Turnamen di Sapporo hari ini akan di gelar, Tetsuya dan Hina sudah sampai di bandara Chitose. Begitupula juga dengan Hiro dan Kaito yang sudah sampai terlebih dahulu di sana, menjemput Hina dan Tetsuya di bandara. Hawa di Sapporo sudah agak dingin karena sudah masuk Musim Gugur, juga karena kelembapan daerah tersebut yang cukup tinggi. Namun, pikiran Hina saat ini sedang tidak tertuju pada turnamen Tetsuya tersebut. Sejak peristiwa di Ni-Chome beberapa bulan lalu, Kaze agak menjaga jarak dari Hina. Seharusnya Hina senang bisa menjauh dari Kaze karena tidak mendapat perlakuan mesum lagi dari adik tirinya itu.
Tetapi, beberapa waktu tidak bertemu dengan Kaze, perasaan Hina menjadi kalut merasa sesuatu sedang terjadi pada adiknya. Biasanya setelah melihat bola kristal pemberian dari Tetsuya, hatinya akan merasa tenang dan rileks tapi tidak untuk sekarang.
“Ada apa Hina ? Kenapa melihat ke arah belakang terus ?” tanya Tetsuya khawatir melihat sikap Hina yang agak berbeda hari ini.
“Tidak apa – apa Tetsu-san” jawab Hina gugup, langsung menyingkirkan perasaan tersebut.
“Akh, aku rindu sekali tempat ini, sudah berapa tahun aku tidak pernah datang ke Sapporo lagi ?” kenang Tetsuya melihat sekeliling perjalanan mereka menuju rumah orangtua Hina.
“Aku juga pertama kali datang ke Sapporo, dan ibu sudah mengajakku berkeliling beberapa hari ini Hina” sambung Hiro di samping Hina karena mereka berdua duduk di belakang.
“Ibu ada di Sapporo ?” tanya Hina terkejut karena tumben ibunya tidak bepergian bersama ayah tirinya karena bisnis mereka.
Hiro mengangguk cepat.
“Hanya Miura-san saja yang pergi Seoul hari ini untuk mengurusi bisnisnya, katanya ibu sudah tidak mau lagi menjadi CEO di perusahaan kakek Shimaoka-sama” jawab Hiro yang menyebut nama kakek dari ibunya tersebut.
“Kaze juga ada di rumah sekarang” sambung Kaito membuat Hina dan Tetsuya terlonjak kaget.
“Tapi aku bingung, wajah Kaze terlihat sedikit memar di pelipis kanannya, seperti bekas perkelahian” ujar Hiro lagi bersender di kursinya.
Tetsuya tahu itu perbuatannya yang menghajar Kaze, karena waktu itu Kaze memberitahukan bahwa dia pernah memperkosa Hina empat tahun lalu. Tetsuya sangat marah sekali dan ingin membunuh Kaze pada saat itu juga, tapi dia meredam amarahnya karena masih menghargainya sebagai adik dari Hina. Juga Kaze tidak membalas perbuatan Tetsuya yang menghajarnya habis – habisan dengan pandangan seperti meminta maaf. Tetsuya segera menghentikan pukulannya pada Kaze dan beranjak pergi saat itu, namun langkahnya terhenti ketika Kaze mengatakan sesuatu yang membuat Tetsuya terkejut.
“Tolong jaga kakakku, Asou-san. Aku tahu aku pernah berbuat yang tidak pantas padanya, karena aku sangat mencintainya. Tapi aku sadar aniki memang tidak pernah melihatku sebagai lelaki, dia tetap menyayangiku sebagai adik tersayangnya dan aku sudah cukup puas dengan hal itu” ucap Kaze dengan mata memar dan mulut yang berdarah karena perlakuan dari Tetsuya barusan.
Tetsuya hanya meninggalkan Kaze yang masih terduduk lemas di depan apartemennya sambil mengelap darahnya yang keluar dari ujung bibirnya.
“Kenapa ? Apakah Kaze tidak menceritakan apapun ?” tanya Hina membuyarkan lamunan Tetsuya.
“Entahlah, dia hanya diam saja sambil mengatakan tidak apa – apa pada kami berdua, ibu juga khawatir padanya” jawab Hiro mengangkat bahunya.
“Sudah tidak usah terlalu khawatir, Kaze bisa menjaga dirinya sendiri lagipula dia ada di sini karena ingin melihat turnamenmu Tetsuya” sahut Kaito yang sedang menyetir agak kesal dengan kekhawatiran sepele mereka terhadap Kaze.
***
Sebuah rumah dengan pekarangan yang luas dan banyak pohon momiji yang sedang berguguran menambah suasana rumah tersebut asri sekali. Di samping kiri rumah itu, terdapat kotak pasir yang masi terawat dengan baik dan terlihat beberapa anak kecil yang bermain di sana. Kaito sudah memarkir mobil milik ibu Hina di samping kanannya karena terdapat garasi di situ. Tetsuya langsung berlari ke arah kotak pasir yang mengingatkannya tentang pertemuan pertamanya dengan Hina.
