Dark Shadow



By. Darren Shan

“Kemarin siapa??!”
“Dia temen aku,namanya Fikri.” 
“Temen???Kenapa sampe dianter pulang segala??ayo ngaku dia siapa kamu??” pemuda bertubuh jangkung ini berdiri dihadapanku,menatapku seakan-akan aku adalah buruannya. Sesekali ia menggebrak meja makan saat nada bicaranya mulai meninggi.
“Sumpah gha! dia temen aku. Kemarin aku ke jebak hujan gak bawa payung terus dia ngajakin bareng. Yaudah aku ikut! Sumpah aku gak boong!” aku berkilah.
“Kamu kan bisa telfon aku buat jemput!! Kamu tuh banyak alesan tau gak!! Bilang aja kalo kamu bosen sama aku!!terus pacaran diem-diem sama temen kamu itu!! iya kan??”
PRAAAANGGGG!!!!
***
Namaku Panca,dan tadi itu Argha. Dia kekasihku. Kami telah bersama selama dua tahun. Lalu memutuskan untuk tinggal bersama setahun yang lalu. Aku masih duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Atas. Sedangkan Argha sudah kuliah semester empat di PTN kota ini juga. Dulu dia kakak kelasku sewaktu SMA. Dia tampan,sangat tampan malah. Kulitnya juga putih. Saat SMA dia idola para siswi di sekolah. Ice Prince itulah julukannya dulu. Ya,sifatnya tak sebaik wajahnya. 
Argha terlalu over protective. Ia juga cemburuan dan juga egois. Tapi aku tau dia setia, dia sangat mencintaiku. Bisa lihat lebam di tangan kananku?itu hasil perbuatan Argha padaku beberapa hari yang lalu. Ia membaca sms dari teman wanita-ku. Ia marah lalu beginilah jadinya,sebuah balok kayu dihantamkan ke lenganku. Emosinya tidak terkendali,ia bisa memukul ku hanya karna hal-hal sepele. Pertengkaran kecil bisa berubah menjadi besar bila berurusan dengannya. Tetapi ia akan meminta maaf sambil menangis begitu tersadar. Apa aku bodoh masih bertahan bersamanya?entahlah. Tapi yang pasti aku sangat mencintainya.
Setelah insiden tadi pagi,aku langsung berangkat ke sekolah. Beruntungnya karna Argha hanya melempar piring,lalu ia sadar dan segera meminta maaf seperti biasa. Mengatakan betapa menyesalnya ia melakukan itu semua padaku mengakui ia sangat menyayangiku sampai takut aku berpaling dan meninggalkannya sendirian, bahkan sampai bersujud di kakiku. Dan seperti biasa juga aku akan memaafkannya.
Saat sedang berjalan menuju kelas,aku merasa seperti ada yang memperhatikanku. Aku celingukan karna naluri mengatakan ada yang sedang memandang tajam ke arahku. Benar saja,saat aku menengadah memandang sekeliling. Bukan hanya siswa-siswi dan para guru yang berkeliaran disepanjang lorong yang aku lewati. Banyak sekali makluk-makhluk kecil berwajah seperti orangtua tengah berlarian dengan riang,saling mengejar satu sama lain. Anehnya tidak ada satupun dari para siswa yang menyadari ke hadiran mereka. Aku lantas memicingkan mata,memperjelas pandanganku. Takut-takut salah liat. Di samping kanan lorong,ada seorang wanita berwajah pucat dengan pakaian berwarna putih tengah memperhatikanku. Ia tersenyum menyeramkan lalu melambai-lambai penuh arti. Di taman sekolah,letaknya di sebelah pohon palem berdiri makhluk tinggi besar berwarna hitam,bertanduk,dan berbulu sedang memandang ke arah siswi-siswi yang berkumpul disana. Ia ikut menyeringai mendengar gelak tawa para siswi. 
Sampai dikelas aku langsung duduk. Tak banyak yang aku katakan. Aku memang sangat pendiam. Sahabatku cuma Leah,pemuda asal kalimantan yang menyukai hal-hal mistis dan mempunyai indra ke-enam. Ia bisa melihat hantu. Pandanganku mengedar ke segala arah penjuru kelas. Di sudut kelas,nampak sesosok gadis bule tengah menyisir rambut blonde-nya sembari mengayun-ayun kan kaki. Sepertinya ia cantik. Namun aku lansung berubah pikiran lalu membalikkan badan saat ia mengangkat wajahnya. Bagaimana tidak?separuh wajahnya hancur dan sebelah matanya nyaris keluar. 
“Le!!” pekikku setelah mendapati Leah telah berada disampingku.
“Astaga!!” pemuda sipit itu berteriak kaget. Ia mengelus-elus dadanya menenangkan.
“Kenapa?”tanyaku heran.
“Eng..enggak.. lu ngagetin gue ajah. Ca..” jawab pemuda Kalimatan itu kikuk. Aku terkikik geli,melihat ekspresi-nya yang menurutku berlebihan. Leah menatap ke arahku tanpa berkedip,ia menatap-ku dengan seksama,“Kenapa le?”tanyaku lagi. Ia cuma menggeleng,lalu segera mengeluarkan buku Matematika,karna Pak Eman-guru matematika- sudah datang.
“Le..”
“Hnnn?” jawab Leah tanpa memandangku.
“Lu bisa ngeliat hantu kan?”
“I-iya kenapa?” kali ini pemuda sipit itu berpaling ke arahku.
“Gue gak yakin.. tapi.. kayanya gue juga bisa liat deh. Lu liat ke pojok situ,disamping Agus. Ada noni-noni Belanda kan Le?”
“Iya..lu bener..emang dia penghuni kelas ini. Gue pernah ngobrol sama dia. Namanya Lilian,dia diperkosa terus mukanya dirusakin sama ayah tirinya. Gak lama dia meninggal.” Leah menjelaskan tanpa beban.
“Ma-masa?wah..gu-gue jadi freak kaya lu nih hehe.” ujarku gugup,jujur aku langsung merinding sendiri. Dari tadi aku sok-sok berani aja.
“Lu jangan takut..mereka gak akan ganggu lu kok ca. Tenang aja.”
Mendengar dehaman pak Eman aku dan Leah reflek membenarkan posisi duduk kami. Kembali memperhatikan guru berkepala plontos ini menerangkan. Walaupun fikiranku terus menerawang,mencari jawaban apa yang sebenarnya terjadi padaku. Kenapa aku bisa melihat mereka?aku kan bukan keturunan dukun seperti Leah. Aku juga gak berguru ke mana-mana agar bisa melihat hal-hal seperti itu. Kata Leah,kemampuan ini datangnya dari Tuhan. Jadi ya,di syukurin aja. 
Waktu menunjukkan pukul 15:00, bel pulang sekolah berbunyi. Siswa dan siswi berhambur keluar tanpa rusuh. Begitupun aku dan Leah. Kami pulang bersama seperti biasa. Argha sudah mengenal Leah sejak lama,jadi ia membolehkanku berteman dekat dengan Leah. Itupun masih saja dikontrol.
“Ini kenapa?” tanya Leah,memperhatikan lebam di tangan kananku. “Argha lagi?”tebaknya. Aku cepat-cepat menarik lenganku dan mencoba menyembunyikannya dengan aneh. Dalam hati merutuki kebodohanku yang lupa memakai jaket atau kemeja lengan panjang untuk menutupi memar ini.
“Kenapa diam?Lu gak bisa bohong Ca..” ia kini memandangku tajam. Aku melempar pandangan agar mata kami tak bertemu. Sialnya Iris hitamku malah menangkap sosok makhluk dibawah pohon beringin sana. Sumpah nyeremin banget! Aku gak tau itu apa namanya tubuhnya seperti manusia pada umumnya tapi dengan wajah babi hutan dan dia merangkak-rangkak gak jelas gitu. Terpaksa aku kembali memandang ke arah sahabatku itu. Aku cuma nyengir dihadapannya yang masih menunggu jawabanku.
“Kenapa lu masih bertahan sih ca?lu cakep,imut,juara umum,kapten basket pula. Tapi kenapa malah milih cowo itu?liat diluar sana!banyak cewe-cewe yang diem-diem suka sama lu.”
Leah satu-satunya orang yang tau hubunganku dengan Argha. Dia tau benar hubungan macam apa kami ini. Dia tau perilaku Argha terhadapku. Dia juga tau sifatku yang selalu memaafkan Argha. Dia tau luar dalam hidupku. Warna-warninya,suka dukanya, ia tau semua itu. Dan ia bisa menjaga rahasia ini dari siapapun.
“Lu tau jawabannya Le.” selorohku seraya tersenyum lalu melanjutkan perjalanan.
Di gerbang sekolah kami berpisah. Leah melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki sementara aku celingukan memperhatikan tiap deret mobil yang terparkir disana. Mencari mobil Argha. Tadi ia bilang akan menjemputku. Dapat! aku segera belari menghampiri toyota yaris merah diseberang jalan itu. 
“Udah lama?” Tanyaku setelah masuk kedalam mobil.
“Enggak kok.” Argha tersenyum, lalu memasang seat bealt di kursi-ku. “Gimana hari ini?capek?” tanyanya lagi. Mobil meluncur ke arah kost-kost an kami. 
“Ya..gitulah. Nanti bantu-in aku ngerjain tugas ya?”
“Iya sayang.. Panca.. aku minta maaf soal yang tadi pagi. Aku nyesel,kamu tau aku.. kaya gini. Aku nyesel banget maafin aku yah?” Argha meraih tangan kananku dan mengecup telapaknya. Ia melihat memar dilenganku. “Ca.. ini..”lirihnya penuh tanya. Seperti halnya tadi yang aku lakukan pada Leah aku segera menarik lenganku dan menyembunyikannya dari Argha. Aku memang tak pandai berbohong. Lampu merah. Mobil berhenti.
“Gara-gara aku kemarin?” matanya berkaca-kaca penuh sesal. Oh jangan,jangan menangis. Bahkan air mata yang turun dari matanya itu lebih menyakitkan dibanding memar ini.
“Bukan.. aku kepeleset dikamar mandi.”bohongku.
“Jangan bohong,jangan nutupin ini semua dari aku. Aku.. minta maaf.. aku emang bego banget jadi cowo. Aku nyakitin kamu terus. Ini semua salah aku!” rutuknya penuh sesal,air matanya kini mulai turun.
“Enggak.. plis jangan nangis gha. Sakit.. sakit.. kalo ngeliat kamu nangis rasanya tuh sakit banget. Aku udah maafin kamu. Kamu gak perlu minta maaf lagi. Aku sayang banget sama kamu. Kamu tau kan?udah.. aku gak mau bahas ini lagi. Aku gak mau kamu nangis. Sakit gha rasanya..” ujarku sambil terisak.
Argha menyeka tangis ku. Ia menatapku penuh sesal. Lalu meraih tanganku lagi dan digenggamnya erat. Aku menyandarkan kepala di bahunya. Selalu begini. Entah sudah yang ke berapa kali. Aku lupa karna terlalu banyak. Tapi tidak pernah sekalipun terlintas dibenakku untuk meninggalkannya dan memulai hubungan baru dengan orang lain. Argha adalah cinta pertamaku.
“WAAAAA!!!” aku menjerit tiba-tiba, membuat Argha banting stir ke arah kiri dan menginjak rem. 
“Ada apa?” tanyanya panik.
“I-itu.. itu..” aku tergagap mendeskripsikan hantu yang nemplok(?) di mobil Argha. Badannya terbagi dua dengan usus yang terburai dan muka yang hancur berantakan. Sepertinya ia korban tabrakan.
“Itu apa ca?Kamu kenapa?”
“Gak..gak apa apa deh. Aku..aku cuma laper.” 
“Ish.. bikin panik aja sih kamu!”cibir Argha sembari menjitak kepalaku pelan ia tertawa lalu menjalankan mobil ke arah rumah makan langganan kami.
Aku mengurungkan niat untuk menceritakan kemampuan melihat hantu yang baru tadi pagi aku dapatkan ini pada Argha. Aku tak mau membuatnya takut dan khawatir. Terlebih lagi ia juga takut terhadap hal-hal mistis seperti itu. Pernah suatu waktu,saat aku tengah menceritakan kejadian menyeramkan yang dialami oleh anak induk semang kami. Menurut penuruturan si ibu kos,anaknya diikuti oleh kuntilanak saat sedang datang bulan. Ia melewati daerah kebun belakang yang terkenal angker setelah adzan magrib berkumandang. Katanya si ibu kos juga,kuntilanak itu bergelayut di bahu kiri anak perempuannya sampai beberapa hari. Usai menceritakan kejadian horor itu suasana menjadi hening. Argha diam membisu,beberapa kali aku mendapatinya menelan ludah gugup.
CRAAATTTTZZZ....
Lampu mendadak mati. Aku menjerit-jerit ketakutan saat merasakan ada yang memegang kaki kananku. Aku mencoba melepaskannya tapi tak bisa. Dimana-mana gelap,aku mencoba menggapai-gapai Argha yang tadi duduk di kursi makan. “Ghaaaa ghaaa tolooongg..kamu ada dimana?? ada yang megangin kaki akuu.. Arghaaa..” aku menjerit.
“I..ini aku yank yang megangin..kamu jangan teriak teriak gitu aku juga takut.” 
GUBRAK!!
Aku jadi tersenyum geli mengingat kejadian itu. Bagaimana mungkin aku tega mengatakannya pada Argha. Yang ada nanti malah ia ketakutan sepanjang hari. Kan kasian. Sudah diputuskan!Argha gak usah tau hal ini. Cukup Leah aja yang tau.
Malam semakin larut. Aku masih belum terlelap. Wajahku aku benamkan didada Argha. Aku tidak bisa tidur. Makhluk lain di kost-kost an ini ternyata banyak juga. Memang tidak seseram hantu-hantu yang aku temui disekolah maupun dijalan tadi. Tapi kan tetap saja. Mereka makhluk alam lain. Untungnya dikamar ini aku tak mendapati apapun. Tapi perasaan ku masih tidak enak. Kebetulan sekarang juga malam jum’at lagi. Aku jadi semakin tidak bisa tidur. 
“Yaankk..” bisikku ditelinga Argha,ia tak merespon sama sekali.
Akhirnya aku menarik selimut sebatas wajah dan memeluk erat badan kekasihku ini. Ia juga malah memelukku lebih erat. Baru beberapa menit terpejam aku merasa ada yang menarik selimut ke bawah. Merasa terganggu aku menariknya balik. Kejadian tarik menarik itu berlangsung beberapa kali. Kesal karna hal itu aku membuka mata melihat si pelaku. 
“AAAAAAAAAAARRGGHHH!!!!” jeritku setelah mendapati sosok wanita menarik-narik slimut dan mencoba merangkak naik ke tempat tidur. Wajahnya pucat rambutnya hitam panjang dan lehernya sepertinya patah. Ia mendesis desis,“aarghh..argghh...arggh..” begitu. Mendengar teriakanku ia tidak lagi merangkak tapi berdiri,ia berjalan mundur dengan kaki pincang dan leher oglek-oglekan(?) seperti mau jatuh.
“Ada apa?ada apa?”tanya Argha seraya menyalankan lampion di bupet sebelah kiri tempat tidur kami.
“Gha... jangan tidur dulu. Aku belum bisa tidur...”aku memohon.
“Udah malem yank. Ayo tidur,besok kamu sekolah kan?Aku juga besok harus masuk. Ada presentasi. Ayo tidur yuk. Apa mau main?biar bisa tidur?” ia tersenyum evil,aku menjitak kepalanya gemas. Bisa-bisanya ia memikirkan hal itu sekarang. Saat aku hampir mati ketakutan. Ia kembali rebahan lalu menarikku ke dalam pelukannya. Mengusap-usap rambutku,memberikan rasa nyaman,perlahan aku pun tertidur didekapannya.
Esok harinya kami terbangun tepat jam setengah lima pagi. Setelah menyiapkan sarapan bersama kami akan mandi bergantian seperti biasa. Namun kali ini, aku berfikir dua kali untuk mandi sendirian. Semalam saja saat tidur berdua dengan Argha aku bisa sampai ketakutan setengah mati begitu. Apalagi sekarang,dikamar mandi pula.
“Gha..mandinya barengan yah. Boleh gak?” lirihku malu.
“Hmmm?tumben. Tiap hari juga gak apa apa.” Argha tersenyum mesum. Aku cuma geleng-geleng kepala membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Belum sempat aku mengatakan larangan itu,ia sudah menarik lenganku ke kamar mandi. Benar saja dugaan ku. Di sudut kamar mandi memang dihuni seorang anak perempuan yang usianya mungkin 7-8 tahunan. Sedang mengagaret-garet dinding kamar mandi dengan kukunya. Rambut anak itu nyaris botak. Ia menyeringai ke arah kami begitu aku dan Argha memasuki kamar mandi. Sementara di sebelah kloset juga ada kakek-kakek tua dengan pakaian tradisional betawi jaman dulu sedang berdiri menunduk. Aku gak bisa melihat jelas wajahnya. Yang aku tau wajahnya sangat pucat.
Sekitar setengah jam kemudian kami keluar kamar mandi. Setelah selesai melakukan this and that tentunya,ya if you know what i mean . Meskipun aku sedikit risih diperhatikan oleh dua makhluk gaib di kamar mandi saat melakukan ‘itu’ dengan Argha tapi ya mau gimana lagi. Aku gak bisa menolak,lagipula Argha pasti akan marah jika aku gak mau. Yasudahlah toh aku juga menikmatinya. Kami sarapan bersama kemudian berangkat. Aku diantar Argha hari ini. 
Sesampainya dikelas aku berlari menerjang Leah yang tengah meneguk minuman kalengnya. Ia tersedak karna kaget. Para siswi di kelas cekikikan menimpali kelakuan konyolnya barusan. 
“Lo ya! Bener-bener!!” hardik Leah di hadapanku. Aku tertawa geli namun segera berhenti setelah mendapat tatapan mematikan dari sahabatku ini. “Sory le sory.” aku nyengir.
“Iye iyeh..” ia masih mendengus kesal.
“Le..gue tersiksa.”
“Tersiksa kenapa?Argha?” pemuda Kalimantan ini menatap tajam ke arahku.
“Bukan!”
“Terus?”
“Dari kemaren pulang sekolah gue ngeliat yang aneh-aneh mulu. Gue jadi parno sendirian. Gue bahkan gak berani ke kamar mandi kalo gak ditemenin sekarang. Hidup gue jadi nyeremin Le. Lu temen gue bukan Le?” aku mengiba.
“I-iya lah bego lu pake nanya!” Leah menonjok bahuku pelan.
“Bantuin gue Le. Gue gak mau liat gitu-gitu an lagi. Hidup gue gak tenang sumpah. Gue minta tolong banget Le. Bokap lu kan dukun mungkin bisa-lah bantuin gue.”
“Duh..Ca.. bukannya gue gak mau bantu. Tapi..” pemuda sipit ini menggantung kalimat seraya mengacak gusar rambut hitamnya.
“Tapi apa Le?”
“Eh..ntar aja deh ada bu Manurung tuh dateng.”
Guru Fisika yang terkenal galak ini mengganggu pembicaraan kami saja. Aku melirik ke arah Leah. Ia hanya tersenyum getir. Aku menoleh lagi ke arah lain. Ke arah pojok belakang tepatnya ngeliat ke bangku kosong di samping Agus. Lilian masih disana menatap lurus ke depan. Masih menyisir rambut ikal blonde-nya,yang menurutku cukup indah.
“Lilian..” panggilku dalam hati sambil membenarkan posisi duduk. Coba-coba saja,siapa tau dia bisa dengar lalu menjadi teman ngobrolku selama pelajaran menjemukan ini berlangsung. 
Dan benar saja! Lilian menjawabku. Entah bagaimana caranya tapi aku bisa mendengar suaranya menggema di kepalaku,“Iya Panca..”
“Lu bisa denger gue?”
“Tentu..aku mendengar setiap manusia yang berbicara diruangan ini.” Jawab Lilian dengan logat Belandanya. Weh nih hantu fasih juga bahasa pribumi.
“Lilian. Ngobrol yuk!!”
“Ayuk.. kamu mau bertanya apa padaku?Kamu akan mudah beradaptasi disini. Hantu disekolah ini baik-baik semua. Tak ada yang perlu kamu takutkan.”
“Masa?mukanya pada serem gitu?”
“Sesuatu yang jahat dan sesuatu yang buruk belum tentu sama. Apakah setiap yang berwajah buruk itu jahat?dan apakah setiap yang jahat itu berwajah buruk?”
“Ya mana gue tau! Tanya aja sana sama orang jahatnya wkwkwk.”
“Kamu ini suka bercanda saja ya Panca. Aku suka kamu.” Seloroh noni Belanda itu To the Point. Membuatku merinding disko sendiri. Di sukai oleh hantu?? Aku kembali bergidik ngeri. 
“Ah bisa aja lo! Udah ah gue mau belajar!ntar lagi ngobrolnya.” Sebelum benar-benar memperhatikan Bu Manurung menjelaskan,aku kembali menoleh ke arah Lilian.
“ASTAGAA!!” jeritku mengagetkan Leah yang sedang konsentrasi mencatat. Aku hampir-hampir terjungkal saking kagetnya. Saat menoleh ke samping ternyata Lilian sudah berada disampingku. Wajahnya tepat dihadapanku. Dan aku bisa melihat bola matanya yang hampir jatuh itu. Tanpa merasa bersalah Lilian melayang kearah kursinya dan kembali menyisir rambut dengan tatapan kosong.
“Apaan sih lo! Hobi amat bikin gue jantungan!!” kepalaku ditempeleng dengan naasnya oleh pemuda sipit itu.
“I-itu tadi... Ah tau ah! Gue mau ke kamar mandi!! Mau cuci muka.” sergahku seraya berdiri merentangkan kedua tangan yang terasa pegal.
“Gih sana.” Leah mengusir.
“Le..”
“Hnn??”
“Anterin..”
“Ck!! Kagak ah! Gue sebel sama lu!”cibirnya.
“Le ih! Temen gue bukan sih??” aku menjitak kepalanya gemas,akhirnya dengan rasa malas ia mengekor dibelakangku.
“Bu.. saya ijin ke kamar mandi.” Pamitku pada guru Fisika ini,tapi ia malah tak menjawab. Jangankan menjawab! Menengokpun tidak ke arahku.
“Bu! Bu Manurung!! Bu saya ijin ke kamar mandi yaaa!!” ulangku dengan volume agak keras. Tapi guru bertubuh tambun itu tetap tak bergeming. Aku menatap frustasi ke arah Leah. Ia kesal atau apa?memang sih sejak tadi aku tak memperhatikan pelajarannya tapi masa sampai didiamkan seperti itu?
“Bu.. saya ijin ke kamar mandi ya..” kali ini Leah yang berbicara. Bu Manurung menoleh dan mengangguk mengijinkan.
Aku memandang tak percaya ke arahnya dengan tatapan ‘What the f*ck is that??’. Tapi buru-buru Leah menyeretku keluar,“Udah lah gak usah difikirin. Dia kesel kali sama lu daritadi gak merhatiin.” Leah menenangkan.
Di kamar mandi aku berdiri di depan wastafel. Memang ini tujuan utamaku. Mencuci muka. Tapi lagi-lagi aku harus dikejutkan oleh penampakan-penampakan makhluk astral yang datangnya tiba-tiba. Bayangkan,dari dalam wastafel keluar tangan yang bergerak-gerak gak jelas gitu lalu jatuh ke bawah merayap ke dalam salah satu bilik toilet. Belum lagi makhluk berbulu hitam yang merangkak-rangkak diatas langit-langit seperti cicak. Di sudut kamar mandi paling kiri terdengar suara tangisan bayi yang luar biasa kencang. Dan sesosok wanita yang mondar-mandir dengan mulut robek disekitar tempat kami berdiri.
Aku tak mau ambil pusing. Pura-pura tak memperhatikan. Aku segera membasuh muka dengan air mengalir,sementara Leah menerawang ke atas sembari menghisap rokoknya yang entah sejak kapan dinyalakan itu. Aku menatap pantulan di kaca yang posisinya berada diatas wastafel. Wajahku pucat sekali. Dari kemarin memang aku tak pernah bercermin. Tidak,aku memang jarang sekali bercermin, karna menurutku aku terlahir tampan dan harus percaya diri. Aku mengeluarkan sisir kecil dari saku celana abu-abuku. Lalu menyisir surai hitamku yang kata Argha sangat lembut ini. Perlahan lahan. 
“Le.. liat le..” aku terkejut.
“Kenapa??” pemuda sipit itu mematikan rokoknya tergesa-gesa dan menjadi ikut panik juga, “Ya Tuhan Ca.. rambut lu.. rontok banyak banget..” desis Leah. Ia mengambil sisir kecil itu dan mengusap kepalaku pelan,menyisir suraiku dengan jemarinya pelan. Menatap tak percaya ke jari-jarinya. Banyak sekali rambutku disana.
“Le.. gue kenapa?” aku gemetaran menahan rasa takut,memandang Leah meminta jawaban untuk membuatku tenang. Namun sahabatku gak bisa memberikannya,ia menggeleng tak mengerti.
“Mending kita ke kelas aja. Ayo cepet!” usul Leah,aku mengangguk dan mengikuti langkahnya meninggalkan kamar mandi dengan perasaan tak menentu.
Bel pulang sekolah lima belas menit lagi akan dibunyikan. Kebetulan guru bidang studi Bahasa Indonesia berhalangan hadir sehingga para murid di kelas bebas melakukan aktivitas,mengobrol,jajan ke kantin,jalan-jalan ke luar kelas. Yah apapun hal yang menurut mereka menyenangkan. Kecuali aku dan Leah,kami hanya berdiam diri di kursi masing-masing sejak peristiwa dikamar mandi tadi tanpa sepatah katapun. Tiba-tiba sebuah ide muncul dikepalaku.
“Le foto yuk. Udah lama kita gak foto bareng. Mumpung bebas!” ajakku.
“Hah?en-enggak ah. Gue gak mood.”
“Ish Leah!! Temen gue bukan sih?!”bentakku kesal.
“Apaan sih lu Ca..”
“Ayo foto yok. Pliiisss buat kenang-kenangan kita kan udah kelas tiga.”
“Panca ih..alay banget sih.” Pemuda sipit itu mendorong pelan bahuku.
“Bodo ah! Ayo buru!” aku menarik lengan Leah agar lebih dekat padaku. Lalu merangkul lehernya dan mengarahkan kamera ponselku ke arah kami berdua. 1..2..3!
Ckreeek!! 
Aku langsung mengamati hasil potretan di layar ponsel,aku mendesis tak percaya. Menggaruk-garuk kepalaku bingung. Leah merebut Samsung Galaxy SIII itu dari genggaman tanganku,ia menatapku..entah tatapan apa itu. Getir,khawatir,atau takut.
“Mungkin..mungkin kamera hape gue jelek kali. Coba- coba pake hape lu, Le.” ucapku menenangkan. Leah segera mengeluarkan Apple 4 berwarna putih dari saku depan celananya. Lalu ragu-ragu membidikkan kamera ke arah kami berdua. CKREEKK!! Aku meraih ponsel itu cepat-cepat. Hasilnya tetap sama hanya ada Leah seorang dan berkas-berkas orps disampingnya. Aku tidak ada.
“Le..” 
“I-iya ca?”
“Coba pinjem SLR-nya Dian. Tadi dia bawa.”
Tanpa menjawab,Leah beranjak dan mendekati kursi Dian yang berada di deretan kedua. Pemuda Kalimantan itu kembali dengan Kamera Nicon di tangan kanannya. Ia membidikkan lensa tepat dihadapanku,aku tersenyum kecut.
“Mau foto siapa Le?Kan lo tau Panca dari kemarin gak masuk!!” teriak Dian yang dari awal memperhatikan gerak gerik Leah. Semua orang di kelas menatap aneh ke arah Leah. Aku..bingung sekali..
“Le..” suaraku bergetar hebat.
“Ca.. gue..”
Aku menarik baju pemuda sipit itu hingga ia terduduk,“Gue kenapa Le??gue kenapa???gue kenapa??gue gak tau?! Gue ini kenapa?!!” 
“Ca.. gue mau ngomong dari kemarin. Tapi gue gak yakin. Soalnya lu nyata banget. Ca.. Lu itu udah ga ada..Lu udah meninggal.”
“What The??!! Lu ngomong apa sih?!! Liat nih liat!” aku meraih lengan Leah dan menempelkan di wajahku. “Lu liat Le?! lu bisa nyentuh gue kan???sinting lu bilang gue udah mati?!” jeritku lagi memastikan.
“Cuma gue yang bisa liat lu disini Ca.. dan makhluk-makhluk astral yang lu liat itu.”
Teeeeettt Teeeeett!!!
Bel pulang sekolah berbunyi. Buru-buru aku merapikan buku-buku dan memasukkan ke dalam tas. Mengacuhkan Leah yang terus menerus memanggil namaku. Aku berlari meninggalkan kelas. Aku mau pulang. Sial! di gerbang sekolah aku di ganggu oleh anak-anak tuyul kemarin. Mereka menarik-narik bajuku dan mengajak bermain. Aku mendorong mereka kemudian berlari menuju rumah.
Langkahku terhenti karena hujan turun sangat deras. Di sebuah halte kecil, aku memutuskan untuk meneduh. Perjalanan tak mungin dilanjutkan. Nampaknya kesialanku hari ini belum berakhir, saat sedang memikirkan masalah yang aku dera. Sesosok makhluk berwujud berantakan muncul memegangi kaki-ku. Wajahnya bolong ditengah dan kakinya luka parah. Bisa dipastikan jalannya pasti mengesot. Nyaliku jadi ciut. Sayup-sayup aku mendengar seseorang memanggil namaku. Aku melihat sekeliling mencari orang yang memanggil-manggilku. Rupanya Leah. Ia menyusulku.
“Apa lagi Le??” bentakku ketika ia telah berdiri di sampingku.
“Gue mau kerumah lu!Gue khawatir!!”
“Buat??Gue kan hantu ngapain di khawatirin hahaha” tawaku mengejek.
“Ca.. plis jangan gitu.” Leah memohon.
“So?gue harus gimana??terima aja?lu gila!! Ini gak masuk akal Le!”
“Makanya gue harus ikut ke rumah lu biar kita semua tau jawabannya!!” rutukan Leah membuatku terdiam sejenak. Benar juga katanya. Setelah berfikir cukup lama akhirnya aku mengangguk setuju. Hujan sudah cukup reda Leah memutuskan segera beranjak.
“Le...” lirihku.
“Hnnn??”
“Tolong lepasin dia dari kaki gue plis. Gue gak tahan liat mukanya. Asli gak kontrol. Pliiiss.. lu temen gue kan Le?!” Aku menunjuk makhluk yang memegangi kaki-ku. Leah menepuk jidat,kemudian menarik tanganku. Otomatis makhluk itu terlepas begitu saja.
Dari kejauhan terlihat para warga yang berjumlah sangat banyak berkumpul disekitar rumah kost aku dan Argha. Ambulance dan mobil polisi terparkir tak jauh dari tempat kami bediri. Aku dan Leah berjalan mendekati keramaian itu. Aku melihat kost-kostanku sudah dipasangi garis polisi begitu kami tiba.
“Kenapa itu bu?” Leah bertanya pada seorang ibu-ibu yang ku ketahui adalah tetangga depan rumah.
“Itu mas. Ada yang bunuh diri di dalam.”
Mendengar jawaban itu aku berlari memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Menerobos kerumunan orang dengan mudah. Begitu sampai di ambang pintu, aku menjadi ragu untuk masuk. Tapi rasa ragu langsung ku tepis jauh jauh, aku sangat penasaran. Aku berlari lagi memasuki ruang tamu. Ada beberapa polisi yang sibuk memeriksa. Sepertinya mereka tak menyadari ke hadiranku. Langkahku terhenti di depan dapur. Kaki ku mendadak lemas melihat peristiwa dihadapanku. Aku terduduk lemas. Jasad seseorang tergantung di atas baling-baling kipas angin besar di langit-langit dengan tali tambang yang terlilit di lehernya. Jasad itu..
“Argha...”desisku tak percaya,kemudian terisak. Aku menangis dengan pilunya. Airmataku seakan tak bisa dibendung lagi menatap tubuh kaku milik kekasihku.
BRAAAK!! 
Pintu lemari es milik kami dibuka oleh seorang polisi. Aku melirik ke arah benda itu. Mataku kembali melotot melihatnya. Akal sehatku seakan dicabut paksa. Disana juga ada jasad. Jasad dengan darah membekas disekujur tubuh dan luka di beberapa bagian. Matanya terbuka memandang kosong ke arahku. Beku. Jasad itu beku. Itu aku. Aku telah.. Mati.
‪#‎FLASHBBACK‬:
“Kemarin siapa??!”
“Dia temen aku,namanya Fikri.” 
“Temen???Kenapa sampe dianter pulang segala??ayo ngaku dia siapa kamu??” pemuda bertubuh jangkung ini berdiri dihadapanku,menatapku seakan-akan aku adalah buruannya. Sesekali ia menggebrak meja makan saat nada bicaranya mulai meninggi.
“Sumpah gha! dia temen aku. Kemarin aku ke jebak hujan gak bawa payung terus dia ngajakin bareng. Yaudah aku ikut! Sumpah aku gak boong!” aku berkilah.
“Kamu kan bisa telfon aku buat jemput!! Kamu tuh banyak alesan tau gak!! Bilang aja kalo kamu bosen sama aku!!terus pacaran diem-diem sama temen kamu itu!! iya kan??”
PRAAAANGGGG!!!!
Beberapa piring besar dilemparkannya ke lantai. Pecah menjadi beberapa bagian besar dan kecil. Berhamburan tak menentu. Aku menatapnya penuh kekecewaan. Ini sudah terlalu sering terjadi bila ia sedang marah. Kekasihku,Argha. Orang yang paling aku cintai.
“Kenapa Gha??!! Kenapa kamu selalu kaya gini sama aku???Aku Cuma gak mau ganggu kamu yang lagi Ujian!!” aku berteriak melawannya.
“Oh.. sekarang berani ya kamu? Udah berani sama aku??”
“Aku capek gha!! Aku capek kaya gini terus!!!”
PLAAAKK!!
Argha menamparku cukup keras. Naas! Tubuhku tak seimbang. Aku terpeleset jatuh, tepat di atas pecahan piring-piring tadi. Rasa nyeri langsung menjalari seluruh tubuhku. Rasanya sakit sekali,perih. Darah segar mengalir seperti mata air dari gunung. Merembes ke samping tubuhku. Argha berteriak panik. Ia merangkulku dan melepaskan pecahan beling yang teramat banyak itu dari tubuhku. Aku menatapnya dengan seksama. Ia menangis. Hal yang paling aku kutuk selama hidupku saat melihatnya menangis.Aku menyeka air matanya dengan tangan kananku,Argha memegang tanganku diwajahnya. Mengucapkan kata maaf berkali-kali. Semua terasa berputar. Lalu menjauh. Sayup-sayup aku mendengar teriakan Argha mengelu-elukan namaku. Tapi perlahan semua meredup dan akhirnya gelap sama sekali. 
Aku telah mati.
TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar