Monster Part 6


By: Otsu Kanzasky
Note: terinspirasi lagu Monster Eminem ft. Rihanna dan film Disney `Tangled: Story Tale of Rapunzel'
***
"Aku pulang!" seru pria berkumis yang Julian dan Kiel ketahui bernama Roy saat masuk ke dalam sebuah rumah sederhana yang letaknya tepat di depan gapura Desa.
Sosok cantik Kiel tampak memperhatikan sekitar, melihat bocah-bocah berusia sekitar 5-8 tahun bermain di jalanan. Desa yang tak memiliki banyak penghuni namun cukup nyaman.
"Eh? Kau datang dengan siapa Roy?" tanya seorang wanita menatap kearah Julian dan Kiel dengan bingung, kedua orang itu pun mengalihkan pandangan kompak.
"Kami--" Julian meraih tangan Kiel cepat dan menggenggamnya.
"Mereka menumpang gerobak ku tadi" jawab Roy seraya keluar dari rumah, masih dengan wajah juteknya.
"Ooh~ selamat datang di Freya, darimana asal kalian?" kini wanita itu tampak senang, mendekat pada Julian dan Kiel.
"Kami dari Zara" jawab Julian sopan.
"Jauh sekali? Apa kalian sedang perjalanan bulan madu? Hm, pasti bandit-bandit di luar sana sudah merampok kalian `kan?" kata wanita berkulit agak gelap itu, berasumsi.
"Mereka pengantin baru tapi tidak sedang berbulan madu, Desa mereka sedang memanas" Roy menjelaskan.
"Oh, aku turut prihatin. Bagaimana kalau kalian masuk dulu?" tawar wanita itu tersenyum ramah. "Ah aku lupa memperkenalkan diri, kenalkan aku Janice, kalian?"
"Saya William dan ini Selena" kata Julian, kembali berbohong. Kiel yang berdiri di samping kirinya sampai menyikut perut flat pria itu pelan.
"Kalian sangat serasi, masa muda memang menyenangkan" Janice tersenyum maklum. "Ayo masuk, kita minum teh dulu" ajaknya ramah.
"Maaf, tapi kami harus melanjutkan perjalanan" tolak Julian sopan. Janice mengerutkan dahi saat melihat pakaian lusuh yang di kenakan `pasangan muda' itu.
"Kalian pergi dengan pakaian seperti ini?" tanya Janice tak percaya. "Oh tidak, aku punya baju bekas yang lebih layak dari ini, sebaiknya kalian ganti baju lalu makan kue yang baru saja ku buat, ayo" ia menarik tangan Kiel, tapi Julian mencegahnya.
"Anda tidak perlu repot-repot" tolak Julian halus, merangkul pundak Kiel otomas membuat Janice melepaskan tangannya. Pemuda cantik itu pun menatap Julian.
"Tapi aku lapar" ucapnya memelas, Janice tersenyum simpul.
"Istrimu lapar dan aku tidak merasa di repotkan, ayo masuk" kata wanita berusia 40 tahunan itu, mengamit tangan Kiel dan mengajaknya masuk.
Akhirnya Julian pun mengikuti Janice dan Kiel yang masuk lebih dulu ke dalam rumah. Toh tidak ada salahnya mereka mampir sebentar, hitung-hitung mengisi perut yang mulai berdemo.
Janice tampak heboh sendiri saat mencari pakaian bekas untuk di pakai oleh Julian dan Kiel, tapi yang lebih parah ia tidak bisa memutuskan pakaian yang mana yang harus di berikannya pada Kiel. Karena ia menganggap pakaian yang di kenakan pemuda cantik itu harus serasi dengan sosok cantiknya.
"Kenapa kau harus repot-repot? Biarkan saja mereka berpakaian seperti itu" kata Roy yang baru keluar dari kamarnya sambil memakai topi koboi.