“Kau ingat Hina kita bertemu di sini ? Wajah tanpa ekspresimu yang sangat lucu membuatku tidak tahan untuk memelukmu” ujar Tetsuya riang sambil berjongkok di kotak pasir tersebut.
Hina tersenyum lebar melihat tingkah Tetsuya yang lincah dan agresif masih sama seperti delapan tahun lalu. Langsung saja Hina berlari menuju punggung Tetsuya dan memeluknya dari belakang. Menyadari hal itu Tetsuya sedikit terkejut, bahu yang besar dan hangat membuat Hina menjadi tenang kembali.
“Hei, kau berat Hina” ketus Tetsuya sambil tertawa, namun Hina tidak mau melepaskan pelukannya. Lalu dengan mengambil nafas sekali, Tetsuya berdiri dan menggendong Hina di punggungnya seperti anak bayi. Hina makin erat memeluk Tetsuya dari belakang agar tidak terjatuh, mencium aroma tubuh segar Tetsuya yang di sukainya.
“Kenapa hari ini kau manja sekali Hina ?” tanya Tetsuya menengok ke belakang menatap Hina.
Hina menggelengkan kepala cepat lalu berkata,
“Ayo kita masuk Tetsu-cchi” jawab Hina pelan.
“Baiklah, pegangan yang erat Hina, aku akan berlari ke dalam rumah” sahut Tetsuya tanpa memberi aba – aba langsung masuk ke dalam rumah dengan berlari membuat Hina kaget dan mereka berdua tertawa bersamaan.
“Kenapa kalian bergendongan seperti itu ?” tanya Yuuko, ibu Hina saat mereka berdua sudah berada di dalam rumah.
Hina langsung terkejut dan meminta turun dari gendongan Tetsuya, lalu mereka berdua memberi salam.
“Kalian berdua tidak berubah sejak dulu” ujar Yuuko lagi sedikit tertawa.
Hina langsung memeluk ibunya erat.
“Kaze ada di kamarnya, coba kau tanya dia Hina kenapa dengan wajahnya seperti itu ? Apakah dia berkelahi lagi ?” lanjut Yuuko.
“Baiklah bu, Tetsu-cchi taruh semua barangnya di kamarku saja ya” sahut Hina melengos pergi dari hadapan sang ibu dan Tetsuya.
Tetsuya mengangguk tanda mengerti, namun masih memandangi Hina yang masuk ke sebuah kamar, yaitu kamar Kaze.
“Istirahat sejenak dulu Tetsuya, Kaito dan Hiro sedang memanggang barbeque di belakang rumah” ucap Yuuko membuyarkan pandangan Tetsuya.
“Terima kasih bibi, aku akan istirahat di kamar Hina” balas Tetsuya ramah lalu menarik kopernya dan naik ke atas.
Hina masih belum terbiasa dengan kamar Kaze yang menjadi tempat kejadian empat tahun lalu. Namun aroma tubuh Kaze yang wangi selalu membuat Hina terpaku padanya, tapi segera di tepis perasaan itu dan bertanya pada adiknya kenapa akhir – akhir ini dia menjauhi dirinya.
“Kaze ... “ panggil pelan Hina yang melihat orangnya sedang tertidur di ranjangnya dengan muka polosnya.
Ketika sedang tertidur seperti ini Kaze seperti anak kecil yang masih imut, wajahnya yang cukup tampan seusianya dengan rambut cepak hitamnya yang sudah agak panjang, lalu warna kulitnya yang hitam pasti banyak wanita yang menyukainya. Hina mengelus poni Kaze yang mulai tumbuh dan menyisirnya ke belakang, meskipun mereka berbeda setahun Hina sangat senang ketika Kaze lahir. Sebuah perban putih masih melekat di ujung bibir Kaze yang merah merekah. Lalu ada sedikit memar di pelipis kanannya, tidak biasanya Kaze akan kalah dalam sebuah perkelahian.
“Nggg,,, Ibu ?” erangan kecil keluar dari suara Kaze yang sepertinya sudah terbangun karena merasa tidurnya terganggu.
“Kaze bangunlah, aku sudah sampai” ujar Hina pelan yang membuat mata Kaze langsung terbuka dan terbangun menatap kakak tirinya itu.
“Se...Sejak kapan kau sudah ada di kamar, Hina ?” gugup Kaze.
Hina tidak menjawab pertanyaan adiknya itu, hanya menyentuh perban di ujung mulut Kaze.
“Luka ini .... Kau berkelahi lagi ?” tanya Hina memberi jeda sebentar.
Kaze menepis tangan Hina dari mulutnya, tidak berani menatapnya hanya terus menunduk.
“Kenapa kau menjauhiku Kaze ? Tiba – tiba sikapmu berubah sejak di Ni-Chome beberapa waktu lalu” tanya Hina lagi.
“Baiklah jika kau sudah tidak menganggapku kakakmu lagi, aku juga akan menjauh darimu” lanjut Hina beranjak dari ranjang Kaze, namun terhenti mendengar suara Kaze yang mulai keluar.
“Aku sudah menceritakan semuanya pada Asou-san .... Tentang kejadian empat tahun lalu” ucap Kaze getir.
Hina terbelalak kaget mendengar penjelasan dari Kaze.
“A .... Apa ?” kaget Hina tidak percaya.
“Luka ini juga akibat Asou-san yang memukulku, tapi aku tidak membalasnya karena aku pantas mendapatkannya” lanjut Kaze melihat punggung Hina yang membelakanginya.
“Lalu ?” tanya Hina lagi masih dengan posisinya.
“Asou-san sangat mencintaimu tidak peduli apa yang sudah terjadi di masa lalu Hina, karena dia ingin menghabiskan sisa waktunya hanya untuk membahagiakanmu” jawab Kaze lirih.
Hina tidak dapat lagi menahan airmatanya, meskipun dia sudah berpikir dirinya sudah tidak bersih lagi di depan Tetsuya dia tidak berani membangun perasaannya melebihi dari seorang kakak dan adiknya pada Tetsuya. Namun, pertahanannya runtuh begitu saja karena Tetsuya selalu menyayangi Hina apa adanya.
“Terima kasih kau sudah jujur padaku Kaze” balas Hina berusaha mengontrol tangisnya.
“Aniki, maafkan aku selama ini ... Kau tahu ayah dan ibu dulu masih sibuk bekerja dan mereka selalu saja mengurusmu padahal aku sudah lahir. Aku sedikit iri padamu karena kau selalu di penuhi kasih sayang oleh sekelilingmu, tapi setidaknya aku juga ingin mendapat kasih sayang dari padamu aniki” ujar Kaze panjang dengan sesengukan tidak berani menatap Hina.
Hina menghapus airmatanya dan berbalik kembali duduk di ranjang Kaze lalu memeluknya erat.
“Aku selalu menyayangimu Kaze, karena kau adalah adik tersayangku tidak ada alasan untukku agar tidak menyayangimu” ujar Hina mengelus punggung besar Kaze.
“Kau tahu kelahiranmu adalah yang paling di tunggu – tunggu oleh ayah dan ibu, karena kau lahir dari cinta yang tulus dari mereka berdua tidak seperti diriku saat itu. Lagipula aku sangat senang ketika kau lahir dengan sehat dan wajah ibu sangat ceria kala itu, jadi tidak perlu iri denganku treasure yourself more Kaze” lanjut Hina yang membuat tangis Kaze pecah.
***
Riuh sorakan para penonton yang memenuhi stadium kolam renang indoor yang cukup besar sangat fantastis. Banyak peserta dari beberapa Universitas terkenal dari berbagai penjuru Jepang berkumpul untuk memenangkan piala turnamen renang Musim Gugur tahun ini. Wakil dari Universitas Waseda, yaitu Asou Tetsuya sedang bersiap di pinggir kolam renang bersama Hina. Mereka berdua sudah sampai di stadium tersebut sejak pagi tadi, karena turnamen akan di mulai siang nanti. Sedangkan Hiro sedang ke wakil dari Universitas Tokyo untuk memberi semangat, Kaito dan Kaze beserta Yuuko , sang ibu melihat dari kursi penonton. Meskipun sudah memasuki Musim Gugur udara ketika siang hari masih lumayan hangat jadi turnamen di adakan jangan sampai air kolam berubah menjadi dingin.
“Asou-san berjuanglah ! Jangan kalah dari Universitas Todai” teriak Kaze memberi semangat pada Tetsuya.
Mendengar hal itu Tetsuya dan Hina hanya tersenyum senang, lalu Tetsuya menunjukkan ibu jarinya pada Kaze agar jangan khawatir. Saingan terberatnya saat ini memang dari Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto yang baru – baru ini mengikuti turnamen di Sapporo tahun ini. Tapi Tetsuya tidak khawatir, karena dia percaya akan kemampuannya mengalahkan pesaing lainnya. Lagipula Tetsuya akan menunjukkan yang terbaik kepada seseorang di sebelahnya saat ini, yang selalu mendukungnya setiap saat.
“Berjuanglah Tetsu-cchi, aku akan melihatmu dari kursi penonton bersama yang lain” ujar Hina memeluk Tetsuya sebentar lalu segera pergi dari hadapan Tetsuya.
Tetapi langkahnya terhenti ketika Tetsuya menahan tangan Hina lalu menatapnya dalam.
“Jangan pergi, tetaplah di sini bersamaku. Tinggallah di sisiku sampai selesai turnamen ini dan aku akan berjanji akan membawa piala itu padamu, Hina” ucap Tetsuya yang membuat wajah Hina merona merah.
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar