Belum Terselesaikan



By : Lee Yanz

Aku meraba pagar sekolah yang dulunya sangat sering aku lompati ketika aku terlambat, kini pagarnya telah berwarna emas. Sekolah ini semakin maju, dengan banyak bangunan baru, dekorasi baru, wajah-wajah baru... Tujuh tahun telah berlalu, terlalu banyak yang berubah...
Kecuali satu hal...
Perasaanku.
Kutatap pohon tua di belakang sekolah, pohon ini masih ada meskipun daunnya tak selebat dulu. Saat aku usap lumut di batang pohon itu, ternyata tulisan itu masih ada, “BintangAwan”
Perasaan yang belum terselesaikan ini harus berakhir karena sesuatu yang tidak bisa aku mengerti.
“Pak guru... ayo kita berenang! Yang lain sudah tak sabar ingin diajar pak guru!” teriak seorang remaja lelaki dengan ceria.
Aku tersenyum lembut, “Baiklah... Ayo kita lakukan pemanasan!” aku ikut berteriak tak kalah semangat. Aku kembali kesini, mengingat kembali tentang segala perasaanku, mengenangnya dan hanya menyimpan hal yang tak mungkin menjadi kenyataan ini.
FLASHBACK –Bintang POV-
Aku menyilang kalender lagi seperti biasa, wah sisa 10 hari lagi olimpiade renangnya. Semua terlihat bersemangat. Terutama dia...
Bukankah ini sudah malam? Kenapa dia masih saja berenang! Kalau dia masuk angin bisa jadi urusan rumit buatku. Aku segera berlari ke ruang ganti untuk mengambilkan handuk dan saat aku kembali ke kolam renang aku disuguhkan pemandangan yang harus membuatku ternganga.
Awan, saat dia keluar dari kolam renang dengan mengusap rambut basahnya, lengan sexynya yang terangkat membuat bulu halus di ketiaknya terekspose, bulir air dari rambutnya berjatuhan ke arah dadanya yang sudah terbentuk, mataku mulai turun ke arah pack perutnya yang sangat indah and... wait! A-apa itu? Urat-urat kebiruan di bawah perutnya membuatku mulai membayangkan bentuk bongkahan yang terbungkus di celana renangnya.
Hell! Apa yang aku pikirkan? Sadar Bintang... sadar, jangan terlalu terbawa nafsu.. tarik nafas.. keluarkan... Ok, aku baik-baik saja.
“Menejer, apa yang kau lakukan disini?” tanya Awan dengan tatapan dingin saat dia menyadari kehadiranku.
Mukaku memerah, dengan tangan gemetaran aku menyerahkan handuk itu, “I-ini sudah malam. Sebaiknya kau pulang dan beristirahat.” Ucapku datar walaupun aku tak bisa menyembunyikan mimik gugupku.
Awan mengambil handuk itu, wajahnya yang semula dingin mulai tersenyum aneh, “Hm.. Tapi menejer, maukah kau membuatkanku segelas coklat hangat sebelum aku pulang? Aku tunggu di ruang ganti.”
“Ba-baiklah!”
Aku segera berlari secepat mungkin, aaah! Sial! Sial! Jantungku rasanya bisa meledak hanya karena berdekatan dengannya saja. Ayolah Bintang, bisa kah lebih tenang sedikit? Tapi bagaimana aku bisa tenang jika harus berhadapan dengan pemuda sesexy dia? Yeah.. dia terlalu sexy untuk ukuran pemuda berumur 17 tahun.
Setelah coklat hangat itu jadi aku segera berjalan ke ruang ganti, dan betapa kagetnya aku harus dikejutkan oleh pemandangan yang lebih... ah bagaimana aku harus menjelaskannya?Awan melepaskan celana renangnya, terlihat bongkahan pantat yang padat dan benda yang bergelantungan di sana cukup panjang sehingga aku bisa melihatnya dari sela-sela paha Awan, “Masuk saja menejer, aku tau kau disana.’’ Ucap Awan yang padahal menghadap loker alias membelakangiku,dia selalu mengejutkan.
