Hiro langsung berlari menuju orang yang di tunjuk oleh Okazaki barusan dan memeluknya erat tidak perduli akan orang sekitar yang melihat aksinya. Orang tersebut menoleh dan terpaku melihat siapa yang memeluknya, Kaito juga sangat terkejut melihat orang yang memeluk Hina sekarang.
“Akhirnya aku bertemu denganmu Hina” ucap Hiro masih memeluk Hina erat ketika mereka berempat sudah berkumpul di sebuah tempat makan di dalam Departemen Store itu.
Hina hanya tersenyum pelan, dia tidak mengira akan bertemu dengan kakak kembarnya secepat ini. Hiro langsung melepaskan pelukannya dan menatap dalam Hina, memperhatikannya dari atas sampai bawah.
“Ada apa Hiro ?” tanya Hina bingung dan gugup di tatap seperti itu.
“Baru kali ini aku seperti melihat bayanganku sendiri di cermin” jawab Hiro cepat mengelus pipi Hina lembut.
Hina tertawa pelan mendengar pernyataan dari kakak kembarnya itu,
“Benarkah ? Tapi kita memang kembar Hiro, tapi kau lihat kita bisa di bedakan karena aku memakai kacamata sekarang” balas Hina memegang kacamatanya sendiri.
“Apa kau makan dengan baik di Sapporo ? Kenapa kau tidak terlihat berubah sejak dulu ?” tanya Hiro lagi, melepaskan sentuhannya pada Hina.
“Tentu saja, tidak berubah ? Kau bercanda Hiro, lihat saja penampilanku sekarang seperti seorang kutu buku ‘kan ?” tanya balik Hina kembali duduk normal menghadap Kaito.
Sejenak Okazaki tertawa, tapi Hiro langsung mendeliknya dan menatap sahabatnya itu tajam. Kaito hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka bertiga di depannya.
“Bagaimana kabarmu Hiro ? Sudah lama kita tidak bertemu ?” sambung Kaito.
“Aku baik – baik saja, Asou-san, terima kasih” jawab Hiro lugas menatap Kaito intens.
“Sudah kubilang jangan memanggilku dengan Asou, Hiro ... “ ujar Kaito terputus karena Hiro sudah memotongnya.
“Jangan bahas lagi aku sudah bosan mendengarnya, aku akan tetap memanggilmu seperti itu, walaupun kau tidak menyukainya” balas Hiro agak ketus, Hina hanya menatap Hiro heran.
“Kenapa kau bisa bersamanya Hina ? Apakah Asou
-san yang memaksamu ? Bilang padaku kalau dia berbuat sesuatu padamu, karena dia itu .... “ Hiro tidak melanjutkan kata – katanya karena Kaito menatapnya dengan mengancam walaupun dia tidak berkata apa – apa, Hiro langsung menghela nafas dan berdeham sebentar.
-san yang memaksamu ? Bilang padaku kalau dia berbuat sesuatu padamu, karena dia itu .... “ Hiro tidak melanjutkan kata – katanya karena Kaito menatapnya dengan mengancam walaupun dia tidak berkata apa – apa, Hiro langsung menghela nafas dan berdeham sebentar.
“Sesekali datanglah ke rumah, ayah ingin bertemu denganmu, ini nomor ponselku, jika kau butuh bantuan, hubungi aku kapan saja, ayo kita pergi Masamune” sahut Hiro lagi yang memberikan secarik kertas pada Hina lalu beranjak berdiri, sebelum pergi dia kembali menatap Kaito dengan tatapan misterius dan akhirnya berlalu bersama Okazaki.
Hina melambaikan tangan pada kakak kembarnya tersebut dan melihat kertas yang barusan di berikan untuknya tersebut.
***
Di aula pertemuan sekolah, sudah banyak anggota klub Drama yang berkumpul, begitu juga Hina tidak ketinggalan untuk mengikutinya. Mulai hari ini akan di adakan latihan untuk Festival Musim Dingin nanti, dan klub Drama di berikan kehormatan untuk menjadi awal pembukaan Festival tersebut. Meskipun agak terlambat di Universitas ini, karena bulan Desember kemarin Universitas Waseda, sudah terlalu banyak kegiatan dan lomba – lomba yang di ikuti. Hubungan Akashi dan Hina makin dekat akhir – akhir ini, Akashi yang selalu menyempatkan datang ke lantai satu dan menemui Hina setelah kelasnya selesai. Para mahasiswa dan dosen di sana sudah tidak heran akan kedekatan keduanya, Akashi yang seorang ketua Dewan Senat Mahasiswa yang dulunya sangat anti-sosial dan memperhatikan seseorang, cukup membuat terkejut seluruh penghuni Universitas tersebut yang tahu watak asli dari Akashi.
“Miura-kun, kenapa melamun ? Ada yang sedang kau pikirkan ?” tanya Ikuya duduk di sebelah Hina.
Hina hanya menggelengkan kepala cepat dan kaget melihat senpainya itu sudah berada di sampingnya.
“Benarkah ? Kau sudah tahu skenario apa yang akan di buat oleh Minami ?” lanjut Ikuya memberikan cemilan permen dan membetulkan posisi topinya.
“Cinderella ? Kemarin Minami-san memberitahuku dan ingin membuatku menjadi tokoh utamanya, tapi aku masih belum yakin” balas Hina lesu.
“Tentu saja Minami sangat semangat untuk membuatmu menjadi sang Cinderella Miura-kun, kau lihat kebanyakan anggota klub kita adalah pria, dan hanya sedikit wanita yang mau memerankan peran tersebut” ujar Ikuya menunjuk ke arah panggung dan Hina hanya mengangguk pelan, klub Drama memang mayoritasnya adalah lelaki dan Hina sudah tidak heran akan fenomena itu.
“Maksud Kishimoto-san ?” tanya Hina bingung.
“Sejak tes aktingmu beberapa minggu kemarin, Minami melihat potensi yang ada dalam dirimu, walaupun kau seorang pria namun ada kesan istimewa yang di lihat Minami padamu Miura-kun, jadi tunjukkanlah yang terbaik” jawab Ikuya tersenyum.
Hina merasa lebih baik ketika Ikuya berkata seperti itu padanya, lagipula dia sudah berjanji pada Akashi untuk menampilkan yang terbaik saat dalam pertunjukkan nanti. Hina segera beranjak dari kursi penonton dan menuju atas panggung menemui sang ketua klub dan menyatakan keinginannya untuk mengambil peran yang ditujukan untuknya, Ikuya yang melihat itu hanya tersenyum gembira dan melambaikan tangan karena Minami melihat ke arah Ikuya setelah semua yang di ucapkan oleh Hina barusan.
“Tetsuya ada yang mencarimu” panggil Kuon dari arah pintu masuk klub Renang.
“Hina ?” kaget Akashi, tiga hari lalu Akashi meminta sesuatu dari Hina, yaitu untuk memanggil nama kecilnya, dan Hina setuju saja, tapi Hina belum mau memanggil senpainya tersebut sebaliknya juga.
Hina tertegun melihat Akashi yang bertelanjang dada, hanya mengenakan celana renangnya dan penutup rambut juga kacamata renangnya.
“Ada apa Hina ? Kau perlu sesuatu ?” tanya Akashi lagi masih bingung melihat Hina yang terdiam.
“Aku sudah mendapatkan sebuah peran dalam pertunjukkan drama di Festival Musim Dingin nanti, Akashi-san” ujar Hina mengalihkan perhatiannya dari tubuh kakak kelasnya tersebut.
“Benarkah ? Selamat ya” riang Akashi langsung memeluk Hina tanpa sadar.
Di perlakukan seperti itu, Hina hanya gagap karena tubuh Akashi yang sangat besar di bandingkan tubuhnya yang kecil, lagipula tubuh Akashi yang masih cukup basah.
Di perlakukan seperti itu, Hina hanya gagap karena tubuh Akashi yang sangat besar di bandingkan tubuhnya yang kecil, lagipula tubuh Akashi yang masih cukup basah.
“A ... Akashi-san tubuhmu basah” gugup Hina berusaha melepaskan pelukan dari Akashi, karena beberapa anggota klub Renang melihat hal itu dan menggoda mereka berdua, wajah Hina merona karena malu.
“Maafkan aku, kau tidak apa – apa ? aku terlalu senang karena kau berhasil di klubmu, aku juga akan berusaha di kompetisi renang di Tokyo nanti” balas Akashi mengambil handuk yang berada di pundaknya dan memberikannya pada Hina.
Hina hanya tersenyum pelan melihat tingkah Akashi yang terkadang sangat kekanak – kanakkan.
“Hari ini masih ada kuliah Hina ?” tanya Akashi lagi.
“Tidak ada Akashi-san, latihan dramaku juga baru selesai, kenapa ?” tanya balik Hina memberikan handuk Akashi kembali.
“Kau mau berenang ?” lanjut Akashi tanpa persetujuan Hina langsung menariknya masuk ke dalam klub tersebut.
“Ta ... tapi aku tidak membawa celana ganti Akashi-san” sahut Hina setelah melepas semua pakaiannya yang di paksa oleh Akashi.
Akashi terlihat terkejut melihat Hina yang tanpa sehelai benangpun, hanya memakai celana renang tipis yang di pinjamkan oleh teman Akashi. Kulit putih Hina yang benar – benar bening, juga wajahnya yang tanpa memakai kacamata baru kali itu di lihat oleh Akashi.
“Akashi-senpai ?” tanya Hina bingung dan gugup karena terus di tatap oleh Akashi.
“Na .. Nanti aku belikan di convenience store dekat sini, ayo masuk dalam kolam” balas Akashi berusaha menutupi kegugupannya dan detak jantungnya yang sangat cepat.
Para anggota klub renang hanya bisa melihat kebersamaan Hina dan Akashi yang sedang berenang bersamaan di kolam renang indoor tersebut. Beberapa anggota juga ikut bercanda dan berenang bersama Hina dan Akashi. Kuon, sahabat Akashi tersenyum senang melihat perubahan dari sikap Akashi yang selama ini anti-sosial dengan orang lain, baru kali ini dia melihat Akashi bisa dengan tenang mengobrol bersama anggota klub renang lainnya.
“Kau tidak perlu mengantarku sampai rumah, Akashi-san” ujar Hina ketika mereka berdua sudah sampai di depan rumah bibi Hina.
“Asou ?” tanya Akashi bingung melihat papan nama keluarga di tembok rumah tersebut.
“Oh, aku tinggal bersama paman dan bibiku, karena rumah ayahku di MidTown Tokyo, jadi agak jauh dari Universitas, lebih baik aku tinggal di sini” jawab Hina sambil membuka pagar rumah dan menyuruh Akashi untuk masuk.
“Ingin makan malam dulu Akashi-san ?” tanya Hina balik.
Akashi langsung mengangguk cepat dan memasukkan motor besarnya ke dalam garasi. Ketika masuk ke dalam rumah, akan terlihat ruang tamu yang cukup sederhana namun cukup luas, dengan hiasan lampu mewah di atas langit – langit. Penerangan yang agak kurang membuat ruang tamu itu agak temaram, Hina langsung menyalakan lampu ruang tengah dan seluruh ruangan itu terlihat jelas. Ada tangga melingkar yang menyatu dengan dinding rumah, menuju ke atas dan di sebelah kiri ada dapur yang cukup besar, bergabung bersama ruang makan.
“Paman dan bibiku sekarang ada di Seoul, jadi aku sekarang tinggal berdua dengan kakak sepupuku” ujar Hina menjelaskan karena suasana rumah yang sepi.
Akashi hanya mengangguk mengerti.
“Duduk saja dulu Akashi-san, aku akan menyiapkan makan malam sehabis ganti baju dulu, santai saja” lanjut Hina lagi, segera naik ke atas menuju kamarnya.
“Hina kau sudah pulang ?” tanya Kaito tiba – tiba muncul dari sebuah ruangan di samping ruang tamu, dan melihat Akashi yang duduk di sana.
Sesaat mereka berdua saling bertatapan,
“Kau ... ?” tanya Kaito bingung.
“Maaf, perkenalkan namaku Akashi Tetsuya, kakak tingkat Miura di kampus” jawab Akashi agak salah tingkah.
“Kaito-san sudah pulang ? Tapi tadi aku tidak melihat mobilmu di garasi” sambung Hina yang sudah selesai berganti baju dan turun ke bawah.
“Aku meninggalkannya di kantor, tadi aku pulang naik kereta” jawab Kaito-san tenang, tapi masih melirik Akashi diam – diam.
“Oh iya, perkenalkan ini kakak sepupuku Akashi-senpai, Asou Kaito, dan ini kakak tingkatku di kampus, Kaito-san, Akashi Tetsuya” ucap Hina saling memperkenalkan mereka berdua.
“Oh iya, perkenalkan ini kakak sepupuku Akashi-senpai, Asou Kaito, dan ini kakak tingkatku di kampus, Kaito-san, Akashi Tetsuya” ucap Hina saling memperkenalkan mereka berdua.
Akashi dan Kaito hanya menganggukkan kepala pelan,
“Baiklah, tunggu sebentar, aku akan menyiapkan makan malam, Kaito-san belum makan juga ‘kan ?” tanya Hina lagi. Kaito mendeham pelan, selanjutnya Hina langsung beranjak ke dapur.
“Bagaimana Hina di kampusnya, Akashi-kun ?” tanya Kaito sembari duduk dan menyalakan TV di sampingnya.
“Dia anak yang cukup supel, juga pintar, tidak sulit baginya untuk beradaptasi di Waseda” jawab Akashi, mengalihkan pandangannya ke arah TV yang sudah menyala.
“Kau tidak berubah sama sekali, tetap saja selalu ketus” tukas Kaito menatap Akashi tajam.
Akashi balas menatap Kaito dengan pandangan tidak menyenangkan.
“Aku tidak mengira, Hina bakal tinggal di rumah kalian ketika aku mendengar dia ingin bertemu paman Daiki di Tokyo” balas Akashi.
“Pertama kali aku juga kaget ketika melihatnya sudah berada di rumah, ibu sepertinya tidak memberitahuku” ucap Kaito lagi.
“Tipikal ibu memang seperti itu, selalu membuat kejutan, sama sepertimu yang membuatku kesal terhadapmu” balas Akashi tak mau kalah.
Tiba – tiba terdengar suara Hina yang memanggil mereka berdua untuk segera datang ke meja makan, karena makan malam sepertinya sudah siap. Kaito beranjak berdiri dan mematikan TV, lalu menaruh remote di meja.
“Sebaiknya kita tidak usah terlalu banyak bicara di depan Hina, aku tidak mau dia terlalu memikirkan yang tidak perlu untuknya” sindir Kaito berjalan menuju dapur di ikuti oleh Akashi, namun sebelum masuk, Kaito tertegun mendengar perkataan dari Akashi,
“Baiklah, Kai-Oniisan” senyum Akashi lalu jalan duluan ke arah dapur meninggalkan Kaito yang masih mematung sehabis mendengar ucapan Akashi barusan.
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar