Stay Part Ending



By : Sa-Chan

Waktu berjalan dengan cepat, Musim Dingin sudah tiba. Salju pertama di Tokyo sudah turun dan tidak terasa sudah hampir setahun Hina berada di kota Metropolitan ini. Turnamen Renang Musim Gugur Oktober kemarin di menangkan oleh Universitas Waseda walaupun akhirnya Tetsuya memaksakan diri sehingga harus di larikan ke rumah sakit setelah pertandingan karena terlalu lelah. Namun sudah beberapa minggu dia keluar rumah sakit dan beraktivitas seperti biasa begitu juga dengan Hina dan mereka berlima bersama Kaito, Hiro dan Kaze kembali ke Tokyo. Liburan Musim Dingin sudah di mulai dan saat ini di sebuah restoran mewah berkumpul dua keluarga untuk membicarakan sesuatu, tetapi yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah Kaito dan Hiro yang sedang di interogasi layaknya penjahat yang sudah melakukan sesuatu.
“Jika kau ingin melamar Hiro, margamu harus mengikuti keluarga Akashi, Kaito” ujar Seiji_ayah Hiro_.
Kaito hanya menelan ludah masih belum bisa berkata apa – apa di depan calon mertuanya tersebut.
“Bukankah itu agak menyimpang dari tradisi yang ada Seiji-san ?” sambung Kento_ayah Kaito_memulai pembicaraan.
“Jadi maksudmu, Hiro yang harus mengambil marga keluarga Asou ?” tanya balik Seiji agak sengit mendelik ke arah pebisnis saingannya tersebut.
Suasana hening sejenak makin memanas, sedangkan Kaito maupun Hiro tidak berani bicara.
“Lagipula Tetsuya sudah kami kembalikan pada kalian, yang akan meneruskan keluarga kalian bisa Tetsuya, juga Hina pastinya akan mengambil marga Asou” lanjut Seiji lagi berusaha tenang sambil meminum wine di depannya, namun tersedak karena istrinya sudah menyikut perut suaminya tersebut agar berhenti bicara.
“Su .... Sumire apa yang kukatakan salah ?” tanya Seiji terbatuk – batuk menatap ke arah istrinya yang menatapnya horor.
“Kita tidak sedang membicarakan Tetsuya ataupun Hina, sekarang bagaimana keputusanmu Kaito ?” tanya Sumire menatap Kaito intens, sedangkan Seiji hanya mendengus pelan kembali menatap Kaito.
Hiro melirik sebentar ke arah Kaito yang menarik nafas pelan.
“Aku tidak keberatan, jika paman Seiji tetap mengijinkanku untuk bersama dengan Hiro aku kira hal tersebut tidak terlalu penting bagiku” ucap Kaito mantap menatap kedua orangtuanya juga paman dan bibinya bergantian.
“Lakukanlah apa yang menurutmu baik Kaito, ibu percaya padamu” sambung Haruka _sang ibu_menggenggam tangan Kaito yang berada di samping kanannya.
“Lalu Hiro, bagaimana denganmu ? Kau menerima Kaito sebagai pendamping hidupmu sampai maut memisahkan kalian ? Ayah tidak mau mendengar penyesalanmu di akhir nanti” ujar Seiji menatap ke arah anaknya tersebut.
Hiro hanya menundukkan kepala, matanya memanas mendengar kebaikan mereka semua yang ternyata memikirkan Hiro selama ini. Dia tidak menyadari Kaito selalu di sampingnya memberinya kekuatan dan kasih sayang yang di kiranya tidak pernah dia dapatkan sampai saat ini. Dengan satu anggukkan kepala Hiro menjawab pertanyaan ayahnya tersebut.
“Kaito tolong jaga Hiro untuk kami, selama ini paman tidak pernah memberikannya perhatian dan kasih sayang yang cukup sehingga dia selalu kesepian. Tapi paman tahu kau selalu berada di sisinya selama ini, paman harap selanjutnya kau yang akan mengisi hari – harinya menggantikanku” ucap Seiji tersenyum lalu menundukkan kepala menandakan permintaan besar pada Kaito.
Hiro melihat hal itu memeluk ayahnya erat dan menangis di sana.
“Kento dan Haruka-san, aku juga berhutang budi pada kalian karena mempunyai kesempatan untuk membesarkan Tetsuya walaupun hanya sebentar. Meskipun Hiro bukan lahir dari rahimku, tapi aku sangat menyayanginya melebihi apapun tolong jaga Hiroku, Kaito” sambung Sumire melakukan hal yang sama seperti Seiji.
Kedua keluarga itu saling memberi semangat satu sama lain dan memberi dukungan agar sebuah hubungan tidak terlanjur hancur di tengah jalan karena hubungan itu bukanlah sesuatu yang benar di hadapan masyarakat umum.
***
Bunyi lonceng kuil di sekitar daerah perumahan keluarga Asou terdengar merdu dan hari sudah berganti malam, banyak orang yang datang ke kuil untuk memberikan persembahan atau berdoa agar tahun depan di berikan kebahagiaan dan kesehatan yang selalu menyertai keluarga mereka masing – masing. Di sekitar kuil itu juga sedang di adakan Festival Kembang Api yang cukup meriah. Tetsuya dan Hina sudah duduk di sebuah kursi untuk melihat aksi kembang api yang akan di luncurkan dari arah depan mereka. Hina memakai yukata yang di kirimkan oleh ibunya dari Sapporo beberapa hari lalu, sedangkan Tetsuya hanya memakai pakaian sehari – hari biasa dengan balutan jaket panjang dan sweater rajutan tangan Hina yang di berikan oleh Hina sebagai kado natal.
“Aku senang tahun ini bisa merayakan Natal dan Tahun Baru bersamamu Hina” ucap Tetsuya di sela – sela kembang api yang sudah berhamburan di langit kota yang gelap, sinarnya yang berkelap – kelip sangat indah.
Hina menatap Tetsuya dalam, lalu menyenderkan kepalanya di bahu Tetsuya sambil menggigit kembang gula yang di belinya tadi dengan perlahan.
“Besok kau mau ikut denganku ke Sapporo lagi ?” tanya Tetsuya mengangkat tangan Hina yang sedang memegang kembang gulanya dan memakannya.
Hina agak terkejut dengan ucapan Tetsuya barusan, padahal baru beberapa waktu lalu mereka dari Sapporo.
“Boleh saja, pasti di Sapporo sedang banyak di adakan Festival Musim Dingin dan tumpukan salju di sana sangat kurindukan” riang Hina membayangkan salju yang turun deras dan membuatnya seperti di dalam bola kristal yang di berikan oleh Tetsuya.
“Baiklah, besok kau siap – siap dan aku akan menjemputmu pagi – pagi, tapi kita tidak akan menginap di rumahmu Hina, kita akan memesan sebuah hotel di sana nanti” lanjut Tetsuya mengingatkan.
Hina mengangguk kepala cepat dan kembali melanjutkan melihat kembang api yang bersinar terang di angkasa membuat suasana malam itu cukup hangat.
Sudah hampir beberapa jam perjalanan dari Tokyo ke Sapporo, Hina dan Tetsuya langsung beranjak meninggalkan bandara dan menuju hotel yang sudah mereka pesan sebelumnya. Setelah merapikan barang – barang mereka berdua langsung melanjutkan kegiatan mereka untuk makan malam di ruang makan yang sudah di sediakan oleh hotel tersebut. Tetsuya sudah menyiapkan semua liburan ini semenjak Musim Semi, dia akan menunjukkan sesuatu kepada Hina yang tidak sempat dia perlihatkan ketika delapan tahun lalu.
“Wah salju sudah turun lagi Tetsu-cchi” ujar Hina melihat ke arah luar jendela kamar mereka.
“Kau senang Hina ?” tanya Tetsuya yang sudah memeluk Hina dari belakang.
Hina balas menggenggam tangan besar Tetsuya yang melingkar di perutnya.
“Kau pasti sudah merencanakannya dengan baik, jadi tidak mungkin jika aku tidak senang bukan ?” lanjut Hina masih menatap salju putih yang turun perlahan di luar.
“Besok aku ingin membawamu ke suatu tempat yang sejak dulu ingin kuperlihatkan padamu, tapi tidak pernah terjadi sampai sekarang” balas Tetsuya mencium puncak kepala Hina.
“Kemana Tetsu-cchi ?” tanya Hina penasaran.
“Tidak akan menjadi kejutan jika aku menceritakannya sekarang” jawab Tetsuya tenang.
***
Sepanjang perjalanan Hina hanya diam saja, sedangkan Tetsuya masih konsentrasi untuk menyetir. Jalanan kota Sapporo yang tadinya padat mulai sepi karena pemandangan sudah berubah menjadi hamparan putih salju yang terlihat sejauh mata memandang. Tidak hanya hamparan salju di tanah, namun sudah mulai turun salju kembali, menurut Hina mereka sudah berada di sebuah gunung tempat resort ski.
“Apakah kita akan bermain ski Tetsu-cchi ?” tebak Hina.
Tetsuya tetap terdiam tidak bergeming mendengar pertanyaan Hina barusan. Sepertinya Tetsuya benar – benar ingin membuat kejutan yang spesial untuk Hina. Namun perkiraan Hina salah, hamparan salju sudah mulai bercampur dengan hijaunya pohon – pohon cemara yang berdiri tegak di sana. Jalan yang berliku membuat Hina terpana, karena di samping kiri mereka jurang yang cukup dalam namun pemandangannya sangat indah ketika salju turun seperti ini. Namun hiburan mata Hina tersebut berakhir ketika mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Tetsuya langsung memakai syal hadiah Natal dari Hina lalu berkata,
“Ayo Hina kita hampir sampai” ujar Tetsuya tersenyum sambil mengelus kepala Hina yang sedang memakai topi panjang agar tidak kedinginan.
“Di sini kita akan menginap Tetsu-cchi ?” tanya Hina.
Tetsuya menggendong ransel yang tidak terlalu besar dan langsung mengunci mobil dan menutupinya dengan kain penutup mobil.
“Tidak aku hanya memarkir mobil di sini, selanjutnya kita akan berjalan cukup dekat karena rumah yang kita tuju tidak bisa untuk membawa mobil, ini adalah Villa milik ayahku, jadi pasti akan aman karena ada penjaga rumahnya tinggal di sini” jawab Tetsuya seraya mengusap – usap tangannya yang dingin sehabis memegang setir hampir lima jam.
Tiba – tiba terdengar suara laki – laki paruh baya dari arah villa.
“Tuan muda sudah datang ?” sahut pria yang sudah beruban namun masih terlihat gagah.
“Jangan memanggilku seperti itu Suou-san, aku sudah tidak muda lagi” balas Tetsuya agak malu mendengar penjaga rumah itu masih memanggilnya dengan sebutan “Tuan Muda”.
“Tidak apa – apa, Tuan Besar juga sudah jarang datang kemari saya senang sekali Anda mau berkunjung ke tempat yang cukup terpencil seperti ini, tapi Tuan Muda yakin masih ingin ke sana dengan hujan salju seperti ini ?” lanjut orang yang bernama Suou itu.
“Ya, lagipula salju masih tidak terlalu tebal, tapi ramalan cuaca mengatakan akan segera datang badai salju jadi sebaiknya kami pergi, permisi Suou-san” ujar Tetsuya sambil memberi salam dan menarik tangan Hina yang juga memberi salam kepada penjaga villa tersebut.
Jalan setapak sudah tertutup dengan salju yang agak tebal sehingga mereka berdua harus berhati – hati agar tidak terperosok ke dalam lubang. Tetsuya masih menggenggam tangan kanan Hina agar tidak terlepas darinya, Hina berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Tetsuya agar tidak tertinggal karena salju yang sangat tebal. Ketika melihat sekeliling jalan setapak itu sudah berubah menjadi sebuah hutan cemara yang tertutup salju putih. Hina tidak menyangka masih ada tempat seperti ini di Sapporo, dia melihat ke arah punggung Tetsuya yang membelakanginya namun tidak pernah melepaskan tangannya, pertanyaan yang sejak dulu yang ia ingin utarakan pada Tetsuya kembali muncul.
“Kita sudah sampai Hina” ujar Tetsuya yang membuyarkan lamunan Hina barusan.
Seketika Hina sangat terkejut dengan penglihatannya, tempat ini dia baru menyadarinya. Lalu Hina kembali melihat sekelilingnya dan ke arah sebuah rumah kecil yang sekarang tepat berada di depannya. Pemandangan ini sama persis seperti yang ada di bola kristal miliknya pemberian Tetsuya dulu. Rumah yang terbuat dari kayu sederhana dengan pohon cemara di sekitarnya yang tertutupi salju karena memang sedang hujan salju seperti ketika dia menepuk – nepuk bola kristalnya tersebut. Tetsuya masih menatap Hina dengan pandangan senang sambil tersenyum, lalu memeluk Hina erat.
“I ... Ini ... “ ujar Hina masih belum percaya.
“Iya, tempat inilah yang dulu ingin kukunjungi bersamamu delapan tahun lalu, namun saat itu kau sedang demam tinggi dan bibi Yuuko tidak mengijinkanku untuk membawamu ke sini. Tapi akhirnya aku benar – benar tidak bisa membawamu kemari karena esok harinya aku sudah pergi ke Inggris bersama orangtua angkatku” balas Tetsuya.
Hina masih tercengang mendengar penjelasan dari Tetsuya barusan.
“Sebagai gantinya aku memberikanmu sebuah bola kristal yang di dalamnya sama persis seperti keadaan sekarang, dan ketika kau tepuk sedikit bola itu akan keluar salju seperti saat ini” lanjut Tetsuya menatap dalam ke arah mata Hina.
“ .... Lalu maukah kau menghabiskan waktumu dan tinggal bersamaku Hina ?” tanya Tetsuya serius
Airmata Hina tidak bisa lagi di bendung lamunannya yang barusan sudah menjadi kenyataan dan terjawab.
“Aku akan tetap tinggal bersamamu Tetsuya” jawab Hina tersedu memeluk tubuh Tetsuya erat tidak mau melepaskannya.
Well it’s good to hear your voice.
I hope your doing fine.
And if you ever wonder,
I’m lonely here tonight.
Lost here in this moment and time
Keeps sliping by
And if i could have just one wish
I’d have you by my side.
Ooooh, oh i miss you
Ooooh, oh i miss you
And i love you more than i did before
And if today i don’t see your face
Nothing’s changed, no one can take your place
It gets harder everyday.
Say you love me more than you did before,
And i’m sorry it’s this way
But i’m coming home, i’ll be coming home
And if you ask me i will stay, i will stay.
Well i try to live without you
The tears fall from my eyes
I’m alone and i feel empty
God i’m torn apart inside.
I look up the stars
Hoping your doing the same
Somehow i feel closer and i can hear you say.
Ooooh, oh i miss you
Ooooh, oh i miss you
And i love you more than i did before
And if today i don’t see your face
Nothing’s changed, no one can take your place
It gets harder everyday.
Say you love me more than you did before,
And i’m sorry it’s this way
But i’m coming home, i’ll be coming home
And if you ask me i will stay, i will stay.
Always stay
I never wanna lose you
And if i had to i would choose you
So stay, please always stay
You’re the one that i hold onto
‘Cause my heart woul stop without you.
And i love you more than i did before
And if today i don’t see your face
Nothing’s changed, no one can take your place
It gets harder everyday.
Say you love me more than you did before,
And i’m sorry it’s this way
But i’m coming home, i’ll be coming home
And if you ask me i will stay, i will stay.
I’ll always stay.
Tiba – tiba Hina bersin dan Tetsuya terkejut kaget, lalu mereka berdua hanya tertawa bersamaan.
“Ayo kita masuk, salju sudah mulai turun lebat” ujar Tetsuya dan Hina menganggukkan kepala cepat, kehidupan mereka berdua baru akan di mulai sekarang.
Ketika rasa kesepian menghantuimu, kau mungkin akan merasa seperti orang bodoh. Tidak ada yang peduli padamu bahkan keluarga juga tidak mensupportmu, tapi ketahuilah satu hal ada seseorang yang begitu peduli denganmu dan akan selalu menerimamu apapun kondisimu. Jika orang tersebut mengatakan dia ingin tinggal bersamamu ? Apa jawabanmu ? Itu terserah padamu karena pikiran seseorang tidak akan bisa dibaca dan di lihat, namun hanya ketulusan hati yang akan menjawab semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Tamat

0 komentar:

Posting Komentar