampu mencarinya. Walau aku telah berlari dan terus berlari keujung dunia. Aku tetap tidak menemukannya.
Kupikir semuanya berjalan dengan indah, seperti cerita dalam dunia dogeng. Kehadirannya memberikan warna dalam hidupku. Memberikan sesuatu yang lebih dari yang aku harapkan. Sampai aku berfikir, aku memiliki dunia seisinya.
Aku bahagia karena kehadirannya. Dia menawarkan keindahan dari yang terindah. Rasa yang tak pernah aku dapatkan dari manusia manapun. Aku begitu mengaguminya. Begitu mencintainya hingga saat itu telah tiba.
***
“TINNNNNNN TINNNNNNN”
“AAAAAAAAAAAAA, BRRRAAAAAAGGGGKKKKK!!!!”
***
Pagi itu adalah hari pertama aku masuk sekolah. Embun pagi yang melekat pada dedaunan, kicauan burung gereja yang saling bersahutan, udara yang sejuk, angin yang berhembus semilir, dan cahaya hangat sang mentari, melukiskan kehidupan yang indah pada ku.
Namun itu semua lenyap seketika.
“Dave, David… Bangun Nak?” terdengar suara Ibu memanggil namaku. Ku coba untuk membuka mata perlahan, namun cahaya matahari terlalu menusuk kedalam mataku.
Aku hanya terdiam bingung dan keheranan. Aku melihat sekitar perlahan. Aku tak mengenali mereka tapi semuanya meneteskan air mata. Aku tak mengerti kenapa. Sepertinya mereka mengkhawatirkanku secara berlebihan.
“A.. aa ..aa..” ku coba untuk mengucapkan kata, namun entah kenapa semuanya terasa begitu berat.
“Kamu istirahat saja yaa Sayang, Ibu akan selalu disini menemani kamu.” Tetesan air mata Ibu memberikan sejuta pertanyaan tersendiri pada ku. Kenapa?
***
Satu minggu telah berlalu. Kini aku telah mulai pulih. Aku sudah bisa mendengar dengan jelas, melihat dengan jernih, dan berbicara lebih lancar dari biasanya. Tubuhku yang sekarang telah kembali menjadi milikku.
“Kak Destan?”
“Ya?”
“Apa yang terjadi sama aku?” tanyaku perlahan. Kak Destan hanya tersenyum kecil menanggapi pertanyaanku.
“Kamu istirahat aja yaa Dik” Jawabnya sambil mengusap-usap kepalaku perlahan.
Setiap kali aku bertanya tentang kondisiku, semuanya tidak memberikan jawaban. Hanya tersenyum dan menyuruhku untuk beristirahat.
Tak lama setelah itu, aku melihat seorang pria menghampiriku. Dia orang yang tak pernah aku temui sebelumnya. Namun sepertinya terlihat akrab dengan keluargaku. Termasuk Destan.
“Eh, Ergi” sapa Destan.”Gak kuliah?”
“Enggak kak, hari ini aku lagi kosong.”
“Oh iya, kalian belum saling kenal sebelumnya. Ergi, ini adik aku, namanya David, David ini Ergi” Ucap Destan memperkenalkan kami.
“Hi Vid, Apa kabar?” tanya Ergi.
“Baik kak” Jawabku pelan dengan senyuman.
“Oh iya Gi, gue mau pergi keluar dulu. Bisa tolong jagain David sebentar?” pinta Destan.
“Oke” Jawab Ergi.
“Vid, kakak pergi dulu ya? Kamu ngobrol-ngobrol aja dulu sama Ergi”
“Pergi kemana kak?” tanyaku lirih.
“Ke supermarket depan, cuma bentar kok”
Destan akhirnya pergi, dan kini tinggal aku dan Ergi. Kamipun akhirnya mengobrol bersama.
“Kakak siapa?” tanyaku.
“Aku Ergi” Jawabnya sambil nyengir.
“Maksud aku, kenapa kakak disini? Sebelumnya juga belum pernah ketemu kan?”
“Huhh” Ergi menghela nafas.
“Kenapa?” tanyaku penasaran
“Aku mau kamu janji satu hal.” Pinta Ergi.
“Apa?”
“Kamu harus kontrol emosi kamu. Dan haram bagi kamu untuk marah. Terus juga kamu gak boleh benci sama aku, Deal?”
“Itu sih bukan satu hal, tapi 3 hal” jawabku menciutkan alis.
“Haha, iya iya 3 hal”
“Ok.” Jawabku singkat.
“Aku menabrakmu waktu kamu pergi sekolah Vid” Jawabnya lirih berbisik.
“Eh?”
“Ya, aku menabrakmu.”
Seketika aku hanya terdiam. Tak tahu lagi harus berkata apa.
“Kamu gak papa kan?” tanya Ergi.
“Aku kesakitan kak.” Jawabku murung.
“Huhh” Ergi kembali menghela nafas. “Maafin aku karena telah membuat kamu seperti ini Vid, terlebih lagi ketika hari pertama mu masuk sekolah. Tapi semua itu terjadi begitu saja. Maafin aku.” Ucap Ergi yang terlihat menyesal.
“Ok, Karena aku pemaaf, maka aku akan maafin kakak” Jawab ku nyengir.
“Yang bener?” tanya Ergi bersemangat.
“Bener gak yah?”
“Eh, kok gitu sih?” Tanya Ergi sambil menggelitik pinggangku. Kami berdua tertawa bersama. Bagiku mungkin ini adalah takdir, sudah menjadi ketetapan Tuhan aku menerima musibah ini. Dari mulai saat itu, kami berbagai cerita dan mengobrol bersama. Hingga saat Destan telah datang dan kami mengakhiri obrolan.
***
Sebulan aku hanya bisa terbaring dan berkeliaran di rumah sakit. Bosan rasanya tidak ada aktivitas. Namun kebosananku sering kali hilang begitu saja ketika Ergi datang. Dia tidak hanya menghiburku, tapi juga membantuku untuk belajar. Sesekali dia datang dengan membawa buku yang aku minta, kemudian kami mempelajarinya bersama. Walaupun dalam belajar banyak bercanda dan tidak serius, namun sepertinya aku bisa menguasai materi yang kami bahas. Sepertinya Ergi bukan hanya teman yang baik, tapi juga guru les yang keren.
“Hooaaammmm.” Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sepertinya aku akan sendiri lagi, karena Ibu dan Ayah sibuk bekerja. Sementara Destan pergi ke Singapore untuk kompetisi Sains di NTU.
Aku adalah anak ke 2 dari dua bersaudara. Ayahku seorang proffessor mengajar di salah satu universitas negeri sementara Ibuku salah satu Deputi Gubernur Bank Swasta di Indonesia, dan Destan adalah Mahasiswa unggulan suatu universitas negeri di Indonesia. Aku sedikit bangga karena terlahir di keluarga intelektual. Namun sayang, hal itu tak lantas membuatku bisa tertawa lepas. Karena kesibukan mereka, aku pun hanya bisa berdiam diri di rumah.
Hidupku sedikit berbeda ketika Ergi datang menyapa. Walaupun aku sedang sakit, Ergi selalu setia menemani aku. Entah itu dia lakukan karena tulus atau memanga hanya untuk menebus rasa bersalahnya, aku tidak tahu dan aku tidak perduli. Yang aku tahu sekarang adalah Ergi selalu disampingku ketika aku sendirian. Dan dia mampu membuatku menjadi lebih bahagia dan tertawa lepas. Aku mulai berpikir, bahwa Ergi mempunyai semua peran yang aku inginkan. Dia mampu menjadi sosok seorang kakak, teman, guru, atau bahkan lebih daripada itu semua.
“Kalo ngantuk istirahat aja Vid” Kata Ergi sambil mengusap rambutku. Aku hanya mengangguk pelan.
Kini akupun bersiap untuk tidur. Ergi membantu memasang selimutku dan dia mulai mengecup keningku.
“Kok pake cium-cium kening?” tanyaku cemberut.
“Emang kenapa?”
“Gak boleh lah” Jawabku ketus. Ergi tertawa kecil dan mengusap-usap rambutku.
“Selamat tidur yaa DD kecil” ucap Ergi.
“What??? DD kecil???”
“Iya”
“Ah, aku udah kelas 1 SMA! Bukan anak kecil lagi!” Hardikku padanya. Kemudian aku tidur miring membelakanginya. Tak kudengar lagi suara yang keluar dari mulut Ergi. Yang di lakukan hanya mengusap-usap kepalaku perlahan dengan lembut. Usapan tangannya yang lembut itu membuat diriku nyaman. Enak sekali rasanya di usap-usap oleh Ergi. Aku belum pernah merasakan hal itu sebelumnya.
***
Pagi hari telah tiba. Ku buka mata ini perlahan. Ku lihat Ergi telah tertidur di sampingku. Tangannya memengang tangan kiriku. Wajahnya yang terkena sorot sinar matahari pagi terlihat begitu menawan. Aku belum pernah melihat pria dengan wajah semenawan itu. Entah kata apa yang tepat untuk melukiskannya, tapi bagiku, pagi itu Ergi terlihat begitu menawan, mungkin bisa di bilang Ergi mempunyai wajah yang tampan. Rambut jambulnya yang berwarna hitam, kulitnya yang putih, alisnya yang hitam tebal, hidungnya yang mancung, telinganya yang bersih, dan bibir tipis merah mudanya, semuanya terbalut sempurna di wajah yang tampan itu.
“Aaaggghhhh” Ergi menguap sambil mengusap-usap matanya. Dia terlihat begitu imut, seperti anak kecil yang baru bangun tidur. Matanya yang masih mengriyip dan bibirnya yang sedikit cemberut membuatnya terlihat lucu.
“Lucu bgt sii kakak” Ucapku padanya sambil tertawa geli.
“Pagi DD kecil” Balas Ergi dengan pamer lesung pipinya. “Kok kamu gak bangunin kakak sih?” tanya Ergi.
“Ngapain amat.” Jawabku ketus.
“Dasar” Jawab Ergi ‘menjitak’ kepalaku.
“Aduhhh sakitt kakak….” Jawabku merintih manja.
“Oouuuuhhh kachiaaannnnn” Balas Ergi mengusap-usap kepalaku lagi. Senyumnya di pagi itu terasa lebih hangat dari cahaya matahari. Terasa begitu menenangkan.
Ku lalui pagi itu dengan canda tawa dengan Ergi. Dia selalu menyuapi aku makanan rumah sakit yang terasa hambar. Walaupun hambar semuanya terasa enak dan lezat jika di bumbui senyuman dan tingkah Ergi yang selalu memanjakan aku.
Dua minggu terkahir ini Ergi selalu bersamaku, selalu menemaniku tidur di rumah sakit, menebus obatku, dan selalu memperhatikanku dengan detail. Dia lebih dari sekedar keluargaku sendiri. Keluargaku yang terus sibuk dengan urusannya kini tak lagi menjadi masalah bagiku. Asal ada Ergi, semuanya beres!
“Kak?” Panggilku pelan pada Ergi yang senang sekali memandangiku dengan tatapan yang lembut menyentuh.
“Em?” jawabnya singkat.
“Gak kuliah?”
“Lagi males”
“Kok gitu?”
“Knp?”
“Gak papa sih, pantes aja negara ancur, mahasiswanya aja meles-malesan gini”
“Perduli amat sama negara”
“Kok gitu?”
“Kakak lebih perduli sama DD” Jawabnya nyengir.
“Woooooyyyyy jaga mataaaa” Ku acak-acak rambut Ergi. Kami kembali tertawa bersama setelah keheningan kala itu.
Semakin lama ku menatap Ergi, semakin dia terlihat begitu sempurna. Tangannya yang lebar selalu terasa hangat di tubuhku. Semua yang diberikan olehnya membuatku merasa bahagia. Senang sekali jika Ergi ada di sampingku.
“Wowowowooo, apa yang kakak lakuin?” tanyaku terkejut, ketika Ergi mulai duduk disampingku dan merangkulku.
“Kakak cuma pengen ngerangkul DD aja. Emang gak boleh?”
“Gak!” Jawabku kasar sambil menatap kearahnya. Ku lihat Ergi mlai cemberut.
“Sekali aja. Kakak lagi sedih nih. Abis putus. Masak adek gak kasian sama kakak?” Pintanya melas.
“Derita Lo itu mah” Jawabku tertawa mengejek.
“Adek jahat banget…” Balasnya terlihat sedih. melihat raut wajahnya yang seperti itu, aku menjadi kasihan terhadapnya. Lalu kulingkarkan tangannya di leherku, dan kini aku bersandar pada bahu Ergi.
Tubuhnya yang tidak terlalu berotot juga memancarkan kehangatan. Bahunya yang lebar terasa enak sekali untuk bersandar, terasa begitu tenang. Melihat diriku yang bersandar di bahunya, Ergi memperkuat rangkulannya, seakan-akan dia gemas terhadapku. Tangannya mendekatkan kepalaku di dadaya. Ku rasakan hembusan nafasnya mengenai rambutku. Sepertinya dia telah mencium kepalaku. Ibu jari tangan kirinya mengusap-usap lembut pipiku. Terasa enak sekali.
Merasakan itu semua aku hanya diam, dan menikmatinya. Cukup lama kami berdiam dalam posisi seperti itu. Kali ini, kedua tangan Ergi mulai menyentuh pipiku dan menghadapkan wajah ku ke wajahnya. Kulihat tatapan mata Ergi yang lembut dan hangat.
Di tempelkan dan digesek-gesakkan hidungnya yang mancung itu dengan hidungku. Hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat. Kami berdua tertawa geli. Dia menatapku dari jarak itu. Sorot matanya yang lembut terasa menusuk di jantungku dan membuatnya berdebar sangat kencang. Di kecupnya bibirku dengan lembut. Bibir tipis warna merah muda miliknya menyedot kecil bibirku. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah keuasakan sebelumnya. Sentuhan bibirnya tak bisa aku lukiskan kenikmatannya. Hal itu di lakukan berulang-ulang oleh Ergi. Hingga aku hanya bisa pasrah dan menikmatinya. Sisa-sisa hari itu, kuhabiskan dengan cumbuan yang di lontarkan Ergi. Kami hanya berbicara dengan bahasa ciuman. Bahasa terbaik yang kami punya untuk menyatakan perasaan. Ergi yang sedang sedih, aku bisa merasakannya dari kecupan bibirnya. Dan Diriku yang selalu kesepian, Ergipun mampu merasakannya dari bibir dan tubuhku yang pasrah dalam pelukannya.
***
Malampun kembali datang. Ergi belum sedikitpun beranjak dari kamarku. Dia hanya mandi di kamar mandi yang terletak di samping pintu ruangan. Kali ini, Ergi berganti pakaian di depanku. Karena dia lupa tidak membawa baju gantinya ke kamar mandi.
Warna kulit tubuhnya terlihat begitu putih dan mulus. Badannya tidak terlalu kekar, namun lekukan tubuhnya terlihat jelas. Perutnya yang sedikit six-pack dan buah dadanya yang telah terbentuk, membuatnya terlihat sangat menarik. Dengan wajahnya yang tampan dan tubuhya yang menarik membuatnya terlihat sempurna. Orang seperti apa yang mau putus dengan Ergi?? Bodoh! Dimana lagi ada laki-laki yang bukan hanya tampan dan menawan tetapi juga baik hati dan perhatian seperti Ergi?? Hanya orang bodoh yang mau membuang Ergi!
Malam itu, Ergi pergi membelikanku cemilan. Karena aku sangat lapar. Makanan di rumah sakit tak lagi kusentuh. Sepertinya perutku mulai menolak makanan di rumah sakit. Sehingga aku meminta Ergi untuk membelikan aku cemilan.
Setelah dia pulang membeli Cemilan, Ergi kembali merangkulku dan akupun bersandar di bahunya dengan nyaman. Kami makan cemilan bersama, sesekali Ergi menyuapiku dan akupun menyuapinya. Kami tertawa dan berbagi cerita bersama. Hingga saat Ergi kembali mengecup bibirku manja. Dia lakukan hal itu berulang-ulang dan akupun makin menikmati ciumannya. Bibirnya yang lembut terus memberikan kenikmatan tersendiri padaku.
