My Teacher, My Guardian (Lomba cerpen Gay bertema kerajaan)



By: Mizu D. Knight
Pernahkah kalian mendengar cerita tentang kerajaan Pearl? Kerajaan yang damai dan tentram dan damai sejak berakhirnya perang seratus tahun yang lalu. Sejak saat itu kerajaan ini nampak sempurna dari kerajaan-kerajaan yang lain. Walau hanya sebuah kerajaan kecil, rakyat dan anggota kerajaan saling hidup berdampingan disana. Tentunya semua itu tak luput dari pemerintahan raja yang amat bijaksana.
Air jernih, udara bersih tanah subur, juga sayur dan buah yang tumbuh segar. Ditambah dengan keramah tamahan setiap penduduknya, menambah kesan sempurna untuk sebuah kerajaan. Tapi, bukankah di dunia ini tak ada yang sempurna? Begitu pula dengan kerajaan Pearl, coba lihat kedalam Mansion raja dan ratu, jangan lupakan juga, Pangeran. Ya, penerus kerajaan ini kelak.
Pangeran Ace Clarence Pearl, itulah nama yang diberikan oleh raja dan ratu pada putra mereka yang kini genap berusia lima belas tahun. Pangeran Ace adalah anak yang hiperaktif, tak mau diam, suka bertindak sesuka hati, manja, dan juga egois. Inilah yang membuat raja dan ratu kerap kali kewalahan dengan tingkah putra mereka. Juga salah satu kekurangan dari kerajaan Pearl, kenapa? Karna raja berpikir bagaimana putranya dapat memimpin kerajaan kelak jika sifatnya terus seperti itu?
Berbagai usaha telah dilakukan oleh raja dan ratu untuk mengubah pribadi pangeran menjadi lebih baik, termaksud dengan memanggil pengajar terbaik di berbagai belahan dunia, bahkan ada yang berpredikat sebagai profesor. Tapi sampai saat ini hasilnya masih tetap nihil. Kerap kali sang guru dibuat jengah dengan tingkah nakal pangeran, hingga berujung pada surat pengunduran diri.
“aku tak mau belajar lagi! Aku bosah!” untuk yang kesekian kalinya pangeran melempar buku yang di pegangnya.
Helaan nafas meluncur dari bibir muda di hadapan pangeran. “lakukan atau ku bunuh kau!” ancamnya, menatap tajam sang pangeran.
Ace sedikit bergidik melihat tatapan itu, tapi bukan pangeran Ace namanya kalau tidak melawan. “kalau begitu… tangkap aku dulu!” Ace menjulurka lidahnya dan segera berlari keluar ruangan yang penuh dengan buku-buku.
“pangeran!” seru sang guru, kesal. Dengan segera sang guru mengejar Ace keluar.
“emhem.. belum bisa menaklukkan pangeran, tuan Klaus?” seorang gadis cantik mengenakan seragam pelayan lengkap, berdiri di sampi pintu. Menghentikan langkah sang guru yang dipanggilnya Klaus.
“Deana..” desis Klaus, melihat siapa gadis itu.
“apa kabar, tuan Klaus?” Deana tersenyum menyeringai kearah Klaus. “bisa ikut aku sebentar?” Klaus hanya menganggu singkat, dan mengikuti gadis itu.
*** *** ***
‘duk duk duk’ suara ketukan atau lebih tepatnya gedoran pintu, meramaikan suasana pagi ini. “buka! Aku bilang, aku tak bisa mandi sendiri!” rancau seseorang didalam ruang mandi itu, dengan kesal.
“milai sekarang, kau harus belajar melakukan apapun sendiri, pangeran!” jawab Klaus, balik menggedor pintu dari luar.
“kalau begitu, panggilkan Deana saja!” Ace terus menggedor-gedor pintu dengan brutal.
“tak akan ada yang ku panggil, lakukan sendiri!” tegas Klaus.Ya, Klaus memang mendapat hak penuh untuk mengurus pangeran. Dia bebas melakukan apapun pada pangeran tanpa ada yang boleh ikut campur, itu mutlak keputusan raja dan ratu. Mungkin raja dan ratu sudah menyerah melihat ulah pangeran.
Dengan amat sangat terpaksa, akhirnya Ace menuruti perintah Klaus. Mau bagaimana lagi? Pintu terkunci, dan Ace tidak bodoh untuk mati konyol dengan keluar melalui jendela, karna tempat ini berada di lantai tiga.
‘duk duk duk’ Ace kembali menggedor-gedor pintu, “aku sudah selesai, cepat buka!” teriaknya tak sabar.
“bisakah kau meminta lebih sopan pada guru mu, bocah?!” Klaus membuka pintu enggan. Saat pintu terbuka, Klaus terdiam sesaat melihat keadaan Ace. Ace mengenakan handuk dari bagian pinggang hingga menutupi lututnya, sementara bagian tubuh dan rambutnya masih penuh dengan busa. Rahang Klaus mengeras seketika melihat pangeran muda dihadapannya. “merepotkan!” desisnya, sebelum membawa Ace masuk kembali untuk membantu membersihkan busa di tubuh Ace.
Klaus mulai membersihkan tubuh Ace, mulai dari rambut pirang Ace yang sedikit ikal. Wangi sampo menyeruak masuk kedalam indra penciuman Klaus, wangi yang mirip seperti buah apel segar. Dilanjutkan kebagian wajah Ace, mata aquamarine’nya seakan membawa Klaus ke dasar lautan. Hidung mancung, pipi yang sedikit chubby, dan bibir tipis merah muda, benar-benar pemandangan yang menawan. Bagaikan lukisan tanpa cacat yang diberikan oleh, Tuhan.
Terasa ada yang berdesir di sekitar dada Klaus. Apapun itu, rasanya Klaus belum mau tau apa yang membuatnya seperti ini saat bersama pangeran dihadapannya. “apa ada yang aneh di wajah ku?” Ace menatap Klaus dengan tatapan heran.
Sedikitsemburat merah muncul di pipi Klaus. “tidak!” Klaus segera mengalihkan pandangannya, dan menyelesaikan tugasnya.
Kini saatnya untuk belajar table manner. “pegang pisau di tangan kanan dan garpu di tangan kiri.” Perintah Klaus.
*** *** ***
Setelah melakukan beberapa pelajaran, Klaus mengajak Ace untuk keluar dari mansion dan lingkungan kerajaan, sebagai bonus karena hari ini Ace mau menurutinya.
“wah~ ramai sekali! Eh, mereka sedang apa?” Ace menarik-narik kecil lengan mantel Klaus, melihat kerumunan penduduk yang sedang bergembira dengan antusias.
“mengadakan festival, mau kesana?” Ace segera mengangguk mantap, dan segera berlari mendahului Klaus. Klaus hanya tersenyum kecil melihat tingkah sang pangeran.
Mengajak Ace ke tempat ramai adalah pilihan yang salah bagi Klaus. Baru beberapa menit masuk festival, Klaus sudah kehilangan sang pangeran. Membuatnya harus mencarinya di dalam lautan manusia.
“pak guru tolong!” tak perlu waktu lama untuk mencari, bocah itu sudah meneriakinya. Walau hanya tangannya yang terlihat menggapai-gapai udara, karna tubuh pendek Ace terhalang pengunjung yang lain.
Klaus segera berlari dan menarik tangan Ace keluar dari kerumunan itu, tapi sayang, tubuh Klaus harus oleng kedepan karna seseorang di belakangnya menabraknya, membuat Klaus yang sedang menarik tangan Ace terpaksa menubruk tubuhnya dan ‘cup’ sebuah ciuman ketidak sengajaan antara sang guru dan pangeran. Keduanya sama-sama terkejut, segera Klaus memundurkan tubuhnya, mukanya memerah begitu pula dengan Ace yang menundukkan wajahnya. Sepertinya itu adalah first kiss kedua pemuda itu.
Belum selesai berkecamuk dengan pikiran mereka masing-masing Ace kembali tertubruk-tubruk oleh pengunjung membuatnya terdorong-dorong ke belakang. Klaus yang melihat itu, segera menari kembali tangan Ace, dan membawanya ke tempat yang lebih lega.
‘pesshh’ wajah Ace kembali memerah semputna. Klaus yang melihat itu sedikit panic. “ke.. kenapa? Sesak?”
Ace menunduk dan menggeleng pelan. “ta.. tangan pak guru,”
Klaus yang menyadari tangannya masih menggenggam tangan Ace, segera melepasnya. “maaf.” Klaus segera berjalan mendahului Ace.
“eh, pak guru!” Ace berlari kecil mengejar Klaus, dan menarik kecil belakang mantel Klaus. “jangan di lepas..” lirihnya, menggembungkan pipinya yang malah membuatnya terlihat ‘imut’.
Klaus yang melihat itu terdiam sesaat. Entah karna wajah Ace yang terlihat ‘imut’ atau karena ucapannya barusan. “ayo!” Klaus kembali menggenggam tangan Ace. Ace tertegun sesaat, sebelum senyum mengembang terukir di bibirnya.
“nggak apa, nih?”
“kan, pangeran yang minta.” Keduanya tertawa kecil bersama. Entah bagaimana perasaan mereka sekarang, yang jelas mereka sama-sama merasa nyaman dan berdebar saat ini.
Terlihat seseorang sedang memperhatikan mereka secara diam-diam. Tangannya memegang sebuah revolver dan mengarahkannya pada Ace. “waktunya sudah tiba, pangeran.” Desisnyta, dan mulai menarik pelatuk revolver’nya ‘dor, prang’, satu tembakan melesat mengenai kaca rumah penduduk.
Peluru itu bias saja tepat mengenai kepala Ace, kalau saja Klaus tidak bergerak cepat menarik tangan Ace menghindari peluru itu. “ekh! Sudah dimulai rupanya.” Klaus yang masih menggandeng Ace, segera mempercepat langkahnya. Sedangkan Ace hanya menatap Klaus bingung.
“ada apa?”
“nanti ku jelaskan, sekarang cari tempat aman dulu!” Klaus terus saja berlari. ‘dor, crek’ “ekh!” erangan tertahan keluar dari bibir Klaus, saat peluru melesat mengenai kakinya.
Ace berhenti berlari saat melihat darah segar merembes dari kaki Klaus. “kaki pak guru, tertembak!”
“tidak ada waktu untuk berhenti, ayo cepat!” Klaus kembali menarik tangan Ace, dan memilih berbelok saat melewati gang sempit. “tcih! Sial!” umpatnya, saat melihat jalan yang dipilihnya buntu oleh pagar besi tinggi.
“hem hem, mau lari kemana lagi, penghianat?” Tanya seorang pria, mengenakan setelan jas lengkap berwarna hitam, bagaikan seorang mafia. Dia tersenyum menyeringai kearah Klaus sembari memainkan senjata api’nya.
“ekh!” Klaus mulai berpikir bagaimana cara menyelamatkan Ace dari pria dihadapannya? Satu-satunya jalan hanyalah melewati pria itu. Klaus tidak mungkin memilih memanjat atau menghancurkan pagar besi di belakangnya, karna itu semua memerlukan waktu, sedangkan Klaus yakin pria dihadapannya itu tidak akan member waktu untuknya. “pangeran… aku akan mengalihkan perhatiannya, selagi itu terjadi cepatlah pergi dan kembali ke mansion!”
“tidak! Pak guru harus jelaskan dulu apa yang sedang terjadi!”
“yang terpenting pangeran harus selamat terlebih dahulu! Aku mohon pangeran, turuti kata-kata ku.” Klaus mengeratkan genggamannya pada tangan Ace. Ace tercekat, melihat eksperesi berbeda dari gurunya, perlahan kepalanya mengangguk pelan. Klaus tersenyum, “terima kasih.” Perlahan Klaus melepas genggamannya pada Ace.
Klaus mulai berlari kearah Pria itu, mengambil revolver yang di sembunyikan dalam saku mantelnya. Segera Klaus menembakkan pada lawannya, sang pria segera menghindar ke samping, kesempatan itulah yang dimanfaatkan Ace untuk kabur. Namun saying, pria itu tidak bodoh! Dengan cepat pria itu mengangkat revolver’nya dan mengarakannya pada Ace
‘dor’ “pak guru!” pekik Ace, melihat gurunya tertembak saat melindunginya, di bagian dadanya.
“jangan hiraukan aku! Pergilah, cepat!” tanpa menunggu lama Ace segera berlari, walau sebenarnya dia enggan untuk meninggalkan gururnya.
“he~ mengorbankan nyawa mu untuk bocah itu?” pria itu mendekati Klaus, “memalukan sekali… dasar penghianat!”
“ekh!” pekikan tertahan keluar dari mulut Klaus, saat kaki sang pria menendang wajah Klaus, membuatnya tersungkur. “setidaknya aku tak bodoh seperti mu!”
“diam kau!” kini pria itu menendangi Klaus dengan brutal, membuat Klaus harus menahan sakit di sekujur tubuhnya, terutama bagian yang terkena peluru. “kau dan Deana sama saja! Kalianlah yang bodoh, menghianati janji kita untuk menguasai kerajaan Pearl!”
“dengan membunuh pangeran? Dan menghancurkan ketentraman di kerajaan ini?” Klaus tertawa sinis, “sadarlah Zen! Tak seharusnya kita melakukan ini, meski kita hanyalah anak buangan!”
“brengsek! Diam kau!” pria yang di panggil Zen itu, terus menendangi Klaus tanpa ampun, meski Klaus sudah mulai melemah dan mengeluarkan banyak darah. “tidak ada gunanya berbicara pada penghianat seperti mu! Lebih baik aku segera mengejar bocah itu, dan memusnahkannya!”
“tidak semudah itu!” dengan susah payah Klaus menarik kaki Zen hingga terjatuh. “hem, ku dengar dari Deana, kau mencintai ku?” Klaus merangkak dan segera menindih Zen, membuat Zen tercekat. “bagaimana kalau kita… Mati bersama!”
‘klek, crek’ mata Zen membelalak melihat sebuah geranat di tangan Klaus. “jangan bodoh, kau! Kalau ingin mati, mati saja sana sendiri!” Zen mulai memberontak, tapi Klaus lebih dulu memeluknya erat, “Klaus, lepas!”
Zen terus saja memberontak, dengan sisa tenaganya Klaus berusaha untuk menahannya. “akhirnya kau memanggil nama ku lagi, Zen.”
‘duarrr’ suara ledakan cukup hebat terdengar, membuat semua orang menoleh pada sumber suara termaksud, Ace. Firasatnya tak enak akan hal ini, tubuhnya sedikit melemas, pikirannya hanya tertuju pada satu orang. Pak gurunya, seseorang yang satu bulan terakhir menjadi guru privatnya, mengajarnya, memarahinya, mengancamnya, menghukumnya, tapi itu semualah yang membuat hatinya berdesir saat di dekatnya ‘Klaus’.
*** *** ***
Hari ini awan terlihat mendung, begitu pula suasana di kerajaan Pearl. Mengantar kepergian seseorang dalam pilu, seseorang yang sangat berarti bagi anggota kerajaan termaksud, Ace. Deana telah menceritakan semua padanya. Tentang Klaus, Deana, dan pria bernama Zen itu, tentang rencana dan janji mereka saat masih kecil, hingga sampai keputusan Klaus dan Deana untuk mengakhiri mimpi bodoh mereka, tapi tidak untuk Zen. Pria itu masih terus berambisi untuk menguasai kerajaan Pearl, membuat Klaus dan Deana memutuskan untuk masuk ke kerajaan dan melindungi Pangeran Ace Clarence Pearl.
Semua yang hadir telah pulang ke tempat mereka masing-masing, kini tinggal sang pangeran yang masih bedah berada disana. Mata aquamarine’nya menatap nanar kearah makam, perlahan benda bening meluncur mulus membasahi pipinya. “terima kasih telah mengajarkan ku banyak hal, termaksud tentang perasaan ini.” Ace menyentuh bagian dadanya, “aku akan melindungi kerajaan ini, seperti pak guru melindungi ku.” Ace tersenyum kecil, bangkit dan mulai meninggalkan tempat itu..
END
Produced By : YI, CKP, KPU

0 komentar:

Posting Komentar