Festival Musim Dingin sudah di laksanakan beberapa minggu lalu, dan sekarang sudah akhir Februari, bunga sakura sudah bermekaran menandakan masuknya musim semi. Pementasan drama Cinderella dari klub Drama berjalan sukses dan banyak mendapatkan respon yang baik dari penonton yang hadir waktu itu. Hina makin banyak di kenal oleh mahasiswa di kampusnya, aktingnya yang sangat bagus membuat para penonton terhanyut akan suasana di atas panggung tersebut. Sejak kejadian Valentine Days kemarin, Hina agak menjauhi Akashi, dia tidak mau menjadi salah paham akan perlakuan istimewa untuknya. Sedangkan untuk Akashi tentu saja dia tidak terima karena sikap Hina yang tiba – tiba berubah seperti itu. Ketika selesai kelasnya, Hina langsung pulang begitu saja. Saat Akashi mencarinya di klub Drama Hina berusaha menolak bertemu dengannya dan membuat semua pengurus klub itu bingung.
“Ada apa denganmu Miura ? Kau bertengkar dengan Akashi ?” tanya Ikuya saat mereka sedang berlatih untuk pentas Musim Semi.
“Tidak apa – apa senpai” jawab Hina pelan.
“Benarkah ? beberapa minggu ini sikapmu aneh, bahkan ketika Akashi mencarimu di klub kau menyuruh kami mengatakan padanya bahwa kau sudah pulang ?” sambung Daiya.
Hina terdiam ketika Daiya mengatakan hal itu.
“Jangan sembunyikan apapun Hina, kau bisa cerita pada kami semua yang ada di sini, kami akan mendengarkan apapun keluhanmu Hina” tukas Minami yang datang membawa sekotak minuman dingin dan memberikannya pada Hina sekaligus anggota klub drama yang lainnya.
“Terima kasih senpai semua” balas Hina tersenyum senang.
“Hei, untuk pementasan kali ini, Universitas Todai akan ikut serta mengikuti festival kali ini” ujar salah seorang anggota klub Drama tersebut.
“Ya, itu benar, klub Drama kita akan bergabung dengan klub Drama Universitas Todai dan membuat suatu skenario yang cukup menarik” balas Minami membenarkan hal tersebut, sambil mengambil sebuah gulungan kertas skenario di belakangnya.
“Festival Kebudayaan tahun ini kita akan mengundang Universitas Tokyo dan bersama dengan klub Drama mereka, kita akan membuat suatu pementasan yang belum pernah di buat oleh alumni mahasiswa kita” sambung Souta menjelaskan arahan yang akan di lakukan mulai minggu depan.
“Universitas Tokyo ?” gumam Hina, namun di dengar oleh Ikuya.
“Benar, kenapa Miura ? Ada seseorang yang kau kenal di sana ?” tanya Ikuya lagi.
Hina tidak menjawab pertanyaan Ikuya, tetap mendengarkan penjelasan dari Minami dan Souta.
***
“Kau pembohong Asou-san” tukas Hiro ketika dia berbicara dengan Kaito berdua di sebuah kafe.
“Aku tidak pernah berbohong padamu Hiro” balas Kaito tidak mau kalah.
Hiro hanya bisa memandang sepupunya tersebut dengan berkaca – kaca, masih tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Kaito barusan.
“Ini bukan foto Hina, ini foto dirimu Hiro, kau harus percaya padaku” lanjut Kaito lagi menunjukkan semua file foto yang ada di ponselnya.
Hiro mulai melihat semua foto yang ada di sana, menelusurinya satu – satu, tapi meskipun mereka saudara kembar, ada suatu perbedaan yang mencolok di antara mereka berdua.
“Kau tidak mempunyai tahi lalat di samping mata kirimu, hanya Hina yang mempunyai tahi lalat itu” ujar Kaito menjelaskan detail foto itu satu persatu.
“Aku menyukaimu sejak dulu Hiro, percayalah padaku, selama ini aku hanya memikirkanmu, untuk apa aku tetap tinggal di Tokyo dan tidak memilih kuliahku di Inggris sembilan tahun lalu” lirih Kaito memegang kedua tangan Hiro erat.
“Tapi kenapa ? Kenapa kau tidak mengatakannya dari dulu ? Aku selalu berprasangka kau menyukai Hina” balas Hiro mulai sesengukan tidak berani menatap Kaito.