"Sudah sana pergilah, gerobak mu menunggu" usir Janice tak menatap Roy, bersamaan dengan Julian yang telah keluar dari ruangan yang lain selesai mengganti baju. Kiel sempat melirik pria berkumis itu lalu beralih menatap Julian yang kini berdiri di sampingnya. Roy pun beranjak dari sana dengan wajah masam.
"Pilihan ku memang tepat! Kamu sangat tampan memakai itu!" Janice tampak berseri-berseri.
"Terima kasih" ucap Julian seraya merapikan baju yang di pakainya. Celana berwarna cokelat, kemeja putih yang mulai pudar dan jacket kulit hitam yang membuatnya semakin gagah.
"Ukurannya pas?"
"Ya, ini pas"
"Baguslah, sekarang giliran Selena. Aku bingung, tidak ada gaun yang cocok untuk mu" kata Janice mengurut dagu. Kiel menggaruk belakang telinganya kecil.
"Bagaimana kalau gaun hitam itu?" Julian memberi usul, menunjuk pada sebuah gaun berwana hitam dengan aksen renda dan pita-pita kecil di bagian roknya. Janice mengambil gaun yang panjangnya selutut itu dan mengamatinya sejenak.
"Ini bagus, coba kamu pakai" ia memberikan gaun itu pada Kiel, pemuda cantik itu mengambilnya. "Apa perlu bantuan ku?" Janice menawarkan diri, Kiel langsung menggeleng cepat.
"Aku bisa sendiri" sahutnya mantap, Janice tersenyum tipis. Dan tatapan mata Julian mengiringi langkah Kiel yang masuk ke dalam ruangan yang tadi ia masuki.
"Mau membantu ku menyiapkan meja William?" tawar Janice seraya merapihkan pakaian di kursi kayu tempatnya duduk.
"Tentu, apa yang bisa ku bantu?"
Janice bangkit berdiri, menuju dapur di ikuti Julian. Selagi Julian merapihkan meja makan, Janice menata beberapa Muffin beraneka isi keatas piring, tak lupa sepitcher jus lemon dan tiga gelas ia tata di atas meja.
"Roy fine with this?" tanya Julian seraya membantu Janice menata gelas.
"Abaikan saja, dia memang seperti itu, sibuk dengan dirinya sendiri. Aku senang ada pengantin baru yang menemaniku makan kue hari ini"
"Kalian suami-istri?"
"Bukan, dia kakak ku, kami juga bukan penduduk asli Desa ini"
Belum sempat Julian kembali bertanya, suara ringan Kiel menyapa gendang telinga mereka.
"Bagian pinggangnya agak kebesaran" ucapnya sambil memegangi pinggangnya, menatap Janice dan Julian bergantian.
Kedua orang itu menatap tak berkedip pada sosok ramping Kiel yang berdiri di ambang pintu. Kulitnya yang putih kontras dengan gaun hitam yang di kenakannya, tubuhnya yang ramping dan kakinya yang indah serasi dengan gaun selututnya, rambut peraknya yang panjang menambah kesan feminin, wajah cantiknya yang bak porselen menjadi terkesan klasik seperti boneka.
"Tuhan menurunkan salah satu malaikatnya ke Bumi.." ucap Janice terkagum-kagum, mendekati Kiel yang masih dengan tatapan polosnya. Sementara Julian sepertinya tak dapat berkomentar akan pemandangan itu.
"Cantik sekali, kalian berdua sangat beruntung" Janice membelai rambut Kiel lembut.
"Bagian pinggangnya kebesaran" kata Kiel lagi.
"Ah ya, sebentar ku ambilkan jarum dan benang" Janice buru-buru keluar dari dapur.
Selagi pemuda cantik itu memastikan gaun yang di kenakannya, ia menyadari tatapan intens Julian. Pandangan mereka pun bertemu, dan tanpa Kiel tahu jika tatapan polosnya serta penampilannya saat ini semakin membuat dadanya berdesir. Keinginan untuk memiliki sosok itu semakin kuat, dan mungkin ia tak akan berpikir dua kali untuk menyerahkan nyawanya untuk melindungi pemuda cantik itu.
"Apa aku terlihat aneh?" tanya Kiel karena Julian tak berhenti menatapnya.
"Tidak, cocok untukmu" jawabnya cepat, sukses menyembunyikan kegugupannya.
Janice kembali membawa kotak berisi peralatan menjahit. Wanita chubby itu tampak cekatan saat menjahit sedikit bagian pinggang tanpa menusuk kulit Kiel, dan ia terlihat sangat puas saat memperhatikan si cantik itu lagi.
"Gaun pilihan William tidak salah, andai aku punya putri seperti mu pasti akan ku buatkan banyak gaun cantik" ujar Janice tersenyum lembut.
"Apa ini milik mu?" tanya Kiel, Janice mengangguk.
"Ya, gaun ku waktu berumur 17 tahun. Dan sekarang aku seperti ini, siapa yang menyangka" ia mengedikkan bahu kecil. "Ya sudah, ayo kita makan kue" ujarnya kemudian, mengajak Kiel mendekat ke meja makan.
Sesekali Julian melirik pada Kiel yang duduk di samping kirinya, memperhatikan ekspresi wajahnya yang kini tampak senang saat Janice mengambilkan sebuah Muffin cokelat.
"Makan yang banyak" kata Janice saat Julian mengambil Muffin gandum dari piring.
Waktu makan kue itu berlangsung hangat, Janice menceritakan banyak hal tentang Desa maupun kehidupannya bersama Roy. Di ketahui, dirinya telah bercerai dari suaminya sejak 2 tahun yang lalu, sedangkan Roy gagal menikahi kekasihnya dan membuat sikapnya jadi tertutup.
"Setelah ini kalian akan kemana?" tanya Janice seraya menuangkan jus lemon ke gelasnya.
Julian menelan Muffin di tenggorokannya, "Kami akan ke stasiun" jawabnya kemudian.
"Kebetulan, setelah ini Jack akan ke kota mengantar sayuran, kalian bisa ikut bersamanya" ujar Janice.
"Apa boleh?"
"Tentu saja, Jack salah satu pekerja kami, dia tidak akan menolak ku"
"Kami benar-benar merepotkan mu" kata Julian tak enak hati.
"Boleh aku tambah lagi?" tanya Kiel yang sudah menghabiskan Muffin keduanya.
"Tentu sayang, nanti akan ku bawakan untuk perjalanan kalian" kata Janice, senang melihat Kiel yang lahap memakan kue buatannya. "Tenang saja, Roy tidak suka Muffin" imbuhnya saat Julian akan mengatakan sesuatu.
"Sudah lama aku tidak memakan kue seenak ini" ucap Kiel senang, membuat Janice tersenyum semakin lebar.
***
Hari berganti malam, udara hangat musim semi untuk saat ini terasa agak dingin, terlebih kondisi langit yang tak secerah kemarin. Tak ada bintang yang bertaburan, pekatnya langit berubah oleh warna abu-abu yang menggumpal, sedangkan Julian dan Kiel masih menyusuri jalan yang telah sepi.
Mereka terpaksa harus turun dari truck pengangkut sayuran yang di kemudikan Jack karena pemuda itu harus lebih dulu singgah ke Desa tetangga yang itu artinya berlawanan arah dengan tujuan mereka. Alhasil Julian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan menumpang gerobak kuda yang searah dengan tujuannya. Dan tentu saja mereka menolak sopan saat Janice hendak membawakan kue untuk bekal mereka, karena wanita bertubuh 'berisi' itu sudah sangat baik, dan mereka--Julian lebih tepatnya, tidak ingin semakin membuat repot
"Sepertinya akan turun hujan" gumam Kiel menengadah menatap langit, Julian pun ikut mendongak.
"Yah, sebaiknya kita mencari tempat berteduh" ujarnya. Tapi saat menatap berkeliling, hampir semua rumah di Desa yang tidak ia tahu itu tertutup, suasananya juga sangat sepi.
Dan apa yang di katakan Kiel terjadi. Titik-titik air hujan mulai turun membasahi tanah, Julian pun meraih tangan Kiel dan mengajaknya berlari mencari tempat berteduh.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Saat hujan semakin lebat, Jendral muda itu melihat sebuah bangunan tak terawat dengan halaman penuh ilalang dan tanpa pikir panjang ia membawa Kiel kearah rumah tak berpenghuni itu.
Dan benar, rumah dengan cat yang mulai terkelupas itu tak berpenghuni. Hal itu menguntungkan mereka untuk berteduh dan mungkin akan bermalam disana.
"Padahal sudah musim semi masih saja ada hujan" gerutu Julian sambil membuka jacket kulitnya.
"Disini dingin" ucap Kiel seraya mendekap kedua tangannya di dada. Julian menoleh, sembari membuka kancing kemejanya.
"Buka bajumu supaya tidak sakit" suruhnya, lalu mengibaskan kemejanya dan menggantungkannya di paku yang ada di dinding beserta jacketnya. menuruti perintah Julian dengan patuh. Tanpa beban ia membuka resleting gaunnya dan menurunkan pakaiannya perlahan karena agak basah dan menempel di tubuhnya.
"Gantung pakaianmu di--" Julian tiba-tiba urung menengok kearah Kiel yang kini sudah menurunkan gaunnya sampai ke bahu.
"Kenapa?" tanya si cantik itu polos, berhenti menurunkan gaunnya. Julian memegangi dadanya yang seperti akan jebol.
"Julian?" panggil Kiel bingung. Memutuskan untuk mendekat karena pria tampan itu tak menjawabnya.
"T-tidak" sahutnya cepat. Menarik nafas perlahan, berusaha mengatur detak jantungnya yang tak karuan.
"Uhm, pakaian ku di letakkan dimana?" tanya Kiel.
"Disana" Julian menunjuk pada dinding dimana pakaiannya di gantung. Pemuda cantik itu pun menggantung pakaiannya di samping pakaian Julian.
"Dingin?" tanyanya tak sedikit pun melirik Kiel di belakangnya.
"Sedikit"
Julian tampak menghela nafas berat, seperti tengah memantabkan hatinya lalu membalikkan badan. Dan matanya melihat pemandangan tabu yang sukses mendobrak pertahanannya untuk tidak gugup.
Kiel berdiri mendekap tubuhnya, sementara rambut panjangnya mampu menutupi beberapa bagian tubuh telanjangnya. Ia diam saja saat Julian menarik pundaknya dan memeluknya, membagi kehangatan.
"Celana mu tidak di lepas?" tanya Kiel.
"Celana ku tidak basah" jawab Julian seperti menggumam. "Sebaiknya kita duduk" ujarnya.
Pria itu menarik Kiel untuk duduk di depannya dan mengarahkan pemuda itu agar bersandar di dadanya, selagi kedua tangannya memeluk erat. Dan untungnya rambut perak Kiel dapat menutupi bagian tubuhnya yang memang layak di tutupi.
"Tidurlah, apa cukup hangat?" ia berusaha melihat wajah Kiel. Pemuda cantik itu mengangguk kecil.
"Selamat malam" ucap Kiel, semakin melesakkan kepalanya di dada bidang Julian, dengan posisi miring memeluk lengan berotot pria itu.
Julian mencium kepala Kiel singkat, lalu menghirup wangi rambut perak itu.
"Good night" bisiknya lembut dan mempererat dekapannya.
Malam ini akan terasa panjang untuknya.
BERSAMBUNG yah member ~

0 komentar:

Posting Komentar