Awan memakai celana pendeknya yang dia simpan di dalam loker, Awan mulai duduk di bangku panjang yang ada di ruangan itu. Dia melambai memintaku duduk di sampingnya, dengan tangan gemetar aku menyerahkan segelas coklat itu, lagi-lagi Awan memberikan seringaian aneh itu! Apa dia mengejekku hah? Apa aku terlihat sangat bodoh jika gugup seperti ini sehingga dia memberikanku senyuman aneh itu. Haah rasanya aku mau tenggelam saja.
Saat Awan meneguk coklat itu, aku kembali terhipnotis. Aku kembali memperhatikannya sangat dalam, saat dia mendongak, saat air itu mengaliri tenggorokannya membuat jakun sexynya bergerak, mataku kembali turun ke arah dada telanjangnya. Astaga, mukaku memerah sekarang, darah hangat mendesir-desir di seluruh tubuhku dan benda di selangkanganku menjerit menginginkan sentuhannya! Hentikan! Tolong hentikan imajinasi sexy ini, aku bisa stress jika merasakan sensasi ini setiap kali di dekatnya!
“Sebaiknya kau pulang, yang lain sudah pulang dan aku ingin mengunci seluruh lokasi.” Ucapku setenang mungkin meskipun batinku menjerit-jerit.
Awan celingukan, “Serius semuanya sudah pulang?” tanya Awan. Aku mengangguk pelan.
Awan menatapku dalam, tatapan itu seolah mengintimidasi aku, aku meleleh, dia kembali tersenyum aneh dan aku hanya tertunduk karena tak bisa menerima tatapan itu.
Dan betapa aku terkejut saat merasakan benda lembab mendarat di bibirku, aku terlempar ke belakang dan terjatuh dari kursi saking terkejutnya. “A-Awan.. apa yang kau lakukan?” aku meraba bibirku yang baru saja Awan cium, mukaku memerah maksimal, dadaku rasanya sakit seperti tersengat lebah... aku terlalu terkejut, benar-benar tak menyiapkan hati akan perlakuan Awan! Atau ini juga perasaan terlalu senang yang mengejutkan.
Awan berjongkok di depanku, “Kau selalu mengawasiku, aku tau apa yang kau pikirkan..” ucap Awan sambil menepu-nepuk kepalaku.
Aku menelan air liurku, “Ka-kau bisa membaca pikiranku?’’
“Kau menginginkanku kan, menejer?” ucap Awan sambil mendekatkan wajahnya, sangat dekat. Aku tak bisa membalas apa-apa, hanya terdiam dengan wajah panas. Aku bisa merasakan hebusan nafas Awan sekarang, perlahan bibir sexynya yang dingin itu melahap bibirku, aku sudah menyiapkan diri sebelumnya. Tak seterkejut tadi.
Aku memejamkan mata karena tidak mampu menatapnya sedekat ini, kuremas bahunya dan mengalungkan tangan di lehernya. Ciuman Awan semakin ganas, dia bahkan memasukkan tangannya di dalam kaosku, meraba perutku dan naik ke dadaku, secara perlahan dia menyingkap pakaianku hingga terlepas, Awan membaringkan tubuhku di lantai dan menindihku, aku tertawa-tawa kecil saat lidah hangatnya bermain di leher dan dadaku. Awan menggesekkan penisnya dengan penisku. Astaga, aku melayang sekarang! Ini mimpi kan? Kenapa ini terlalu indah dan aku yang terkejut belum siap akan ini semua!
Saat Awan meraba gundukan di celanaku dan berusaha melepas celanaku, aku menahan tangannya, “Ja-jangan...” lirihku sambil menjauhkan wajahnya dari dadaku.
Awan mengerutkan kening, “Kenapa?”
“A-aku malu...”
Awan tertawa kecil, “Kita hanya berdua disini. Kau tak perlu malu, ayo kita lakukan...” Awan mengedipkan matanya nakal dan aku luluh... aku kalah... tubuhku milik Awan seutuhnya malam ini.
-Awan POV-
Sepulang sekolah kami pun latihan berenang seperti biasa, H-9 aku harus fokus. Aku menghela nafas, duduk di bangku panjang depan kolam renang untuk menunggu giliranku.
Terlihat di kejauhan seorang pemuda imut datang dengan jalan terpincang, menejer. Sial... mukaku langsung panas dan jantungku berdetak tak keruan, saat pertama kali bergabung dengan club berenang aku memang sudah tertarik dengan sosok menejer yang sangat menggemaskan, tapi... hanya sekedar suka fisiknya, tidak seperti sekarang yang sepertinya perasaan kagum itu berubah menjadi sesuatu yang special dan perasaan ini menggangguku.
Terlihat beberapa orang menyapanya dan menanyakan keadaannya, dia hanya tertawa ringan sambil berkata, “Aku tidak apa-apa.. hanya terkilir, ya aku terpeleset di dekat kolam renang semalam.” Bohongnya. Hanya kami yang tau bahwa pincangnya jalan menejer karena ‘seranganku’ semalam.
Menejer berjalan ke arahku, tersenyum manis sambil menyerahkan botol minuman. Tapi aku mengabaikannya,aku tak haus sekarang dan sudah waktunya aku berenang.
Aku memasang kaca mata renang berjalan ke arah depan tanpa menatapnya, aku bisa menebak dia pasti memasang wajah kecewa sambil bertanya-tanya apa yang terjadi denganku.
Saat menceburkan diri ke dalam kolam renang, aku tak bisa berenang dengan fokus... wajah menejer selalu terbayang, rintihan dan erangannya semalam selalu terngiang, ekspresi sexy dan manisnya ketika kesakitan membuatku gila, aku... aku gelisah, “Uhukk... Uhukkk...” aku terbatuk saat tidak sengaja terminum air, aku tidak fokus sehingga gagal mengatur nafas dan tenggelam.
Banyak yang bercebur dan mencoba menolongku, saat sampai di tepi kolam aku memuntahkan air. Menejer berlari panik sambil membawakan handuk, tapi aku menatapnya ketus sambil menepisnya kasar, “Apaan sih! Sok care...”
Matanya yang berkaca-kaca membuatku terluka juga, tapi aku tidak tahan di dekatnya. Aku kacau, ayolah Awan.. kau harus jadi juara olimpiade, jangan sampai hanya karena ketertarikan dengan seseorang membuatmu tak konsisten!
-Bintang POV-
Aku duduk sendirian di ruang ganti, tertunduk lesu sambil meremas-remas tangan. Saat Awan masuk ke dalam ruangan, aku mendongak. Aku berjalan mendekatinya, Awan acuh saja mengambil pakaiannya dari dalam loker dan berganti pakaian. Dia kenapa? Sudah mau pulang duluan? Biasanya dia pulang paling akhir..
Aku harus meminta penjelasan, “Awan... Umm.. Ka-kau kenapa? Apa aku ada salah?”
Awan menghadap aku sekarang, menatapku dingin, “Sebaiknya kau menjauh dariku untuk sementara.”
“Tapi kenapa? Apa salahku?!” tanyaku tak terima.
“Kau menggangguku! Sebaiknya kau menjauh! Turuti saja apa mauku, jika aku bilang menjauh ya sebaiknya menjauh!” bentaknya keras, saat aku meraih tangannya dia menepisku hingga aku terjatuh. Awan tak membantuku berdiri, hanya menatapku kebingungan.
Aku menggeleng-geleng tak percaya, aku bangkit dan segera berlari ke toilet, menahan segala rasa sakit di lubangku maupun di hatiku. Kuhempaskan pintu toilet sekuat mungkin, aku menangis sejadi-jadinya.Kenapa dengannya? Apa dia mempermainkanku? Setelah mendapatkan tubuhku dia membuangku begitu saja. Astaga! Aku benar-benar tidak rela! Itu... itu pertama kalinya aku having sex.. bodoh, aku sangat bodoh! Kenapa aku harus menyerahkan tubuhku pada orang yang tak memiliki ikatan apapun denganku!
Harusnya aku tau jika ini hanya permainan untuknya, harusnya aku tau dari cara dia menatapku penuh nafsu tanpa tatapan cinta.. dia hanya menginginkan tubuhku... sesak, rasanya benar-benar sesak.
Aku tidak menyangka, orang yang aku cintai sepenuh hati bisa mempermainkankuseparah ini.
-Awan POV-
Sepertinya aku terjebak... Terjebak dalam cinta. Awalnya aku hanya tertarik dengan Bintang, yaa sekedar rasa suka biasa, bagaimana ketika kita melihat seseorang yang berpenampilan menarik. Hanya sekedar menyukai sosoknya, disisi lain dia memang fetishku. Cara dia berbicara membuatnya nyaman dan tenang, dia yang selalu melayani kami, berperan penting dalam club renang ini, dan caranya menatapku dengan salah tingkah membuatku gemas ingin mendekapnya dan berbisik, “Kenapa kau begitu menarik ini hm?”
Serindu apapun aku dengannya, aku tetap konsisten untuk tidak menghubunginya.Aku hanya perlu bersabar beberapa hari, setelah aku memenangkan olimpiade ini, aku akan meluapkan segala rasa rinduku.
Hari demi hari aku berlatih, aku senang bisa kembali fokus bahkan berkembang. Rekor kecepatanku terus bertambah, syukurlah.
Di kejauhan aku melirik Bintang sesekali, dia muram.. tak ceria seperti biasanya. Dia melayani semuanya dengan baik kecuali aku, dia mematuhiku untuk menjauh, bahkan dia berusaha agar tak berpapasan denganku.
H-3 latihan diliburkan, meskipun aku tetap bandel latihan, aku tak mau perkembanganku menurun. Kehadiran Bintang yang mengintipku dari balik pintu bisa aku sadari, dalam kondisi normal dia pasti akan memarahiku dan menyuruhku pulang untuk beristirahat. Tapi dia terikat perjanjian untuk menjauhiku sehingga dia memilih diam.
Hingga akhirnya hari H itu pun datang. Saat melakukan pemanasan aku bisa melihat Bintang bersalaman dengan mereka semua anggota club, raut wajahnya sudah ceria lagi aku pun tersenyum tipis melihat kondisi itu sehingga semangatku semakin menggebu-gebu.
Dan akhirnya! Aku menang, seharian berjuang aku berhasil mendapatkan medali emas setelah kekalahanku di dua tahun sebelumnya. Tahun terakhirku di bangku SMA bisa mencetak sejarah yang memuaskan.
Aku berlari semangat mencari Bintang, ingin memperlihatkannya medali ini dan memeluknya erat. Tapi.. sosoknya tidak bisa aku temukan, hingga akhirnya aku memilih bertanya pada teman satu club-ku, “Hoi Andri... menejer mana?”
“Loh? Dia tidak bilang apa-apa denganmu? Tadi menejer pamitan, dia datang hanya sebentar untuk menengok kita.” Ucap Andri dengan wajah kebingungan.
“Pamit kemana?”
“Bintang berhenti sekolah, dia mau pindah keluar negri.”
Tubuhku mendadak lemas, aku meremas dadaku yang sangat nyeri ini. Saat mendapatkan alamat Bintang, aku langsung berlari sekuat tenaga dan terus berdoa sepanjang jalan berharap aku masih mendapatkan kesempatan.
-Bintang POV-
Mencintai orang yang salah... Ini akan menjadi pengalaman besar sepanjang hidupku, lain kali aku mungkin harus bisa lebih membuka mata dan pikiranku secara lebar. Cinta pertama, kenapa bisa sesakit ini... begini kah cinta? Apa aku harus mengutuk perasaan yang bernama cinta ini?
Aku berusaha melupakannya, dia itu bajingan... Tapi kenapa aku tidak bisa melupakannya, aku tetap mencintai si banjingan ini. Apa hatiku buta! Aku rasa aku masocit jika tetap bertahan mencintai sesuatu yang menyakitkan seperti ini.
Awan, apapun yang kau lakukan padaku, yang pasti kau tidak bisa aku hapus dari hatiku. Sepertinya aku harus pasrah dengan rasa cinta busuk ini, yang aku lakukan hanyalah menjauh untuk sebuah kesembuhan.
Aku berjongkok di sebuah pohon besar di belakang sekolah, mengukir nama Awan di batang pohon ini. Mainstream memang, tapi entah kenapa aku ingin saja mengukir namanya agar suatu hari jika aku kembali aku bisa melihat tulisan ini dan mengingat, bahwa ada seseorang yang sungguh-sungguhaku cintai di masa lalu.
“Haaah... Haaah.. Haah...” aku langsung menoleh saat mendengar suara nafas ngos-ngosan dari seseorang yang ikut berjongkok di sampingku.
Wajahku langsung memerah, “A-Awan.. Kau kenapa?”
“Hmhh... Bintang, Aku berlari-lari mencari taksi, datang ke rumahmu, kakakmu bilang kau ada di sekolah dan aku mencarimu.” ucap Awan masih dengan wajah datarnya. Wajahku memerah karena satu tahun aku sekolah disini, baru sekarang kakak kelasku ini memanggil namaku, bukan ‘menejer’ lagi.
“Ke-kenapa mencariku?”
Awan mengeluarkan medali emasnya dari dalam tas selempangnya, “Aku menang.”
Aku tersenyum lembut, “Selamat ya, akhirnya ambisimu tersampaikan juga.”
Awan menarik tanganku, membuka telapak tanganku dan menyerahkan medali itu, “Ini aku persembahkan untukmu, aku menang untukmu. Aku ingin kau menyimpannya,” ucap Awan tenang, tapi aku bisa melihat rona merah di wajahnya.
Aku ternganga tidak percaya kemudian tersenyum lembut, “Jangan, medali ini pasti sangat berharga untukmu.”
“Aku tau itu berharga, maka dari itu simpanlah!”
“Tapi... Kenapa?”
Awan menatap pisau yang terjatuh di dekat pohon kemudian tatapannya naik ke arah tulisan di pohon, “Kau menulisnya?” Awan sepertinya mengalihkan pembicaraan.
“Um... Iya...” lirihku pelan.
Awan tersenyum, dia raih pisau itu dan mengukir namaku dan lambang di dekat namanya. Hatiku rasanya hangat, semua rasa sakit rasanya sembuh. Kami saling berciuman, terbawa suasana hingga akhirnya bercinta di balik pohon itu. Untungnya sudah sore jadi kondisi sangat sepi.
Setelah bercinta, aku berbaring di dada Awan, dia mengusap kepalaku dengan lembut. Rasanya nyaman sekali. Aku meraba-raba dada Awan yang sangat aku sukai, matahari mulai menguning, benar-benar suasana yang romantis.
Aku mendongak untuk mengecup dagu Awan, dia menunduk untuk mengecup lembut bibirku. Senangnya bisa melihat kesungguhan Awan, bisa merasakan kenikmatan ini lagi.. tapi... ada pertanyaan besar di dalam benakku, “Wan, aku ingin bertanya sesuatu.”
“Hm?”
Aku memainkan jariku gelisah, “A-apa kau mencintaiku? Hubungan kita ini namanya apa?”
Wajah Awan yang tadinya tenang dan datar, mendadak tertawa pecah, dia tertawa terbahak-bahak. Aku bangun, menatapnya heran. Tatapannya sungguh mengejek, apa dia mempermainkanku lagi? Apa baginya cintaku ini lelucon yang pantas untuk ditertawakan?!!!
Dengan cepat kupakai pakaianku dan berlari, “Bintang! Kau mau kemana! Hei Bintang! Kembali!”
Aku menoleh, Awan tak menyusulku, benar... ternyata aku tak berharga baginya.
Syukurlah aku belum ketinggalan pesawat, jam 8 malam itu aku langsung berangkat ke Taiwan dimana nenekku tinggal sehingga aku bisa menumpang dan melanjutkan sekolahku disana, aku berharap dengan seiring berjalannya waktu aku bisa melupakan Awan.
END FLASHBACK
-Awan POV-
“Ingat, kalian harus makan-makanan yang bergizi agar kuat seperti pak guru..” ucapku sambil memamerkan ototku. Anak-anak didikku tertawa geli, mereka bubar perlahan dan aku mengusap kepala mereka secara bergantian setelah pelajaran olah raga usai.
Setelah bosan menjadi atlet renang, aku memutuskan mengajar menjadi guru olah raga di SMAku menuntut ilmu dulu, menyenangkan sekali bisa berinteraksi dengan para remaja. Bisa merasa kembali remaja.
Aku hanya menghabiskan waktuku untuk senang-senang dan mencari uang, belum ada rencana untuk berumah tangga, calonnya saja belum ada.
Saat aku ingin ke belakang sekolah mengucapkan pamitan kepada pohon itu, aku dikejutkan oleh sesosok pemuda yang berjongkok di depan pohon itu.
Aku memperhatikannya dari belakang, aku berjalan secara perlahan kemudian berjongkok di samping orang itu. Dia menoleh, kami sempat bertatapan cukup lama.
Siapa orang asing ini? Aku tak mengenalnya.
Rasa penasaran membuatku terus mengamati wajahnya, begitu pun dia mengamati wajahku dalam diam, saat dia mengeluarkan mimik terkejut dan bangkit... saat itu lah aku menyadari sosoknya. Sepertinya dia juga sudah mengingatku hingga seterkejut itu.
Dia mencoba berlari namun aku menggenggam tangannya, meremas bahunya kemudian mendorongnya ke dinding sekolah, aku menjepit tubuhnya, “Apa kabar Bintang? Kau sudah besar ya sekarang, aku jadi pangling.”
Bintang membuang wajahnya, dia tak mau menatapku, “Kau siapa? Aku tak mengenalmu..”
Aku menyipitkan mata, “Aku Awan, sudah ingat?”
“Aku tidak tau siapa Awan...” ucapnya ketus dan berusaha kabur, tapi aku semakin menjepit tubuhnya dan mendekatkan wajah. Dia memerah, masih manis seperti dulu meskipun stylenya sangat cool.
“Kalau kau tak mengenal Awan, untuk apa kau memperhatikan tulisan itu hm?”
Bintang menghela nafas, “Fine.. aku mengingatmu, tapi itu hanya masa lalu. Biarkan aku pergi sekarang.”
Aku menggeleng, kutarik pinggangnya merapat dan menenggelamkan wajahnya di leherku, “Aku merindukanmu, betapa aku merindukanmu.”
“Hei orang asing, apa kau tak canggung bersikap seperti ini denganku hah? Aku sudah berubah, aku bukan Bintang yang dulu, kau pun berubah.. kita sudah tumbuh.” Bintang mencoba melepaskan pelukanku sekuat mungkin.
“Tapi perasaanku tidak pernah berubah.” Ucapku tenang. Aku yakin wajah Bintang memerah sekarang, dia pun tak memberontak lagi mendengar ucapanku.
“Pe-perasaan apa?” tanya Bintang dengan suara tergagap. Keluguannya masih sama seperti dulu.
“Tentu saja cinta!” bentakku sambil mendorong Bintang ke dinding, aku menatapnya lekat.
“Bohong kan...” lirih Bintang.
“Buat apa aku berbohong?!!”
Bintang menggeleng sambil terpejam, dia berlari tapi aku kembali menggenggam lengannya dan menghentak tubuhnya ke pelukanku, “Kau ingin meninggalkanku untuk kedua kalinya hah?!!! Masih ada hal yang belum terselesaikan!”
“Apa lagi yang harus diselesaikan?! Semua sudah jelas kan!” bentaknya dengan suara yang lebih tegas, ya suaranya sudah berubah... bukan lagi suara remaja manis yang baru baliq.
“Apanya yang jelas hah? Kau pergi tanpa alasan! Sekarang jelaskan padaku, kenapa kau pergi? Apa kau tau, aku seperti orang gila disini! Kau membuatku jadi lemah, kau orang pertama yang membuatku menangis!”
“Ke-kenapa... bukankah kau mempermainkanku waktu itu?” lirih Bintang dengan tatapan kebingungan namun matanya berkaca-kaca.
“Mempermainkanmu? Jadi kau pikir aku mempermainkanmu sehingga kau meninggalkanmu hah? Apa kau tak bisa membaca perasaanku hah!”
“Tapi kenapa kau tertawa? Kau membuatku bingung... sebelumnya juga kau mengabaikanku, membuatku merasa seperti habis manis sepah dibuang. Sakit rasanya setelah kau menikmati tubuhku kau langsung berubah.” lirihnya sambil tertunduk.
“Perubahanku saat itu karena aku mulai sadar bahwa aku mencintaimu! Itu membuatku tak fokus pada olimpiade, aku hanya butuh waktu sampai olimpiade selesai dan masalah tertawa.. Tentu saja aku tertawa! Kau itu bodoh ya, apa perlakuanku kurang jelas bahwa aku mencintaimu! Setelah bercinta beberapa kali kau baru menanyakan perasaanku, apa itu tidak lucu? Kau aneh! Harusnya kau tau kan bercinta itu membutuhkan cinta!”
“Ta-Tapi.. kenapa saat aku lari kau tak mengejarku?”
“Kau mau aku mengejarmu dalam kondisi telanjang bulat hm? Tentu saja aku mengenakan pakaianku terlebih dahulu, dan saat aku berlari ke luar gerbang, kau sudah lenyap. Kau meninggalkanku”
“Jadi... tujuh tahun ini, aku melarikan diri hanya karena salah paham...”
“Ya bodoh, tepat sekali.”
Bintang menangis sesegukan, aku panik. Kupeluk tubuhnya dengan erat, “Ja-jadi aku membiarkan tujuh tahun waktuku berjalan menyakitkan hanya karena salah paham..”
“Hm... hm...” aku hanya bergumam kesal sambil mengusap dan mencium kepalanya.
Aku bisa merasakan bajuku basah oleh sesegukannya, dia meremas bahuku gemas, “Betapa bodohnya aku...” lirihnya.
Aku menghela nafas panjang, “Tapi semua sudah terjawab bukan, sudahlah jangan disesali lagi. Kecuali kau sudah tak single lagi, mungkin ini akan menjadi penyesalan seumur hidup...” ucapku memancing.
“Im still single...” Bintang mendongak menatapku.
Senyumku merekah, kuusap air matanya dan mengecup bibirnya mesra. Aku lega, akhirnya semua selesai.
TAMAT
Terinspirasi dari drama thailand (just a second), manga jepang (sekaiichi hatsukoi) campur hayalanku dan dibikin versiku sendiri

0 komentar:

Posting Komentar