Musim panas sudah menjalar di kota Tokyo ini. Ujian Akhir Semester juga sudah berakhir dan libur musim panas sudah di mulai. Pertunjukkan drama gabungan antara dua Universitas, yaitu Universitas Waseda dan Tokyo sudah di laksanakan beberapa bulan lalu. Drama tersebut mendapat sambutan hangat dari beberapa alumni dan acara televisi hiburan swasta di daerah mereka. Tak pelak, dari media cetak juga menyebutkan tentang pertunjukkan tersebut, dan meraih penghargaan dari sebuah koran swasta yang cukup terkenal di Tokyo. Hina kembali menjadi sorotan publik, dan mendapat tawaran istimewa untuk menjadi bintang tamu di sebuah acara pendidikan bersama Hiro kakak kembarnya yang sudah menjadi pembawa acara tetap di talkshow tersebut.
Audiens merasa terkejut karena tidak mengira sebelumnya, pembawa acara talkshow itu mempunyai saudara kembar. Ketika di wawancarai Hina tetap terlihat tenang walaupun sang kakak cukup gugup adiknya bisa menjadi bintang tamu kali ini. Bahkan setelah acara talkshow tersebut, banyak majalah remaja Tokyo dan rumah produksi untuk meminta Hina menjadi cover majalah atau sekedar sebagai bintang iklan di produk terbaru mereka.
“Kemarilah, Tetsuya” panggil Sumire sang ibu angkat.
“Ada apa bu ?” tanya Tetsuya tidak mengerti mendekat ke arah Sumire.
“Ini surat pembatalan adopsimu, sudah di setujui oleh pihak pengadilan, dan kau boleh kembali ke rumahmu, dan mengganti margamu menjadi Asou kembali” sambung Seiji ayah angkatnya.
Sejenak Tetsuya mengamati kertas yang berada di depannya, mengamatinya satu – satu, lalu menatap kedua orangtua angkatnya.
“ .... Kalian yakin akan hal ini ?” tanya Tetsuya kedua kalinya.
“Umurmu sudah mencukupi untuk melamar Hina, jadi ... “ ucapan Seiji terpotong karena Sumire menyikut tangannya dan melotot ke arah suaminya tersebut.
“Kau masih tetap sekolah Tetsuya, lanjutkan pendidikanmu dulu dan setelah itu kau bebas melakukan apa yang kau mau, mengerti ?” tukas Sumire memberi nasihat dan sesekali mendelik ke arah Seiji agar jangan bicara sembarangan.
“Jadi, jangan bawa Hina ke pergaulan yang buruk Tetsuya, paman tidak akan biarkan karena Hina masih darah daging paman” sambung Seiji cepat sebelum di sela oleh istrinya lagi. Sumire mencubit perut sang suami dan terjadi sikut - menyikut di antara mereka berdua. Melihat hal itu Tetsuya akhirnya tertawa lepas, tidak di sangka orangtua angkatnya sangat mendukungnya.
“Terima kasih, paman dan bibi Akashi” ucap Tetsuya membungkukkan badan.
“Tolong jaga Hina, Tetsuya” ujar Seiji menatap Tetsuya tajam.
“Baiklah paman, aku tidak akan mengecewakanmu, juga terima kasih bibi sudah merawatku hingga dewasa seperti ini, aku sangat bersyukur mempunyai ibu angkat sepertimu” balas Tetsuya mantap.
“Bibi juga sangat senang beberapa tahun ini bisa menghabiskan waktu bersamamu, Tetsuya. Lalu, bagaimana kau akan kembali ke rumah ?” tanya Sumire merapikan kertas – kertas di atas meja hadapannya lalu memberikannya pada Tetsuya.
“Aku akan tetap tinggal di apartemenku karena sangat dekat dengan kampus, jadi aku menghemat biaya transport dan bisa kutabung untuk keperluan mendesak nanti” jawab Tetsuya mengambil amplop coklat dari Sumire berisi surat adopsinya dan beranjak berdiri.
“Setelah selesai kuliah nanti, kau mau bekerja di salah satu perusahaan paman Tetsuya ?” sambung Seiji berdiri juga mengantarkan kepergian dari mantan anak angkatnya tersebut.
“Terima kasih paman, tapi aku masih belum memikirkan hal itu. Aku masih ingin tetap fokus pada pembelajaranku dan juga latihan renangku” jawab Tetsuya lugas, mohon diri untuk pergi.
“Oh, kau akan mengikuti turnamen di Sapporo Oktober nanti ?” tanya Seiji lagi menghentikan langkah Tetsuya.
Tetsuya hanya menganggukkan kepala cepat, lalu membungkukkan badan lagi, lalu beranjak pergi dari sana menggunakan motor besarnya.
“Kau tahu sayang, Tetsuya sudah sangat banyak berubah sekarang. Beberapa semester di Oxford dia kuliah, Tetsuya sudah mendapat kabar bahwa Hina akan datang ke Shinjuku dan mengambil kuliah di Waseda” papar Sumire mengenang masa dulu, Seiji hanya mendengarkan dengan baik di sebelah istri tercintanya tersebut.
“Dia langsung meminta untuk pindah lagi ke Jepang, dan melanjutkan Graduatenya di Tokyo, wajahnya saat itu tidak akan pernah kulupakan, wajah seseorang yang sedang jatuh cinta” lanjut Sumire terkekeh pelan.
“Meskipun cinta mereka berdua tersebut agak menyimpang, namun siapa sangka bisa merubah seseorang sedrastis ini ? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan mereka hadapi nantinya” balas Seiji menaruh kepala Sumire di bahunya dan istrinya tersebut hanya menganggukkan kepala.
“Meskipun cinta mereka berdua tersebut agak menyimpang, namun siapa sangka bisa merubah seseorang sedrastis ini ? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan mereka hadapi nantinya” balas Seiji menaruh kepala Sumire di bahunya dan istrinya tersebut hanya menganggukkan kepala.
***
“Astaga, panas sekali di Tokyo ini” kesal seorang pria masih cukup muda namun berbadan besar dan tinggi juga agak sedikit hitam, karena terbakar sedang mengelap peluhnya, lalu menyetop sebuah taksi dan membawanya ke Shinjuku.
Taksi yang membawa pria muda itu berhenti di sebuah gedung perkuliahan bertuliskan “Universitas Waseda”. Lalu dengan sigap memanggul tas ranselnya yang dia bawa sejak dari bandara Haneda. Hanya berpakaian kaos singlet berwarna hitam gelap dan celana jeans sedengkul lalu memakai topi sekaligus kacamata hitam yang dia lepas barusan. Akhirnya dia masuk ke dalam kawasan kampus tersebut dan melihat – lihat sekeliling, dan berhenti di sebuah lambang Universitas tersebut, patung pendiri Waseda, Okuma Shigenobu.
Setelah melihat luar kampus, pemuda itu berjalan masuk menuju dalam kampus. Tempat yang pertama kali di kunjunginya adalah aula gedung pertemuan sekolah yang cukup ramai karena sedang di pakai oleh klub Drama. Banyak mahasiswa yang menatap ke arah pemuda belia itu dengan tatapan aneh karena gaya berpakaiannya yang sangat kasual. Pemuda tersebut tidak mengindahkan tatapan mahasiswa yang sedang melihatnya dan masuk ke dalam aula pertemuan, lalu dia melihat seseorang yang sangat di kenalnya dan berlari ke arah orang tersebut sekaligus memeluknya erat. Semua anggota klub Drama di sana cukup terkejut dengan kedatangan orang asing dengan warna kulit hitamnya yang cukup menawan.
“Hina-cchin” gumam pemuda itu masih memeluk Hina erat.
Yang di peluk hanya meronta kesakitan karena tubuhnya yang kecil tidak sebanding tubuh besar orang yang memeluknya, lalu dengan kasar dia melepas pelukan pemuda itu dan terkejut karena Hina mengenal orang tersebut.
“Kaze ?” kaget Hina.
“Apa kabarmu ?” balas Kaze pemuda tersebut, langsung mencium Hina di depan semua anggota klub Drama dan mereka semua yang ada di sana teriak histeris di aula itu.
Hina langsung mendorong mundur tubuh Kaze yang besar dan menutup mulutnya lalu mengetok kepala pemuda itu.
“Ini bukan di Amerika” ketus Hina jengkel.
“Hehehe, maaf” cengir Kaze, lalu membungkukkan badan memberi salam.
“Kenapa tidak memberitahuku kau akan pulang hari ini, Kaze ?” tanya Hina lagi mengeluarkan sapu tangannya lalu mengelap keringat dari tubuh Kaze.
“Maaf, aku ingin memberimu kejutan, dan tebak mulai besok aku sudah menjadi mahasiswa Universitas ini” girang Kaze.
“Apa ? Kenapa bisa ? Bukankah dulu kau ingin melanjutkan semua studimu di Amerika ?” tanya Hina tidak senang menyipitkan matanya menatap Kaze curiga.
“Tidak mau, aku sudah rindu padamu Hina-cchin” tukas Kaze lagi memeluk Hina kembali.
Hina hanya mendesah pelan, melihat tingkah pemuda itu lalu dia sadar akan tatapan orang di sekelilingnya dan langsung melepaskan pelukan Kaze.
“Maafkan aku, ini bukan seperti yang kalian kira, dia adalah adik tiriku Miura Kaze, dia baru menyelesaikan High Schoolnya di Amerika jadi aksennya masih agak berantakan dan sikapnya yang terlalu terbuka” sahut Hina gugup dan raut wajahnya merah karena malu menjelaskan semuanya. Kaze hanya bersiul – siul tidak peduli dengan sekitarnya, dan kembali melihat sekelilingnya.
Sejenak ada jeda dan orang – orang yang ada di sana menganggukkan kepala cepat tanda mengerti.
“Oh, ini adikmu Hina ?” tanya Ikuya yang langsung merangkul Hina di sebelahnya, sambil menatap Kaze dalam.
“Lalu apa masalahmu ?” tanya balik Kaze sinis. Hina langsung melotot dan menginjak kaki adiknya itu, sedangkan Kaze hanya meringis kesakitan.
“Jaga sopan santunmu Kaze, dia senpaimu di sini” tegur Hina.
Kaze cemberut dan membungkuk meminta maaf, lalu beranjak pergi dari sana.
“Kau mau kemana, Kaze ?” sahut Hina bertanya pada Kaze yang sudah agak menjauh.
“Pulang, kau tidak menyambutku dengan hangat padahal sudah lama kita tidak bertemu. Nanti akan kukirim alamat apartemenku, mampirlah kalau kau ada waktu Hina” sahut Kaze lalu menghilang dari balik pintu aula tersebut.
“Pulang, kau tidak menyambutku dengan hangat padahal sudah lama kita tidak bertemu. Nanti akan kukirim alamat apartemenku, mampirlah kalau kau ada waktu Hina” sahut Kaze lalu menghilang dari balik pintu aula tersebut.
“Adikmu agak berbeda” sambung Souta yang sudah berdiri di samping kiri Hina.
“Maafkan dia, kami hanya berjarak setahun. Kaze sejak masuk SMA sudah tinggal di Amerika bersama kerabat dari ayah tiriku” balas Hina lagi membungkukkan badan berkali – kali.
“Tidak apa – apa, lalu katanya tadi dia akan menjadi mahasiswa Universitas ini ?” tanya Minami lagi.
“Iya ketua, akhir libur musim panas yang lalu, Kaze akan menjadi mahasiswa di sini, mohon bimbingan senpai semua” jawab Hina membetulkan posisi kacamatanya dan melakukan hal yang sebelumnya seperti barusan.
“Sudah, sudah jangan membungkukkan badan lagi Hina, ayo kita latihan lagi yang lain sudah pada menunggu” sambung Daiya yang membubarkan kerumunan tersebut.
***
Wangi makanan sudah melingkupi ruangan yang cukup kecil namun nyaman tersebut. Hina sedang menyiapkan makan malam untuk adik tirinya itu, dia langsung masuk saja ke apartemennya tersebut, karena sudah mengetahui dari papan nama di atas bel pintu apartemen Kaze.
“Sudah datang Hina ? Wangi sekali” riang Kaze duduk di meja pemanas yang sudah tersaji makan malamnya,
“Pakai bajumu dulu Kaze” balas Hina melihat adiknya itu masih bertelanjang dada sehabis keluar dari kamar mandi.
“Biarkan saja, lagipula hanya ada kau saja di sini, bukan ?” timpal Kaze lagi langsung menangkupkan kedua tangannya dan melahap hidangan yang tersedia.
Hina hanya tersenyum pelan, melihat tingkah adiknya yang masih kekanakkan.
“Kenapa kulitmu menjadi hitam begitu, Kaze ?” tanya Hina menuangkan nasi lagi ke mangkuk adiknya yang sudah di lahap habis.
“Waktu itu aku sempat berjemur di Florida, dan hasilnya menjadi seperti ini, kenapa ? Aku makin tampan ‘kan ?” balas Kaze sambil menaik – naikkan alisnya.
“Dasar bodoh” ucap Hina mencubit pergelangan tangan Kaze yang tertawa cekikikan.
“Kau sendiri tidak berubah sama sekali Hina, tetap terlihat manis bagiku” ujar Kaze yang menaruh mangkuknya di meja lalu memegang tangan Hina lalu mencium bibirnya. Hina langsung mundur ke belakang dan mengelap bibirnya.
“Jangan lakukan hal itu lagi Kaze, kita kakak beradik” balas Hina tidak menatap mata adiknya yang tajam.
“Kau masih beranggapan seperti itu ? kita beda ayah jadi tidak ada masalah dengan ikatan darah. Kenapa kau selalu menganggapku anak kecil Hina ?” tanya Kaze tidak terima.
“Lagipula kita berdua laki – laki, aku tidak akan khawatir karena kau tidak akan bisa hamil, ... “ ucapan Kaze terputus karena pipinya sudah di tampar oleh Hina.
“Jaga ucapanmu, aku masih menghormati ayah dan ibu. Kau tetap adikku Kaze, jadi jangan mengharapkan yang berlebihan” gumam Hina bergetar dengan mata berkaca – kaca.
Kaze menggebrak meja lalu berdiri dan meninggalkan Hina sendirian di ruangan kecil tersebut dengan keheningan yang mulai menjalar. Hina mengingat kejadian empat tahun lalu dengan adiknya tersebut. Saat itu Kaze sedang kalap dan akhirnya melakukan sesuatu yang tidak seharusnya di lakukan dua kakak beradik. Tangan dan kaki Hina di ikat di tempat tidur Kaze, lalu menyumpal mulutnya agar tidak berteriak. Saat itu Kaze baru lulus dari SMP dan Hina memasuki High Schoolnya di Sapporo. Hina tidak bisa berbuat apa – apa, karena sebelumnya dia sudah di bius oleh Kaze dan di berikan obat perangsang. Akhirnya Kaze melakukan hal tersebut pada Hina dengan nafsu yang menguasainya. Pada saat itu juga, Kaze sudah mengetahui orientasi seksual Hina yang sudah berbeda pada pria umumnya, dan mulai mengancam Hina agar mau bersetubuh dengannya jika tidak mau ada orang lain yang tahu.
Hina hanya menatap nanar Kaze yang menangis terus – menerus ketika melakukan hal tersebut. Seharusnya Hinalah yang bersedih dan ketakutan, namun sebaliknya Kaze tidak berani menatap Hina, hanya terus menggoyangkan badannya yang besar di atas tubuh Hina. Setelah selesai melakukan hubungan terlarang tersebut, Kaze melepaskan ikatan dari tangan dan kaki Hina, lalu berkata pelan,
‘Aku akan menjauh darimu Hina, tolong jangan benci aku’
‘Aku akan menjauh darimu Hina, tolong jangan benci aku’
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar