Bintang Untuk Bumi (Lomba cerpen gay bertema kerajaan) ‪


By : Ming Zhi
“Tak ada yang abadi, Setiap yang bernyawa pasti akan mati...”
***
“Baiklah Bintang, Ayah dan Bunda akan berangkat sekarang. Kamu jangan nakal ya sayang.”
“Apa Ayah dan Bunda pergi lama? Bintang takut sendirian”
“Nggak sayang, kami janji nggak akan Lama. Kami pergi Cuma sebentar kok” ujar Bunda sambil mengusap kepalaku.
“Ayah dan Bunda janji ya nggak akan pergi lama-lama. Kalau nanti lama Siapa yang menemani Bintang Main?” rajukku.
“Iya sayang, nanti kalau kami pulang kami akan bawakan oleh-oleh. Bintang mau apa? Mau coklat dari kerajaan Arabasta yang terkenal lezat itu?”
“Iya! Bintang mau coklat! Bawain yang banyak ya bun!”
“iya, nanti akan kami bawa sayang, sekarang tidur dulu. Bunda dan Ayah mau istirahat. Ayo Bunda antar ke kamar kamu” Bunda menggendongku.
“Ayah, Bintang mau tidur dulu ya Ayah”
“Iya sayang, Selamat malam. Mimpi indah” ucap Ayah sambil mengecup keningku. Akhirnya Bunda mengantarku ke kamar dan membacakan ku cerita sebelum akhirnya aku benar-benar tertidur...
***
“Segala persiapan sudah siap yang Mulia”
“Baiklah kita berangkat, pastikan tidak ada yang tertinggal”
“Baik Baginda”
“Ayah dan Bunda mau pergi?”
“iya sayang, jaga diri kamu baik-baik ya”
“Iya Ayah, jangan lupa bawa coklatnya yang banyak!”
Ayah dan Bunda Cuma tersenyum melihat tingkahku. Bunda kemudian mencium pipiku memelukku. Aku membalas pelukan bunda. kemudian aku langsung memeluk Ayah.
“Bintang jadi anak yang baik ya selama Bunda dan Ayah pergi, jangan nakal. Bintang Harus kuat, Bintang akan menjadi penerus kerajaan, Bintang gak boleh membuat Ayah dan Bunda kecewa ya? Berjanjilah pada kami sayang. Bintang anak Bunda, pasti Bintang bisa. bunda percaya” kulihat bulir-bulir bening jatuh dari sudut mata Bunda. Mataku terasa panas juga, aku memeluk bunda kembali untuk menenangkan Bunda.
“Bintang janji sama Bunda untuk ngebahagiain Bunda dan Ayah, Bintang akan jadi anak yang baik selama Bunda dan Ayah pergi, Bintang Janji gak akan nakal.” Ucapku parau.
“Bagus, itu anak Ayah dan Bunda” cium Bunda lagi. Ayah ikut memelukku kemudian menggendongku menuju pelabuhan.
Aku mengantar kepergian Ayah dan Bunda ke Pelabuhan, semua tampaknya sudah disiapkan, Akhirnya Ayah dan Bunda melangkahkan kaki masuk ke dalam Kapal. Yang aku tau, Ayah dan Bunda Pergi ke kerajaan Arabasta untuk membahas Perdagangan. Jarak antara kerajaan kami dan Arabasta cukup jauh. Akan makan waktu lama. Tapi tak apa, selama Ayah dan Bunda baik-baik saja aku sudah cukup senang.
Akhirnya kulihat kepergian kapal yang mengantarkan Ayah dan Bunda pergi. Mereka telah pergi. Aku berharap Ayah dan Bunda pulang secepatnya, selagi Ayah dan Bunda pergi Paman Gilangadik Ayah sekaligus Perdana Menteri Kerajaan akan mengurus urusan kerajaan. Aku belum terlalu mengerti urusan kerajaan, umurku baru 9 Tahun dan aku masih terlalu dini untuk mengurusi urusan orang dewasa. Aku rasa aku lelah karena sedari tadi harus memikirkan apa yang akan aku lakukan selagi Ayah dan Bunda pergi. Ah aku tau! Aku mau membuat sebuah Patung kecil yang nantinya dibantu oleh Tukang Seni kerajaan dan pastinya Ayodya, sahabat baikku. Ayodya merupakan Anak dari Bi Jum, Koki Kerajaan. Aku sudah menganggap Ayodya seperti saudara kandungku sendiri. Kemana-mana selalu bersama, seperti anak kembar. Banyak orang yang mengatakan bahwa Parasku Cantik, bukan rupawan. Bahkan bunda sendiri pernah bercerita bahwa dia sering menilai aku lebih cocok menjadi perempuan daripada laki-laki. Tapi aku tidak peduli, yang jelas hidupku bahagia! Baiklah aku akan mengatakan Rencana ku ini pada Ayodya besok! Aku sudah tidak sabar menunggunya!
***
Seminggu kemudian...
Patung Kecil yang aku inginkan sudah siap, aku senang sekali melihat hasilnya. Bagus pastinya karena dibantu Tukang seni kerajaan, Kalau hanya aku dan ayodya yang membuatnya sudah pasti berantakan.
“Tang, bukankah terlalu cepat kita membuat patung ini? bukankahAyah dan Ibumu lama pulangnya lagi?” tanya Ayodya.
“Tak papa, aku tak ingin membuat Ayah dan Ibu menunggu. Biar ketika mereka pulang aku bisa segera menunjukkan patung ini pada mereka” sahutku ceria.
Ayodya Cuma bisa mengangguk-angguk mendengar penjelasanku, sementara aku sibuk memikirkan apa lagi yang harus kulakukan. Kemudian aku mengajak Ayodya pergi ke tempat paman Gilang, aku ingin bertanya berapa lama lagi ayah dan Bunda akan kembali.
Baru saja ketika aku akan melangkahkan kaki masuk kedalam, aku mendengar Paman Gilang dan Seseorang berdebat. Kudengar Suara paman Gilang parau, aku mengajak Ayodya menempelkan telinga ke pintu untuk mendengar percakapan diantara mereka.
“Tidak mungkin! Aku tidak percaya kakakku meninggal!!” seru paman Gilang keras.
“Maaf baginda, Hamba juga terkejut mendengar berita ini. Tapi inilah kenyataan yang terjadi, Kapal Baginda Raja tengggelam akibat Badai di Teluk Tenang”
“Aku tidak menyangka ini akan terjadi! Sebarkan berita ke seluruh kerajaan! Tapi jangan biarkan Bintang mengetahui semua ini! Ini hanya akan membuat hati Bintang hancur!”
“baik Baginda, hamba...”
BRAK!
Kuhempaskan pintu dan masuk kedalam. Nafasku tersengal mendengar berita itu, Ini tidak mungkin! Ayah dan Bunda tidak akan mati! Tidak tidak!
“Bintang!” seru paman Gilang kelabakan karena aku sudah mengetahui semuanya.
“Paman! Bilang itu semua tidak benar! Katakan bahwa itu bohong! Katakan bahwa ayah dan Bunda tidak meninggal! Katakan bahwa itu bohong! Katakan paman! Katakan!” mataku mulai panas, nafasku putus-putus. Aku tidak percaya semua ini!
“Bintang...” ujar paman Gilang, kemudian paman Gilang memelukku. “maaf bintang, Ayah dan Bunda kamu, telah pergi untuk selamanya” kata paman tercekat.
Aku langsung menangis sekeras-kerasnya, membiarkan semua air mata ini tumpah. Orang yang kusayangi telah pergi untuk selamanya! Ayah dan Bunda telah pergi dan tak akan kembali! Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini! Hatiku sakit, perih. Menghadapi kenyataan bahwa Ayah dan Bunda telah tiada! Aku menangis dan menangis sampai aku kelelahan, dan pada akhirnya semua menjadi gelap......
***
10 tahun kemudian...
Semenjak peristiwa memilukan itu, aku tidak ingin tau apapun yang terjadi di kerajaan ini. aku berubah dari Bintang yang ceria menjadi Bintang yang penyendiri dan pemurung. Semua anggota kerajaan sudah berusaha membuatku senang dengan berbagai cara, tapi tidak ada diantara mereka satupun yang dapat membuat hidupku kembali bergairah. Hatiku hampa, perih rasanya jika mengingat peristiwa itu kembali. Aah aku tidak bisa membayangkannya! Bulir bening itu kembali turun, membasahi pipiku. Ku usap air mata ini dan mengenakan jubahku. Berjalan menuju Hutan Cemara di bagian timur kerajaan ini. jika aku sedih aku selalu menuju tempat ini. hatiku menjadi tenang setelah berada disini. Aku tidak pernah mengajak Ayodya kesini, karena aku tau Ayodya tidak akan suka jika berada didalam Hutan. Jadilah, aku sendirian selalu di hutan ini.
Aku sudah sampai dalam areal Hutan, oh iya didalam hutan ada sebuah danau kecil yang bening airnya. Aku suka duduk sambil mencelupkan airku dalam air danau.
“Hei, apa yang kau lakukan disana?” sahut sebuah suara dibelakangku.
Akun terkejut, jarang ada orang yang masuk ke dalam hutan ini, jarang. Bahkan bisa dibilang tidak pernah.
“hei, kau mendengarku? Apa yang kau lakukan disini?”
“eh, err tidak ada”
“tidak patut seorang wanita berada didalam hutan sendirian, bisa terjadi yang tidak-tidak”
“Wanita? Maaf aku bukan wanita!” sahutku berang. Kan terjadi lagi, orang yang tidak tau wajahku pasti mengira aku seorang wanita. Ditambah lagi kepalaku yang tertutup jubah membuat rambutku tidak kelihatan.
“bukan wanita? Lalu apa? Penjaga danau ini?” katanya sambil tersenyum. Menyebalkan
“bukan! Aku manusia, kau kira aku setan apa?” sahutku berang.
“hahaha, maaf maaf. Aku Cuma bercanda.”
Kutatap pemuda didepan ini, kutaksir umurnya lebih tua setahun-dua tahun dariku. Dengan badan tinggi dan tegap, serta kulit kecoklatan membuatnya tampak berkharisma. Dan ketika dia tersenyum sebuah lesung pipit juga menyertainya, menambah kesan manis didalam kejantanannya!
“namamu siapa?” tanyanya padaku
“namaku Bintang.”
“Bintang? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.”
Hal yang wajar jika dia seperti pernah mendengar namaku, selama 10 tahun ini aku Cuma mengurung diri di istana. Jikalaupun aku keluar aku melakukan penyamaran, berharap identitasku tidak ketahuan.
“mungkin hanya perasaanmu saja” sahutku.
“mungkin. Perkenalkan namaku Bumi”
Aku tersenyum, Bumi. Nama yang bagus. Cocok baginya...
Bumi’s POV
Aku habis berajalan-jalan di Hutan, mencari sesuatu yang mungkin ku anggap menarik. Tapi tidak ada, nihil. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kembali pulang. Sampai ku lihat ada orang duduk ditepi danau. Wajahnya tidak kelihatan, pakai jubah.
“Hei, apa yang kau lakukan disana?”
orang berjubah itu melihatku, Demi Dewa dan Dewi di Bima Sakti! Dia sangat cantik! Apa dia bidadari dari khayangan yang diutus dewa untukku? Ah aku rasa aku terlalu berlebihan. Dia Diam, dia tidak menjawab pertanyaanku. Sepertinya dia kebingungan.
“hei, kau mendengarku? Apa yang kau lakukan disini?”
“eh, err tidak ada”
“tidak patut seorang wanita berada didalam hutan sendirian, bisa terjadi yang tidak-tidak”
“Wanita? Maaf aku bukan wanita!” sahutnya berang. Bukan wanita? Lalu dia apa? Lelaki? Tapi aku tidak percaya. Perawakannya tidak mirip laki-laki.
“bukan wanita? Lalu apa? Penjaga danau ini?”
“bukan! Aku manusia, kau kira aku setan apa?” sahutnya berang.
“hahaha, maaf maaf. Aku Cuma bercanda.” Aku takut dia benar-benar marah. Kata bapak tidak baik mencari musuh, musuh bukan untuk dicari di dalam hidup ini.
“namamu siapa?” tanyaku padanya.
“namaku Bintang.”
Bintang? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi dimana ya? Aku lupa. Atau mungkin hanya perasaanku saja? Bintang sepertinya bukan nama yang asing. Aah tapi aku lupa, dimana ya aku pernah mendengar namanya..
“Bintang? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.” Gumamku.
“mungkin hanya perasaanmu saja” sahutnya.
“mungkin. Perkenalkan namaku Bumi”
Dia tersenyum, aku pun berinisiatif duduk disebelahnya.dia membuka penutup kepalanya, baru terlihat bahwa rambutnya sepanjang bahu, berwarna hitam. Lurus, sedikit bergelombang. Tapi pas dengan kulit putihnya. Bibirnya kecil berwarna merah dengan hidung mancung nan tajam. Serta alis yang lebat dan bola mata coklat terang yang menawan, seperti boneka!
“apa yang kamu lakukan disini tadi?”
“tidak ada, aku Cuma menenangkan diri disini”
“menenangkan diri? Apa kamu tidak takut dengan hutan ini? hutan ini begitu sepi, jarang ada penduduk desa yang masuk kesini. Apa kamu tidak takut jika ada hewan buas yang menyerangmu?”
“tidak, setauku hutan ini tidak ada hewan buas. Kalaupun ada aku akan pergi lari sekncang-kencangnya” jawabnya tenang. Aku heran, keberanian darimana yang anak ini dapatkan? Aku yang bahkan sudah berkali-kali masuk hutan masih belum mengenal hutan ini secara baik, dia malah sangat santai dan tenang menjawab dia tidak akan takut.
“mm, apa kamu sering main ke hutan ini?”
“ya, sering. Aku selalu bermain di hutan ini, aku merasa hutan ini adalah persinggahan kedua ku”
Kami berbincang-bincang sangat lama, sampai kami tidak sadar bahwa sang Mentari sudah memakai selimut kelamnya. Akhirnya aku memutuskan untuk mengantarnya sampai kerumah. Tapi dia menolak, jadilah aku hanya mengantarnya sampai ke persimpangan desa saja.
“apa kamu yakin tidak mau diantar?”
“tidak usah. Terima kasih. Tapi rumahku dekat, maaf merepotkan”
“tak apa-apa”
“kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa lain waktu”
Dia pergi, berjalan seorang diri didalam kegelapan malam. Tapi sebelum dia pergi aku lupa bertanya sesuatu!
“Bintang!” teriakku.
“Ya?” syukurlah dia masih mendengarnya.
“Apa kita akan bertemu lagi besok? Apa aku bisa menemuimu?”
Diam, agak lama dia tidak menjawab. Sampai akhirnya...
“Baiklah, temui aku besok di Hutan itu lagi menjelang sore”
“baiklah. Sampai bertemu besok”
Entah kenapa aku malah menanyakan hal itu, aneh. Tapi aku merasa nyaman jika berbicara dengannya. Seperti ada sesuatu yang hangat menyelimuti perasaanku..
***
Bintang’s POV
Hari demi hari berlalu, tanpa ku sadari aku semakin akrab dengan Bumi. Bumi orang yang menyenangkan, ramah dan Sangat sopan. Menyenangkan berteman dengannya. Aku selalu merasa nyaman jika berada di dekat Bumi. Aku merasa seperti ada sosok yang akan menjagaku. Bahkan dalam setiap percakapanku dengan anggota kerajaan pasti nama Bumi selalu tersebut dalam setiap kalimatku. Aku tidak tau, apakah aku kagum pada Bumi atau bagaimana, yang jelas aku ingin berada di dekat Bumi selalu. Hal ini tentunya membuat paman Gilang heran, err, bagaimana menjelaskannya pada paman Gilang ya? Sementara setiap kali aku keluar pasti sembunyi-sembunyi supaya tidak ketahuan anggota kerajaan. Oh iya malam ini aku harus ke rumah Bumi! Aku ada janji untuk bertemu dengannya!
Gilang’s POV
Bintang berubah akhir-akhir ini, dari Bintang yang pemurung menjadi Bintang yang ceria. Bukannya aku tidak senang, tentu saja aku senang. Cuma Dia satu-satunya yang kumiliki saat ini. Keponakan yang sangat kusayangi. Wajahnya mengingatkanku pada kakak, Aaah kakak, mengapa kau pergi begitu cepat? Anakmu disini masih membutuhkanmu kak...
Aku tau Bintang sangat terpukul atas kematian orang tuanya, pasti batinnya tidak bisa menerima kenyataan yang pahit itu. Bukan hanya Bintang yang terpukul, aku juga terpukul! Bagaimana tidak? Dia adalah kakakku satu-satunya, yang sangat kusayangi melebihi siapapun. Dia yang selalu ada untukku, yang membelaku ketika Ayah murka besar terhadapku. Yang melindungiku ketika Aku akan diberi hukuman dan terancam untuk diusir dari kerajaan. Seseorang yang mengetahui rahasia terbesarku, tapi dia tidak merasa jijik terhadapku. Benar kata para buyut, Orang baik pasti lebih cepat pergi...
Ku hirup napas dalam-dalam, memikirkan masa lalu ku yang pahit, aku teringat nama anak yang dibilang Bintang, Bumi. Ya aku harus mencari tau siapa anak itu, bagaimanapun aku harus berterima kasih karena Dia berhasil membuat Bintang kembali ceria. Aku harus menemuinya malam ini!
Ku perintahkan para Pengawal untuk mencari diseluruh pelosok desa, siapa gerangan pemuda yang bernama Bumi itu. Dimana rumahnya dan anak siapakah ia? Aku harus mencarinya dan menyampaikan rasa terima kasih ku padanya!
***
Bintang’s POV
Aku sudah sampai di Rumah Bumi, Rumah Bumi kecil. Tapi terasa nyaman karena disini aura kekeluargaan begitu kental terasa. Berbeda dengan kamarku yang luas, tapi sepi rasanya. Bumi Hanya tinggal berdua dengan Ayahnya, Ibu Bumi sudah pergi sejak Bumi masih kecil. Ibunya pergi bersama lelaki lain. Pasti Bumi dan Ayahnya sakit hati atas peristiwa itu. Hff, berbeda denganku yang dari kecil sudah ditinggal Ayah dan Bunda. Ah sudahlah aku sudah tidak ingin terpuruk dalam masa lalu. Aku yakin Ayah dan Bunda pasti kecewa jika melihatku murung seperti ini terus. Maafkan Bintang Ayah, Bunda. Bintang janji gak akan sedih lagi. Bintang akan berusaha untuk Menjadi yang terbaik, agar Ayah dana Bunda bahagia disana.
“Bintang, kok ngelamun?” suara Bumi membuyarkan lamunanku.
“eh? Nggg nggak kok. Siapa yang ngelamun?” kataku gugup.
“itu tadi ngelamun, ckck. Jangan ngelamun nanti kemasukan Setan”
“Aku gak ngelamun kok! Kamu asal tebak aja, ish!”
Bumi tertawa. Suara tawanya yang khas seakan Menjadi melodi dalam hidupku. Bumi mengusap kepalaku, aku suka jika dia mengusap kepalaku seperti ini. perasaan Nyaman kembali meliputi hatiku. Dewa, jika aku bisa menghentikan waktu aku ingin waktu seperti ini. biarkan aku dan bumi berdua untuk sebentar saja.
“Bintang, kebelakang yuk? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“Apa? Kenapa gak disini aja?”
“Ayolah, penting.”
“kenapa gak disini aja? Ribet. Masa harus kebelakang? Aku gak mau!”
“yaah, kalau kamu gak mau aku gendong entar”
“gendong aja”
Bumi dengan sigap mengangkat tubuhku dan menggendongku ke belakang. Spontan aku berteriak kencang karena tidak menyangka Bumi benar-benar akan menggendongku.
“AAAAH!!! TURUNKAN TURUNKAN!!! TURUNKAN AKU!!!”
“nggak akan, katanya tadi minta di gendong?” Bumi menggodaku.
“TURUNKAN! BUMIII AKU MOHOOON, HUAAA TURUNKAAAN!!!!”
“nggak mau, udah hampir sampai”
Akhirnya kami sampai dibelakang rumah Bumi, bumi menurunkan ku hati-hati dan menyuruhku duduk di kursi. Aku duduk. Sialan, muka ku rasanyan memerah! Ugh!
“kamu mau ngomong apa?!!” ujarku ketus.
“haha, kok ngambek? Jangan ngambek dong. Kamu lucu tau kalau lagi ngambek”
“siapa yang ngambek juga?! Ish!”
“kamu”
“aku gak ngambek kok!” belaku. Padahal dalam hati aku lumayan kesal. Tapi disisi lain aku juga senang digendong oleh Bumi.
“iya deh iya, kamu nggak ngambek”
“baiklah, lupakan yang tadi. Jadi kamu mau berbicara apa?”
Bumi menghirup napas dalam-dalam, terlihat dari raut wajahnya dia akan mengatakan sesuatu yang serius. Apa dia akan pindah? Apa dia mau pergi jauh? Berbagai macam pemikiran buruk muncul di kepalaku. Oh tidak jangan sampai berita buruk meluncur dari bibirnya!
“Bintang, aku mau jujur sama kamu. Tapi aku harap kamu mengerti. Dan berjanjilah kepadaku, jika aku selesai mengatakan hal ini, kamu tidak akan membenciku. Maaf jika aku lancang mengatakannya, tapi berjanjilah padaku. Aku mohon”
Kepalaku pusing, bumi ngomong apa? Aku takut jika pemikiran burukku benar-benar akan menjadi kenyataan! Tak terasa air mataku merebak. Dewa, aku mohon jangan sampai pemikiran burukku jadi kenyataan!
“Apa?” ujarku serak.
“Bumi sayang Bintang. Bumi tau ini salah, tapi Bumi Menyayangi Bintang”
Apa? Aku tidak salah dengar kan?
“Bumi sayang Bintang? Kenapa bisa? Sayang kenapa bumi? Apa karena kita berteman? Apa Bumi sayang Bintang karena berteman?” sial, suaraku mendadak berubah mengecil. Memalukan.
“Bukan, Bumi bukan menyayangi Bintang karena kita berteman”
“Terus?”
“Bumi menyayangi Bintang seperti Seorang pria menyayangi Wanita. Bumi tau ini salah, Bumi tau Kita sama-sama pria. Tapi Bumi gak tau kenapa bisa begini. Yang jelas Bumi sayang pada Bintang. Maaf Bumi lancang mengatakannya, bumi harap Bintang tidak marah kepada Bumi...”
Aku tidak percaya Bumi mengatakan hal ini. Bumi menyayangiku? Apa aku tidak salah dengar? Aku kira selama ini hanya aku yang menyayangi Bumi. Aku takut jika aku mengatakan perasaanku Bumi akan benci kepadaku. Ternyata tidak. Bumi juga mempunyai perasaan yang sama seperti ku!
“Bintang?”
Mataku terasa panas, hidungku mengeluarkan lendir. Aku merasa seperti anak kecil, tapi aku bahagia, karena ternyata Akhirnya aku mempunyai seseorang untuk disayangi...
“kamu kenapa? Kok nangis? Apa aku menyakitimu? Maaf jika aku menyakitimu. Lupakan yang tadi. Maaf Bintang, maaf” ujar bumi terlihat panik.
“Huaaa, kamu bodoh! Bodoh bodoh bodoh!!” tangisanku pecah, Bumi bodoh!
“Eh? Kenapa? Maaf bintang. Iya aku tau aku bodoh. Maaf”
“Bodoh, jangan berkata seperti itu! Aku juga sayang kamu Bumi. Aku sayang sama kamu, aku mohon jangan pergi dari sisiku. Tetaplah bersamaku. Hiks, Aku sayang kamu Bumi..”
“eh? Apa?!”
“Bodoh! Aku sayang kamu!”
Bumi pun melonjak kegirangan mendengar jawabanku. Dia menggendongku tinggi dan memelukku seerat-eratnya. Dewa, terima kasih karena sudah berhasil meyampaikan perasaan kami.
“nggh, Bumi? Aku nggak bisa bernapas”
“eh maaf” Bumi pun melonggarkan pelukannya. Kemudia Bumi pun mencium Keningku, dan beralih ke pipiku. Aku memeluk erat bumi. Malam yang sangat indah, aku berharap ini bukan mimpi. Biarkan kmi seperti ini selamanya dewa..
Bumi pun menggesekkan hidungnya padaku, aku menutup mataku. Hangat dan nyaman.
Cup! Tiba tiba ada sesuatu yang menempel dibibirku, ternyata itu bibir bumi. Bumi menciumku sekilas, aku malu. Bumi terkekeh seperti anak-anak yang mendapat mainan baru. Tiba-tiba timbul pemikiran jahilku karena dia berhasil meengambil ciumanku!
“Bumi?”
“ya?”
“tutup matamu, aku ingin memberikan sesuatu”
“apa?”
“tutup aja matamu”
Bumi pun menutup matanya. Aku pun pergi bersembunyi dibalik pepohonan, biarkan saja! Rasakan itu karena dia berani mengecohku! Bumi membuka matanya, sepertinya kebingungan mencari dimana aku. Bumi masuk ke dalam rumah, kemudian keluar. Kebingungan mencariku. Ya ini saaatnya!
Aku pun berjalan hati-hati menuju bumi, aku ingin mengejutkannya! Pasti dia akan terkejut!
Yak, sebentar lagi. Sebentar lagi....
“Dor!”
Bumi dengan reflek mengunci semua pergerakanku, aku nyaris tidak bisa bergerak. Huaa sakit!
“Eh maaf tang, maaf.” Bumi membantuku berdiri. Inilah akibatnya jika iseng mengerjai orang!
“ugh, sakit tau”
“maaf, kamu gak apa-apa kan?”
“nggak apa-apa”
“nggak luka kan? Nggak sakit kan?”
“ngg, nggak”
“syukurlah” Bumi pun menggendongku, membawaku duduk di atas kursi. Dan aku duduk diatas pangkuan bumi. Bumi mendekatkan wajahnya padaku, dan aku pun begitu. Membiarkan mata kami saling beradu pandang, aku suka tatapan matanya. Intens dan membuat perasaan tenang. Tanpa terasa bibir kami sudah beradu, aku merasakan lidah Bumi yang ingin masuk kedalam bibirku. Aku pun membuka sedikit bibirku, membiarkan lidah Bumi masuk kedalam mulutku. Lidah kami bersilangan, membuktikan siapa yang bisa bertahan sampai akhir. Aku memeluk bumi semakin erat. Deru nafas kami memburu, terengah-engah, dan akhirnya semakin panas. Aku takut lepas kontrol, aku pun menyudahinya dan tersenyum pada bumi.
“kenapa berhenti?”
“maaf, aku takut lepas kontrol”
“ooh” bumi pun mengecup keningku. Aku menikmati kecupan bumi, meresapi setiap ciuman yang diberikannya padaku.
“DIMANA BINTANG?! APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA?!!” terdengar suara amarah dari dalam rumah. Aku dan Bumi bergegas ke Sumber suara. Paman Gilang! Apa yang dilakukannya disini?!
“Apa yang paman lakukan disini?” tanyaku
“Mengapa kau Berada disini, ha?” tanya Paman Balik.
“Aku pergi main” jawabku takut.
“PULANG! TIDAK SEHARUSNYA KAU BERADA DISINI!”
“kenapa paman? Aku masih ingin bermain disini” ucapku parau. Aku rasa sebentar lagi aku akan menangis.
“kau tidak berhak melarangnya Gilang” sela paman Ram, ayah Bumi.
“ini bukan urusanmu! Aku tidak peduli. Dia keponakanku, aku tidak ingin dia bertingkah pengecut seperti dirimu” ejek paman Gilang.
Paman Ram langsung bungkam, aneh kenapa Paman Gilang bisa kenal dengan Ayah Bumi?
“PULANG SEKARANG! JIKA KAU TIDAK KEMBALI KE DALAM KAMARMU, MAKA AKU BERSUMPAH AKAN MENGURUNGMU DI MENARA SELAMANYA!” hardik paman lagi.
Mataku terasa panas. Kenapa? Ke napa aku tidak boleh bermain dengan Bumi? Apa salahku? Bumi kan orang baik? Kenapa aku tidak boleh bermain dengannya?
Aku berlari menuju kerajaan, berlari dan berlari. Menangis, membiarkan semua air mata ini mengalir sampai kering. Sesampainya dikamar aku langsung membanting pintu, meluapkan seluruh emosiku. Menangis sekeras-kerasnya. Oh Dewa, apa salahku? Kenapa semuanya menjadi seperti ini?
“Bunda, Ayah, Kenapa Bintang Gak boleh main dengan Bumi? Apa salah bintang? Kenapa bintang dilarang paman Gilang main dengan Bumi? Bintang sayang Bumi ayah, Bunda. Tapi kenapa kami dilarang bertemu?” ucapku lirih.
Hening, tidak ada jawaban.
“Bunda, Ayah, Bintang takut. Bintang takut kehilangan Orang yang bintang saayangi untuk yang kedua kalinya. Bintang takut Bunda. Bintang takut...”
Aku terus menerus mengeluh, menumpahkan semua emosi dalam dadaku. Meluapkan kesedihanku pada Seluruh barang dikamarku. Akhirnya aku pun tertidur karena lelah dengan semua masalah ini...
***
Gilang’s POV
Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa Bintang berada disana? Bagaimana mungkin takdir mempertemukan kami kembali?
Apa yang kulakukan ini salah? Apa benar aku harus melarang Bintang berhubungan dengan pemuda itu? Apa aku harus bertindak seperti yang dilakukan ayah Terdahulu?
Mendadak kepalaku pusing, tugas kerajaan ditambah masalah Bintang cukup membuatku terlalu banyak berfikir. Akhirnya aku pun memutuskan untuk tidur..
*Flashback*
“Ayah tidak menyetujuinya!”
“Tapi ayah..”
“Tidak ada tapi-tapian! Bagaimana mungkin kau bisa menyukai seoranag laki-laki? Padahal kau sendiri juga laki-laki? Apa yang mau kau lakukan Gilang? Apa kau mau mencoreng muka Ayah didepan Seluruh rakyat kerajaan ha?”
“Tidak ayah, tapi walau bagaimanapun aku mencintainya Ayah”
“Berhenti berbicara! Aku ayahmu, dan aku adalah Rajamu! Jika kau Tidak mematuhi perkataanku, maka kau akan dikurung di Puncak Menara selamanya!”
Tidak ada yang membelaku, Ibu dan Kakak hanya diam mendengar setiap kalimat yang meluncur dari bibir sang Raja. Aku juga terdiam, sakit rasanya memikirkan semua ini. hatiku terasa ngilu ketika mendengar sang Raja tidak merestui Hubungan kami.
“Baiklah Yang Mulia, jika itu kehendak anda, hamba hanya bisa menjalankan. Hamba undur diri dulu kalau begitu” ucapku sinis. Aku pun berjalan dengan cepat ke arah kamarku. Tidak kuhiraukan Suara ayah yang menyuruhku kembali karena percakapan belum selesai. Sesampainya dikamar aku pun langsung menangis, aku mencintainya. Kenapa cinta sesama jenis itu dilarang? Kenapa? Apa dewa tidak menyukai Cinta sesama Jenis? Padahal Cinta itu murni dari hati, tidak bisa dipaksakan. Tidak bisa ditolerir.
Bertahun-tahun aku menghabiskan waktuku dalam kesendirian. Aku akan tetap Mencintai Ram. Sampai kapanpun. Aku tidak akan mengkhianati cintanya padaku.
Sampai kemudian, kakak datang dana membawa berita yang membuatku semakin terpuruk.
“Gilang, maaf jika kakak menyampaikan hal ini. berjanjilah pada kakak kau akan tetap tegar. Walaupun mungkin ini menyakitkan” ucap kakak hati-hati.
“apa itu kak?”
“Ram sudah menikah, dia menikah seminggu yang lalu dengan Kembang Desa sebelah. Aku lupa namanya siapa, tapi yang jelas waktu itu aku mendengar berita itu dari salah satu pengawal kerajaan”
Bagaikan petir di siang bolong, aku mendadak kaku ketika mendengar berita itu. Aku tidak mempercayai pendengaranku sendiri. Mendadak aku meraung sekeras-kerasnya. Marah, kecewa, semuanya bercampur jadi satu. Seperti inikah balasan cinta Ram padaku? Sekian tahun aku menunggunya hanya untuk membuktikan bahwa aku mencintainya, dan sekaranag ia tega mengkhianati cintaku dengan cara menikahi seorang perempuan! Jika aku seperti ini lebih baik aku mati!
Kakak memelukku sangat erat, aku berontak. Tapi kakak malah mempererat pelukannya. Akhirnya aku mengalah, aku balas memeluk kakak seerat-eratnya.
“Kenapa kak? Kenapa Hidup gilang seperti ini? kenapa kak? Apa salah Gilang? Kenapa Para dewa menimpakan semua kesialan pada Gilang?” aku tersedu-sedu menangis di pelukan kakak.
Kakak makin mempererat pelukannya, menenangkan aku bahwa semua ada hikmahnya. Dan semua pasti akan baik-baik saja.
Aku menangis berjam-jam dipelukan kakak, sampai hatiku tenang aku masih dipeluk kakak. Aku bersumpah dalam hatiku bahwa aku akan tetap melajang, sampai Cinta akan datang membawaku pada seseorang yang menyayangiku.
***
Bintang’s POV
Berhari-hari aku mengurung diri di kamar. Aku tidak mau keluar, bahkan makanan yang diberikan para juru masak dan pelayan pun tidak kusentuh sama sekali. Ayodya berulang kali menyuruhku makan, karena khawatir akan keadaanku. Tapi tidak ada satupun perkataan mereka yang kuhiraukan. Ugh, aku benci Paman! Kenapa Paman melarang hubungan kami? Apa kami salah? Aku kangen, kangen sama Bumi. Tapi aku tidak bisa pergi keluar, kamarku dan setiap sudut istana diawasi oleh penjaga!
“Bintang, boleh Paman masuk?”
Itu suara Paman, ck mau apa lagi dia sekarang? Sudahlah dia Memutuskan hubunganku dengan Bumi, sekarang dia seenak perutnya saja meminta izin masuk ke kamarku!
“masuk”
Kulihat Paman Gilang di Pintu, berjalan kearahku. Aku duduk di kasurku sambil memegang Gulingku. Masih kesal atas peristiwa belakangan ini.
“Ada apa? Mau merusak Hubungan oranag lagi?” tanyaku sarkas..
“Bintang! Sejak kapan kau menjadi seperti ini?”
“Sejak orangtua ku melahirkanku”
“Berhenti bersikap seperti itu! Keterlaluan, aku datang kesini baik-baik karena ada sesuatu hal yang ingin kuceritakan Padamu”
“Sesuatu? Apa itu penting? Jika tidak penting silahkan Paman keluar, pikiranku masih kacau. Dan terima kasih sudah menghancurkan hidupku!” ucapku dingin.
Paman Gilang menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, terlihat Kesal tapi ia menahannya. Akhirnya ia menceritakan sesuatu yang tidak pernah ku ketahui selama ini. sesuatu yang membuatnya bertahan Untuk melajang sampaidetik ini. sesuatu yang membuatnya Harus menahan Pil pahit Cinta dan kehidupan. Aku tidak pernah mengetahui bahwa Ternyata ayah Bumi dan Pamana Gialng pernah saling mencintai.Aku merasa bersalah telah menghakimi Paman Gilang dengan Pemikiranku sendiri
“Begitulah kira-kira, Aku tidak ingin kau mengalami nasib yang sama sepertiku. Aku Cuma berharap kau mendaapatkan kebahagiaan yang penuh. Maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu. Aku tidak akan melarangmu untuk berhubungan dengannya. Jika kau merasa itu adalah jalan yang benar, maka jalanilah. Aku tidak akan melarang mu lagi Bintang. Tapi kau harus ingat, bahwa kau adalah seorang Pangeran, Calon penerus kerajaan ini. kau harus siap menanggung konsekuensi apabila rakyatmu mendengar berita ini” nasihat Paman Gilang.
Aku terpana mendengar semua ucapan Paman, dia merestuiku? Artinya aku boleh Berhubungan dengan Bumi lagi? Syukurlah! Terima kasih Dewa! Kau mendengar do’a ku!
“Aku siap jika konsekuensinya seperti itu. Tidak banyak yang bisa ku lakukan, tapi setidaknya aku akan meyakinkan rakyat bahwa keputusan yang kubuat bukanlah masalah yang besar” ucapku mantap.
Paman Gilang tersenyum mendengar ucapanku, kemudian dia berbalik dan keluar dari kamarku. Sebelum dia pergi dia mengucapkan ada yang ingin bertemu denganku setelah ini. siapa gerangan kira-kira?
Belum sempat aku menemukan jawabannya, Bumi sudah muncul di dalam kamarku.
“Bumi?” ucapku terkejut.
Bumi tersenyum, melebarkan tangannya untuk memelukku, aku pun langsung beranjak dari kasur dan memeluk Bumi. Bumi menggendongku dan Mencium pipiku.
“Aku kangen kamu” ucap Bumi lirih.
“Aku juga kangen kamu” tangisku pecah. Sudah lama aku tidak melihat wajah yang membuatku frustasi ini. aku sungguh Mencintainya. Tak akan kubiarkan dia lepas dari Genggamanku untuk yang kedua kalinya.
Bumi menciumi Bibirku, memelukku erat dan tak henti-hentinya mengatakan ‘aku mencintaimu’. Tentu saja aku membalasnya dengan pelukan dan kecupan untuk setiap Cinta yang ia berikan padaku. Syukurlah, aku sangat bahagia sekarang. Sekarang aku mempunyai seseorang untuk bersandar, seseorag untuk berbagi kasih, dan seseorang yang akan melindungiku nanti...
***
Beberapa Bulan kemudian...
Tidak kusangka Upacara Penobatan ini berlangsung lama dan melelahkan. Aku Menatap Semua rakyat yang hadir Di Istana untuk melihat penobatanku. Aku gugup! Aku malu! Bagaimana jika nanti aku salah bicara? Bagaimana jika nanti aku melakukan sesuatu yang memalukan??
Aku menatap Bumi cemas, tapi Bumi tersenyum dan menggenggam erat Tanganku, meyakinkanku bahwa Semua akan baik-baik saja. Oke, tarik nafas dalam-dalam, tahan dan hembuskan. Okey aku siap! Ketika aku akan melihat kepada Bumi sekali lagi, bumi mengecup keningku, menenangkanku untuk kesekian kalinya. Baiklah sekarang aku benar-benar siap!!
Upacaranya berlangsung lancar, tidak ada kesalahan yang kulakukan, Akhirnya aku menjadi seorang Raja. Dan Bumi akan Tinggal bersamaku sekarang di Istana. Paman Gilang juga sudah hidup dengan tenang di daerah Pedesaan disana. Paman Gilang sekarang Tinggal dengan Ayah Bumi, ternyata Ayah Bumi masih mencintai Paman Gilang, dan malam itu ketika aku pulang ke Istana karena dimarahi, Ayah Bumi menjelaskan semuanya Pada Paman Gilang.
Aku kembali ke Kamarku, melepas semua Pakaian Upacara yang berat ini. Bumi masuk ke Dalam kamar, memelukku dari Belakang dan Menempelkan Dagunya Pada Bahuku. Aku menempelkan Pipiku pada Pipinya. Kami sekarang berpelukan sambil melihat cermin Berdua. Ck!
“Kenapa? Ada yang salah?”
Bumi menggelengkan kepalanya.
“Terus kenapa?”
“Aku mencintaimu Bintang, Sangat mencintaimu. Ku Mohon jangan pergi dari hidupku lagi, Kau lah Bintang ku, Bintang yang menyinari Bumi ini. Bintang yang menyinari Hidupku, ku mohon padamu jangan pergi...”
Aku tersenyum mendengar perkataan Bumi, ku elus kepalanya dan kugesekkan Hidungku ke Hidungnya. Seharusnya aku yang berkata seperti itu Bumi. Kaulah Hadiah yang terindah dalam hidupku sekarang. Aku yang seharusnya berterima kasih.
“Tidak akan, Aku yang seharusnya berterima Kasih, Bintang Tidak akan meninggalkan Bumi. Bintang sayang Bumi, Bintang akan tetap berada disini, didalam Hati Bumi”
Bumi memelukku sangat erat, aku pun membalas pelukan Bumi. Aku tau, cinta kami adalah hal yang Ganjil. Tapi aku akan mencoba mempertahankan Rasa ini sampai Maut memisahkan kami berdua. Ayah, Bunda Bintang sekarang punya seseorang yang dapat melindungi Bintang. Ayah dan Bunda pasti senang kan? Sekarang Bintang tidak kesepian lagi. Batinku sembari melihat Langit Sore. Aku yakin di sana Ayah dan Bunda pasti tersenyum melihatku bahagia disini, pasti.
END
Produced By : YI, CKP, KPU

0 komentar:

Posting Komentar