Sunyi Dalam Bunyi


by : Galih Ramdhani Prasetia

*Aku Bintang*
Pernahkah kalian merasa sendiri? Pernahkah kalian merasa lelah menjalani kehidupan? Pernahkah kalian merasa dunia ini tak adil? Pernahkah kalian merasa bosan dengan sebuah keadaan? Pernahkah kalian merasa muak dengan sepi? Itu tak ada bandingnya dengan seseorang yang kini sedang terkapar dalam sebuah kamar 3x3m, kamar yang cukup luas nan nyaman. . Seseorang dengan gurat wajah yang tegas, namun terlihat ada luka, pancaran kesedihan dari raut wajah polos yang sedang terlelap ini. .
-
Hari-hari seseorang berwajah tegas yang tekesan cool dan cuek namun menyenangkan ini terkesan begitu hambar. Kedua orang tua yang selalu sibuk dengan bisnisnya, membuat seseorang berwajah tegas itu terasa sepi. Bahkan hanya untuk saling sapa, bertemu-pun mereka jarang. Jika ingin bertemu-pun mereka hanya punya waktu 1 hari, itu-pun tidak 24 jam dan mereka (orang tua seseorang berwajah tegas) langsung kembali bekerja dengan urusannya. Meskin seseorang berwajah tegas itu ‘terpenuhi’ segala kebutuhannya, namun tetap ada yang kurang baginya. . Kasih sayang. . .
-
Sisilain kehidupan seseorang berwajah tegas ini yang belakangan ini merasa uring-uringan, entah naluri apa yang merasukinya, seseorang berwajah tegas ini yang notabennya seorang laki-laki mencintai laki-laki. 2 kenyataan pahit dalam hidupnya, Entah apa yang harus dilakukannya. Itu terlalu menyesakkan
-
Suatu ketika seseorang berwajah tegas tengah berada disebuah danau, tempat favoritnya. Duduk termenung, melamun, menerawang jauh, menatap langit sore sepi diiringi suara burung bangau yang tengah terbang kearah barat. Seseorang berwajah tegas mengenakan baju seragam sekoah tertera name-tag dengan nama “Bintang” itu-pun melihat seorang ibu dengan anaknya. Anak yang manis, meminta dibelikan balon kepada ibunya, sang ibu-pun membujuk agar anaknya urung membeli balon, namun sang anak meronta, seseorang berwajah tegas-pun tersenyum dan berdiri, melangkah mendekati penjual balon, dipegang satu balon berbentuk Angry bird kemudian seseorang berwajah tegas-pun memberikan balon tersebut kepada anak kecil itu, sang anak-pun yang tadinya meronta menangis, kini tersenyum lebar tatkala seorang malaikat telah memberinya sebuah balon. Ibu sang anak-pun tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada seseorang berwajah tegas berhati malaikat itu. Namun, setelah beberapa saat kepergian ibu dan anak itu, seseorang berwajah tegas yang tadi sempat mengukir senyum, kini senyum itu kembali pudar. Pudar terbawa angin yang berhembus dalam sepi. . .
-
Diam, seseorang berwajah tegas memilih untuk diam, tak banyak tingkah seperti teman-teman sebayanya. Soal prestasi, jangan diragukan. Seseorang berwajah tegas selalu menjadi urutan pertama didalam kelas, namun ia tak bangga. Tak bangga karena orang tua(nya) tidak tau-menau. Ia iri, ia iri ketika melihat temannya ketika pembagian rapot orang tua temannya selalu hadir, ia iri ketika diadakannya rapat orang tua, orang tua mereka hadir. Lah dia? Hanya sebuah khayalan, hanya sebuah angan. . Angan yang terbang terbawa terpaan angin, takkan bisa jadi nyata. .
-
Seseorang terbangun dari tidur lelapnya, sinar mentari menyeruak melalui celah jendela, seseorang berwajah tegas sedikit memicingkan matanya meliahat arlojinya, satu-dua kali dia menguap, satu-dua kali dia mengucek matanya. Dan kini seseorang berwajah tegas itu berada didalam kamar mandi, tak butuh waktu lama dia-pun keluar dan segera mengganti pakaian mengenakan seragam sekolahnya, tak lupa. . Seseorang berwajah tegas itu sarapan, sarapan yang disediakan pesuruhnya, wanita paruh-baya namanya mbok Ati. Mbok Ati yang telah lama mengabdi di keluarga ini, seseorang berwajah tegar-pun tak sungkan memeluknya seperti memeluk ibunya sendiri, mencium tangannya saat hendak pergi ke sekolah. . Selain Mbok Ati, ada juga mang Mamat. Mang Mamat adalah supir pribadi seseorang berwajah tegas ini, dia mempunyai istri dan anaknya sangat banyak. Tak lama, seseorang berwajah tegas-pun menyelesaikan rutinitas paginya termasuk sarapan, dan segera pergi melesat dipagi yang cerah menuju sekolah. . . .
*Aku Seorang Teman*
Seseorang berwajah tegas tengah berada disebuah kantin sekolah, dia sendiri karena dia murid baru di sekolah ini, seseorang berwajah tegas menyapu seisi kantin, melihatnya dengan senyum getir. Satu-dua mereka tertawa, satu-dua sibuk dengan makanannya. Seseorang berwajah tegas-pun menunduk, melihat makanan yang tengah ada dihadapannya, entah mengapa rasa lapar itu menjadi hilang, saat dia mendongkakkan kepala ada seseorang yang menghampirinya, seorang laki-laki yang tengah senyum kearahnya, “boleh aku duduk disini?” Tanya seseorang ber name-tag Jimmy itu, seseorang berwajah tegas-pun tersenyum ‘agak canggung’ dan mengangguk, tak ada percakapan lagi yang keluar dari mulut mereka selama makan, hingga bell-pun berdering nyaring menandakan pelajaran selanjutnya akan segera dimulai. .
-
Dan ternyata Jimmy satu kelas dengan seseorang berwajah tegas, dan mereka memutuskan untuk satu bangku. Satu teman baru, seseorang berwajah tegas sangat senang, mendapatkan seorang teman. Setidaknya untuk mengisi kekosongan hari-harinya. .
-
Hari-hari mereka semakin terlihat akrab, Jimmy mengetahui bahwa seseorang yang berwajah tegas itu gay, tapi itu bukan masalah baginya. Kini Tak hanya mereka, ada satu orang laki-laki bernama Riyan yang terlihat akrab dengan seseorang berwajah tegas. Riyan orang yang sangat ramah, bukan ramah lagi namun kelewat ramah, dan seseorang berwajah tegas menyukai itu. Hingga, beberapa minggu kemudian, seseorang berwajah tegas itu-pun memberanikan diri untuk menembaknya, “Riyan, aku tau ini memang aneh, kamu mau gak jadi pacarku. . .?” Tanya seseorang berwajah tegas itu, Riyan ternganga dengan sebuah pernyataan ini. .
“M. .Maksud kamu? Pacar?” Tanya Riyan memastikan
“iia, pacar. . .” seseorang berwajah tegas itu meyakinkan, Riyan diam sejenak hingga diakhiri dengan sebuah anggukan dan seulas senyum yang terukir dibibir merahnya. Seseorang berwajah tegas-pun ikut tersenyum dan hanyut dalam jalinan kasih mereka, cinta terlarang. . sejenak seseorang berwajah tegas itu melupakan masa-masa sendiri, masa-masa sepinya. .
-
Seseorang dengan wajah tegas tengah duduk di tepi danau, tak sendiri melainkan bersama teman dan pacarnya. Mereka larut dalam sore sunyi, hanya terdengan gesekan-gesekan ranting pohon, hembusan angin dan suara burung bangau yang tengah terbang disiluet jingga sore ini. . Seseorang berwajah tegas menatap kosong kearah danau dengan mata menusuknya, Jimmy-pun menepuk pundak seseorang berwajah tegas itu, kemudian ia menoleh. . Akhirnya mereka mengakhiri sore itu tanpa suara, sunyi. . damai. . .
-
Sungguh teman itu luar biasa, mengusir sepi meski dalam sepi, kini sejak hari itu, seseorang berwajah tegas, tak sendiri. . meski tetap sunyi. . .
*Aku Sebuah Danau Kecil*
Seseorang berwajah tegas sering menghabiskan waktunya hanya untuk termenung, merenung yang tak semestinya direnungkan disebuah danau kecil. Hari-hari sepi itu kini seakan terkikis, perlahan namun pasti semua berubah membaik, saat setelah Jimmy temannya dan Riyan kekasihnya datang dikehidupannya. Hidupnya kini kian berwarna, seakan pelangi mewarnai hatinya, Riyan. . laki-laki yang ditembaknya beberapa minggu yang lalu, kini tengah disisinya, menemaninya. Duduk ditepi danau dalam diam. Riyan yang notabennya banyak biacara, kini porsi bicaranya sedikit dikurangkan. Meski lidah terasa gatal, Riyan tetap memilih tidak terlalu banyak bicara, dia ingin menyesuaikan diri dengan seseorang disampingnya, seseorang berwajah tegas.
-
Sore ini, danau terasa begitu rame. Banyak muda-mudi yang berdatangan, satu-dua bercengkrama, satu-dua berfoto-ria, satu-dua jalan-jalan sore. Sungguh sore yang indah, tak kalah para pedagang-pun ikut meramaikan sore yang indah ini, dari ujung danau sampe ke ujung yang yang satunya lagi penuh dengan pedagang dan pewisata. Kini, seseorang berwajah tegas merasa terganggu akan ramainya suasana danau, namun apa boleh buat, ini tempat umum, wisata-pula.
-
Hari-hari seseorang berwajah tegas itu tak mengunjungi danau, hingga akhirnya hari ini, ia memutuskan pergi kesana, sendiri. Setelah pulang sekolah, seseorang berwajah tegas itu-pun langsung membawa kakinya berjalan kearah danau kecil, tempat favoritnya. Entah, ia seakan jatuh cinta pada tempat itu, tempat yang membuat hatinya nyaman. . Akhirnya seseorang berwajah tegas it-pun tiba, ia menyapu seluruh sekeliling danau, tidak terlalu rame. Seseorang berwajah tegas-pun tersenyum kecil, dan duduk dalam diam, dalam sepi, dalam sunyi. . itulah yang membuat dirinya tenang selama ini.
-
Lama dalam diam, seseorang berwajah tegas-pun menoleh ke-arah samping kanannya, dan dia terdiam, cukup lama. . memperhatikan apa yang kini ada dihadapan matanya, seseorang bermata elang, dia sangat memesona. Tak lama, dia mengerjapkan matanya. Mengingat Riyan, kekasihnya. Namun, sesekali ia curi pandang kearah seseorang di sampingnya, sungguh indah. . . dia sangat tampan, dengan kemeja putih lengan digulung. Sadar diperhatikan, Seseorang bermata elang itu-pun menoleh pada orang yang sekian lama memperhatikannya, seseorang berwajah tegas melemparkan senyumnya, kemudian pria itu berdiri, tersenyum sejenak dan pergi dari hadapan pemuda yang kini memalingkan wajahnya ke-arah danau. Langit sore tergantikan dengan langit malam, terdengar suara adzan berkumandang, dan seseorang berwajah tegas-pun meninggalkan danau kecil itu.
-
Pernahkan kalian merasa nyaman disuatu tempat? Maka itulah rasanya, danau kecil ini. Hati kedua dalam hidupku. . .
*Aku Cinta yang salah*
Celaka, bagai petir menghantam gunus es. Apa yang terjadi didepan matanya itu sungguh menyakitkan, seseorang berwajah tegas berdiri mematung, mulut ternganga, muka merah padam pendam amarah, hati berderu bagai kuda perang berlari kencang, pemandangan yang begitu menyakitkan, senyum yang kemarin tengah terukir kini kembali pudar, bak lukisan indah yang pudar oleh air. Bagai seribu anak penah menghantam tubuhnya, sangat s-a-k-i-t. . . . Terliat satu-dua tetes embun dikelopak matanya turun, mengarungi wajah dingin nan-tegas, kini satu-dua tetes embun-pun berganti menjadi air yang begitu deras menerobos kelopak matanya, bak bendungan air yang runtuh. . Pedih, air mata yang melambangkan kesakitan, keperihan yang menyayat.
-
Seseorang berwajah tegas melihat sang kekasihnya tengah berpelukan dengan laki-laki lain, tepat didepan matanya. Hanya beberapa meter jarak antar keduanya, satu-dua dia terpaku memandang pemandangan yang menyakitkan, satu-dua hatinya bergetar menahan rasa sakit-amarah, satu-dua gigi gemertak dengan rahang yang tegas, menahan apa yang membatu dalam hatinya.
-
Seseorang berwajah tegas-pun memutuskan enyah dari hadapan mereka, tak sengaja Riyan sang kekasih seseorang yang tengah berjalan membelakanginya melihatnya. Di lepas pelukannya, dan berniat berlari mengejar kekasihnya. Seseorang berwajah tegas menoleh ke-arah belakang, melihat Sang kekasih mengejar dirinya, seseorang berwajah tegas tak ingin diganggu, sontak dia lari bagai kilat yang menyambar, tujuan utamanya kini adalah danau. Ini malam, langit gelap dengan rembulan menerangi bumi dan tabur bintang yang menghiasi, cahaya bulan menerpa wajah seseorang berwajah tegas, tengah melihat sendu, kosong ke-arah danau, pikirannya berkecamuk, kejadian yang membuatnya tertohok dan sakit untuk ke-berapa kalinya. Entah, senyum kemarin kini menghilam dibalik kelam gelapnya malam, hanya senyum getir yang terparas diwajah tegasnya. . .
-
Ini cinta yang salah, bahkan seseorang berwajah tegas belum mengenalnya, sepenuhnya. Dia terlalu terburu, melihat paras yang tampan-memikat, polos namun sebenarnya dibalik wajah itu ada sesuatu yang sangat CACAT. .
*Aku Sebuah Mimpi*
Ku langkahkan kakiku, sesekali menendang kerikil kecil yang terhampar di jalan ini. Menundukan kepala, enggan melihat ke depan. Entah siapa yang mulai, mobil dari kejauhan berjalan sangat cepat dan “BRUGHHH-“ seseorang tertabrak, sontak sang-supir keluar dan melihat anak muda, darah ada dimana-mana, segera ia membopong-memangku seseorang yang tengah tertabrak, seseorang berwajah tegas, tertutup oleh darah segar yang terus mengalir keluar dari dahinya. Dia tak sadarkan diri. .
-
Supir itu berteriak, memanggil para perawat sebuah rumah sakit untuk membantunya, Panik. . tentu, siapa yang tak panik. Segera perawat itu membawa seseorang berwajah tegas menuju ruang IGD, memeriksa, supir itu terasa resah, satu-dua bolak-balik, satu-dua duduk. Hingga seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, sontak sang-supir bertanya keadaan seseorang yang tengah berbaring didalam. . “Anak itu hanya perlu istirahat, darahnya terkuras cukup banyak. Anda keluarga pasien?” Tanya sang-dokter, melihat menelisik supir yang tengah menabraknya. .
“Bukan, saya yang menolongnya dijalan tadi. .” Ucap sang-supir berbohong, jika dia mengaku menabraknya maka dia akan terkena impasnya, dan berurusan dengan hukum, dokter-pun hanya mengangguk, dan pergi meninggalkannya.
-
Pasien berwajah tegas itu-pun perlahan matanya terbuka, cahaya yang menyilaukan retina matanya. Ia tak mengenali tempat ini, ‘dimana ini?’ tanyanya dalam hati. Seseorang berwajah tegas melihat ke-arah luar ruangan yang begitu besar ini, melihat padang rumput yang begitu luas, udara disini-pun terasa begitu segar, kemudian seseorang berwajah tegas menyapu seisi ruangan, ruang kosong namun terlihat bercahaya, matanya tertuju pada sebuah pintu. . pintu yang begitu indah, terlihat terbuat dari emas, segera ia lari dan kuat-kuat membuka pintu itu, pintu besar. . Perlahan tapi pasti, pintu terbuka lebar, dan seseorang berwajah tegas-pun terlihat shock melihat dengan apa yang ada didepannya, dia melihat dirinya terbaring terpekur lemah diatas kasur dalam ruangan yang tak terlalu luas, selang infuse menancap dipergelangan tangannya. Satu-dua langkah dia mulai mendekat, melihat dirinya yang terbaring, saat dia akan menyentuh, hanya udara yang ia sentuh. Dia tak bisa menyentuh seseorang yang tengah tertidur, dirinya sendiri. . ‘apa aku telah mati?’ tanyanya
-
Tak lama berkutat dengan kebingungan, dia akhirnya memilih meninggalkan dirinya yang terbaring lemah, dan saat akan membuka pintu, lagi-lagi hanya udara yang ia pegang, seseorang berwajah tegas-pun memejamkan matanya, dan berjalan menembus pintu itu, perlahan namun pasti dia keluar tanpa harus membuka pintu. . Kini ia berjalan dilorong rumah sakit, seseorang berwajah tegas melihat temannya yang terlihat khawatir, dia memanggil nama temannya, namun apadaya, sekeras apapun dia memanggil, Jimmy takkan menoleh padanya. .
-
‘Kenapa denganku’ Tanya seseorang berwajah tegas menerka, ia menyusuri jalan menuju tempat yang membuatnya tenang, sebuah danau kecil. . Duduk menatap kosong kearah danau, satu-dua kali menghela nafas, merasa bingung dengan apa yang tengah terjadi. Seseorang berwajah tegas-pun berdiri, mencoba beberapa kali bertanya kepada orang-orang, namun diacuhkannya begitu saja. Itu bukan diacuhkan, melainkan orang-orang tak melihat wujud seseorang berwajah tegas tersebut. .
-
Hendak iia menuju tempat duduknya semula, ia melihat seseorang. . seseorang yang tak asing, seseorang bermata elang dengan baju yang sama, ia-pun duduk disebelah orang itu seraya berkata. . “Kenapa ini semua terjadi kepadaku, dunia ini memang gak adil. .” kata seseorang berwajah tegas, yang mensejajarkan duduknya dengan seseorang bermata elang. Sontak seseorang bermata elang-pun menoleh. .
“Ini bukan, soal adil dan gak adilnya dunia, ini adalah kehidupan. Hidup ini keras. . dan kita hanya berusaha membuat dunia ini menjadi indah. .” Suaranya menggelegar, kata-katanya memebuat seseorang berwajah tegas melongo,
“Kau bisa melihatku?” seseorang berwajah tegas bertanya, menaikkan intonasi. .
“Tentu, kenapa tidak?” seru pria disebelahnya dengan senyuman terukir dibibirnya. .
“Alhamdulillah. . . akhirnya aku tertolong. .” kata seseorang berwajah tegas dengan riang-nya
“Tertolong? Apa maksudmu?” Tanya pria itu dengan tatapan aneh
“Kamu mau kan menolongku?” pinta seseprang berwajah tegas
“Minta tolong, apa? Kau terlihat baik-baik saja. . .” terka pria itu
“ahhh, ini rumit. . . dan kau tau? hanya kamu-lah yang bisa melihatku. .” seseorang berwajah tegas menjelaskan apa yang terjadi dengan diriny, sontak pria bermata elang disebelhanya shock dengan apa yang terjadi dan hendak meninggalkannya. Namun seseorang berwajah tegas itu-pun tak henti-hentinya memohon agar pria bermata elang itu menolongnya. Dan akhirnya, pria bermata elang menganggukan kepalanya, meski terlihat ragu. . .
*Aku Pria Bermata Elang*
Hidup itu keras, kata-kata yang tertanam dalam benak pria bermata elang. Hidup sunyi dalam bunyi, sendiri namun tak sendiri. Berkhayal, berangan-angan. . Iri dalam keadaan, tanpa mengetahui siapa orang tuanya, pria pintar dan cerdas. pria berusia 17 tahun, yang selalu membuang waktunya dalam sunyi namun bunyi. Terpaksa berhenti menggapai cita-cita setinggi langitnya karena sebuah keadaan, keadaan yang tak memihak. Namun, pria bermata elang tersebut senan-tiasa bersyukur dengan apa yang dijalaninya selama ini. Hari-hari ia terdiam dalam sunyi, hari-hari menghibur, tapi bukan pria penghibur, menghibur dan menghipnotis setiap orang yang mendengar suaranya. Dia seorang penyanyi cafĂ©, upah tak seberapa, malah ia berbagi dengan rekannya yang sama-sama ‘membutuhkan’, pria berhati malaikat, mereka berseru begitu, Septya, sebut saja itu namanya. .
-
Kini pria bermata elang itu tengah duduk dengan seseorang, lebih tepatnya arwah seseorang yang berwajah tegas disebuah dermaga. Saling bercerita satu-sama lain, seseorang berwajah tegas hanya menunduk, menyesali dirinya, mengutuk dirinya yang selalu mengeluh. Seseorang berwajah tegas merasa sangat teramat beruntung dibanding pria bermata elang bernama Septya disebelahnya. Hidup serba kecukupan dengan orang tua yang ‘masih’ ada. Tiap kata pria bermata elang itu sukses menohok hatinya, mengebrak hati seseorang berwajah tegas itu. Lambat namun pasti, seseorang berwajah tegas itu menangis dalam diam, dan tak satu-pun air mata keluar dari pelupuk matanya. Menyesal, itulah kata yang tersirat dibenakknya. . .
-
Malam-malam sunyi, mereka masih termenung marasuki pikirannya masing-masing, menatap rembulan. Seseorang berwajah tegas mendongakkan kepalanya seakan berbicara pada bulan, sang bintang-pun kerlap-kerlip diatas sana memancarkan betapa indahnya langit malam ini. Mereka-pun hendak memutuskan pergi, karena entah siapa yang memulai awan gelap menutup sang rembulan dan bintang, takut-takut ada badai mereka-pun memutuskan beristirahat di dalam sebuah ruangan 2x3m, ruangan yang pengap, penuh debu, namun apa daya ini nyatanya.
-
Seseorang berwajah tegas meminta tolong agar Septya pria bermata elang berbicara kepada orang tuanya bahwa dia baik-baik saja, meski-pun seseorang berwajah tegas itu tak yakin orang tuanya tau apa yang menimpa dirinya, sungguh menyedihkan. . Mereka berencana besok pria bermata elang akan mengantar seseorang berwajah tegas ke rumah sakit, hari mulai sangat malam, hujan-pun turun membasahi bumi, bau tanah semilir dalam sunyi malam ditemani rintikan hujan. . .
*Aku Sebuah Kebenaran*
Esok yang cerah, berbanding terbalik dengan malam-malam mengerikan, hujan-petir saling menyahut. Suara kicauan burung, membuka pagi indah mereka, seseorang berwajah tegas dan pria bermata elang. Mereka tengah berjalan mengiringi trotoar jalan menuju rumah sakit tempat dimana ‘tubuh’ seseorang berwajah tegas dirawat, berjalan dalam diam, tak ada satu-pun percakan dari mereka, seakan mereka hanyut dalam dunianya sendiri-sendiri. . Setibanya mereka di Rumah sakit, mereka langsung melesat ke kamar dimana tubuh itu terkulai lemas, namun ruangan itu kosong. Sosok seseorang berwajah tegas-pun mulai panic, tubuh yang tak berdaya tersebut tidak ada didalam kamar. Segera ia menyuruh Septya menanyakan keberadaannya. Dan akhirnya suster menyatakan bahwa pasien tersebut dialihkan ke ruang VIP kelas 1 dirumah sakit ini, mereka menghela nafas lega dan segera melesat ke ruangan yang dituju.
-
Didalam ruangan, tengah duduk wanita paruh baya dan suaminya yang sedang termenung, menanti keajaiban datang, tok. .tokk. .tokk. . suara ketukan pintu membuyarkan lamunan mereka, Lelaki paruh baya itu-pun membuka pintu dan melihat pria bermata elang itu dengan tatapan aneh, pria bermata elang itu tersenyum, “Benarkah ini ruang rawatnya Bintang, om?” tanyanya dengan sangat hati-hati, Pria paruh baya-pun hanya mengangguk. . “Boleh-kah saya berbicara dengan orang tua Bintang?” tanyanya kedua kali,
“Silahkan masuk. . .” suara serak nan parau pria paruh baya itu mengiyakan, dan segera masuk diikuti pria bermata elang, “Ade siapa? Mau biacara apa?” Tanya pria paruh baya, orang tua Bintang, seseorang berwajah tegas. . .
“Aku Septya om, tante. . aku temannya Bintang, lebih tepatnya teman barunya. .” Kata pria bermata elang tersenyum
“Teman baru? Apa maksudmu?” Tanya wanita paruh baya
“Iia, aku baru berteman dengan Bintang, tepatnya kemarin sore. . . .” pria bermata elang itu-pun menceritakan semuanya, hal ganjil yang menimpanya, menceritakan bahwa Bintang, seseorang berwajah tegas arwahnya mendatanginya, menceritakan semuanya, “Dia sekarang tepat ada didepan om dan tante. . .” lanjut pria bermata elang, wanita dan pria paruh baya yang awalnya tak percaya kini percaya, “Dia sangat menyayangi kalian, om. . tante. . Dia ingin bersama-sama dengan kalian, layaknya keluarga bahagia. . . Dia rindu perhatian tante, dan om. .” Lanjutnya lagi, wanita paruh baya tak kuasa menahan kesedihannya, meneteskan air matanya. Seseorang berwajah tegas menatap sendu kedua orang tuanya, “. .Dia bilang jangan khawairkan dia, dia baik-baik saja. . . semuanya akan baik-baik saja. . .” Tutup pria bermata elang itu, dan segera pamit kepada orang tua Bintang, seseorang berwajah tegas. . .
-
Kini mereka berada disebuah taman, tak jauh dari rumah sakit. Mereka larut dalam diam. . “Thanks ya, Septya. . .” Kata seseorang berwajah tegas membuka percakapan, pria bermata elang itu-pun tersenyum mengangguk. Kini Seseorang berwajah tegas itu-pun merasakan dingin yang sangat luar biasa, menggigil teramat sangat. Pria bermata elang, berusaha menenangkan. . . Apa bisa buat, menyentuhnya-pun tak bisa, karena dia tak nyata. . Perlahan namun pasti, sosok seorang berwajah tegas mulai meredup, semakin hilang. . Pria bermata elang, menggapai-gapai sosok wajah seseorang berwajah tegas, namun itu tak membuahkan hasil. . Dan seseorang berwajah tegas-pun hilang dalam deru angin. . . .
-
Seseorang berwajah tegas kembali membuka matanya, menatap seisi ruangan. . Ruangan awal ia tersadar, ruangan luas namun kosong, dengan pintu yang terbuat dari emas. . Dia terdiam, apa maksudnya semua ini. . . Kemudian ada suara yang membuatnya terperangah, menyuruhnya kembali. . perlahan ia menutup matanya, dan sesaat dia-pun menggerakan seluruh tubuhnya, terasa nyeri. . Seseorang berwajah tegas-pun mengerang kecil, perlahan membuka matanya, amat sangat silau. . hingga ia kembali membuka matanya berusaha menyesuaikan, dia melihat dua orang yang sangat amat di tunggunya, orang tuanya. . Tak lama dokter-pun masuk, dengan kedua susternya, memeriksa keadaan Bintang, seseorang berwajah tegas. . Setelah selesai melakukan pemeriksaan, orang tuanya-pun masuk dan segera memeluk anak sematawayangnya, haru. . ruang-ruang haru. . .
*Aku Sunyi Dalam Bunyi*
Keesokan harinya-pun seseorang berwajah tegas diperbolehkan pulang, amat teramat senang, keadaannya mulai memulih. Kedua orang tuanya-pun sekarang tak menyia-nyiakan kebersamaan mereka, tak ingin kejadian dulu terulang kembali kedua kalinya. . Masa lalu yang kelam bagi seseorang berwajah tegas bernama Bintang itu. . .
-
Seminggu berlalu. . .
Rutinitas sekolahnya berjalan kembali, bertemu temannya, Jimmy. Dan tak lupa danau kecil yang telah lama ia tak kunjungi, namun ia seakan mencari-cari sesuatu, sesuatu yang pernah terjadi namun tak ia ingat, mencari seseorang yang membantunya namun ia tak mengingatnya. . . Hari-hari berlalu begitu cepat. . Suatu ketika, Wanita paruh baya bertanya pada anaknya, “Bintang, sini mama mau bicara. . .” Seseorang berwajah tegas-pun menghampiri ibunya. . “Kau mempunyai teman, nak?” Tanya wanita paruh baya itu. .
“Tentu mah, nama temanku Jimmy, kan mamah tau. .” Jawab seseorang berwajah tegas
“Ia mama tau, seorang teman, selain Jimmy, bernama Septya. .” Seseorang berwajah tegas tercengang dengan apa yang dikatakan ibunya, teman bernama Septya, ia seakan mengenalnya, namun siapa dia?? Seseorang berwajah tegas diam merenung. “Se-ptya. .” gumamnya pelan, sontak tanpa ba-bi-bu, dia melesat melangkahkan kaki kearah Danau kecil. . Dalam hati ia menimbang-nimbang, ‘Septya, pria bermata elang. .’ Terka seseorang berwajah tegas sambil berjalan. . .
-
Sesampainya di danau, ia sapu seluruh pandangannya. . namun seseorang berwajah tegas tak menemukannya, tak menemukan sosok yang ia cari. Sempat ia menyerah, namun ia tercengang kembali. . “Dermaga. .” gumamnya pelan, segera ia berlari menuju dermaga tak jauh dari danau. . satu-dua suara lari langkah kaki, sesekali melihat arlojinya. Dan Tap ! seseorang dengan wajah tegasnya melihat ke satu titik, titik dimana ia melihat seorang pria bermata elang tengah berdiri membelakanginya, perlahan ia mendekat dan mensejajarkan diri dengan Septya, pria yang telah membantunya.
-
Kini mereka sejajar, Septya yang tadinya menatap nanar kedepan, kini menoleh kearah samping melihat seorang pemuda dengan wajah tegas tengah tersenyum kearahnya. . Matanya berkaca-kaca, tak perlu menghitung Pria itu-pun memeluk pemuda yang berada didepannya. Pemuda itu kaget, mukanya memerah seperti kepiting rebus, setelah lama berpelukan. Pria bermata elang-pun memalingkan mukanya, malu-malu dengan wajah memerah. . “Kamu menghilang begitu saja. . .” kata pria bermata elang-pun memulai pembicaraan. .
“Aku minta maaf untuk itu. . Aku benar-benar tidak mengerti. .” Ucap seseorang berwajah tegas memotong pembicaraan, “Hasratku yang membawaku kesini. . menemuimu. .” lama ia terdiam, “Terimakasih telah membantuku. . .” Seseorang berwajah tegas itu mengakhiri pembicaraan. .
“Itu bukan masalah. . .” ucap pria bermata elang, menggantung. . “yang menjadi masalah, kamu tak ada kabar, aku khawatir. . Meskipun aku tau, kamu bukan siapa-siapa tapi aku kahawatir. . entah mengapa. . .” Ucapnya tertunduk. . .
“Aku sudah tidak apa-apa, Septya. . .” ucapnya kembali menggantung, “Septya. . aku tau ini salah, ku tau ini sangat aneh. .But, Would you be mine? As my Boyfirend?. .” Tanya seseorang berwajah tegas. . . Lama pria bermata elang terdiam. . “Septya. . .?” sahutnya kembali. .
“A. .Aku, gak ngerti. .” Pria bermata elang itu tertunduk malu, sontak seseorang berwajah tegas itu tertawa lepas, diikuti pria bermata elang disebelahnya. .
“Hahah. . aduhhh kamu ini yahh, yaudah. . .” Katanya gemas. . “Maukah kamu jadi milikku? Menjadi keksihku. . ?” kata seseorang berwajah tegas kembali. . pria bermata elang-pun membulatkan matanya, terdiam sejenak kemudian menganggukan kepalanya dan tersenyum. . Mereka lama saling menatap, entah siapa yang memulai bibir mereka-pun menyatu, berpagutan dibawah rembulan. Sungguh malam yang indah. . .
Sungguh malam yang indah bagi mereka berdua, saling mengisi kekosongan. Mereka tak pernah ragu, saling berbagi cerita. . Ohh Bintang-Bulan, lihatlah dua insan berbeda menyatukan cintanya, mengambalikan bunyi dalam sunyi, mengembalikan tawa dalam diam, mengembalikan keindahan dibalik kekosongan. Saling melengkapi, sungguh cinta itu takkan salah, meski cinta ini salah. .
-
Beberapa tahun kemudian. . .
Keluarga bahagia, Bintang dan Keluarganya. . begitupun Bintang dengan Septya Saling berbagi, saling setia. Hidup bahagia saling mengisi satu-sama lain. Persahabatan seseorang berwajah tegas itu-pun tetap berlanjut, sungguh masa depan yang indah dibalik masa lalu yang kelam. . Tuhan telah memberikan jawaban betapa adilnya kehidupan, hidup yang tadinya sunyi menjadi bunyi, yang tadinya diam menjadi tawa, mengembalikan keindahan dibalik kekosongan. .
Pernahkah kalian mengeluh ketika kalian bahagia? Tidak bukan? Kadang kita merehkan hal yang remeh, yang keliru. Padahal tak ada hal yang remeh jika kita bicara tentang cinta. . Keadaan mengajari seseorang tentang sunyi, dan orang lain mengajari seseorang itu mencintai bunyi. . .
-THE END-
Alkhirnya cerpen ke-sekian sudah selesai,
Mencoba bikin cerpen yang ‘agak’ nyastra, susah juga 
Dan inilah hasilnya. .
Berikan Like dan Komentarnya ya. . .
Jangan Lupa kritik dan sarannya. . .
Thank you

0 komentar:

Posting Komentar