Stay Part 5



By : Sa-chan
Budayakan like sebelum baca 
Jangan jadi pembaca gelap 
Stay 5
Hina menepuk – nepuk bola kristalnya itu dengan lembut. Perasaannya sekarang agak sedikit tenang ketika melihat salju yang turun dari bola kristal itu. Tatkala dia menerawang ke arah bola kristalnya, melihat semua kejadian yang selama ini dia rasakan. Hiro ternyata memang benar mirip dengannya, dia masih belum percaya mempunyai saudara kembar, dan Hina masih belum bertemu dengan ayahnya. Hina menaruh bola kristal itu di atas meja dan melihatnya kembali dengan seksama. Tiba – tiba ada sebuah bayangan yang aneh berada di depan bola kristalnya, Hina langsung mendongakkan kepalanya melihat siapa yang datang.
“Sedang apa di sini Miura ?” tanya Daiya heran.
“Miyazawa-senpai ?” kaget Hina.
“Semua sudah menunggumu di aula untuk latihan, kenapa masih ada di sini ? Ikuya tidak menemanimu ?” tanya Daiya lagi melihat sekeliling ruangan klub Drama mereka.
“Sudah waktunya ? Aku kira masih jam satu siang” jawab Hina sembari menggelengkan kepala bahwa dia tidak bersama Ikuya.
“Cepatlah, nanti Minami akan memarahimu, aku akan menyusul setelah mengambil beberapa data di sini” lanjut Daiya menaruh buku yang di pegangnya dari tadi dan mulai mencari sesuatu, ketika Hina sudah pergi dari klub.
“Kau terlambat sepuluh menit Miura” sahut Minami yang sudah menatapnya horor dari tadi.
“Maafkan aku Minami-san, kukira tadi kau masih rapat” balas Hina membela diri, membenarkan posisi kacamatanya yang miring karena sehabis berlari tadi.
“Yah, aku juga tidak mengira rapat senat tadi selesai dengan cepat, jadi aku memutuskan untuk segera memulai latihan ini” lanjut Minami mendekat ke arah Hina dan memberikan naskah dramanya.
“Lalu Kishimoto-san ?” tanya Hina lagi melihat sekeliling.
“Pangeran di sini, kau mencariku putri Cinderella ?” sambung Ikuya mengagetkan Hina dan memeluknya dari belakang. Minami langsung memukul kepalanya dengan naskah dialog yang cukup tebal.
“Kau juga sama Kishimoto, kemana saja dari tadi, kau juga tidak mengikuti rapat senat” ketus Minami.
Ikuya hanya meringis kesakitan sambil mengelus kepalanya.
“Tadi aku istirahat di ruang kesehatan, kepalaku agak pusing, sehingga aku ketiduran” cengir Ikuya.
Minami menghela nafas pelan melihat kelakuan temannya itu.
“Baiklah semua ke posisi masing – masing, kita akan memulai dari awal hingga akhir hari ini” sahut Minami keras memberi arahan pada semua anggotanya untuk bersiap memulai latihan mereka.
Sang bendahara, Tanaka Souta memberikan wig panjang dan kontak lens untuk di pakai oleh Hina. Setiap latihan Hina memang selalu memakai wig dan lensa agar terkesan makin mendalami peran karakternya tersebut. Hina terkejut ketika semua yang ada di situ menatapnya dengan intens, dia menjadi salah tingkah.
“A ... Apakah ada yang salah ?” gugup Hina.
“Kau memang cantik Hina, walaupun kau lelaki, seperti kubilang kemarin ada sesuatu yang membuatmu istimewa” ujar Ikuya merangkul Hina.
“Jangan menggodanya terus Kishimoto, kembali ke tempatmu” sahut Minami lagi mendorong Ikuya ke tempatnya.
“Percaya dirilah Miura, aku tahu kau bisa melakukannya, ini mimpimu bukan ?” sambung Souta merapikan wig yang di pakai Hina karena sedikit berantakan.
Hina hanya termenung mendengarkan perkataan dari Souta, dari dulu dia memang menyukai akting tapi belum sampai menjadi mimpinya. Mungkin saat inilah dia untuk bisa mewujudkan keinginannya menjadi sebuah mimpi. Kesempatan sudah banyak datang padanya, namun dia selalu menolaknya karena selalu fokus kepada pendidikannya. Ibunya juga selalu melarangnya untuk masuk ke dalam dunia akting atau film, karena hanya banyak kepalsuan dan ketidakjujuran di sana. Pengambilan foto cover sebuah majalah di Sapporo waktu itu juga hanya sekali saja, karena ibunya langsung mengetahui hal itu dan menarik semua peredaran majalah tersebut juga menuntut perusahaan majalah yang mengedarkan foto Hina. Sebenarnya Hina sudah berusaha menjelaskan kepada ibunya bahwa foto cover tersebut dia sendiri yang ingin melakukannya, namun sepertinya ibunya tidak mau mendengar dan tetap menyuruh bawahannya agar selalu mengawal Hina dan mengantar jemputnya setiap sekolah membuatnya terkekang.
I can almost see it
That dream I am dreaming
But there's a voice inside my head saying
"You'll never reach it"
Every step I'm taking
Every move I make feels
Lost with no direction
My faith is shaking
But I gotta keep trying
Gotta keep my handheld high
There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I'm gonna have to lose
Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb
The struggles I'm facing
The chances I'm taking
Sometimes might knock me down
But no, I'm not breaking
I may not know it
But these are the moments that
I'm gonna remember most, yeah
Just gotta keep going
And I, I got to be strong
Just keep pushing on
'Cause there's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I'm gonna have to lose
Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb, yeah!
There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Somebody's gonna have to lose
Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb, yeah!
Keep on moving, keep climbing
Keep the faith, baby
It's all about, it's all about the climb
Keep the faith, keep your faith, whoa
Hannah Montana - The Climb Lyrics
“Hiro, kau sudah bertemu Hina ?” tanya seorang pria paruh baya namun masih meninggalkan sosok berwibawa.
“Iya ayah, dia sekarang tinggal di rumah paman dan bibi Asou” jawab Hiro ketika mereka sedang makan malam.
“Benarkah ? baguslah kalau begitu, ayah juga sempat bingung kenapa dia tidak mau di jemput waktu itu ketika sudah sampai Haneda” balas Daiki_ayah Hiro_.
“Tapi ayah tidak mau dia tinggal bersama kita di sini ?” tanya Hiro balik.
“Itu keputusannya Hiro, jangan paksakan dia, lagipula jarak Waseda dari rumah pamanmu cukup dekat, Hina pasti memikirkan hal itu” ujar ayahnya lagi sambil mengelap mulutnya dan beranjak pergi dari meja makan.
Hiro hanya menatap makan malamnya dengan tatapan kosong, dia sudah tidak lagi berselera makan. Hiro memikirkan kenapa Hina harus tinggal dengan keluarga Asou ? Hiro mengetahui Kaito sudah menyukai Hina sejak dulu, bahkan dia mempunyai foto Hina saat masih bayi sampai sekarang. Hiro tidak tahu darimana Kaito mendapatkan foto Hina itu. Hiro memikirkan sesuatu bagaimana caranya agar Hina bisa tinggal bersamanya.
***
Hina mengambil ponselnya yang masih berdering nyaring karena ada pesan masuk di dalamnya. Masih dalam keadaan kantuk dia berusaha membuka matanya dan membaca pesan dari seseorang.
Senders: Okaasan
Subject: Happy Birthday !
Selamat Ulang Tahun Hina, bagaimana kabarmu di sana nak ? Apakah kau baik – baik saja ? Ibu merindukanmu. Ibu sudah mengirimkanmu sesuatu ke Tokyo, maaf sudah menganggu tidurmu yang nyenyak, minggu depan ibu dan Yuuki-san akan mengunjungimu di Shinjuku. ^^
Hina langsung mengerjapkan matanya berkali – kali, dia baru ingat hari ini sudah tanggal 14 Februari, ulang tahunnya sekaligus Valentine’s Day. Hina kembali meletakkan ponselnya di samping tempat tidurnya, dan kembali tidur, karena masih tengah malam.
“Kau sudah bangun Hina ?” tanya Kaito ketika Hina sudah bersiap pergi ke kampusnya.
Hina agak terkejut melihat sesuatu yang sudah tersedia di meja makan.
“Selamat Ulang Tahun, Hina, ini kado ulang tahunmu, akh ada beberapa juga kiriman dari ayah dan ibuku, juga sepertinya dari bibi Yuuko” lanjut Kaito memberikan sebuah bingkisan pada Hina yang masih berdiri menatapnya.
“Mmm, terima kasih Kaito-san, tapi .... “ ucapan Hina terpotong karena Kaito sudah berbicara.
“Aku ingat Hina, jangan bertanya lagi dan duduklah untuk sarapan sebelum pergi, beberapa hari ini aku dinas ke luar kota, kau tidak apa – apa jika sendirian Hina ?” tanya Kaito lagi.
“Baiklah, terima kasih Kaito-san, jangan khawatir aku baik – baik saja, kau fokus saja dengan pekerjaanmu” jawab Hina tersenyum sambil membuka bingkisan dari Kaito.
“Kau suka dengan hadiahnya ?” tanya Kaito membereskan banyak bingkisan yang berserakan di hadapannya.
“Wah boneka beruang !” seru Hina riang dan memeluknya erat.
“Baguslah kau senang, maaf tidak bisa menemanimu di saat hari spesialmu Hina” ujar Kaito
“Tidak apa – apa Kaito-san, lagipula aku bukan anak kecil lagi, jadi jangan khawatir, oh iya kapan paman dan bibi pulang ?” tanya Hina lagi setelah selesai memakan sarapannya.
“Akhir bulan ini mungkin mereka akan kembali, beberapa minggu mereka masih menetap di sana karena ada saudara yang menikah” balas Kaito bersiap – siap pergi, dan mengecup kening Hina.
“Aku pergi dulu Hina, setelah sampai aku akan menghubungimu” ucap Kaito lagi dan berlalu dari hadapan Hina.
Hina tersenyum kecil, dia sudah mulai akrab dengan sepupunya tersebut, walaupun jarang bertemu tiap harinya, Hina selalu mengetahui bahwa Kaito selalu menunggunya ketika dia pulang larut malam. Kaito sudah seperti menjadi kakak laki – lakinya yang selalu menjaganya, meskipun terkadang sikap Kaito sedikit berlebihan padanya, namun Hina merasakan kalau yang di lakukan Kaito adalah bentuk kasih sayang padanya.
“Happy Birthday Hina, semoga panjang umur” sahut Akashi ketika Hina sudah sampai di kelasnya.
“Kau pasti mengetahuinya dari kartu mahasiswaku waktu itu bukan, Akashi-san ?” gerutu Hina yang selalu melihat Akashi datang ke kelasnya dan membuat seisi kelas melihat kepada mereka berdua.
Akashi tidak memperdulikan perkataan Hina dan masih sibuk memotong kue ulang tahun yang berada di depannya.
“Makanlah, tidak usah bertanya tentang hal yang sudah kau tahu jawabannya Hina” ujar Akashi memberikan piring kecil berisi kue untuk Hina.
Hina hanya mengerutkan wajahnya sambil memakan kue ulang tahunnya yang di siapkan oleh Akashi, Hina sadar bahwa dari tadi dia juga di tatap oleh Akashi.
“Ada apa Akashi-san ?” tanya Hina bingung.
“Kau tidak memberiku apa – apa ?” tanya Akashi balik. Hina makin tambah bingung dengan tingkah kakak tingkatnya tersebut.
“Hari ini selain ulang tahunmu juga adalah hari .... , mmm, kau tahu ... “ gugup Akashi memainkan jari – jari tangannya, seperti mendapat clue Hina langsung menaruh piring kuenya dan mengacak – acak isi tasnya.
“Ini Akashi-san, selamat Valentine Day’s, pasti kau lebih menyukainya jika dapat dari seorang perempuan, hehehe” cengir Hina membetulkan posisi kacamatanya dan memberikan sebuah kotak coklat pada Akashi.
Akashi tersenyum senang menerima coklat dari Hina tersebut, selama hampir sebulan ini dia sangat menikmati kedekatannya kembali bersama Hina, walaupun mungkin Hina tidak mengingat apapun atau benar – benar tidak ingat, Akashi sudah tidak memperdulikan hal itu, yang penting sekarang dia bersama Hina dan tidak bersama Kaito. Akashi terlihat terkejut ketika melihat sebuah benda yang di keluarkan oleh Hina dari tasnya.
“Itu apa Hina ?” tanya Akashi kaget.
“Oh ini, bola kristal yang bisa mengeluarkan salju di dalamnya ketika di tepuk, lihat Akashi-san” jawab Hina menepuk bola kristalnya, memperlihatkannya pada Akashi.
Akashi sangat terkejut melihat benda itu, dia teringat akan sesuatu. Melihat lebih jelas detail bola kristal tersebut, dan membelakakan bola matanya ketika melihat sebuah inisial di bawah bola kristalnya itu, tertulis A.T. dan S.H.
“I ... Ini, kau tahu inisial nama siapa ?” tanya Akashi lagi.
“Kalau yang S.H. adalah inisial namaku karena masih menggunakan marga ayah kandungku, Sasaki Hina, tetapi yang A.T. aku tidak ingat” jawab Hina berusaha mengingat sesuatu tapi hanya menaikkan bahunya bahwa dia tidak tahu. Akashi merasa hatinya sangat senang, setidaknya Hina masih mengingat tentang bola kristal yang dia berikan pada Hina delapan tahun lalu. Akashi langsung memeluk Hina dengan erat tidak perduli dengan keadaan sekitarnya yang langsung berbisik – bisik, dan Hina yang meronta – ronta.
“A ... Akashi-san, hentikan semua orang melihat” gerutu Hina yang berusaha melepaskan pelukan kakak tingkatnya itu.
“Sebentar saja Hina, aku mohon” bisik Akashi di balik telinga Hina, mendengar hal itu Hina terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa, perasaannya berdebar – debar ketika Akashi memperlakukannya sangat istimewa seperti ini.
Hina terkejut ketika langkahnya di blok oleh beberapa kumpulan wanita yang melihatnya tajam, ketika ingin pulang dari kampusnya tersebut.
“Ada apa ya ?” tanya Hina heran merasa akan ada sesuatu yang terjadi.
“Apa hubunganmu dengan Tetsuya ?” tanya balik seorang wanita yang berambut panjang pirang dengan dandanan tebal sambil melipat kedua tangannya.
“Akashi-senpai ? kami hanya berteman” jawab Hina tenang.
“Jangan berbohong, ada yang mengatakan dia memberimu kado ulang tahun dan kau memberikannya coklat Valentine ? Kuperingatkan Miura, Tetsuya milik semua orang di kampus ini, jadi jangan berusaha memonopolinya, camkan itu” balas wanita tadi dan meninggalkan Hina sendirian di sana dengan tatapan kosong.
-Bersambung-

0 komentar:

Posting Komentar