By. Darren Shan
“Pernahkah kamu berfikir tentang embun yang tak membutuhkan warna untuk membuat daun jatuh cinta kepadanya?”
*****
Angin semilir menerpa sosok seorang pemuda,selayaknya sambutan dari Dewa untuk umat kecilnya itu karna telah mengunjungi rumah tuaNya. Berhembus tepat dihadapan seorang pemuda menyibakkan surai hitam nan lembut miliknya,mengekspos wajah tampan nyaris sempurna layaknya seorang malaikat. Dan jangan lupakan senyum indah yang mampu melelehkan para gadis kala menatapnya itu. Ia terpejam beberapa saat untuk menikmati udara pagi Itchlieon yang terkenal sejuk. Matanya kembali terbuka menampilkan irish berwarna zamrud yang terlihat begitu mengagumkan. Tak lama,ia melanjutkan langkahnya memasuki aula Kuil tua dipinggir kota itu. Namanya Shan. Usianya kini belum genap 18 tahun. Ia merupakan anak tunggal Raja Baliant dan mendiang Ratu Lilian dari kerajaan Itchlieon . Shan seorang putra makota.
Sang Pangeran berjalan menunduk menuju tempat persembahyangan. Berusaha sebisa mungkin menyembunyikan identitas aslinya dengan memakai jubah bertudung. Ia meminta dengan sangat sopan pada para pengawal untuk menunggunya digerbang samping kuil. Hanya bertujuan tidak membuat gaduh suasana Kuil yang khidmat ini dengan kegemparan kedatangannya yang notabene merupakan seorang Putra Mahkota. Shan mengambil sesaji di atas meja bertingkat,lalu meletakkan didepan altar patung Dewa Osiriss. Ia berdoa dengan sangat khusyuk. Sampai-sampai tak menyadari disampingnya telah berdiri seseorang yang juga sedang berdoa. Setelah selesai berdoa ia baru tersadar akan keberadaan orang tersebut. Ia terpaku memandang wajah orang yang kini berdiri dihadapannya. Oh demi Dewa Osiris dia wanita yang sangat indah batin Shan. Ia terus saja memandangi sosok didepannya ini. Bahkan saat orang itu berjalan dan nyaris terjatuh karena terhalang oleh tubuh Shan. Ia masih tetap saja tak bergeming.
“Maaf sungguh aku tak sengaja.” Seru orang itu cepat seraya membetulkan posisinya yang sempat limbung.
Shan terkejut. Ia tercengang menatap orang yang baru saja membuatnya terhipnotis itu. Kali ini bukan lagi tentang keindahannya,namun juga karena suara berat yang mengungkapkan jati dirinya. Ternyata ia juga seorang laki-laki. Bahkan mungkin usianya sepantar dengan Shan hanya saja tubuhnya tak lebih tinggi dari Shan. Ia benar-benar tak menyangka mampu terpesona oleh seorang laki-laki.
“Kamu laki-laki?” tanya Shan polos.
Secepat kilat ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan ucapannya. Pemuda itu terlihat bingung dengan pertanyaan yang Shan ajukan dan masih dengan tatapan kosong dikedua irish birunya ia menaikkan satu alisnya.
“Eh,bukan maksudku,apa kamu baik baik saja?” ralat Shan.
Pemuda itu tersenyum dan sekali lagi sukses membuat Shan terpaku melihat keindahan lain dari pemuda itu,”Aku baik-baik saja kok. Maaf telah menabrakmu tadi.” jawabnya ramah.
“I-itu bu-bukan masalah .”
“Boleh aku lewat?”
“ I-iya a-apapun untuk mu.”
Shan memberikan jalan pada pemuda cantik itu. Ia terus mengawasi pemuda itu yang berjalan menjauhinya. Lagi.. pemuda itu menabrak seorang pria tua. Setelah meminta maaf berkali-kali ia kembali berjalan dengan tatapan kosongnya. Shan bertanya-tanya dalam hati siapa pemuda yang pertama kali mampu membuat dia terlihat bodoh dalam 17 tahun hidupnya itu. Hingga sang pemuda hilang dibalik puluhan orang yang tengah berkumpul untuk berdoa,Shan masih mengawasinya. Shan merapikan kembali tudung jubahnya yang sedikit berantakan dan segera berjalan menuju pintu samping Kuil itu. Tak banyak kata yang terucap dari bibir tipis Shan setelahnya. Bahkan setelah acara makan malam istimewa bersama ayah dan petinggi kerajaan,ia masih saja terdiam.
“Siapa ia?” gumam Shan pada dirinya sendiri sembari menghempaskan tubuh lelahnya ke tempat tidur.
“Kenapa ia mampu membuatku menjadi bodoh?tak tau harus berbuat apa. Sihir macam apa yang ia gunakan untuk membuatku tak mampu berpaling darinya?”
Fikiran Shan melayang berlayar pada memori spektakuler dalam hidupnya yang terjadi siang tadi. Wajah cantik pemuda itu. Rambut blonde-nya yang terlihat sangat halus, matanya yang biru secerah langit hari ini, kulit pucatnya, hidung bangirnya, dan.. bibir cherry-nya yang begitu menggoda Shan untuk mengecupnya. Sungguh mahakarya Tuhan yang baru kali ini dilihat oleh Shan. Dadanya berguncang hebat, ada suatu perasaan yang tak mampu diungkapkan dan seakan-akan ingin melompat ke luar. Shan merindukan pemuda itu. Mungkin ia telah jatuh cinta pada pemuda itu. Cintanya yang pertama.
****
“Eemhhh...”
Iris zamrud itu akhirnya terbuka setelah tertutup beberapa saat yang lalu. Shan tidak benar-benar terlelap semalam. Wajahnya terlihat kusut pagi ini. Angin semilir kembali menyambut pagi harinya yang kini mulai tak tenang. Ia beranjak dari tempat tidur lalu melangkah gontai menuju jendela,dari balik trali yang memisahkan kamarnya dengan dunia luar ia menatap sendu ke arah langit. Seolah awan tengah mengukir wajah pemuda itu diatas sana. Shan merindukan pemuda itu. Entah sejak kapan rasa rindu mulai menjalar menghantuinya. Pada akhirnya Shan bertekad untuk kembali ke kuil. Mencari sang pemuda tentunya. Matahari telah berada tepat diatas kepala. Cahayanya begitu terik saat itu. Dengan menunggang seekor kuda dan mengenakan jubah bertudung ia pergi seorang diri. Selang beberapa waktu Shan telah berdiri didepan altar Dewa Osiris. Setelah berdoa beberapa saat ia menunggu sang pujaan dengan tenang. Berjam-jam ia berada disana. Namun nihil,sang pemuda tak kunjung menampakkan diri. Dengan kekecewaan yang mendalam Shan melangkah pulang.
Keesokkan harinya ia kembali menunggu sendirian di depan altar. Rasa rindunya tak bisa dibendung. Ia ingin sekali bertemu pemuda itu lagi. Berbicara padanya atau bahkan hanya melihat sosoknya dari kejauhan. Malam-malam setelah hari pertemuan itu pun dilalui Shan dengan sangat tersiksa. Ia hampir tak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun karna begitu merindukan pujaannya.
Tiga belas hari berlalu. Dan sudah dua belas malam Shan lewati dengan siksaan akan sosok pemuda yang ia rindukan itu. Shan masih dengan setia menunggunya. Seperti hari ini. Ia kembali duduk didepan altar dengan bertopang dagu. Menantinya dengan sabar. Menatap ke sudut jalan memastikan kedatangan pemuda-nya itu. Berharap sang pujaan hati lekas memunculkan diri. Tapi ia kembali harus kecewa,hari sudah sore dan sudah berjam-jam ia menunggu disini. Ia memutuskan untuk segera pulang.
Tidak biasanya jalan kota hari ini sangat ramai, mungkin ada perayaan. Shan berjalan memutar arah lewat Utara menuju pintu samping istana,agar tak seorang pun dapat melihat dan mengenalinya. Sebelumnya ia jarang sekali melewati jalan ini. Jalan yang sangat sepi,tak banyak orang yang melewatinya. Rumah-rumah penduduk pun jarang terlihat di sepanjang jalan.
Disepanjang Jalan ini ditumbuhi pohon-pohon Ent yang rindang. Cahaya matahari sore menembus dibalik celah daun-daun lebat pepohon tua itu. Shan berjalan dengan perasaan yang mengambang. Ia masih berharap bertemu dengan pemuda itu lagi. Ia menatap ke arah barat jalan. Ada sebuah taman. Tak ada seorang pun yang berada disana. Taman yang baru kali ini ia lihat atau mungkin taman yang selama ini tak pernah diperhatikan olehnya. Shan memasuki taman itu,di bagian barat taman terdapat sebuah danau yang sangat mengagumkan. Terlihat pula bunga Lili putih dan juga bunga-bunga indah lainnya tengah bemekaran. Niat untuk pulang diabaikan olehnya saat itu juga,ia memutuskan beristirahat sejenak disana. Irish zamrud-nya bergerak mencari sebuah tempat duduk. Ia mendapatkannya dan ada seseorang duduk di sana juga di sebuah potongan kayu tumbang yang menghadap ke arah danau. Shan mengahampirinya. Orang itu terlihat memejamkan matanya. Shan tercengang menatap sosok itu, ternyata orang yang sedang duduk itu adalah orang yang selama ini menyiksa malamnya, orang yang selama ini ia rindukan. . . .
Pemuda di kuil.
Angin semilir menerpa sosok seorang pemuda,selayaknya sambutan dari Dewa untuk umat kecilnya itu karna telah mengunjungi rumah tuaNya. Berhembus tepat dihadapan seorang pemuda menyibakkan surai hitam nan lembut miliknya,mengekspos wajah tampan nyaris sempurna layaknya seorang malaikat. Dan jangan lupakan senyum indah yang mampu melelehkan para gadis kala menatapnya itu. Ia terpejam beberapa saat untuk menikmati udara pagi Itchlieon yang terkenal sejuk. Matanya kembali terbuka menampilkan irish berwarna zamrud yang terlihat begitu mengagumkan. Tak lama,ia melanjutkan langkahnya memasuki aula Kuil tua dipinggir kota itu. Namanya Shan. Usianya kini belum genap 18 tahun. Ia merupakan anak tunggal Raja Baliant dan mendiang Ratu Lilian dari kerajaan Itchlieon . Shan seorang putra makota.
Sang Pangeran berjalan menunduk menuju tempat persembahyangan. Berusaha sebisa mungkin menyembunyikan identitas aslinya dengan memakai jubah bertudung. Ia meminta dengan sangat sopan pada para pengawal untuk menunggunya digerbang samping kuil. Hanya bertujuan tidak membuat gaduh suasana Kuil yang khidmat ini dengan kegemparan kedatangannya yang notabene merupakan seorang Putra Mahkota. Shan mengambil sesaji di atas meja bertingkat,lalu meletakkan didepan altar patung Dewa Osiriss. Ia berdoa dengan sangat khusyuk. Sampai-sampai tak menyadari disampingnya telah berdiri seseorang yang juga sedang berdoa. Setelah selesai berdoa ia baru tersadar akan keberadaan orang tersebut. Ia terpaku memandang wajah orang yang kini berdiri dihadapannya. Oh demi Dewa Osiris dia wanita yang sangat indah batin Shan. Ia terus saja memandangi sosok didepannya ini. Bahkan saat orang itu berjalan dan nyaris terjatuh karena terhalang oleh tubuh Shan. Ia masih tetap saja tak bergeming.
“Maaf sungguh aku tak sengaja.” Seru orang itu cepat seraya membetulkan posisinya yang sempat limbung.
Shan terkejut. Ia tercengang menatap orang yang baru saja membuatnya terhipnotis itu. Kali ini bukan lagi tentang keindahannya,namun juga karena suara berat yang mengungkapkan jati dirinya. Ternyata ia juga seorang laki-laki. Bahkan mungkin usianya sepantar dengan Shan hanya saja tubuhnya tak lebih tinggi dari Shan. Ia benar-benar tak menyangka mampu terpesona oleh seorang laki-laki.
“Kamu laki-laki?” tanya Shan polos.
Secepat kilat ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan ucapannya. Pemuda itu terlihat bingung dengan pertanyaan yang Shan ajukan dan masih dengan tatapan kosong dikedua irish birunya ia menaikkan satu alisnya.
“Eh,bukan maksudku,apa kamu baik baik saja?” ralat Shan.
Pemuda itu tersenyum dan sekali lagi sukses membuat Shan terpaku melihat keindahan lain dari pemuda itu,”Aku baik-baik saja kok. Maaf telah menabrakmu tadi.” jawabnya ramah.
“I-itu bu-bukan masalah .”
“Boleh aku lewat?”
“ I-iya a-apapun untuk mu.”
Shan memberikan jalan pada pemuda cantik itu. Ia terus mengawasi pemuda itu yang berjalan menjauhinya. Lagi.. pemuda itu menabrak seorang pria tua. Setelah meminta maaf berkali-kali ia kembali berjalan dengan tatapan kosongnya. Shan bertanya-tanya dalam hati siapa pemuda yang pertama kali mampu membuat dia terlihat bodoh dalam 17 tahun hidupnya itu. Hingga sang pemuda hilang dibalik puluhan orang yang tengah berkumpul untuk berdoa,Shan masih mengawasinya. Shan merapikan kembali tudung jubahnya yang sedikit berantakan dan segera berjalan menuju pintu samping Kuil itu. Tak banyak kata yang terucap dari bibir tipis Shan setelahnya. Bahkan setelah acara makan malam istimewa bersama ayah dan petinggi kerajaan,ia masih saja terdiam.
“Siapa ia?” gumam Shan pada dirinya sendiri sembari menghempaskan tubuh lelahnya ke tempat tidur.
“Kenapa ia mampu membuatku menjadi bodoh?tak tau harus berbuat apa. Sihir macam apa yang ia gunakan untuk membuatku tak mampu berpaling darinya?”
Fikiran Shan melayang berlayar pada memori spektakuler dalam hidupnya yang terjadi siang tadi. Wajah cantik pemuda itu. Rambut blonde-nya yang terlihat sangat halus, matanya yang biru secerah langit hari ini, kulit pucatnya, hidung bangirnya, dan.. bibir cherry-nya yang begitu menggoda Shan untuk mengecupnya. Sungguh mahakarya Tuhan yang baru kali ini dilihat oleh Shan. Dadanya berguncang hebat, ada suatu perasaan yang tak mampu diungkapkan dan seakan-akan ingin melompat ke luar. Shan merindukan pemuda itu. Mungkin ia telah jatuh cinta pada pemuda itu. Cintanya yang pertama.
****
“Eemhhh...”
Iris zamrud itu akhirnya terbuka setelah tertutup beberapa saat yang lalu. Shan tidak benar-benar terlelap semalam. Wajahnya terlihat kusut pagi ini. Angin semilir kembali menyambut pagi harinya yang kini mulai tak tenang. Ia beranjak dari tempat tidur lalu melangkah gontai menuju jendela,dari balik trali yang memisahkan kamarnya dengan dunia luar ia menatap sendu ke arah langit. Seolah awan tengah mengukir wajah pemuda itu diatas sana. Shan merindukan pemuda itu. Entah sejak kapan rasa rindu mulai menjalar menghantuinya. Pada akhirnya Shan bertekad untuk kembali ke kuil. Mencari sang pemuda tentunya. Matahari telah berada tepat diatas kepala. Cahayanya begitu terik saat itu. Dengan menunggang seekor kuda dan mengenakan jubah bertudung ia pergi seorang diri. Selang beberapa waktu Shan telah berdiri didepan altar Dewa Osiris. Setelah berdoa beberapa saat ia menunggu sang pujaan dengan tenang. Berjam-jam ia berada disana. Namun nihil,sang pemuda tak kunjung menampakkan diri. Dengan kekecewaan yang mendalam Shan melangkah pulang.
Keesokkan harinya ia kembali menunggu sendirian di depan altar. Rasa rindunya tak bisa dibendung. Ia ingin sekali bertemu pemuda itu lagi. Berbicara padanya atau bahkan hanya melihat sosoknya dari kejauhan. Malam-malam setelah hari pertemuan itu pun dilalui Shan dengan sangat tersiksa. Ia hampir tak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun karna begitu merindukan pujaannya.
Tiga belas hari berlalu. Dan sudah dua belas malam Shan lewati dengan siksaan akan sosok pemuda yang ia rindukan itu. Shan masih dengan setia menunggunya. Seperti hari ini. Ia kembali duduk didepan altar dengan bertopang dagu. Menantinya dengan sabar. Menatap ke sudut jalan memastikan kedatangan pemuda-nya itu. Berharap sang pujaan hati lekas memunculkan diri. Tapi ia kembali harus kecewa,hari sudah sore dan sudah berjam-jam ia menunggu disini. Ia memutuskan untuk segera pulang.
Tidak biasanya jalan kota hari ini sangat ramai, mungkin ada perayaan. Shan berjalan memutar arah lewat Utara menuju pintu samping istana,agar tak seorang pun dapat melihat dan mengenalinya. Sebelumnya ia jarang sekali melewati jalan ini. Jalan yang sangat sepi,tak banyak orang yang melewatinya. Rumah-rumah penduduk pun jarang terlihat di sepanjang jalan.
Disepanjang Jalan ini ditumbuhi pohon-pohon Ent yang rindang. Cahaya matahari sore menembus dibalik celah daun-daun lebat pepohon tua itu. Shan berjalan dengan perasaan yang mengambang. Ia masih berharap bertemu dengan pemuda itu lagi. Ia menatap ke arah barat jalan. Ada sebuah taman. Tak ada seorang pun yang berada disana. Taman yang baru kali ini ia lihat atau mungkin taman yang selama ini tak pernah diperhatikan olehnya. Shan memasuki taman itu,di bagian barat taman terdapat sebuah danau yang sangat mengagumkan. Terlihat pula bunga Lili putih dan juga bunga-bunga indah lainnya tengah bemekaran. Niat untuk pulang diabaikan olehnya saat itu juga,ia memutuskan beristirahat sejenak disana. Irish zamrud-nya bergerak mencari sebuah tempat duduk. Ia mendapatkannya dan ada seseorang duduk di sana juga di sebuah potongan kayu tumbang yang menghadap ke arah danau. Shan mengahampirinya. Orang itu terlihat memejamkan matanya. Shan tercengang menatap sosok itu, ternyata orang yang sedang duduk itu adalah orang yang selama ini menyiksa malamnya, orang yang selama ini ia rindukan. . . .
Pemuda di kuil.
2 komentar:
Post cerita the monster dong...
sabar ya bro.. ntar di posting kok..
Posting Komentar