Kini Ergi tidak hanya bermain di bibir ku saja, dia telah menelusuri dan mengucup perlahan leherku. Aku sangat menikmati kecupannya. Dekapan tubuhnya yang semakin rapat membuatku semakin melemah dan menikmati setiap pergerakan bibirnya.
Hingga hal itu terjadi. Hal yang masih terlalu dini untukku, namun aku sangat menikmatinya, dan mungkin hal itulah yang sangat aku inginkan di dunia ini. Malam itu, adalah malam pertama aku merasakan surga kenikmatan. Ergi telah menyempunakanku.
***
Terhitung mulai malam itu, Ergi telah resmi menjadi kekasihku. Kami menjalani hari-hari bersama.kami seperti sepasang kekasih yang berbahagia tiada henti. Kami selalu melakukan hubungan intim bersama rumah sakit. Sepertinya bukan hanya diriku yang menikmati hubungan itu, tapi Ergipun juga sangat menikmatinya. Ergi sangat gagah sekali. Permainannya sangat luar biasa hebat, aku sungguh mengaguminya. Permainan ranjangnya membuat aku selalu ketagihan.
Hari-hari di rumah sakit telah berlalu. Kini aku kembali ke rumah dan mulai bisa pergi kesekolah besok lusa. Aku sangat senang, akhirnya aku bisa melalui masa-masa jenuh di rumah sakit.
Meskipun aku telah pulang, Ergi tak pernah sedikitpun melupakan aku. Dia selalu memperhatikanku. Dia selalu mengantar dan menjemputku pulang sekolah. Hubungan kami berjalan sangat indah. Tak pernah sedikitpun ada pertengkaran di antara kami selama 3 bulan terakhir. Semuanya berjalan begitu sempurna. Hingga saat itu tiba.
“Kok DD tadi gak bales telfon kakak? Kenapa?” tanya Ergi sambil menyetir mobil. Hari ini Ergi kembali menjemputku dari sekolah.
“Oh, tadi aku lagi bahas belajar Biologi. Seru banget tau. Makanya aku gak bales sms kakak. Hehe. Maaf yaa kakak ku sayang?” Jawabku riang sambil kekecup pipinya.
“Segitu serunya ya? sampe” kakak tersayang ini di lupkan?” Tanya Ergi cemberut.
‘Iya” Jawab ku singkat sambil nyengir.
“Jahat sekali DDku ini hiks hiks”
“Aku tadi lagi belajar tentang virus. Dan salah satu topik bahasannya adalah HIV dan cara pendektesiannya.” Jelasku.
Mendengar penjelasanku, Ergi hanya diam membisu. Kutatap wajahnya dan seketika dia terlihat murung.
“Kenapa?” tanyaku.
“Eh?” Ergi kaget.
“Kenapa kakak jadi diam gitu?”
“Oh, Gak papa kok. Bentar lagi kamu nyampe rumah. Kakak cuma masih kangen aja sama kamu.”
“Yaa kakak kan bisa mampir kerumah, terus kita bisa lakuin hal itu lagi bersama. Hehe”
“hemm kakak juga pengen banget ngelakin hal itu lagi, cumaaa”
“Cuma kenapa kak?”
“Kakak ada janji sama temen buat ngebahas topik presentasi besok.”
“Oooo. Ok. Lain kali aja kalo begitu.”
Percakapan kami selesai sampai disitu. Ergi hanya menurunkanku di depan pintu gerbang. Kemudian dia bergegas pergi ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas. Tidak seperti biasanya dia menolakku. Hah, kesal sekali hari ini aku di tolak oleh Ergi, biasanya dia yang meminta jatah duluan.
Tapi hal itu tidak lagi ku pikirkan. Aku hanya fokus belajar buat ujian Biologi tentang materi tadi. Sangat asik sekali mempelajari materi tersebut. bagiku, belajar Biologi itu tidak membosankan. Banyak manfaat yang di dapatkan dengan mempelajari Biolagi secara rinci.
***
Malam itu berlalu dengan cepat. Matahari mulai terbit. Seperti biasa Ergi datang menjemputku. Namun setelah sampai disekolah dia melakukan hal yang sangat tidak aku inginkan.
“David?” Panggil Ergi lirih di dalam mobil.
“ya?”
“Maafin kakak.”
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Kita selesai sampai disini saja.”
“Maksud kakak?”
“Kita putus?”
“Putus apa? Emang ada dalam persaudaraan kata putus?” Tanya ku penasaran.
“Kakak gak bisa lagi bersanding disisi adek.”
“Maksudnya?”
“Huhh” Ergi menghela nafas. “Kakak gak bisa lagi ngelanjutin hubungan kita. Kakak gak bisa lagi ada disisi adek. Kakak gak bisa lagi berbagi cinta sama adek. Dan kakak gak bisa lagi ada di deket adek.”
Hatiku tiba-tiba berdegup sangat kencang. Aku tak mampu berkata apa-apa. Kenapa bisa seperti ini? Hubungan kami berasa baik-baik saja. Kami saling menikmati hubungan ini. tidak pernah sedikitpun kami bertengkar. Namun kenapa hal ini terjadi? Kakak apa yang terjadi pada dirimu? Air mata yang tidak ingin aku keluarkan, kini mengalir deras. Aku tak mampu membendungnya. Aku menangis pilu. Menangis dan terus menangis.
“Maafin kakak David.”
“Iyaaaa, Tapi kenapa?” tanyaku dalam tangis yang semakin tak tertahankan.
“Kakak harus melaksanakan misi”
“Misi apa? Kenapa?”
“Suatu saat nanti, kamu akan merasakan apa yang kakak rasakan. Dan jika hari itu tiba, jangan pernah kau mengingat kakak.”
“Kenapa? Adek gak ngerti maksud kakak. Kenapa kak?? Kenapa???” Tak kuasa aku menahan tangis, jeritan demi jeritan kecil keluar dari mulutku. Aku hanya tertunduk lemah dalam mobil. Tak mampu berfikir rasional. Seakan-akan kiamat telah menyapaku lebih dulu.
“Semuanya sudah berakhir. Selamat tinggal David.” Ucap Ergi tanpa penyesalan.
Mendengarnya berkata seperti itu, aku pergi meninggalkan Ergi dalam tangis. Tak perduli teman-teman melihatku menangis. Namun aku terus berlari menuju kamar mandi sekolah.
Hari itu, hari pertama kehancuranku. Cintaku kandas tanpa alasan. Hatiku hancur tanpa sisa. Hilang semua akal sehatku. Yang tersisa hanya aku dan kenangan.
***
Sudah sebulan aku berpisah dengan Ergi, namun aku masih tak mampu melupakannya. Yang ada, diriku yang sekarang tidak lebih dari sebuah zombie yang tak berakal. Hati, dan jiwaku telah terbawa terbang bersama Ergi. Kini, aku hanyalah sebuah raga yang hampa.
Aku pergi ke mall bersama teman-teman untuk menghibur diri, namun yang terjadi adalah kiamat akan lebih cepat menyambutku. Aku melihat Ergi sedang berjalan dengan laki-laki lain. Mereka terlihat begitu bahagia. Mereka bahkan berpelukan mesra di depan umum. Dengan sedikit keberanian, ku hampiri Ergi.
“Jadi ini yang kakak lakuin ke aku?” Tanyaku sambil menangis.
“Lo siapa?” Tanya Ergi. Mendengar kata-kata itu, hatiku kembali seperti tersambar oleh jutaan petir.
“Apa? Apa kakak bilang?? Aku siapa???”
“Sayang, dia siapa? Kok aneh gitu?” tanya kekasih Ergi yang masih memeluk erat pinggang Ergi.
“Aku gak tau sayang, kita pergi saja dari sini” Ucap Ergi.
“Kakak!! Kakak yang membuat aku jadi seprti ini. Kakak yang membuat aku mati seperti ini. Kenapa kakak tega lakuin hal ini ke aku kak?? Kenapa???” Jeritku yang seketika telah menarik perhatian seluruh pengunjung Mall.
“Gue gak kenal sama lo. Jadi jaga ucapan lo!” Bentak Ergi terhadapku.
“Apa Kakak bilang? Kakak gak kenal aku???” Tanyaku sambil menahan tangis.
“Ya, gue gak kenal lo! Dan jangan panggil gue kakak!!”
“Kak, salah aku apa? Kenapa kakak tega lakuin hal ini ke aku?”
“Lo gak punya salah apa-apa dan gue juga bukan kakak lo! Mending lo pergi dari sini!!!” bentak Ergi sekali lagi yang membuat hatiku terpukul bertubi-tubi.
“Kakak!!!” teriakku memanggil Ergi. Namun sepertinya Ergi tak menghiraukannya. Dia pergi bergegas dengan kekasihnya yang baru. Dan hanya tersisa aku yang seperti orang gila karena berharap pada orang yang salah. Air mata yang tiada artinya kini terus mengalir tanpa penjelasan yang logis. Hatiku sangat sakit, namun aku masih tetap mencintai Ergi. Orang yang selalu menemaniku, orang yang mengrti akan kesepianku, dan orang tempat aku berbagi cinta dan kasih sayang. Namun semuanya berubah tanpa alasan.
***
Hari demi hari ku lalui tanpa Ergi. Tak terasa aku hidup seperti zombie selama 4 bulan. Ayah dan Ibu yang terus menghawatirkanku, membawaku kerumah sakit. Demam, flu, dan batuk yang tiada henti sungguh sangat mengkawatirkan.
Ku turuti kemamuan mereka untuk pergi ke rumah sakit. Namun hanya obat yang ku dapatkan. Kuminum atau tidak ku minum obat tersebut hasilnya sama saja. Tubuhku yang terkikis oleh waktu, kini semakin kurus. Berat badaku menurun dan tubuhku lebih sering merasakan lelah.
Tak jarang juga aku suka pingsan dan terjatuh, hingga tubuhku memiliki banyak bekas luka. Aku yang sekarang seperti manusia tanpa jiwa, kosong. Berulang kali keluargaku melakukan medical check up, hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tidak ada penyakit krosnis yang aku derita.
Hingga suatu tes kesehatan terakhir. Tes yang hanya mengambil sample darahku. Hasilnya akan keluar selama 24 jam. Sekali lagi aku tidak perduli dengan tes itu. Yang aku perdulikan hanyalah Ergi. Hanya Ergi yang aku inginkan. Bukan yang lain.
***
Tiba saat hasil tes keluar. Ayah dan ibu pergi ke rumah sakit untuk mengambilnya. Aku sendirian dirumah menunggu kabar mereka. Hingga, aku melihat mobil ayah telah sampai dirumah.
Aku melihat Ayah datang dengan membanting pintu. Ku lihat raut wajahnya penuh dengan amarah. Beliau datang menghampiriku yang sedang berdiri di ruang tamu. Tiba-tiba sebuah tangan dengan kekuatan besar dan penuh dengan angkara murka menghempas pipiku, membuat seluruh tubuhku terpental dan tersungkur di lantai, hingga kepalaku membentur meja.
“DASAR KAMU ANAK TIDAK TAHU DIRI!!!” Bentak Ayahku penuh dengan kemurkaan. Aku tidak tahu kenapa Ayah melakukan hal itu padaku. Ini adalah hal pertama yang di lakukan Ayah padaku, menampar dan menghardikku dengan kejam.
“KURANG APA KAMI MERAWATMU SELAMA INI??? HINGGA KAMI HARUS MENANGGUNG MALU KARENA MU???” Lanjut hardik Ayahku. Aku masih bingung dengan semua hal ini, tak mampu berkata apa-apa dan hanya diam. Ibu yang menghampiriku saat itu hanya bisa menangis pilu dan memelukku yang masih tersungkur di lantai.
“Sudah Ayah! Sudah!!!” Bela ibuku sambil menangis histeris.
“KAMU BENAR-BENAR AIB KELUARGA! PERGI KAMU DARI RUMAH INI! PERGI!!!”
Seperti jutaan petir yang menghantam diriku. Ayah mengusirku dari rumah. Aku masih tak dapat berkata apa-apa, masih tidak mengerti dengan semua yang terjadi. Sungguh aku seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa.
“SUDAH AYAH! SUDAH!! ini bukan salah david! ayah dengarkan dulu penjelasannya!!” Bela Ibuku yang masih menangis histeris.
“AKU MUAK DENGAN ANAK MENJIJIKKAN SEPERTI DIA!”
“AYAH!!” Ku lihat Destan datang dari kamarnya. “TIDAK SEHARUSNYA AYAH BERKATA SEPERTI ITU!” Bentak Destan membelaku.
“AYAH TIDAK PERNAH MENGAKUINYA SEBAGAI ANAK! PERGI KAMU!!” Ayahku kali ini benar-benar murka. Aku tak tahu sebabnya. Aku tak mengerti kenapa semua ini bisa terjadi. Apa salah ku? Kenapa Ayah berbicara seperti itu padaku?
“SAYA TIDAK MAU MELIHAT KAMU ADA DI RUMAH INI!! PERGI KAMU!! PERGI!!!” Hardik Ayahku sekali lagi sebelum akhirnya beliau pergi ke kamarnya. Kemurkaan Ayah membuat ibuku menangis histeris. Destan yang melihat kondisiku, menghampiriku dan memelukku.
“Ibu, Kenapa Ayah berbicara seperti itu?” Tanyaku dalam tangis. Ibu tidak menjawab dan hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menangis sedih.
“Ibu, kenapa?” Tanyaku lagi.
“Ibu, Kenapa Ayah bisa seperti itu?” Tanya Destan yang mulai meneteskan air matanya. Ibuku hanya menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ku lihat tangan Destan mengambil amplop coklat yang ada di sampig ibuku. Dibacanya kertas yang telah diambil dari dalam amplop. Seketika ku lihat reaksi Destan kaget.
“Kenapa kak?” tanyaku menahan isak tangis.
“Ke.. Ke… Kenapa kamu seperti ini Dek?” Tanya Destan yang air matanya mengalir semakin deras.
Ku rebut kertas dari tangan Destan dan ku baca isinya. Perlahan ku pahami setiap kata yang ada di dalamnya. Aku mengerti benar isi dari hasil tes itu. Ya, Kiamat sudah hidupku. Aku positif HIV AIDS. Tak mampu berkat apa-apa. Tak mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi. Yang jelas aku positif HIV.
Terlintas dalam pikirannku, bersedih, menangis, dan menyesal bukan obat dari penyakitku. Aku mencoba untuk tetap tegar. Walay terasa sakit menyesakkan, aku coba untuk tetap tegar. Karena semua ini bukanlah hal yang aku mau, ini mungkin karena kehendak Tuhan. Dan ini mungkin hukuman bagiku, seseorang yang pernah melanggar peringatannya, melakukan hubungan cinta terlarang.
Hari itu, adalah hari kiamat bagi hidupku. Kiamat bagi kebahgiaan keluarga ku. Dan mungkin akan menjadi awal dari hari kiamat bagi orang-orang disekitarku.
Selamat tinggal hidupku. Selamat tinggal masa-masa indahku. Dan aku ucapkan, selamat datang wahai dunia yang kelam……
***
Tak satupun yang tersisa dari kehidupanku yang sempurna. Semuanya hancur. Hingga cahaya matari yang terik dan panas tak mampu menembus gelapnya hati ini. Hanya dendam yang terus membara dalam hati, yang mampu menerangi jalanku. Aku tak ingin menderita sendirian. Aku ingin berbagi penderitaan dengan orang lain. Dengan orang-orang yang mungkin aku sayang untuk sesaat. Menghabiskan sisa-sisa hidupku dengan berbagi kenikmatan sesaat dan penderitaan abadi. Hingga ajal menjemput, aku siap kapanpun engkau mengambil nyawaku, wahai sang malaikat maut.
------ END -------

0 komentar:

Posting Komentar