Kaito beranjak dari tempat duduknya dan beralih ke tempat Hiro, lalu memeluknya erat. Keadaan kafe tersebut cukup sepi, jadi tidak akan ada orang yang melihat. Kaito mencium wangi tubuh yang keluar dari Hiro, sudah lama dia ingin memeluknya seperti ini, namun dia tidak pernah mempunyai keberanian untuk mengatakan semuanya pada Hiro.
“Walaupun kalian berdua kembar, dari kecil aku selalu bisa membedakan kalian, meskipun akhirnya Hina di bawa oleh bibi Yuuko ke Sapporo, aku selalu menjagamu Hiro, hanya kau satu – satunya yang bisa membuatku tersenyum setelah keadaan keluargaku yang benar – benar kacau waktu itu” ujar Kaito panjang.
“Walaupun kalian berdua kembar, dari kecil aku selalu bisa membedakan kalian, meskipun akhirnya Hina di bawa oleh bibi Yuuko ke Sapporo, aku selalu menjagamu Hiro, hanya kau satu – satunya yang bisa membuatku tersenyum setelah keadaan keluargaku yang benar – benar kacau waktu itu” ujar Kaito panjang.
“Maafkan aku Asou-san, aku selalu bersikap ketus padamu, dan tidak pernah mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya padamu” balas Hiro membalas memeluk Kaito.
“Bisakah kau jangan memanggilku dengan Asou ?” tanya Kaito memohon pada Hiro dan mengelap airmatanya.
“Tapi kau belum menjawab pertanyaanku barusan” lanjut Hiro mengintimidasi.
“Ehmm itu, .... Kau kenal dengan Tetsuya bukan ?” tanya Kaito menatap Hiro lekat.
“Tetsuya ? Adikmu ?” tanya Hiro balik, mulai memperhatikan penjelasan dari Kaito.
“Iya adikku satu – satunya, tapi kerabat dekat kami tidak bisa mempunyai seorang anak dan meminta kepada ayah dan ibuku untuk mengadopsi Tetsuya” ucap Kaito memulai pembicaraannya, sambil bersender ke bangku di belakangnya.
“Waktu itu dia sempat tinggal di Sapporo bersama ibu angkatnya, namun satu tahun kemudian mereka pindah ke Inggris, dan sejak saat itu kami benar – benar kehilangan kontak dengan Tetsuya” lanjut Kaito agak mendesah sedikit menerawang masa lalunya.
“Keluarga kami benar – benar di landa kesedihan yang mendalam, tapi ibu dan ayah selalu kuat dan percaya Tetsuya akan baik – baik saja bersama kerabat kami tersebut, dan beberapa tahun kemarin aku mendengar kabar dia sudah kembali ke Jepang dan mengambil Graduatenya di Universitas Waseda” gumam Kaito mengakhiri pembicaraannya dan kembali menatap Hiro yang terkaget mendengar kata Waseda.
“Lalu kau sudah bertemu dengannya ?” tanya Hiro memulai pembicaraan setelah Kaito sudah agak tenang.
“Hina membawanya bulan lalu, aku agak kaget ketika bertemu dengan Tetsuya yang sudah banyak berubah, mungkin Tetsuya masih menyimpan sebuah ketidakrelaan karena ayah dan ibu memilihnya untuk di jadikan anak angkat kepada kerabat kami” jawab Kaito pelan.
“Hina kenal dengan Tetsuya-san ?” kaget Hiro.
“Sepertinya Tetsuya sudah tahu, Hina akan datang ke Tokyo dan mengikutinya ke Universitas Waseda, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka delapan tahun lalu, mungkin saja” gumam Kaito berpikir sejenak, namun dia di kagetkan oleh seseorang yang memanggil namanya.
“Kai-Oniisan ?” kaget Akashi melihat Kaito di sana bersama seseorang.
“Hina ?” teriak Akashi lagi sambil menarik tangan Hiro agar terlepas dari pelukan Kaito, Hiro hanya meringis kesakitan tidak mengerti apa yang terjadi.
“Hentikan Tetsuya ! Itu bukan Hina, itu Hiro” sahut Kaito berusaha menarik Hiro ke arahnya, Akashi menatap Hiro lekat dan melepaskan genggamannya pada tangan Hiro.
“Maafkan aku, Hiro” lirih Akashi tidak menatap Hiro dan duduk di depan mereka berdua.
“Tidak apa – apa, tapi aku baru pertama kali ini melihatmu setelah sepuluh tahun lalu” ujar Hiro masih memegang pergelangan tangannya yang masih agak sakit.
“Ada apa Tetsuya ? Kenapa kau bisa salah membedakan mereka berdua ? bukannya dulu kau yang mengajarkanku caranya ?” tanya Kaito khawatir.
“Aku tidak tahu, beberapa minggu ini Hina menjauhiku, dan aku sama sekali tidak tahu kenapa dia menjauhiku” jawab Akashi lemas menutupi kedua matanya dengan tangan kirinya.
Kaito dan Hiro saling berpandangan sejenak, entah apa yang sedang terjadi dengan Akashi dan Hina, namun sepertinya sangat serius jika Akashi sudah sampai seperti ini. Kaito sangat tahu betul watak Akashi.
Kau ....
Kau membuka mataku sekali lagi.
Kau membuka hatiku lagi.
Hati yang sempat membeku.
Hati yang sempat hancur ...
Kau membuka mataku sekali lagi.
Kau membuka hatiku lagi.
Hati yang sempat membeku.
Hati yang sempat hancur ...
Kau ...
Kau telah memasuki hatiku.
Menempati sebuah sudut kecil disana.
Sudut yang tidak pernah kuperhatikan.
Sebuah sudut kecil disana.
Kau telah memasuki hatiku.
Menempati sebuah sudut kecil disana.
Sudut yang tidak pernah kuperhatikan.
Sebuah sudut kecil disana.
Apa yang telah kau perbuat pada hatiku ?.
Apa yang telah kau perbuat pada hidupku ?.
Kau memberiku semangat untuk hidup.
Hidup yang kurasa telah berakhir.
Akan kupersembahkan cintaku padamu yang telah menempati sudut kecil di hatiku ....
Apa yang telah kau perbuat pada hidupku ?.
Kau memberiku semangat untuk hidup.
Hidup yang kurasa telah berakhir.
Akan kupersembahkan cintaku padamu yang telah menempati sudut kecil di hatiku ....
Hina masih mengamati bola kristalnya tersebut, menepuk – nepuknya berkali – kali. Lalu pandangan matanya menuju ke arah sebuah inisial bernama A.T. tersebut, dia masih penasaran akan hal itu. Siapa pemilik gerangan nama yang mempunyai inisial seperti itu ? Seingat Hina bola kristal itu pemberian teman kecilnya dahulu ketika masih di Sapporo. Temannya tersebut memberikan bola kristal itu agar selalu menemani Hina yang kesepian karena kekangan dari ibunya yang selalu mengawalnya tiap hari. Tapi dia sudah lama tidak mengingat nama temannya tersebut, karena kepindahannya yang tidak lama di Sapporo dia harus pergi lagi dan harus tinggal di Inggris. Hina merasa sangat sedih ketika di tinggal oleh temannya tersebut, walaupun mereka hanya kenal satu sama lain sebentar saja, bagi Hina orang tersebut sudah menempati relung hatinya yang paling dalam.
“Kau yakin akan hal ini Niisan ?” tanya Akashi saat dia dan Kaito sudah berada di depan pintu masuk rumahnya.
“Ayah dan ibu sudah kembali dari Seoul, setidaknya kau harus menemui mereka terlebih dahulu Tetsuya, pasti mereka merindukanmu” jawab Kaito menepuk bahu Akashi agar tenang.
Akashi hanya terdiam mendengar perkataan kakak laki – lakinya tersebut, “rindu” sebuah kata yang sudah jarang dia dengar, bahkan dari orang terdekatnya sekalipun.
“Aku pulang” sahut Kaito dari arah pintu masuk dan melihat ayahnya sedang membaca koran di ruang tamu, bersama sang ibu yang sedang merajut sesuatu.
“Kau sudah pulang Kaito ? Ibu sudah ,... “ ujar ibunya namun perkataannya terhenti karena melihat seseorang di balik Kaito, ayahnya juga sangat terkejut melihat orang tersebut.
“Tetsuya ??” teriak mereka berdua bersamaan, lalu berhamburan memeluk Akashi bergantian.
Akashi sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi, dia benar – benar menyayangi kedua orangtua kandungnya tersebut, lalu memeluk erat mereka berdua. Kegelisahan yang Akashi rasakan selama ini seperti sirna begitu saja, melihat ayah dan ibunya masih selalu sehat.
“Ayah, ibu aku permisi dulu, ada seseorang yang ingin aku temui” ujar Akashi setelah orangtuanya sudah agak tenang. Seperti mengetahui maksud dari anaknya tersebut, Kento sang ayah menganggukkan kepala dan mempersilahkannya untuk naik ke atas.
“Sejak kapan dia kembali ke Jepang Kaito ?” tanya Haruka_ibunya_.
“Tiga tahun lalu, aku mendengar dia kembali sendirian ke Jepang untuk menyelesaikan kuliahnya di Waseda, dan meninggalkan orangtua angkatnya di Inggris” jawab Kaito pelan sambil meregangkan dasi lalu melepaskannya.
“Jadi Sumire-san masih di Inggris ? mungkin dia tidak berniat kembali ke Jepang lagi” balas Kento_ayahnya_.
“Tapi kukira mereka mengijinkan Tetsuya untuk kembali ke sini karena ada sesuatu yang harus di lakukan olehnya” lanjut Kaito, ayah dan ibunya hanya saling berpandangan.
“Maksudmu ?” tanya Haruka.
Kaito tidak menjawab pertanyaan ibunya, hanya melihat ke arah lantai atas melihat Akashi yang masih berdiri mematung di depan kamar Hina.
Akashi membuka pelan pintu kamar Hina, tidak ada suara dari sana, penerangan juga agak redup hanya lampu meja kecil yang menyala. Akashi kembali menutup pintu kamar Hina pelan, berusaha agar dia tidak terbangun dari tidurnya. Akashi mendekat ke arah ranjang Hina, dan melihat bola kristal yang pernah di perlihatkan oleh Hina di atas meja sampingnya. Akashi kembali menaruh bola kristal tersebut ke tempatnya dan mulai menatap Hina yang sedang tertidur lelap terlentang.
Akashi mengelus pipi Hina lembut, seseorang yang dari kecil sudah di kenalnya, namun karena keadaan keluarganya yang membuatnya terpisah dengan saudara kembarnya. Akashi masih mengingat kejadian delapan tahun lalu yang masih tergambar jelas di ingatannya, ekspresi Hina yang lucu karena tidak mengenal Akashi sebagai sepupunya.
Flashback
“Hina !!” sahut Tetsuya yang baru sampai di Sapporo dan langsung menuju ke rumah Hina.
Hina yang sedang bermain di kotak pasir halaman rumahnya menengok ke arah suara yang memanggilnya. Tetsuya langsung memeluk Hina erat yang di lihat oleh sang ibu angkat hanya tersenyum senang.
“Kamu siapa ?” tanya Hina tanpa ekspresi tenggelam dalam pelukan Tetsuya, seperti sadar Tetsuya melepaskan pelukannya dan hanya tertawa pelan sambil mengambil aba – aba untuk memperkenalkan diri.
“Perkenalkan namaku, Asou Tetsuya, tapi mulai hari ini namaku menjadi Akashi Tetsuya, salam kenal Sasaki Hina” ujar Tetsuya riang.
“Pasti kau tidak mengenalku, tapi aku sudah mengenalmu sejak lahir Hina, jadi mulai hari ini kita selalu bersama ya” lanjut Tetsuya menggenggam jari Hina dan menariknya keluar dari kotak pasirnya.
“Maafkan Tetsuya yang selalu bersemangat, Yuuko-san” sambung Sumire_ibu angkat Tetsuya_.
“Tidak apa – apa, aku malah senang Hina bisa kembali bertemu dengan Tetsuya, karena dari dulu dialah yang paling menunggu kelahiran si kembar” balas Yuuko_ibu Hina_menyalami tamu barunya tersebut.
“Benarkah ? Kuharap Tetsuya bisa sejenak melupakan kejadian kemarin, karena proses adopsi kami dengan keluarga Asou” balas Sumire lagi menghela nafas.
“Aku juga cukup terkejut, adikku Haruka akan mau memberikan Tetsuya padamu Sumire” tukas Yuuko, memberikan segelas wine pada sahabatnya, sekaligus rekan kerjanya dalam bisnis.
“Haruka sangat baik padaku, aku berhutang banyak padanya, aku tahu di benaknya pasti merasakan kesedihan yang paling mendalam, aku harus bisa membesarkan Tetsuya menjadi anak yang berbakti dan berintelligence ketika sudah dewasa nanti, itulah janjiku padanya” ujar Sumire panjang meminum wine yang di berikan oleh Yuuko.
End Flashback
Hina mengerang sedikit karena merasa sesuatu yang menganggu tidurnya, perlahan dia membuka matanya melihat seseorang berada di sampingnya sedang memegang tangannya. Namun suasana di kamar itu sangat redup, hanya cahaya yang berada di dekat kepalanya yang bisa di lihatnya, wajah orang tersebut tidak terlihat karena berada di atas cahaya lampu mejanya tersebut.
“Hina, kenapa kau menjauhiku ?” tanya Akashi pelan, namun masih bisa di dengar oleh Hina.
Dia tidak menjawab karena Akashi sudah mencium bibir Hina lembut.
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar