“Hiro kenapa margamu menjadi Akashi di kartu mahasiswamu yang baru ini ?” tanya Hina bingung sekaligus kaget, ketika mereka berdua sedang berbincang di taman Universitas Tokyo.
“Oh itu, apakah Tetsuya-san belum menjelaskan padamu ?” tanya Hiro balik mengambil kembali kartu mahasiswanya dari Hina.
Hina hanya menggelengkan kepala cepat dan menatap Hiro tajam, seperti ada penjelasan yang serius, batin Hina.
“Nama asli ayah kandung kita sebenarnya Akashi Seiji, ayah menggunakan nama samaran ketika melamar ibu untuk pernikahan bisnisnya, dan wanita yang sangat di cintai oleh ayah adalah ibu angkat dari Tetsuya-san, Akashi Sumire” jelas Hiro sambil menyeruput minuman dinginnya karena udara yang cukup panas.
Hina terlonjak kaget, “La ... Lalu ?” tanyanya gugup.
“Sebenarnya Tetsuya-san adalah sepupu kita, adik dari Kaito-san Hina, kau mungkin tidak tahu karena sejak bayi kau sudah di bawa ibu ke Sapporo” jawab Hiro.
“Jadi ... , Nama aslinya Asou Tetsuya ?” tanya Hina lagi.
Hiro mengangguk cepat, lalu dengan cepat Hina mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
“Apa itu Hina ?” tanya Hiro heran melihat adik kembarnya menepuk – nepuk sebuah bola kristal dan seketika suasana di dalam bola itu berubah.
“Aku ingat sekarang Hiro, ternyata benar yang memberikan bola ini adalah Tetsu-san” ujar Hina menyebut nama sepupunya tersebut dengan nama kecilnya.
Hiro tersenyum senang melihat adiknya itu menghargai pemberian seseorang padanya, meskipun tidak pernah tahu sifat masing – masing, Hiro bisa merasakan bagaimana sikap dan kebiasaan Hina yang mudah untuk di baca. Seharusnya dia tidak boleh merasa iri kepada adik kembar yang paling di sayanginya ini.
“Kau menyukai dia bukan ?” tanya Hiro yang membuat Hina menengok ke arahnya lalu, kembali memalingkan wajahnya melihat bola kristal yang sedang di pegangnya.
“Aku tidak tahu, hanya merasa nyaman saja ketika bersamanya, setidaknya sampai saat ini aku masih ingin tinggal bersamanya” jawab Hina pelan.
“Maksudmu ?” tanya Hiro lagi tidak mengerti jawaban dari Hina.
“Jika aku bertanya apakah aku boleh tinggal bersamanya ? Menurutmu apa yang akan dia katakan Hiro ?” tanya balik Hina melihat bola kristalnya itu dengan tatapan kosong, Hiro hanya menautkan kedua alisnya mendengar pertanyaan Hina barusan.
***
Bulan ini sudah memasuki akhir Musim Panas, dan akan di gantikan oleh Musim Gugur. Terlihat dari luar klub Renang, sudah banyak orang yang berkumpul di sana untuk melihat kompetisi yang di adakan di klub tersebut. Hina kesulitan untuk masuk ke dalam klub karena terhalang oleh kerumunan orang yang menutupi pintu masuk klub tersebut. Setelah berhimpit – himpit ria, akhirnya Hina berhasil masuk ke dalam dan melihat anggota klub Renang yang sudah berpartisipasi dalam kompetisi itu. Teriakan sorakan dari para mahasiswi yang menjerit ketika melihat Tetsuya yang keluar dari kolam renang dengan sehabis pemanasan, membuat pening kepala Hina. Pada saat yang bersamaan, teriakan riuh kembali terdengar ketika adik tiri Hina, Miura Kaze juga keluar dari kolam renang sembari melepaskan kacamata renangnya yang membuat para kaum hawa histeris.
Beberapa bulan setelah Kaze menjadi mahasiswa di Universitas Waseda, dia menjadi sangat populer, karena perawakannya yang domestik sekali namun terlihat manis dengan warna kulitnya yang agak hitam. Ketika melihat Hina sudah berada dalam kawasan kolam renang, Kaze langsung menghampirinya dan memeluknya, namun Hina mundur selangkah yang membuat Kaze tidak jadi memeluknya.
“Tubuhmu basah Kaze dan aku datang ke sini bukan untuk menemuimu” ujar Hina singkat dan pergi dari hadapan Kaze yang mendengus kesal.
Beberapa hari setelah orientasi yang di lakukan sebelum menjadi mahasiswa, Kaze langsung memutuskan untuk mengikuti klub Renang, karena di Amerika dia sangat senang sekali berenang. Awalnya Kaze terlihat senang Hina sering datang ke klub Renang, namun akhir – akhir ini dia sadar, Hina tidak datang untuk menemuinya, melainkan bertemu Asou Tetsuya, kakak tingkatnya juga sekaligus sepupu dari Hina yang belakangan ini dia ketahui.
“Kau datang Hina ?” tanya Tetsuya ketika Hina sudah menyodorkan minuman dingin padanya, lalu meminumnya.
“Bagaimana pertandingannya ?” tanya balik Hina mengambil kembali minuman yang tadi dia berikan pada Tetsuya.
“Setelah break sebentar, aku akan berkompetisi dengan Miura-kun” jawab Tetsuya tenang.
“Kaze ? Jadi dia masuk final juga ? Lalu setelah pertandingan ini akan di tentukan siapa yang akan mengikuti turnamen di Sapporo nanti ?” tanya Hina bertubi – tubi.
“Tenang saja Hina, walaupun Miura-kun berhasil memenangkan pertandingan ini, pelatih tidak akan semudah itu memberikan kesempatan kepadanya karena dia baru beberapa bulan menjadi anggota klub ini” balas Tetsuya lagi.
“Benarkah ? Tapi sejak kecil aku tahu Kaze sangat pintar berenang, kau juga melihat potensinya juga bukan ?” lanjut Hina bertanya.
“Aku tahu, dia perenang yang hebat tapi aku juga tidak akan kalah dengannya Hina, meskipun dia adik tirimu, aku tidak akan mengalah” jawab Tetsuya sambil tersenyum senang dan menarik tangan Hina untuk mendekat ke arahnya.
Seketika rona wajah Hina memerah karena perlakuan Tetsuya yang selalu spesial padanya.
“Kalian sepertinya mengobrol dengan senang sekali” sambung Kaze datang langsung merangkul Hina di sebelahnya.
Hina terlonjak kaget dan berusaha melepaskan rangkulan Kaze, namun Kaze tetap menahan Hina dengan kuat, Tetsuya yang melihatnya hanya diam.
“Asou-senpai sepertinya sudah menjadi maskot di klub Renang ini bukan ? Lihat para kerumunan para mahasiswi yang menyoraki namamu, senpai” lanjut Kaze dengan nada mencela.
“Lepaskan tanganmu Kaze” bisik Hina di telinga adik tirinya tersebut, namun Kaze hanya tersenyum kecil, lalu menarik dagu Hina.
“Sepertinya kakakku yang manis ini juga sering datang ke klub Renang ini, bahkan semua anggota klub mengenalnya dengan baik, bukan begitu Hina-san ?” tanya Kaze yang langsung mencium pipi kiri Hina, dan Tetsuya menggeram dan mendorong Kaze agar terlepas dari Hina.
“Jaga sikapmu Miura-kun, apakah kau senang menggoda kakakmu terus ?” ketus Tetsuya yang balik memeluk Hina.
“Tentu saja, wajah innocentnya ketika kugoda itu membuatku senang melihatnya, bahkan membuatku terangsang” balas Kaze menjilati bibirnya yang kering dan menatap Hina yang ketakutan melihatnya.
Langsung saja Hina, berlari dan keluar klub tersebut tanpa menatap Tetsuya ataupun mengucapkan salam.
“Hina ... !!” sahut Tetsuya, namun dia sudah menghilang dari kerumunan orang yang melihat aksi tersebut.
“Kau mencintainya Asou
-san, terlihat dari caramu memperlakukan dan menatapnya” ucap Kaze tajam melirik ke arah Tetsuya dengan rasa tidak senang.
-san, terlihat dari caramu memperlakukan dan menatapnya” ucap Kaze tajam melirik ke arah Tetsuya dengan rasa tidak senang.
Tetsuya langsung menengok ke arah Kaze yang sudah berada di sampingnya dari arah berlawanan.
“Jadi di sini kita akan berkompetisi siapa yang akan memenangkan hati Hina terlebih dahulu, karena aku juga mencintainya, senpai” lanjut Kaze berkata sebentar dan berlalu dari hadapan Tetsuya yang sudah mengepalkan kedua tangannya keras.
Meskipun masih baru memasuki awal September, udara sudah mulai agak berangin dan dingin. Bunga sakura sudah berguguran, begitupula dengan pohon momiji yang daunnya ikut berjatuhan ke tanah. Lampu – lampu penerangan sudah di nyalakan karena hari berganti malam, kota yang tidak pernah tidur ini selalu membuat Hina terpukau, tak terasa sudah lebih dari setengah tahun dia tinggal di Tokyo ini. Seingat masa kecilnya dulu dia tidak pernah terlalu perduli dengan kehidupannya yang membosankan. Namun seketika berubah saat pertama kali bertemu dengan Tetsuya, seakan pertahanannya dulu yang dia anggap benar menjadi runtuh dan tidak berguna di hadapan Tetsuya. Tapi saat itu hanya sebentar dan Hina tidak terlalu mengingatnya sekarang, karena kepergian yang mendadak dari Tetsuya sendiri.
Setelah beberapa lama Hina menaiki bus, dia turun dari sana dan melihat ke sekelilingnya, lalu membenahi kacamatanya yang agak sedikit turun, lalu membaca petunjuk daerah yang baru dia datangi, Shinjuku Ni-Chome. Entah apa yang membuatnya datang ke salah satu distrik yang terkenal akan dengan kaum LGBTnya di Jepang tersebut. Tiba – tiba sebuah mobil sedan berwarna merah tua berhenti di depannya. Hina terkejut dan berusaha melihat siapa pengemudi mobil tersebut, lalu jendela kiri sedan itu terbuka memperlihatkan seorang pemuda yang tampan dengan warna kulitnya yang hitam.
“Kau mengikutiku Kaze ?” tanya Hina datar melihat adik tirinya yang mengemudikan mobil tersebut.
“Naiklah” jawab Kaze tidak melihat Hina, tatapannya masih ke arah depan.
“Tidak, terima kasih aku sedang ingin sendirian” balas Hina cepat lalu beranjak pergi, namun langkahnya terhenti karena Kaze sudah mengatakan sesuatu yang membuatnya untuk berpikir dua kali.
Mobil sedan itu melaju dengan kecepatan sedang mengelilingi distrik istimewa tersebut. Hina tetap menatap lurus ke depan di dalam mobil Kaze, tidak berniat untuk menatapnya sesekali. Sedangkan Kaze tahu, kakaknya tersebut masih marah karena kejadian tadi pagi.
“Jika kau bepergian sendirian ke distrik ini, kau tidak akan tahu apa yang akan terjadi padamu nantinya. Mungkin saja kau akan di bius oleh seseorang yang maniak dan membawamu ke suatu tempat” ucap Kaze memulai pembicaraan di antara mereka.
Hina masih tetap terdiam, tidak menanggapi perkataan Kaze.
“Maafkan aku Hina dan ternyata aku kalah dari Asou-senpai” lanjut Kaze lirih.
Hina terkejut lalu menengok ke arah Kaze, tidak percaya dengan ucapan Kaze yang terakhir barusan.
“Aku tidak berbohong, Asou-san sudah expert di bidang ini, kau pasti akan menanggapi pembicaraanku jika menyangkut tentang dia ‘kan ?” tanya Kaze lagi menatap tatapan Hina.
“ ...., Tapi sejak kecil kau sudah pandai berenang” ujar Hina membuka suaranya berusaha tidak menyakiti perasaan adiknya itu.
“Itu tidak menjamin, aku agak telat untuk memperdalam keinginanku untuk berenang, kau tahu aku dulu adalah anak paling nakal di sekolah” kenang Kaze mengingat masa lalu.
“Meskipun begitu kau selalu juara umum, itu sebanding dengan perbuatanmu, lagipula kau tidak akan pernah berkelahi jika bukan kau yang memulainya” balas Hina tersenyum simpul sedikit, mengenang Kaze yang selalu berkelahi dengan temannya karena masalah sepele.
Mendadak mobil yang di kemudikan oleh Kaze berhenti di pinggir jalan, membuat Hina terkejut, lalu menatap Kaze bingung. Sejenak suasana hening karena tidak ada satupun yang memulai pembicaraan, Kaze balas menatap Hina dengan tatapan yang sulit di artikan bagi Hina.
“Aku mencintaimu aniki” ujar Kaze pelan tapi terdengar jelas sekali oleh Hina.
Seketika Hina menangkap tatapan Kaze sedikit berkaca – kaca, tapi di dalam mobil suasana agak gelap, dan hanya di terangi oleh sinar lampu dari jalan sehingga mungkin Hina salah melihatnya, lalu baru kali itu Kaze memanggilnya dengan sebutan aniki.
***
“Kenapa baru pulang Hina ?” tanya Kaito yang melihat Hina sudah memasuki ruang tamu.
“Kaito-san menungguku ?” tanya balik Hina agak terkejut tidak menyangka sepupunya itu masih menungguinya selarut ini.
“Siapa yang mengantarmu barusan ? Tetsuya ? Tapi aku tidak mendengar suara motornya” lanjut Kaito lagi.
Hina menggeleng cepat, lalu duduk di sebelah Kaito membaringkan kepalanya di sofa yang cukup besar tersebut.
“Kaze yang mengantarku tadi, kebetulan kami bertemu jadi dia memintaku untuk mengajaknya berkeliling Shinjuku” jawab Hina agak sedikit berbohong.
“Kenapa tidak di ajak menginap Hina ? Bukankah besok hari minggu ? Dia membawa mobil ? Tapi Kaze masih berusia delapan belas tahun ‘kan ?” tanya Kaito agak sedikit bingung.
“Besok dia ada acara dari kelasnya, jadi dia harus kembali ke apartemennya. Entahlah aku juga tidak mengerti, kata Kaze dia sudah mendapatkan surat ijin mengemudi di Amerika tahun kemarin” balas Hina mendesah sedikit masih memikirkan semua kejadian yang baru dia alami.
“Oh, kalau begitu naiklah ke atas kau pasti sudah lelah” ujar Kaito mengelus kepala Hina lembut.
“Kaito-san tidak tidur ?” tanya Hina lagi, namun Kaito sudah beranjak berdiri dari sofa dan masuk ke ruang kerjanya.
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar