Immortal Love



By : Shan
“Aahhhh!!”
Pekik seorang remaja bersurai coklat yang sedang berjalan di sebuah gang kecil disudut kota sore itu ketika merasa ada sesuatu mendarat di kepalanya keras. Ia berjongkok lantas menggelengkan kepalanya cepat, bertujuan untuk mengusir rasa pusing yang langsung datang menjalar ke ubun-ubunnya. Remaja tampan itu memegangi dahinya sembari memungut benda yang telah membuatnya pusing. Sebuah buku usang dengan ukiran naga disampulnya. Ia memicingkan kedua mata untuk bisa membaca tulisan yang tertera disana.
“Nut Ahun Ra..” ucap bibir tipis itu sambil mengamati tiap inci buku. Rupanya ia cukup tertarik untuk membacanya terbukti saat remaja itu memasukkan Nut Ahun Ra ke dalam tas lalu melangkah gontai pulang kerumah.
Sei,nama pemuda berlesung pipi itu. Wajahnya tampan tanpa cela,ia pendiam bahkan cendrung pemalu. Sei tak banyak memiliki teman mungkin karena ia tak banyak berbicara. Meskipun begitu,banyak dari mereka para hawa yang tergila-gila pada keelokan wajahnya,namun tak ada seorangpun yang mampu meluluhkan hatinya. Sei belum pernah jatuh cinta sekalipun.
Setengah jam berlalu, Sei sampai di sebuah rumah besar yang ia huni sendirian. Ya, Sei hidup seorang diri. Orangtuanya bercerai beberapa tahun yang lalu dan hidup terpisah sampai hari ini. Ia adalah putra tunggal mereka. Dan rumah yang ia tempati adalah rumah mereka saat dulu masih menjadi keluarga yang sangat bahagia. Mereka hanya beberapa kali dalam setahun mengunjungi Sei disana,selebihnya?hanya uang yang berbicara. Sei hampir melupakan buku kuno yang tadi ia pungut. Ia segera membuka tas selempang kesayangannya dan mengeluarkan buku itu. Ia membuka tiap lembar dan membaca tiap kalimat yang terukir disana sembari rebahan di tempat tidurnya.
“Chaque grain de poussière, chaque grain de pluie, chaque pouce de terrain, chaque air qui souffle même les feuilles qui tombent dans Itchlion.” Rapal Sei seperti yang tertulis di sana.
Tiba-tiba angin yang sangat kencang datang entah darimana. Semua yang ada di ruangan itu berterbangan tak tentu arah. Sei terlonjak dari tempat tidurnya. Tanpa ia sadari Nut Ahun Ra terlempar ke kolong ranjangnya. Sei terpana menyaksikan asap yang keluar dari bawah tempat tidur. Gumpalan asap putih itu membumbung ke langit-langit kamarnya,kemudian terbelah menjadi dua. Setelah memisahkan diri,salah satu kumpulan asap itu terhembus ke luar jendela dan meninggalkan kumpulan asap putih yang lain. Kini asap putih yang masih tersisa bergelung menjadi satu disudut kamar lalu lenyap entah kemana dan menyisakkan seonggok tubuh telanjang.
Sei berjalan mengamati setiap jengkal kamarnya yang luar bisa menjadi berantakan karena peristiwa barusan. Ia mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar. Ia masih terlihat shock. Pandangannya terhenti pada sosok telanjang disudut kamar yang mulai bergerak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Mata Sei membulat ketika sosok itu menengadahkan kepala,memamerkan Irish Biru-nya yang sangat indah dan wajahnya yang jelita bak seorang Bidadari. Cantik sekali batin Sei. Sosok itu kembali bergerak,ia berdiri. Mulut Sei ternganga melihat daerah sensitif sosok tadi. Sei telah tertipu dengan keindahan sang bidadara.
“Siapa kamu?” tanya Sei memecah kesunyian.
Sang bidadara memicingkan telinga lalu bergetar ketakutan menutupi tubuh dengan kedua tangan pucatnya,“Ini dimana?Si-siapa anda?”ucapnya ketakutan.
“Ini dirumahku, Aku Sei. Siapa namamu?”
“Niel.. namaku Niel.”
***
Niel,masih ingat dia?pemuda tuna netra yang memiliki kecantikan Sang Mahadewi. Entah bagaimana caranya ia bisa kembali hidup dimasa dua ribu tahun setelah kematiannya. Ia sendiri juga tidak tahu menahu tentang penyebab ini semua. Di lain pihak Sei berusaha mencari Nut Ahun Ra dikamarnya,mungkin dengan ditemukannya buku sakral itu dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya tentang kejadian tak masuk akal ini. Sekarang malam telah larut. Dan Sei telah berhenti mencari Nut Ahun Ra ber jam-jam yang lalu,ia kelelahan sementara buku itu tidak juga ditemukan. Akhirnya Sei lebih memilih mendengarkan Niel menjelaskan asal-usulnya, meskipun hanya dijawab anggukan atau gumaman ber-Oh ria dari pemuda dihadapannya itu. Niel menceritakan kejadian dimasa lalunya dan lain hal. Sei mengijinkan Niel tinggal dirumahnya sampai semua kembali seperti semula. Bahkan ia meminjamkan Niel beberapa pakaiannya meskipun sedikit kebesaran ditubuh Niel.
“Sei..apa boleh aku bertanya sesuatu?”
“Apa?”
“Apakah tadi ketika aku dibangkitkan kembali..ada seseorang yang bersamaku?”
“Tidak ada.” Mendengar jawaban singkat pemuda bersurai coklat itu membuat Niel termenung. Irish biru-nya berpendar. Tersirat kesedihan didalamnya. Ia menghela nafas kecewa. “Tapi..” Sei menyambung kalimatnya.
“Tapi apa?”
“Tapi ada asap putih lain yang memisahkan diri lalu terbang keluar jendela.”
Niel tersenyum lega,wajahnya tidak lagi sedih,“Itu pasti Shan ”lirihnya pelan. “Sei..apa didekat sini ada sebuah taman?”
“Ada..diujung jalan sana. Taman Firdaus.”
“Bisakah esok sore,kamu mengantarkanku kesana Sei?”
“Untuk?”
“Aku ingin menunggu seseorang disana.” ujar Niel penuh tekad.
Hampir sebulan berlalu semenjak kedatangan Niel ke rumah Sei,seperti halnya setiap sore di hari-hari yang lalu. Mereka kembali duduk dibangku taman Firdaus. Menunggu orang yang dinanti Niel selama ini,dan kembali pulang dengan kekecewaan yang dirasakan Niel. Seperti halnya hari ini,disaat matahari telah condong ke barat Niel kembali mengajak Sei ke taman Firdaus. Menunggu seseorang yang berarti bagi Niel disana. Berjam-jam Sei dan Niel duduk disana. Mereka menunggu sampai hari gelap. Lelah,itulah yang mereka rasakan. Terlebih Niel,beberapa kali ia menghela nafas berat. Tak ada seorangpun yang datang menghampiri mereka sampai hari ini,orang yang Niel tunggu tidak juga datang.
“Ayo pulang!” ujar Sei sambil menarik lengan Niel.
“Tidak..aku masih ingin menunggunya disini Sei..”
Sei memutar bola matanya jengah lalu menarik lengan Niel lebih keras,“Jangan keras kepala,ayo pulang!aku tau kau lelah Niel. Aku janji besok kita kesini lagi,sekarang pulang!”
“Sei berjanji?Sei berjanji akan terus mengantarkanku kesini?”
“Hnn...” Sei menautkan kelingkingnya dengan kelingking Niel tanda ia telah berjanji,Nielpun menurut. Ia berdiri,dan melangkah menyusuri gelapnya malam. Mereka berjalan pulang dengan ditemani sinar bulan Purnama yang terang menderang sempurna. Udara di kota itu bertambah dingin. Sepertinya akan turun hujan. Niel membuat kepulan asap dari hidungnya ia masih saja menghembuskan nafasnya panjang-panjang,menandakan ia sangat kecewa. Entah siapa yang ia tunggu, namun yang pasti orang itu sangat berarti dihidup Niel. Sei menantap Niel cemas. Ia menggenggam lembut jemari Niel,dirasakannya permukaan kulit yang sedingin es itu berusaha menahan dingin, Sei segera memasukkan genggaman tangan mereka kedalam mantel bulunya. Niel diam tak membalas genggaman tangan Sei.
Sementara di seberang taman,terlihat juga seorang pemuda bermanik hijau dikedua irishnya sedang duduk disana, menghembuskan nafasnya kuat-kuat. Mencoba menciptakan rasa hangat ditengah butiran air dari langit yang mulai turun beberapa saat yang lalu.
“Niel...kamu dimana?aku menunggumu sejak tadi.” lirih pemuda bersurai hitam itu menahan dingin.
***
Sei,pemuda pendiam itu tak bisa melepaskan perhatiannya pada pemuda ber-irish biru dihadapannya ini. Entah apa penyebabnya,mungkin karna Niel seseorang dengan keterbatasan fisik. Berulang kali ia membantu Niel,mulai dari membantunya memakai pakaian,menuntun berjalan,menyuapinya makanan dan banyak hal lain. Meskipun Niel bersikeras mengatakan bahwa ia dapat melakukannya sendiri. Namun,Sei tidak benar-benar membiarkannya. Pemuda tujuh belas tahun itu sungguh bersikap ramah kepada Niel. Sei telah terlalu lama kesepian,dan dengan adanya Niel membuatnya tidak merasakan hal itu lagi. Ia sangat senang berada didekat Niel,mengobrol bersamanya,tertawa,bahkan hanya sekedar melihat senyumnya. Belum pernah ia memiliki teman seakrab Niel.

“Aku harus sekolah,mungkin akan pulang sedikit telat karna ada latihan. Kamu ga apa-apakan dirumah sendirian?Ini makan siang untukmu sudah aku siapkan. Aku letakkan diatas meja makan ya?kamu bisa menjangkaunya kan?kunci pintu dan jendela,jika ada orang yang tidak dike- mmphhh!!!”ucapan Sei terputus setelah mulut dan hidungnya berhasil dibungkam oleh tangan kanan Niel.
“Sst..Sei berisik sekali..”
“Hmmphttt!!Lephhaskkhh... ah haaah haaah,Nhieelh khauu mhau memmbu-nuhku hah?”rutuk Sei susah payah.
Niel terkikik geli,“ maaf Sei..hehehe.”
Sei kembali mengatur nafasnya,kemudian melangkah gontai menuju pintu. Sebenarnya ia merasa tidak enak meninggalkan Niel sendirian,tetapi ia tidak mungkin bolos sekolah dan latihan. Sebentar lagi ada turnament basket antar sekolah dan Sei berambisi membawa klub basketnya menjadi juara. Ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Sei..”
“Hnnn...” jawab Sei sembari memutar badan menghadap Niel.
“Tak perlu menghawatirkanku,aku akan baik-baik saja.”
Sei tersenyum mendengar ucapan Niel,itu membuatnya tenang,“Tentu,aku akan segera pulang oke?” ujar Sei sembari mengelus pucuk kepala Niel lembut.
Hari pertandingan dimulai. Riuh redam para pendukung mulai bersorak sorai. Niel terlihat duduk dibarisan paling depan penonton. Meskipun ia tidak bisa melihat,namun ia cukup menjadi pematik api semangat Sei. Ia tersenyum dan melambaikan tangan penuh antusias setiap Sei memanggil namanya. Beberapa orang melemparkan pandangan aneh ke arah Niel.
Turnament basket dimulai,Sei dan teman-teman timnya bermain dengan semangat. Naas, salah seorang anggota tim Sei cidera lutut saat pertandingan memasuki babak kedua. Permainan imbang,nilai dari kedua belah kubu sama. Sisa tiga menit pertandingan. Sei menatap Niel dan meneriaki namanya. Niel kembali melambaikan tangan untuk yang kesekian kalinya. Bola ada ditangan Sei,ia bergerak kearah ranjang lawan. Mendribble bola,lalu melompat untuk memasukkannya. Curang! Seorang pemain dari klub lawan menyikut perut Sei,hingga ia jatuh tersungkur. Sei meringis kesakitan. Penonton berteriak kecewa,Niel memicingkan telinganya mencoba mengetahui apa yang terjadi melalui indera pendengarannya. Bola berhasil direbut. Dan... waktu pertandingan berakhir disaat tim lawan berhasil memasukkan bola ke keranjang Tim Sei. Sei kalah.
Sesampainya dirumah,Sei mengurung diri dikamar. Niel menunggunya sambil duduk didepan pintu. Memanggil-manggil namanya terus menerus,membujukknya untuk keluar kamar dan menasihati agar jangan terlalu bersedih atas kekalahan yang ia dapatkan,tidak ada jawaban dari Sei. Niel menunggu Sei hingga ia tertidur didepan pintu. Sei keluar kamar,rupanya sedari tadi ia tertidur. Sei menepuk jidat merasa bersalah karna menemukan Niel tertidur didepan pintu menunggunya keluar. Rupanya Niel salah paham. Memang Sei sempat sedih karna kalah dalam pertandingan tadi. Tetapi ia tidak terlalu memikirkan kekalahannya itu.
“S..Sha..n..Shan..” Niel mengigau-ngigau memanggil nama seseorang yang ia tunggu selama ini disaat Sei meletakkan tubuhnya di tempat tidur. Sei duduk ditepi ranjang. Memandang wajah Niel khidmat.
“Apa yang Niel katakan?Shan?siapa dia?apa dia orang yang Niel tunggu?apa dia begitu penting?siapa Shan?apa hubungan mereka?kenapa?kenapa rasanya sakit sekali mendengar Niel mengucapkan nama orang lain?apa ini?rasanya pedih sekali disini” rutuk Sei didalam hati sambil memegang dadanya.
“Shann..sha..shan..”lirih Niel lagi.
Sei mengusap lembut surai emas Niel. Memandangnya dengan wajah sendu,kemudian memegang salah satu tangan Niel. Meletakkan dipipi kanannya,“Tolong jangan lakukan itu Niel..rasanya sakit sekali..” Ini cinta. Ini cinta. Sei jatuh cinta pada Niel. Niel orang pertama yang mampu membuat dadanya berdebar kencang,Niel orang pertama yang mampu membuat pipinya bersemu merah setiap menatap senyum indah Niel,Niel juga orang pertama yang membuatnya merasakan sakit kala mendengar orang yang ia puja itu memanggil nama orang lain. Niel orang pertama yang membuat Sei jatuh cinta. Ini memang cinta.
“Lupakan Shan..aku bisa membuatmu bahagia Niel.”gumam Sei.
Ia lalu mengecup dahi Niel,kedua kelopak matanya,dan terakhir bibir tipis Niel. Ia melumatnya,ciuman pertama Sei. Basah. Bukan karna saliva yang ia keluarkan,tetapi air mata. Air mata Niel,membuat Sei segera melepaskan bibir manis itu dengan panik ketika mendapatinya. Niel menangis dalam tidurnya,mungkin ia bermimpi tentang Shan lagi. Sei menghapus setiap bulir yang turun dari sudut mata Niel.
“Tak boleh ada yang membuatmu menangis Niel.”gumam Sei. Ia mengecup dahi Niel sekali lagi,dan keluar meninggalkan kamar Niel.
***
“Sei ayooo...ayo ke taman..ini sudah sore kan?”rajuk Niel sambil menarik-narik lengan Sei.
“Niel..aku banyak tugas sekolah,hari ini tidak usah kesana ya?”Sei berbohong, sesungguhnya ia tak ingin Niel menunggu Shan lagi.
“Baiklah,aku akan kesana sendiri. Bye bye Sei.”
“Tidak!jangan! kamu gak boleh pergi!” Sei berlari menerjang Niel,memeluknya dari belakang.
“Kenapa?aku janji akan segera pulang begitu lelah” ujar Niel.
“Pokoknya gak boleh!”
“Ta-tapi Sei..aku harus menunggunya..”
“GAK NIEL!!GAK BOLEH!!” Sei menjerit marah.
Niel tersentak kaget,ia ketakutan. Ini pertamakalinya Sei membentaknya dengan keras. Niel terduduk dilantai menutup telinga dengan kedua tangannya. Ia sangat ketakutan,irish birunya berkaca-kaca. Sei tersadar lalu segera berlutut penuh penyesalan.
“Maaf...maafkan aku Niel..aku tak bermaksud..maafkan aku Niel..maaf..baik ayo kita ke taman sekarang,yah?”
“I-iya Sei..i-iya.”
Begitu keluar rumah,Niel menarik lengan Sei untuk segera ke taman. Menunggu Shan,kekasihnya dimasa lalu.
“Niel..seperti apa wajah orang yang kamu tunggu itu?”
“Sebenarnya,aku belum pernah melihat wajahnya Sei.”
“Terus gimana caranya kamu tau kalo itu dia?”
“Aku..hapal suaranya. Matanya bertahtakan zamrud,rambutnya hitam pekat,tingginya mungkin sama sepertimu. Aku tau wajahnya sangat tampan,aku bisa merasakannya saat aku menyentuhnya.” Seloroh Niel dengan riang.
“Tampan?dia laki-laki?”
“Ya..kami berbeda. Namanya Shan. Ia putra mahkota Itchlieon. ”
Sei kembali menatap lekat-lekat wajah Niel,ia bertanya dalam hati,“Lalu bagaimana denganku?aku juga sangat mencintaimu yang merupakan lelaki. Apa aku juga sama sepertimu,Niel?Apa aku juga berbeda sepertimu,Niel?”
Sei mengalihkan pandangannya ke setiap sudut Taman Firdaus. Pemuda itu,pemuda yang juga duduk dibangku panjang di seberang taman. Pemuda yang sama yang dilihat Sei dihari pertama mereka menunggu Shan. Pemuda dengan surai hitam,dan irish berwarna hijau. Itu Shan. Itu pasti pemuda yang selama ini Niel tunggu.
Sei segera menarik lengan Niel,membuat Niel berjengit,“Niel..ayo kita pulang.. aku..aku pusing. Ayo Niel.”
“Ta-tapi Sei.. kita baru sebentar disini.”
“Kumohon Niel,aku pusing sekali.. kumohon ayo kita pulang sekarang.”
“Baik lah.”
Sei menghela nafas lega. Ia sungguh tak ingin Niel bertemu pemuda di ujung taman itu. Shan, ia tak ingin Niel kembali padanya. Mungkin memang egois. Tapi Sei tak bisa melihat pujaannya itu bersama dengan orang lain. Ia tak sanggup,mendengar Niel mengigaukan nama Shan saja bisa membuat hatinya luar biasa sakit. Bagaimana mungkin ia mampu melihat Niel kembali ke pelukan Shan?
“Tunggu!” Niel sedikit berteriak, membuat Sei terlonjak kaget.
“Apa?”
“Aku merasakan Shan ada di dekat sini,aku bisa mendengar tawanya.”
Sei menatap cemas ke arah pemuda di tepi taman yang kini juga sedang tertawa, ia bermain bersama seekor anjing berbulu emas. Sei menelan ludah menutupi ke gugupannya,ingin rasanya ia segera membawa kabur Niel dari sana,“Apa kamu melihatnya Sei?Pemuda ber-irish zamrud dengan surai hitam?kamu melihat Shan-ku?” tanya Niel tiba-tiba.
“Tidak..aku..tidak melihat seorang pemuda pun disini,hanya kita berdua. Mungkin..mungkin kamu salah dengar Niel..” jawab Sei akhirnya.
“Mmhh..mungkin..yasudah ayo kita pulang Sei.”
***
“Sei mungkin masih tertidur,apa ia masih sakit yah?biarlah hari ini aku saja yang ke taman Firdaus seorang diri. Hanya perlu belok kanan lalu ikuti arah jalan. Aku pasti bisa!” seru Niel dalam hati pada sore berikutnya.
Remaja berambut blonde itu melangkah keluar rumah dengan hati-hati. Ia tak ingin membangunkan Sei yang terdengar sedang mendengkur di sofa ruang tengah. Ia lalu berjalan menuju taman Firdaus,lima belas menit berlalu. Niel telah sampai disana bahkan ia telah duduk dibangku taman seperti biasa. Ingatannya memang tajam,jadi dengan mudah ia bisa sampai ke tempat ini. Sepertinya hujan akan turun. Suara petir mulai bersaut-sautan,namun Niel tak bergeming sedikitpun ia tetap duduk disana. Menunggu belahan jiwanya tiba,Shan. Rintik hujan mulai turun. Mereka yang ada disana berlari-lari kecil mencari tempat berteduh,kecuali Niel. Ia tetap setia menunggu Shan.
“Nggghh..” Mata onix itu akhirnya terbuka. Sei telah bangun. Ia mengamati sekitar lalu berteriak memanggil-manggil Niel setelah mendapati sang pujaan tak ada disampingnya. Sei mencari Niel disetiap ruang dirumahnya,hasilnya nihil. Niel tak ada dimanapun. Sei mengintip ke luar jendela,hujan. Ia segera berlari menerjang payung dan berhambur ke luar. Tujuannya tentu ke Taman Firdaus.
“Shan...”lirih Niel bergetar karna menahan rasa dingin setelah merasakan tubuhnya dipeluk oleh seseorang. Orang itu bahkan memeluknya lebih erat.
***
“Bukan Niel..aku Sei..”
Niel mencoba melepaskan pelukannya, tetapi tidak berhasil. Dalam hujan Sei memeluk tubuh mungil Niel sangat erat, hingga pujaannya itu susah bernafas bahkan payung yang tadi ia bawa telah terjatuh ke tanah,“Sei..sesaakh...kenapa ada disini?kamu sedang sakit kan?”
“Lupakan dia Niel..tidak cukupkah aku yang menemanimu ini?” gumam Sei masih sambil memeluk Niel.
“Apa maksudmu Sei?”
“Aku..aku..Niel..aku..men-”
“Niel..”ujar suara lain menyebut nama remaja beri-irish biru itu.
“Shan..”
Sei melepaskan pelukannya,ia berbalik menatap tubuh tinggi yang sedang berdiri menatap Niel dengan mata berkaca-kaca. Shan,dia benar-benar Shan. Pemuda yang dilihatnya kemarin benar-benar Shan. Niel berdiri menggapai-gapai kekasihnya itu,Shan menyambutnya dengan suka cita. Memeluk sang kekasih tak kalah erat seperti Sei memeluknya. Ia sungguh bahagia bertemu dengan Shan kembali. Sementara Sei,hatinya hancur. Ia mematung menyaksikan Niel memeluk orang lain. Tangan Sei mencoba menggapai Niel,namun tidak berhasil ia tak mampu bergerak. Sakit sekali rasanya.
“Jangan pergi Niel..kumohon..” lirih Sei, setelah Shan memohon ijin membawa kekasihnya itu untuk tinggal bersamanya. Mereka telah sampai dirumah Sei.
Selama ini Shan hidup bersama sepasang kakek dan nenek kaya raya yang tidak memiliki anak. Mereka telah menganggap Shan sebagai cucu mereka sendiri. Kehidupan Shan cukup tak kekurangan suatu apapun,maka dari itu ia ingin Niel ikut bersamanya.
“Jangan tinggalkan aku Niel..aku masih sakit..”kali ini Sei berbohong.
Niel diam sejenak,lalu tersenyum tulus,“Tentu aku akan tetap disini sampai Sei sembuh,aku akan merawatmu Sei.”
“... baiklah,aku pamit pulang. Nenek dan kakek pasti sedang menungguku dirumah. Esok aku akan berkunjung lagi.” Seloroh Shan juga sambil tersenyum setelah sebelumnya sempat terdiam.
“Mmmghh....mmgh..”desah Niel.
Mata Sei terbelalak,ia terpana menyaksikan peristiwa dihadapannya saat ini. Hatinya terbakar,bagaimana tidak?Shan menarik Niel dalam sebuah ciuman. Memainkan lidahnya didalam rongga mulut Niel,membuat Niel kehabisan nafas. Terus dan terus lidah mereka beradu hingga saliva mereka keluar dari sudut bibir masing-masing. Yang lebih tragisnya ketika Niel menekan tengkuk Shan dan mendorongnya pelan untuk lebih memperdalam ciuman mereka. Niel menikmatinya dan itu merupakan derita hebat dihati Sei yang hanya bisa diam membeku.
“Ah..haah..haah..”Niel bersusah payah mengambil nafas setelah pangutan mereka terlepas. Shan mengelap benang saliva yang mereka buat dibibir Niel. Setelah itu kembali mengecup dahi sang kekasih dan pamit pulang.
Pintu tertutup. Shan telah pergi. Niel mulai bisa mengatur nafasnya sementara Sei masih diam menatap wajah Niel tanpa bisa bergerak. Itu sakit sekali. Ia belum pernah merasakan sakit yang lebih parah dari ini. Rasanya lebih sakit dibandingkan ditusuk ribuan sembilu. Sei berjalan perlahan kearah Niel.
“Seei-mphhhhth..lephmmp..ashthh..”pekik Niel berusaha melepaskan ciuman kasar Sei. Ia memukul mukul dada Sei,tapi Sei tak mau melepaskannya. Sei melumat bibir Niel kuat dan menggigit bibir bawahnya. Lidahnya juga bermain dirongga mulutnya mencari lidah Niel,memaksanya untuk bertarung dan membuktikan siapa yang lebih unggul. Kesal karna tak ada perlawanan Sei menghisap lidah Niel,kemudian menghisap bibir atas dan bawah Niel secara bergantian. Ciuman ini berbeda,menyakitkan-karna dilakukan dengan orang yang tidak ia cintai. Tidak sama seperti Shan yang sangat lembut,Sei sungguh kasar ia bahkan menjamah beberapa bagian tubuh Niel dan membuat Niel mendesah tertahan. Niel menangis,airmatanya turun membasahi ciuman mereka. Lagi-lagi Sei melepaskan ciuman itu karna air mata Niel.
“Kau senang Niel?”tanya Sei dingin sembari mengelap salivanya sendiri.
“Ka-kamu jahat sekali Sei..apa salahku?kenapa kamu laukan itu?”
“AKU MENCINTAIMU NIEL!!!KAU MILIKKU!!TAK ADA YANG BOLEH MENYENTUHMU KECUALI AKU!!” Sei berteriak kencang.
Sei menendang meja kecil didekatnya berdiri,dan itu membuat Niel ketakutan. Niel terduduk memeluk lututnya. Tangisnya tak juga reda. Sei menjadi iba. Ia menjadi sangat merasa bersalah. Ia berteriak frustasi dan mengacak-ngacak rambutnya . Ia berlari ke luar rumah,membiarkan Niel yang masih terduduk di sana. Bukan,bukan ini yang Sei mau. Bukan ini. Hatinya terasa lebih sakit ketika menyaksikan butiran airmata yang turun dari mata indah Niel. Hatinya terasa lebih sakit ketika mendapati orang yang ia puja meringkuk ketakutan mendengar teriakannya.
***
Hari telah pagi,Sei pulang. Ia berjalan memasuki rumah. Semalaman ia tidak tidur memikirkan kejadian itu. Sei sungguh merasa bersalah,lihat saja kondisinya sekarang yang begitu mengenaskan itu. Dengan rambut acak-acakan, mata yang sembab,dan sebuah map berwarna coklat yang ia pegang ditangan kanannya yang entah darimana ia dapatkan. Ia mendekati Niel yang sedang terpejam di ruang tengah. Ia mengusap pelan surai emas milik Niel dan menyentuh bibir manis pemuda itu yang semalam ia kecup paksa. Ia melukai Niel,ada sedikit luka dibibirnya. Air matanya mulai turun mengingat kejadian semalam. Mendengar isakan Sei membuat Niel terbangun. Ia bergerak waspada menjauhi Sei.
“Maafkan aku..Niel..aku sungguh sungguh mencintaimu..maafkan aku..”
Niel memicingkan telinganya mendengar isakan halus Sei,ia tak tega mendengarnya, “Sei..jangan menangis..” Niel bergerak-gerak mencari Sei. Ia menyentuh wajah Sei,dan menghapus butiran air yang turun itu.
“Maaf Niel..maafkan aku..aku mencintaimu..sangat mencintaimu. Pilih aku,Niel. Aku berjanji akan membahagiakanmu. Bahkan jika kamu mau,aku bisa membuatmu kembali melihat. Aku akan membuatmu bahagia Niel..aku akan melindungimu. Aku akan menjagamu. Aku bisa membuatmu bahagia Niel.” Janji Sei seraya menggenggam tangan Niel. Niel melepaskan tangannya kemudian menggelengkan kepala seraya tersenyum.
“Bagaimana bisa kamu membuatku bahagia,sementara kebahagianku adalah bersama dengan Shan? Sei.. entah kemarin,sekarang,atau bahkan nanti ketika aku dilahirkan kembali. Percaya atau tidak aku..aku akan tetap memilih Shan. Aku memang ingin melihat dunia. Tapi aku lebih baik kembali buta jika tidak ada Shan disisiku. Kau sahabat terbaikku Sei. Sahabat terbaik yang pernah aku miliki.”
“Permisi!!” teriak Shan dari luar.
Niel berdiri,melangkah ke arah pintu dengan senyuman yang begitu cerah. Senyuman yang hanya untuk Shan,bahkan ketika turnament basket tempo hari bukan senyum itu yang diberikan Niel untuk Sei. Sei menarik lengan Niel,langkahnya terhenti. Sei menatap Niel penuh harap. Namun apa?Niel menarik tangannya dan kembali berjalan membuka pintu untuk Shan.
***
“Apa kau benar-benar mencintainya Shan?”
“Tentu saja aku sangat mencintainya,Sei.”
“Lalu apa kau rela mengorbankan nyawamu untuk kebahagiannya?”
“Apapun akan kulakukan untuk Niel.”jawab Shan mantap.
“Apapun?termasuk memberikan kedua matamu itu untuk Niel?”
Shan tertegun mendengar pertanyaan Sei,“Maksudmu?”tanyanya tak mengerti.
“Bukankah ia sangat ingin melihat dunia?Niel pasti akan sangat bahagia jika itu terkabul. Nah,cara satu-satunya ialah mendonorkan mata untuknya. Bagaimana?apa kau bersedia Shan?”
Shan kembali tertegun mendengar pertanyaan yang Sei ajukan, ia berfikir sejenak,“Tentu-tentu. Tentu aku bersedia. Tapi aku tidak mengetahui bagaimana caranya.”
Sei tersenyum penuh kemenangan,“Ah,itu mudah Shan. Aku telah mengurusnya. Kau terima beresnya saja. Tapi..masalahnya,pihak rumah sakit tidak mau menerima jika sang pendonor masih hidup.”
“Jadi?Jadi apa yang harus aku lakukan?”
“Kau harus mati untuknya Shan,bagaimana?”
Shan kembali terdiam,ia terlihat berfikir begitu keras “Aku harus mati?” ia bertanya penuh keraguan. Sei diam tak menjawab,ia hanya mengangguk angkuh.
“Baiklah..tapi.. berjanji lah padaku Sei..” lirih Shan nyaris tidak bersuara.
Sei tersenyum penuh kemenangan “Apa itu? Ah,cepat pakai identitas pendonor ini. Jadi jika kau mati,pihak rumah sakit akan segera mengetahui bahwa kau adalah seorang pendonor.” Ujar Sei sembari menyerahkan kertas bertali,tanpa ragu Shan segera mengalungkan ke lehernya.“Lebih cepat lebih baik mengerti?” ujar Sei lagi.
“Aku mengerti,berjanjilah padaku jaga dia selama kau hidup Sei,pertaruhkan nyawamu untuknya.”
Sei mengangguk tanda setuju,itu syarat yang sangat mudah baginya.”Ya..aku..”
Pembicaraan terhenti saat Niel berjalan menghampiri mereka. Ia telah selesai mandi. Hari ini Niel dan Shan akan berjalan-jalan ke taman hiburan. Shan menyambut Niel lalu menggenggam jemarinya hangat. Ia tersenyum memandang Irish Biru Niel yang selalu kosong itu. Ia benar-benar merindukan Niel. Mereka segera berangkat setelah berpamitan dengan Sei. Sei juga bergegas ke kamarnya begitu ia selesai menutup pintu. Tidak berapa lama Sei keluar membawa sebuah map berwarna coklat muda.
***
Matahari sudah hampir terbenam. Shan dan Niel terlihat sedang duduk di paviliun kecil yang berada di taman hiburan itu. Shan mendekati Niel,dan membawa Niel ke pelukan hangatnya. Niel membalasnya lebih hangat.
“Ada apa Shan?”tanya Niel ditengah kesunyian diantara pelukan mereka.
“Tidak..aku..hanya merindukanmu Niel.” parau Shan.
“Aku tak akan meninggalkanmu Shan.”
“Sungguh?” tanya Shan seraya melepas pelukan mereka.
“Iya. Aku berjanji.”
“Terimakasih Niel..aku sungguh mencintaimu.” Shan memegang wajah Niel lalu melumat bibirnya. Nielpun begitu,ia mencengkram kuat kemeja Shan. Seperti tak mau melepaskannya barang sedetik pun. Hingga bibir keduanya terasa ngilu barulah ciuman itu berakhir.
“Aku..beli minuman dulu ya Niel..”pamit Shan sambil mengecup dahi kekasihnya itu.
Shan berbohong,ia pergi bukan untuk membeli minuman seperti yang ia katakan. Shan pergi menuju jalan raya besar disamping taman hiburan itu untuk menabrakkan dirinya sendiri. Ia berjalan tanpa ragu ke arah mobil-mobil yang melaju kencang. Shan memejamkan kedua matanya saat sebuah mobil minibus sedang melaju kearahnya. Terdengar suara klakson dan teriakan seorang wanita menyuruhnya untuh menyingkir. Namun tak ia pedulikan,Shan terus berdiri dengan kokoh menantang minibus itu. Lalu terdengar suara rem,dentuman keras dan wanita menjerit histeris yang memekakan telinga setelahnya.
***
Seminggu berlalu,Niel masih terbaring diatas tempat tidur sebuah bangsal kelas satu rumah sakit dengan perban yang menyelimuti area matanya. Ia telah dioperasi. Dan hari ini adalah,saatnya Niel membuka perbannya untuk memastikan bahwa ia sudah bisa melihat. Seorang dokter dengan hati-hati menggunting kain kassa yang menyelimuti matanya itu,membuka kapas yang menutupinya lalu dengan sabar menunggu Niel membuka matanya. Perlahan Niel mulai membuka kelopak matanya. Ia bisa melihat sekarang. Dan orang yang pertama ia lihat adalah,
“Shan..Shan..aku bisa melihatmu..” Niel menangis karna rasa senangnya. Ia sungguh merasa sangat bahagia dapat melihat wajah kekasihnya itu. Ia tak berhenti memandang warna Irish-nya yang kini berganti menjadi coklat muda. Warna itu..mengingatkannya dengan seseorang.
“Dimana Sei?”
Shan memejamkan kedua matanya saat sebuah mobil minibus sedang melaju kearahnya. Terdengar suara klakson dan teriakan seorang wanita menyuruhnya untuh menyingkir. Namun ia tak memedulikannya,Shan terus berdiri dengan kokoh menantang minibus itu. Ia telah siap dengan pengorbanan yang akan dilakukannya. Tetapi ada sebuah tangan yang menarik bahunya ke tepian jalan, membuatnya terhempas ke trotoar. Ia membuka mata melihat sang penolong.
“S...Sei..?SEEEEIIIIIIII” teriak Shan ketika minibus itu menerjang tubuh Sei. Ia berlari menghampiri Sei yang tengah sekarat bersimbah darah. Ia memandang penuh tanya tentang apa maksud Sei yang menyelamatkan nyawanya itu.
“Be...rikha..anh..mataku..untuknyaa..katakhan..katakhan..aku..aku..menchintainya katakan aku..menyayanginyaa...kathakan dia.. hidupku..dhiaa..dhiaa..nafasku..katakhan.. aku sungguh..sungguh..padanya..khatakhan jugha..aku.. lebhih bhaik darimhu.. harushnya.. aku..yhang..Niel pilih..katakhan padanya Shan..berjhanjilah..” lirih Sei susah payah.
“Aku berjanji. Demi Osiris aku berjanji padamu Sei...”
“Bhaikh..bhaikh...jagha dhia Shan..Phertaruhkan denghan nyawa---”
Irish berwarna coklat muda itu kosong memandang langit. Kata-katanya tak sempat ia selesaikan. Seperti yang ia ucapkan. Ia bersungguh-sungguh mencintai Niel. Yang ia lakukan tadi pagi hanyalah menguji kesungguhan hati Shan. Tak pernah lagi terbesit difikirannya untuk merebut Niel dari Shan sejak ia membuat pujaannya itu menangis. Ia benar-benar mencintai Niel.
~~~~
Sementara Nut Ahun Ra di bawah tempat tidur Sei mulai kembali mengeluarkan asap putih.
TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar