I Love You, Friend..



By. Choi Ha Soo

“Fabian!!” suaranya memekakan telingaku, dia yang muncul tiba-tiba ke kamarku tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.

“Ada anak yang aku taksir, bantu aku yah?” lanjutnya masih di ambang pintu kamarku.

Aku yang saat itu masih sibuk dengan hobbyku membuat cerita pendek tiba-tiba buyar mendengar Alfin mengucap kalimat itu. Dia menyukai seseorang,dan meminta bantuanku untuk mendekatinya.

“Tidak mau!” jawabku santai, sambil berpura-pura mengetik di laptopku. Padahal pikiranku membuyar saat Alfin tiba-tiba datang ke kamarku.

“Ayolah, aku kan jarang-jarang minta tolong padamu. Jadi kali ini, bantu aku yah Fabian?” wajahnya memohon sambil meyakinkanku.

“Jangan pikir karena kita teman sejak kecil jadi bisa minta tolong apa pun padaku yah?” “Jangan manja.. kalau kamu suka seseorang usaha sendiri dong!” jelasku padanya.

Kulihat sepintas raut mukanya berubah, ada tersirat rasa kecewa dari yang kulihat. Andai dia tau aku menyukainya, dan aku melakukan ini karena aku tak mau dirinya di miliki orang lain.

“Ka.. Oke aku nggak akan minta tolong kamu lagi Ian!” ucapnya sambil berbalik keluar dari kamarku.

Setelah menolak membantunya, ada rasa bersalah pada diriku. Kita berteman sejak kecil, rumah kami bersebelahan, orang tua kami pun berteman sejak lama. Dan dia salah satu anak yang pertama kali mau mengajakku bermain ketika aku dan keluargaku pindah dan tinggal di desaku saat itu. Cerpenku akhirnya terancam macet di tengah jalan, gara-gara prince Alvin itu datang ke kamarku dan mengatakan kalimat yang membuat pikiranku buyar.

Astaga! Kenapa jadi begini yah, siapa yang di sukai? Minta bantuan apa? Aku menyukaimu Alvin, andai kamu tahu itu. Kamu tidak mengerti perasaanku padamu, tapi wajar karena aku belum mengungkapkan perasaanku padamu. Karena aku tidak punya cukup keberanian untuk mengatakannya padamu, aku takut kau malah menjauh dariku setelah tau perasaanku yang aneh ini.

****

“Duh, ni anak lama banget nggak keluar-keluar” aku mendengar suara Alvin dari luar kamarku. Kita ngekost di tempat yang sama, tapi kita punya kamar sendiri-sendiri. Seperti biasa dia selalu menungguku untuk berangkat ke kampus bersama – sama.

“Sedang apa kau?” tanyaku setelah membuka pintu kamar dan melihat Alvin berddiri bersandar di tembok bagian luar kamarku.

“Kita kan selalu bersama-sama kalau ke kampus..” jawabnya sembari menarik tanganku.

“Bentar lagi kan kamu bakal punya pacar dan sibuk sama pacar kamu, mungkin kamu perlu mendatangi kamar kost annya dan mengajaknya pergi ke kampus bersama, jadi biarkan aku terbiasa berangkat ke kampus sendiri yah, mulai sekarang kamu tak perlu menungguku untuk berangkat ke kampus bersama” jelasku sambil melepaskan genggaman tanganku darinya.

“Kamu ngomong gitu pasti karena kamu cemburu yah? Kamu takut aku ninggalin kamu yah?” kali ini dia berhasil membuatku berhenti berjalan setelah mendengar dia berucap begitu.

“Bukan begitu!! Ada orang yang kusukai juga!! Jadi aku juga bakal sibuk dengannya berusaha dekat dengannya, jadi mulai sekarang kita berteman biasa saja yah” jawabku tanpa menghadap ke arahnya, karena aku sedang berusaha menutupi mukaku yang merah.

“Jadi gitu yah? Baiklah!” jawabnya dan berjalan mendahuluiku.

Bodoh!! Batinku berkata aku masih ingin berjalan bersamamu Vin, tapi apa daya apa yang terucap tak dapat di tarik lagi, semuanya sudah terjadi.

***

Jam makan siang di kampusku, aku baik-baik saja ya aku akan baik-baik saja. Aku berjalan menyusuri koridor kampus dan menuju ke lobby gedung B fakultas komunikasi bisnis, kali ini aku bersama Sandy. Biasanya aku bersama Alvin, selalu bersamanya. Sembari menyeruput susu kotak yang ku beli di kantin tadi aku dan Sandy bercakap-cakap.

“Ternyata kampus kita ni banyak cowok ganteng juga yah? Haha” celetukku saat kita asyik berjalan.

“Haha kamu juga ganteng kali Fab, tu anak-anak yang sakit lain juga memerhatikanmu tiap kamu lewat” tambah Sandy. Sandy sahabatku juga kami kenal ketika ospek jurusan, awalnya kami kenal lewat grup facebook Mahasiswa Baru kampus kita, hingga berlanjut sampai sekarang. Radarku mengatakan bahwa dia pun “ sakit”.

Hingga suatu malam saat kita sama-sama kelelahan mengerjakan tugas Ospek di kost anku, ketika aku tertidur diam-diam dia mencium keningku dan aku menyadarinya. Aku terbangun sontak dia kaget melihatku terbangun, dengan malu-malu dia menceritakan semuanya. Tapi kami berjanji hanya dalam ikatan pertemanan kita sama-sama sadar kita ‘sakit” tapi kami memilih memutuskan untuk berteman saja.

Saat kami melewati beberapa anak “sakit” yang ku lihat memiliki paras yang menawan, ya aku tau dia dan aku kenal mereka tapi hanya sebatas Facebook saja.

“Kenapa kamu gugup Fab?” tanya sandy.

“ah,nggak kok..” aku berkilah, senyum salah satu dari mereka mampu membuat jantungku berhenti berdetak.

Tiba-tiba dari arah belakang, Grep!! Seseorang menarik tanganku yang memegang susu kotak dan mengarahkan sedotan susu kotak itu ke bibirnya yang tepat ada di belakang pundakku.

“Minta dikit ya..”

“Alvin!!”

Gleg! Gleg! Srooott!!

“Ahh.. maaf jadi habis” tingkah Alvin benar-benar aneh sekali, semua mata anak-anak yang “sakit” itu melihat kearah kita berdua, Alvin berhasil membuatku malu.

“Katanya Cuma dikit!”

“Nih Gantinya,” sembari memberiku sekantong kentang goreng.

“Kentang Goreng ‘Pak Sarif’ rasa Keju kesukaanmu”

Kentang goreng pak sarif ini memang kesukaanku rasa keju, dan biasanya aku dan Alvin selalu membelinya bersama-sama. Alvin berjalan meninggalkan aku dan Sandy.

“Aigoo.. Apa aku nggak salah liat tadi Fab, sepertinya dia nggak ingin kamu di dekatin orang lain. Seolah memperlihatkan kalau ‘Fabian Milikku’ begitu.” Sela Sandy saat aku masih mematung melihat tingkah laku Alvin tadi.

“Ah tidak, itu Cuma perasaanmu saja San, kita emang berteman sejak kecil. Tingkah laku dia emang begitu.” Jawabku.

Karena sejak kecil kami tumbuh seperti saudara, yang seperti itu tadi tidak ada artinya. Tapi dia tidak suka susu, kenapa tiba-tiba meneguk susu kotak milikku sampai habis. Dasar Alvin aneh.

***

“Fabian!!” Alvin tiba-tiba muncul di hadapanku, ketika aku berjalan pulang ke kost an.

“Model rambutnya bagus yang kanan apa yang kiri?” sambil menunjukkan gambar model rambut pria dari majalah fashion pria entah di dapat darimana.

“Yang mana aja bagus.” Sambil terus berjalan.

“Hoi! Kamu Cuma ingin populer sendiri yah?”

“Apa maksudmu?”

“Aku juga ingin populer dan tampak ganteng sepertimu”

“Mau ganti model rambut? Buat seseorang yang kau sukai itu kan?”

“Iya tentu,”

“Anak itu pasti punya kriteria sendiri jadi jangan tanyakan model rambut yang cocok buatmu padaku”

“Eh.. kamu kenapa?”

“Kamu tu aneh, memangnya dia itu orang yang akan tergerak hatinya setelah melihatmu mengganti model rambutmu? Bagaimana model rambutnya kamu, kamu ya tetap kamu kan!?”

“Ya aku tau, aku hanya ingin terlihat keren. Kau mengerti kan?”

“Oh begitu!! Model Spike aja”

“Hah!?”

“Spike keren kan? Coba aja.”

Astaga dia benar-benar nggak tau perasaanku, aku sangat tersiksa kalau dia selalu meminta pendapatku tentang hal-hal yang buat dia agar dekat dengan kekasih idamannya.

“Hmm, sudah lah. Bagiku kau sudah ganteng. Tapi entah seseorang yang kau sukai itu menganggapmu ganteng atau nggak.” Jawabku.

“Eh.. Tunggu”

***

Keesokan harinya, di kelas mata kuliah manajemen bisnis. Suara gaduh tiba-tiba terdengar dari segerombolan cewek-cewek di kelas saat itu, yang kebetulan masih belum ada dosen. Seseorang dengan postur tubuh tinggi tegap berjalan masuk ke kelas, denga potongan rambut spike di berjalan santai dan duduk di bangku nomor dua baris ke dua. Aku benar-benar di buatnya kaget, itu Alvin dengan potongan barunya Spike.

“Wah Alvin, ganteng banget hari ini yah” suara bisik-bisik kecil dari sekelompok cewek di sebelahku.

“Iya dia terlihat lebih manis dengan potongan rambut begitu.”

Tanpa sadar aku yang berdiri mematung melihatnya masih melihatnya, sampai Alvin menoleh kepadaku aku pun masih mematung melihatnya.

“Hei, kenapa kamu?” tanya Alvin padaku.

“Eh.. nggak.”

“Keren kan?, kan kamu yang bilang kalau aku bakal terlihat lebih keren dengan potongan rambut begini”

Aku masih mematung, aku tidak habis pikir kalau Alvin akan menuruti apa yang aku katakan kemarin. Tak lama setelah dia mengobrol sedikit dengan ku, beberapa cewek datang menghampirinya.

“Alvin, gaya rambut kamu keren”

“iya aku bisa menata rambutmu jadi lebih keren lagi kalau kamu mau”

Tidak! Alvin terlihat tertarik dengan seorang gadis cantik yang menawarinya menata rambut Alvin.

“Kamu bisa membuatku jadi keren!?” tanya Alvin pada gadis yang memiliki nama Amanda itu.

“Ya tentu saja aku suka menata rambut dan aku sedang ambil kursus menata rambut”

Huh.. padahal gaya rambut seperti apapun Alvin selalu terlihat ganteng dan keren. Aku melihatnya seolah Amanda pasti jodoh Alvin, dan Alvin akan segera meninggalkanku. Dia akan lebih dekat dengan Amanda.

“Fabian!!” panggil Alvin.

“Aduh kayaknya aku nggak enak badan, aku mau ke Klinik dulu” jawabku sembari jalan keluar kelas.

“Fabian tunggu!!”

Dan tiba-tiba, bayangan masa lalu pun bergelayut di pikiranku. Menemaninya mengerjakan tugas kuliah, menonton film dvd bersama, hunting foto bersama, beli makan di luar bersama sampai berkunjung ke pantai bersama. Aku sudah banyak melakukan kegiatan bersamanya, bahkan aku berusaha ikut tim futsalnya yang sebenarnya aku tidak pernah bisa bermain futsal agar aku bisa lebih dekat dengannya, menemaninya bermain basket di lapangan kampus walau aku hanya dapat duduk melihatnya bertanding bersama teman-temannya. Semua usahaku mendekatinya. Sampai kapanpun ini hanya mimpi.

Aku ada di ruang auditorium kampus, sepi dan gelap. Biasanya saat hatiku bersedih, aku selalu ada disini. Dan Alvin selalu menemukanku disini, dan dengan cepat aku menghapus airmataku sambil berpura-pura baik-baik saja.

“drrrt drrrt drrrt”

Panggilan masuk dari Alvin, kotak pesan suara dari Alvin.

“Fabian, kamu nggak ada di klinik? Kamu pergi kemana!?”

Tidak ada tempat untuk pergi, kataku dalam hati. Setiap hari aku akan bertemu denganmu dan menahan sesak setiap melihatmu. Karena mustahil bagiku mendapatkan cinta tulusmu. Airmata perlahan menetes dari ujung mata dan membasahi setiap centimeter pipiku. Berlanjut dengan jatuhan bulir airmata yang lain. Kali ini aku benar-benar menangis.

“Hei!! Ngapain kamu disini!!” seseorang menemukanku.

“Alvin.. “

“Aku yakin kamu pasti ada disini”

“Seharusnya kamu nggak perlu repot-repot nyari aku sampek kesini”

“Kenapa!?”

“Karena aku nggak mau bertemu denganmu!!”

“Kenapa?! Kenapa kamu tiba-tiba berubah!?”

Aku tak peduli dan terus berlari menjauh dari Alvin, dia pun berlari mengejarku.

“Aww..”

“Alvin!! Kamu nggak apa-apa?”

“Yee ketipu..” sambil menangkap tangganku dia tersenyum melihatku.

“akh kamu bohongin aku menyebalkan!”

“Biarin!! Kau aja yang terlalu khawatir sama aku”

“Menyebalkan, selalu menyebalkan”

“Kenapa? Kamu nggak suka? Kalau gitu pergilah.”

“Uh.. Aku selalu ingin pergi.. tapi nggak bisa, aku menyukaimu. Berusaha dekat denganmu, tapi aku tidak pernah bisa dapet cinta tulus darimu. Karena kamu cowok sama kayak aku. Selama ini aku menahan sesak di dadaku setiap melihatmu, karena aku tahu ini hanya mimpi buatku, nggak mungkin aku dapet cinta tulusmu.”

Syuuut..

Alvin menarikku dan memelukku.

“Akupun menyukaimu.. sejak kecil.. lalu makin tumbuh dewasa kamu semakin manis, aku pun sama sepertimu tidak pernah berani mengungkapkan isi hatiku.”

Aku menangis di pelukkannya, cinta pertamaku. Sahabatku sejak kecil, dan dia begitu manis.

NB: Buat sahabatku Alvin, semakin tumbuh dewasa kita. Kamu terlihat begitu manis, aku jadi ingat setiap hari kita selalu bermain di lapang bersama, mencari banyak jalan menuju rumah kita yang berdekattan. Dan kamu selalu menggenggam tanganku sewaktu kita bermain petak umpet bersama saat kita sama-sama bersembunyi di gelapnya malam. Kamu selalu tahu kalau aku takut dengan gelap, tapi kamu tak pernah berhenti mengajakku bersembunyi di tempat yang gelap. 

0 komentar:

Posting Komentar