Luka


by. Vivi amalia fujo

Baru dua bulan aku menjalin hubungan bersama fandy, tapi ternyata hubungan itu meninggalkan sakit yang teramat sangat dihatiku.
Awalnya aku mengenal fandy dari teman sekolahku, dia juga gay sama sepertiku.
Saat itu pula aku mulai mengenal fandy lebih jauh.
Hingga akhirnya fandy mengatakan kalau dia mencintaiku dan mengharap aku menjadi kekasihnya.
"jujur, dari pertama aku mengenalmu aku sudah jatuh hati padamu! Aku mencintaimu,alvin, maukah kamu menjadi kekasihku?"
aku pun menerimanya karena hati ini juga menyimpan rasa cinta untuk fandy.
Selama menjalin hubungan bersama fandy, aku sering menghabisakan waktu bersamanya, kita pun menjadi sangat dekat!
Aku tahu hal yang fandy suka dan yang tidak fandy sukai.
Sungguh! Aku sudah teramat mencintainya.
Fandy pria yang sangat perhatian kepadaku, selalu mengkhawatirkanku, dan selalu memperlakukanku istimewa.
Fandy juga selalu menuruti apa yang kuminta, dia mengangap aku adalah raja yang akan selalu dipenuhi permintaan.
"fandy, aku mau ini"
"fandy, aku mau itu"
"fandy, ajari aku ini"
"fandy, ajari aku itu" bla bla bla
semua mauku selalu dia turuti dengan senyuman yang terlukis di bibir indahnya.
Dan yang akan selalu kuingat ! Pada saat aku ulang tahun yang ke 16, fandy memberikan kado special untukku.
Bola kristal yang di dalamnya terdapat angsa dengan ukiran namaku, itulah kado terindah dari fandy.
Angsa adalah binatang kesukaanku! Fandy pun tahu itu
detik berganti menit
menit berganti jam
jam pun berganti hari
kebahagiaan cintaku berubah menjadi kenyataan yang teramat sakit untukku, suatu ketika saat aku mengunjungi rumah fandy dan melangkahkan kakiku menuju kamarnya.
Aku mendengar dengan telingaku sendiri fandy sedang berbicara dengan temen-temannya, mereka membicarakanku!
"gila lu fan, baru juga 2 bulan lu udah naklukin tuh alvin !" entah siapa itu yang berucap
aku tak berniat menguping namun karena namaku di bawa-bawa akhirnya aku pun mendengarkan pembicaraan mereka.
" siapa dulu! Fandy gitu" itu suara fandy. Aku tak bisa melihat mereka karena pintu tertutup rapat
"oke, kita akuin kalau lu memang hebat!"
"selamat fan, lu udah dapetin alvin dan menang taruhan!"
sakit! Itu yang kurasakan saat tahu bahwa aku hanya menjadi bahan taruhan mereka.
Fandy ternyata kamu tak tulus mencintaiku, cintamu palsu!
Aku menderita teramat! Selama beberapa hari aku hanya menyendiri dan melamun.
Yang ada di benakku hanyalah rasa sakit, kecewa, perih, amarah, benci, dan semua berkecambuk di hatiku.
Aku hanya diam tanpa melakukan apapun.
Aku sangat mencintai fandy tetapi ternyata cintaku hanya dianggap permainan saja olehnya.
Akhirnya fandy menemuiku di rumah dan mengatakan hal yang sebenarnya. Aku tak terkejut karena memang sudah mengetahuinya terlebih dulu.
"aku minta maaf padamu vin, jujur selama ini kamu hanya menjadi bahan taruhanku saja dan semua kata-kata cintaku itu hanyalah palsu belaka!"
semudah itu fandy mengucap maaf tanpa mengetahui sakit yang kurasa!
Namun biarlah, mungkin ini memang takdir cintaku.
Aku tak ingin menyimpan rasa dendam, aku tak mau membuat diriku lebih tersiksa karena menyimpan rasa benci.
Yang sudah terjadi biarlah berlalu.
Mungkin fandy bukanlah cintaku, namun aku sungguh berterima kasih sudah memberiku kebahagiaan selama 2 bulan ini.
Dan satu kalimat untukmu, fandy
" aku sungguh MENCINTAImu walau LUKA yang kau beri!"

Cataleya



By: Randy Faraday

Pagi ini mendung, berselimut dalam kabut yang masih membekas di jendela kamar. Dia masih tidur, Dody. Sedikit membuka matanya. Hingga sinar matahari menyeruak masuk kamar dan bangunlah dia.

“hay, selamat pagi! Hari yang cerah untuk musim hujan ini”, sambil tersenyum dia membuka gorden jendela.

Melihat sekeliling tumbuhan hijau. Menghirup kabut-kabut yang mulai hilang dalam panas surya. Sekitar lima menit dia beranjak dari tempatnya. Menuju kamar mandi. ini hari rabu. Aku hafal betul jadwal kuliahnya. Ya, masuk jam tujuh. Berkilah dalam sebuah kamar kost menghadap jalan yang asri. Dia tak pernah menjadikan hidupnya pengap dalam kamarnya sendiri. Jam tujuh kurang lima belas menit dia telah siap untuk berangkat.

Biasanya dia melihatku dan tersenyum saat meninggalkan kamarnya. Tapi entah dia agak terburu-buru. Dan
sekarang aku sendiri, menunggu Dody kembali pulang.

Jarum jam berjalan semakin cepat hingga pukul sepuluh siang. Kulihat Dody telah pulang dengan temannya.
Atau mungkin teman spesialnya. Berkali-kali kulihat dia membawa teman laki-lakinya dan agak seringnya dia melakukan cinta terhadapnya. Tapi dugaanku salah, seseorang yang dipanggilnya Rudi mengeluarkan buku-
buku. Mungkin itu tugas, seperti kata Dody kepadaku jika dia sering banyak tugas.

“Rud, mana tugasmu yang kemarin. Pinjem dong, belum ngerjain aku”, kata Dody pada temannya itu.

“nih, kamu tuh kebiasaan kalo sama tugas seringnya nyontek aku”.
“maklum lah emang agak susah mata kuliahnya”.

Dan percakapan itu berlanjut. Namun aku tetap memperhatikan dengan pohon-pohon yang berada diluar kamar. Aku tetap melihat teman Dody, Rudi yang asyik memerhatikan buku-bukunya dengan khidmat. Semakin sore akhirnya Rudi keluar dari kamar Dody. Sekarang dia sendiri. Bersandar pada tembok kamar dengan menyembunyikan mukanya. Apa yang dia lakukan. Sedikit waktu. Dia beralih ke jendela, melihat keluar. Membisukan sejenak mulutnya, menulikan sebentar telinganya. Wahai muda, apa yang kau pikirkan.

“Cataleya! Apa aku salah menjadi seperti ini? apa berdosa terlahir seperti ini? apa aku tidak berhak hidup dengan keadaan seperti ini? apakah kau punya jawaban atas semua yang aku tanyakan?” Dody berkata entah pada siapa. Mungkin kepadaku. Kepada setiap air mata yang dia titihkan. Apakah aku harus menjawab setiap yang kau tanyakan, Rudi. Apakah kau berhak untuk hidup dalam keadaan perasaanmu yang salah itu.

Sebentar saja pintu kamar sudah diketuk. Dody mengusap pipinya. Berlari ke daun pintu dan membukanya.
Seorang pria tinggi besar agak tua berdiri dihadapan pintu. Kemarin dia telah datang kesini. Sekarang dia kesini lagi.

“apa maumu?” kata Dody padanya.

“apa mauku? Aku hanya ingin menikmatimu. Aku tidak bisa menahan hasratku untuk bercinta denganmu.”
Jawab lelaki itu sambil masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamar Dody.

“aku tak ingin. Jangan paksa aku”. Beberapa detik saja dia sudah melayangkan ciumannya pada Dody.
Meskipun Dody agak menolak tapi tetap dia melakukannya. Dan akhirnya malam itu menjadi malam yang panjang. Dody sempat berteriak kesakitan karena sentuhan-sentuhan sensitif dair lelaki itu. berakhir. Malam ini berakhir dengan tetesan air mata. Penyesalan, tanpa tau apa yang disesali. Aku melihat Dody yang tidur tanpa pakaian dengan mata yang sembab. Lelaki tadi telah pergi dari kamar. Tanpa sebuah kata dia keluar dan aku berharap tak kembali lagi.

Aku, Dody. Melihat sekitar luar jendela pagi itu. Dody kuliah siang jam satu dan pagi ini dia hanya melamun saja. menyapukan matanya pada pepohonan dalam bangunan-bangunan kota. Dan satu pohon diluar kamar.

“Cataleya! Aku butuh cinta. Aku butuh cinta yang membuatku berubah. Aku butuh cinta yang membimbingku untuk keluar dari lingkaran ini. aku butuh cinta yang menolakku saat aku bergairah. Aku butuh cinta yang menyemangatiku saat aku jatuh. Aku butuh cinta, Cataleya.”
Kau butuh cinta, Dody? Apa cinta yang aku berikan masih kurang? Apa perhatian yang aku lakukan masih belum terpuaskan? Meskipun aku hanya bisa diam dan tak bisa melakukan apa-apa. Tapi tetap aku memperhatikanmu, Dody.

Malam hanya sebatas pembagi Matahari dan Bulan. Malam hanya waktu yang diperlukan oleh bintang untuk bersinar. Dan malam Dony hanya sebuah malam yang penuh dengan penyesalan hidupnya. Malam-malamnya selalu sama. Hanya bintang yang bisu dapat mengerti air matanya. Hanya senyum dari bulan yang dapat menenangkan hatinya. Malam itu, malam senin. Dia yang menyebut dirinya pacar Dody datang ke kamar. Menyelimuti Dody dengan selimut yang paling bagus. Mencium kening Dody dan melihat matanya sampai dia tidur. Dody hanya diam. Dalam kedamaian atau kehancuran. Dalam semangat yang tak kunjung padam atau telah mati tadi pagi. Sebut saja dia Rolan. Rolan yang tengah asyik menanggalkan pakaiannya melihat Dody telah menutup matanya. Dia masuk dalam selimut Dody dan kulihat Rolan bergumul dalam libido yang sangat tinggi. Dody tak menanggapinya hingga Rolan berhasil melepas semua pakaian Dody. Apa yang aku lihat ini, dalam kemesraan yang tak pernah diberikan oleh orang lain pada Dody kini menjadi sebuah boomerang untuknya sendiri. Rolan tengah memasukan miliknya yang agak besar. Sesak mungkin Dody hingga dia agak mringis dalam menerima. Maju mundur dan seterusnya. Aku tak paham dan tak ingin paham dengan apa yang tengah terjadi. Dalam cerminan bulan pada kaca jendela. Aku melihat lampu-lampu kota mulai meremang. Dan biarlah hal itu terjadi layaknya apa yang terjadi dalam kamar ini.
Besok pagi Rolan pergi dari kamar Dody. Tak pamit meninggalkannya yang tengah tidur. Aku mencoba berkata padanya untuk tidak pergi. Tunggu saja Dody bangun. Tapi bagaimana bisa? Dan pagi-pagi berikutnya dody bangun dengan mata sembab. Lagi.
Malam itu bulan purnama. Kembali aku bersama Dody berada dipinggir jendela. Menikmati sinar rembulan yang mencoba merasuk dalam ulu hati. Tapi tak bisa.
“apa ini cinta? Apa sebuah kepuasan? Rolan kemarin telah mempermainkanku. Dan. Apa aku bisa mencintai orang lain lagi? Aku ragu aku bisa menerima orang yang mengatakan cinta padaku dengan apa yang aku alami kemarin. Cataleya! Apa yang harus aku lakukan? Aku tak bisa menjadi diriku sendiri. Aku tak bisa menolak apa yang mereka inginkan padaku. Aku telah menjual diriku dengan harga yang murah. Gratis. Bayangkan Cataleya. Aku telah dikhianati. Dan aku takut hal itu terulang lagi.
Dan malam-malam berikutnya dia masih membawa laki-laki untuk menikmati lekuk tubuhnya. Dia mejual dirinya bahkan pernah dengan harga dua puluh ribu. Dody, sadarlah, itu salah.
“jika memang itu yang mereka butuhkan. Akan aku berikan, cataleya. Walaupun aku adalah orang yang bodoh. Aku telah lelah mencari cinta sejati dalam dunia yang penuh dengan dusta ini. dan saat ini aku hanya mencari kepuasan. Biarlah aku lakukan ini.” kata Dody dalam dekapannya yang dia berikan padaku malam itu.
Hingga akhirnya, pada saat dimana dia telah bermain sembarangan dengan seseorang. Cairan putih itu mengubah dirinya. Ketakutan. Tak bisa mencari jalan keluar. Dia masih ketakutan. Apa yang bisa aku lakukan Dody. Itu pilihanmu.
“Cataleya, apa aku akan mati dengan penyakit yang konyol ini. karena terlalu banyak jajan sembarangan. Apa yang harus aku perbuat wahai cataleya.”
Jika aku bisa berbuat sesuatu akan aku lakukan Dody. Setelah beberapa hari akhirnya Dody sembuh dan dia berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Ini janjimu Dod.
Aku hanya ingin melihatmu bahagia Dody. Bukan aku tak bisa membuatmu seperti itu. tapi lihatlah aku dan katakan. Maka itu akan meringankan bebanmu.
Hingga suatu malam dody telah menemukan orang yang menurutnya pantas. Karena dia bercerita padaku.
“Cataleya! Dia manis, menarik, agak pendiam dan aku merasa dia telah menjadi bagian dari diriku. Tapi apa aku bisa bersamanya. Dia mungkin tak mau berhubungan denganku. Dan aku juga takut dia malu dengan apa adanya aku.”
Apa aku harus menjawab pertanyaanmu, Dody. Lakukan dengan hatimu. Dengan segenap rasa yang telah kau miliki. Melangkahlah dengan jiwamu. Agar kau tak tersesat.
“cataleya! Aku hanya ingin bersamanya. Jika tidak, aku tidak akan memiliki siapapun. Meskipun dia tak bisa menerimaku. Tapi aku hargai itu. aku hanya ingin melihatnya bahagia walau disisi duniaku yang lain. Kesedihan”.
Dan aku hanya bisa melihatmu, memperhatikanmu disini Dody. Dengan daun-daun yang aku punya. Dengan kelopak yang menyanggaku. Dengan segenggam tanah yang menghidupiku. Aku tetap milikmu Dody. Karena aku Bunga Cataleya.
TAMAAAT!! Jgn lupa RCL yaa

Sunyi Dalam Bunyi


by : Galih Ramdhani Prasetia

*Aku Bintang*
Pernahkah kalian merasa sendiri? Pernahkah kalian merasa lelah menjalani kehidupan? Pernahkah kalian merasa dunia ini tak adil? Pernahkah kalian merasa bosan dengan sebuah keadaan? Pernahkah kalian merasa muak dengan sepi? Itu tak ada bandingnya dengan seseorang yang kini sedang terkapar dalam sebuah kamar 3x3m, kamar yang cukup luas nan nyaman. . Seseorang dengan gurat wajah yang tegas, namun terlihat ada luka, pancaran kesedihan dari raut wajah polos yang sedang terlelap ini. .
-
Hari-hari seseorang berwajah tegas yang tekesan cool dan cuek namun menyenangkan ini terkesan begitu hambar. Kedua orang tua yang selalu sibuk dengan bisnisnya, membuat seseorang berwajah tegas itu terasa sepi. Bahkan hanya untuk saling sapa, bertemu-pun mereka jarang. Jika ingin bertemu-pun mereka hanya punya waktu 1 hari, itu-pun tidak 24 jam dan mereka (orang tua seseorang berwajah tegas) langsung kembali bekerja dengan urusannya. Meskin seseorang berwajah tegas itu ‘terpenuhi’ segala kebutuhannya, namun tetap ada yang kurang baginya. . Kasih sayang. . .
-
Sisilain kehidupan seseorang berwajah tegas ini yang belakangan ini merasa uring-uringan, entah naluri apa yang merasukinya, seseorang berwajah tegas ini yang notabennya seorang laki-laki mencintai laki-laki. 2 kenyataan pahit dalam hidupnya, Entah apa yang harus dilakukannya. Itu terlalu menyesakkan
-
Suatu ketika seseorang berwajah tegas tengah berada disebuah danau, tempat favoritnya. Duduk termenung, melamun, menerawang jauh, menatap langit sore sepi diiringi suara burung bangau yang tengah terbang kearah barat. Seseorang berwajah tegas mengenakan baju seragam sekoah tertera name-tag dengan nama “Bintang” itu-pun melihat seorang ibu dengan anaknya. Anak yang manis, meminta dibelikan balon kepada ibunya, sang ibu-pun membujuk agar anaknya urung membeli balon, namun sang anak meronta, seseorang berwajah tegas-pun tersenyum dan berdiri, melangkah mendekati penjual balon, dipegang satu balon berbentuk Angry bird kemudian seseorang berwajah tegas-pun memberikan balon tersebut kepada anak kecil itu, sang anak-pun yang tadinya meronta menangis, kini tersenyum lebar tatkala seorang malaikat telah memberinya sebuah balon. Ibu sang anak-pun tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada seseorang berwajah tegas berhati malaikat itu. Namun, setelah beberapa saat kepergian ibu dan anak itu, seseorang berwajah tegas yang tadi sempat mengukir senyum, kini senyum itu kembali pudar. Pudar terbawa angin yang berhembus dalam sepi. . .
-
Diam, seseorang berwajah tegas memilih untuk diam, tak banyak tingkah seperti teman-teman sebayanya. Soal prestasi, jangan diragukan. Seseorang berwajah tegas selalu menjadi urutan pertama didalam kelas, namun ia tak bangga. Tak bangga karena orang tua(nya) tidak tau-menau. Ia iri, ia iri ketika melihat temannya ketika pembagian rapot orang tua temannya selalu hadir, ia iri ketika diadakannya rapat orang tua, orang tua mereka hadir. Lah dia? Hanya sebuah khayalan, hanya sebuah angan. . Angan yang terbang terbawa terpaan angin, takkan bisa jadi nyata. .
-
Seseorang terbangun dari tidur lelapnya, sinar mentari menyeruak melalui celah jendela, seseorang berwajah tegas sedikit memicingkan matanya meliahat arlojinya, satu-dua kali dia menguap, satu-dua kali dia mengucek matanya. Dan kini seseorang berwajah tegas itu berada didalam kamar mandi, tak butuh waktu lama dia-pun keluar dan segera mengganti pakaian mengenakan seragam sekolahnya, tak lupa. . Seseorang berwajah tegas itu sarapan, sarapan yang disediakan pesuruhnya, wanita paruh-baya namanya mbok Ati. Mbok Ati yang telah lama mengabdi di keluarga ini, seseorang berwajah tegar-pun tak sungkan memeluknya seperti memeluk ibunya sendiri, mencium tangannya saat hendak pergi ke sekolah. . Selain Mbok Ati, ada juga mang Mamat. Mang Mamat adalah supir pribadi seseorang berwajah tegas ini, dia mempunyai istri dan anaknya sangat banyak. Tak lama, seseorang berwajah tegas-pun menyelesaikan rutinitas paginya termasuk sarapan, dan segera pergi melesat dipagi yang cerah menuju sekolah. . . .
*Aku Seorang Teman*
Seseorang berwajah tegas tengah berada disebuah kantin sekolah, dia sendiri karena dia murid baru di sekolah ini, seseorang berwajah tegas menyapu seisi kantin, melihatnya dengan senyum getir. Satu-dua mereka tertawa, satu-dua sibuk dengan makanannya. Seseorang berwajah tegas-pun menunduk, melihat makanan yang tengah ada dihadapannya, entah mengapa rasa lapar itu menjadi hilang, saat dia mendongkakkan kepala ada seseorang yang menghampirinya, seorang laki-laki yang tengah senyum kearahnya, “boleh aku duduk disini?” Tanya seseorang ber name-tag Jimmy itu, seseorang berwajah tegas-pun tersenyum ‘agak canggung’ dan mengangguk, tak ada percakapan lagi yang keluar dari mulut mereka selama makan, hingga bell-pun berdering nyaring menandakan pelajaran selanjutnya akan segera dimulai. .
-
Dan ternyata Jimmy satu kelas dengan seseorang berwajah tegas, dan mereka memutuskan untuk satu bangku. Satu teman baru, seseorang berwajah tegas sangat senang, mendapatkan seorang teman. Setidaknya untuk mengisi kekosongan hari-harinya. .
-
Hari-hari mereka semakin terlihat akrab, Jimmy mengetahui bahwa seseorang yang berwajah tegas itu gay, tapi itu bukan masalah baginya. Kini Tak hanya mereka, ada satu orang laki-laki bernama Riyan yang terlihat akrab dengan seseorang berwajah tegas. Riyan orang yang sangat ramah, bukan ramah lagi namun kelewat ramah, dan seseorang berwajah tegas menyukai itu. Hingga, beberapa minggu kemudian, seseorang berwajah tegas itu-pun memberanikan diri untuk menembaknya, “Riyan, aku tau ini memang aneh, kamu mau gak jadi pacarku. . .?” Tanya seseorang berwajah tegas itu, Riyan ternganga dengan sebuah pernyataan ini. .
“M. .Maksud kamu? Pacar?” Tanya Riyan memastikan
“iia, pacar. . .” seseorang berwajah tegas itu meyakinkan, Riyan diam sejenak hingga diakhiri dengan sebuah anggukan dan seulas senyum yang terukir dibibir merahnya. Seseorang berwajah tegas-pun ikut tersenyum dan hanyut dalam jalinan kasih mereka, cinta terlarang. . sejenak seseorang berwajah tegas itu melupakan masa-masa sendiri, masa-masa sepinya. .
-
Seseorang dengan wajah tegas tengah duduk di tepi danau, tak sendiri melainkan bersama teman dan pacarnya. Mereka larut dalam sore sunyi, hanya terdengan gesekan-gesekan ranting pohon, hembusan angin dan suara burung bangau yang tengah terbang disiluet jingga sore ini. . Seseorang berwajah tegas menatap kosong kearah danau dengan mata menusuknya, Jimmy-pun menepuk pundak seseorang berwajah tegas itu, kemudian ia menoleh. . Akhirnya mereka mengakhiri sore itu tanpa suara, sunyi. . damai. . .
-
Sungguh teman itu luar biasa, mengusir sepi meski dalam sepi, kini sejak hari itu, seseorang berwajah tegas, tak sendiri. . meski tetap sunyi. . .
*Aku Sebuah Danau Kecil*
Seseorang berwajah tegas sering menghabiskan waktunya hanya untuk termenung, merenung yang tak semestinya direnungkan disebuah danau kecil. Hari-hari sepi itu kini seakan terkikis, perlahan namun pasti semua berubah membaik, saat setelah Jimmy temannya dan Riyan kekasihnya datang dikehidupannya. Hidupnya kini kian berwarna, seakan pelangi mewarnai hatinya, Riyan. . laki-laki yang ditembaknya beberapa minggu yang lalu, kini tengah disisinya, menemaninya. Duduk ditepi danau dalam diam. Riyan yang notabennya banyak biacara, kini porsi bicaranya sedikit dikurangkan. Meski lidah terasa gatal, Riyan tetap memilih tidak terlalu banyak bicara, dia ingin menyesuaikan diri dengan seseorang disampingnya, seseorang berwajah tegas.
-
Sore ini, danau terasa begitu rame. Banyak muda-mudi yang berdatangan, satu-dua bercengkrama, satu-dua berfoto-ria, satu-dua jalan-jalan sore. Sungguh sore yang indah, tak kalah para pedagang-pun ikut meramaikan sore yang indah ini, dari ujung danau sampe ke ujung yang yang satunya lagi penuh dengan pedagang dan pewisata. Kini, seseorang berwajah tegas merasa terganggu akan ramainya suasana danau, namun apa boleh buat, ini tempat umum, wisata-pula.
-
Hari-hari seseorang berwajah tegas itu tak mengunjungi danau, hingga akhirnya hari ini, ia memutuskan pergi kesana, sendiri. Setelah pulang sekolah, seseorang berwajah tegas itu-pun langsung membawa kakinya berjalan kearah danau kecil, tempat favoritnya. Entah, ia seakan jatuh cinta pada tempat itu, tempat yang membuat hatinya nyaman. . Akhirnya seseorang berwajah tegas it-pun tiba, ia menyapu seluruh sekeliling danau, tidak terlalu rame. Seseorang berwajah tegas-pun tersenyum kecil, dan duduk dalam diam, dalam sepi, dalam sunyi. . itulah yang membuat dirinya tenang selama ini.
-
Lama dalam diam, seseorang berwajah tegas-pun menoleh ke-arah samping kanannya, dan dia terdiam, cukup lama. . memperhatikan apa yang kini ada dihadapan matanya, seseorang bermata elang, dia sangat memesona. Tak lama, dia mengerjapkan matanya. Mengingat Riyan, kekasihnya. Namun, sesekali ia curi pandang kearah seseorang di sampingnya, sungguh indah. . . dia sangat tampan, dengan kemeja putih lengan digulung. Sadar diperhatikan, Seseorang bermata elang itu-pun menoleh pada orang yang sekian lama memperhatikannya, seseorang berwajah tegas melemparkan senyumnya, kemudian pria itu berdiri, tersenyum sejenak dan pergi dari hadapan pemuda yang kini memalingkan wajahnya ke-arah danau. Langit sore tergantikan dengan langit malam, terdengar suara adzan berkumandang, dan seseorang berwajah tegas-pun meninggalkan danau kecil itu.
-
Pernahkan kalian merasa nyaman disuatu tempat? Maka itulah rasanya, danau kecil ini. Hati kedua dalam hidupku. . .
*Aku Cinta yang salah*
Celaka, bagai petir menghantam gunus es. Apa yang terjadi didepan matanya itu sungguh menyakitkan, seseorang berwajah tegas berdiri mematung, mulut ternganga, muka merah padam pendam amarah, hati berderu bagai kuda perang berlari kencang, pemandangan yang begitu menyakitkan, senyum yang kemarin tengah terukir kini kembali pudar, bak lukisan indah yang pudar oleh air. Bagai seribu anak penah menghantam tubuhnya, sangat s-a-k-i-t. . . . Terliat satu-dua tetes embun dikelopak matanya turun, mengarungi wajah dingin nan-tegas, kini satu-dua tetes embun-pun berganti menjadi air yang begitu deras menerobos kelopak matanya, bak bendungan air yang runtuh. . Pedih, air mata yang melambangkan kesakitan, keperihan yang menyayat.
-
Seseorang berwajah tegas melihat sang kekasihnya tengah berpelukan dengan laki-laki lain, tepat didepan matanya. Hanya beberapa meter jarak antar keduanya, satu-dua dia terpaku memandang pemandangan yang menyakitkan, satu-dua hatinya bergetar menahan rasa sakit-amarah, satu-dua gigi gemertak dengan rahang yang tegas, menahan apa yang membatu dalam hatinya.
-
Seseorang berwajah tegas-pun memutuskan enyah dari hadapan mereka, tak sengaja Riyan sang kekasih seseorang yang tengah berjalan membelakanginya melihatnya. Di lepas pelukannya, dan berniat berlari mengejar kekasihnya. Seseorang berwajah tegas menoleh ke-arah belakang, melihat Sang kekasih mengejar dirinya, seseorang berwajah tegas tak ingin diganggu, sontak dia lari bagai kilat yang menyambar, tujuan utamanya kini adalah danau. Ini malam, langit gelap dengan rembulan menerangi bumi dan tabur bintang yang menghiasi, cahaya bulan menerpa wajah seseorang berwajah tegas, tengah melihat sendu, kosong ke-arah danau, pikirannya berkecamuk, kejadian yang membuatnya tertohok dan sakit untuk ke-berapa kalinya. Entah, senyum kemarin kini menghilam dibalik kelam gelapnya malam, hanya senyum getir yang terparas diwajah tegasnya. . .
-
Ini cinta yang salah, bahkan seseorang berwajah tegas belum mengenalnya, sepenuhnya. Dia terlalu terburu, melihat paras yang tampan-memikat, polos namun sebenarnya dibalik wajah itu ada sesuatu yang sangat CACAT. .
*Aku Sebuah Mimpi*
Ku langkahkan kakiku, sesekali menendang kerikil kecil yang terhampar di jalan ini. Menundukan kepala, enggan melihat ke depan. Entah siapa yang mulai, mobil dari kejauhan berjalan sangat cepat dan “BRUGHHH-“ seseorang tertabrak, sontak sang-supir keluar dan melihat anak muda, darah ada dimana-mana, segera ia membopong-memangku seseorang yang tengah tertabrak, seseorang berwajah tegas, tertutup oleh darah segar yang terus mengalir keluar dari dahinya. Dia tak sadarkan diri. .
-
Supir itu berteriak, memanggil para perawat sebuah rumah sakit untuk membantunya, Panik. . tentu, siapa yang tak panik. Segera perawat itu membawa seseorang berwajah tegas menuju ruang IGD, memeriksa, supir itu terasa resah, satu-dua bolak-balik, satu-dua duduk. Hingga seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, sontak sang-supir bertanya keadaan seseorang yang tengah berbaring didalam. . “Anak itu hanya perlu istirahat, darahnya terkuras cukup banyak. Anda keluarga pasien?” Tanya sang-dokter, melihat menelisik supir yang tengah menabraknya. .
“Bukan, saya yang menolongnya dijalan tadi. .” Ucap sang-supir berbohong, jika dia mengaku menabraknya maka dia akan terkena impasnya, dan berurusan dengan hukum, dokter-pun hanya mengangguk, dan pergi meninggalkannya.
-
Pasien berwajah tegas itu-pun perlahan matanya terbuka, cahaya yang menyilaukan retina matanya. Ia tak mengenali tempat ini, ‘dimana ini?’ tanyanya dalam hati. Seseorang berwajah tegas melihat ke-arah luar ruangan yang begitu besar ini, melihat padang rumput yang begitu luas, udara disini-pun terasa begitu segar, kemudian seseorang berwajah tegas menyapu seisi ruangan, ruang kosong namun terlihat bercahaya, matanya tertuju pada sebuah pintu. . pintu yang begitu indah, terlihat terbuat dari emas, segera ia lari dan kuat-kuat membuka pintu itu, pintu besar. . Perlahan tapi pasti, pintu terbuka lebar, dan seseorang berwajah tegas-pun terlihat shock melihat dengan apa yang ada didepannya, dia melihat dirinya terbaring terpekur lemah diatas kasur dalam ruangan yang tak terlalu luas, selang infuse menancap dipergelangan tangannya. Satu-dua langkah dia mulai mendekat, melihat dirinya yang terbaring, saat dia akan menyentuh, hanya udara yang ia sentuh. Dia tak bisa menyentuh seseorang yang tengah tertidur, dirinya sendiri. . ‘apa aku telah mati?’ tanyanya
-
Tak lama berkutat dengan kebingungan, dia akhirnya memilih meninggalkan dirinya yang terbaring lemah, dan saat akan membuka pintu, lagi-lagi hanya udara yang ia pegang, seseorang berwajah tegas-pun memejamkan matanya, dan berjalan menembus pintu itu, perlahan namun pasti dia keluar tanpa harus membuka pintu. . Kini ia berjalan dilorong rumah sakit, seseorang berwajah tegas melihat temannya yang terlihat khawatir, dia memanggil nama temannya, namun apadaya, sekeras apapun dia memanggil, Jimmy takkan menoleh padanya. .
-
‘Kenapa denganku’ Tanya seseorang berwajah tegas menerka, ia menyusuri jalan menuju tempat yang membuatnya tenang, sebuah danau kecil. . Duduk menatap kosong kearah danau, satu-dua kali menghela nafas, merasa bingung dengan apa yang tengah terjadi. Seseorang berwajah tegas-pun berdiri, mencoba beberapa kali bertanya kepada orang-orang, namun diacuhkannya begitu saja. Itu bukan diacuhkan, melainkan orang-orang tak melihat wujud seseorang berwajah tegas tersebut. .
-
Hendak iia menuju tempat duduknya semula, ia melihat seseorang. . seseorang yang tak asing, seseorang bermata elang dengan baju yang sama, ia-pun duduk disebelah orang itu seraya berkata. . “Kenapa ini semua terjadi kepadaku, dunia ini memang gak adil. .” kata seseorang berwajah tegas, yang mensejajarkan duduknya dengan seseorang bermata elang. Sontak seseorang bermata elang-pun menoleh. .
“Ini bukan, soal adil dan gak adilnya dunia, ini adalah kehidupan. Hidup ini keras. . dan kita hanya berusaha membuat dunia ini menjadi indah. .” Suaranya menggelegar, kata-katanya memebuat seseorang berwajah tegas melongo,
“Kau bisa melihatku?” seseorang berwajah tegas bertanya, menaikkan intonasi. .
“Tentu, kenapa tidak?” seru pria disebelahnya dengan senyuman terukir dibibirnya. .
“Alhamdulillah. . . akhirnya aku tertolong. .” kata seseorang berwajah tegas dengan riang-nya
“Tertolong? Apa maksudmu?” Tanya pria itu dengan tatapan aneh
“Kamu mau kan menolongku?” pinta seseprang berwajah tegas
“Minta tolong, apa? Kau terlihat baik-baik saja. . .” terka pria itu
“ahhh, ini rumit. . . dan kau tau? hanya kamu-lah yang bisa melihatku. .” seseorang berwajah tegas menjelaskan apa yang terjadi dengan diriny, sontak pria bermata elang disebelhanya shock dengan apa yang terjadi dan hendak meninggalkannya. Namun seseorang berwajah tegas itu-pun tak henti-hentinya memohon agar pria bermata elang itu menolongnya. Dan akhirnya, pria bermata elang menganggukan kepalanya, meski terlihat ragu. . .
*Aku Pria Bermata Elang*
Hidup itu keras, kata-kata yang tertanam dalam benak pria bermata elang. Hidup sunyi dalam bunyi, sendiri namun tak sendiri. Berkhayal, berangan-angan. . Iri dalam keadaan, tanpa mengetahui siapa orang tuanya, pria pintar dan cerdas. pria berusia 17 tahun, yang selalu membuang waktunya dalam sunyi namun bunyi. Terpaksa berhenti menggapai cita-cita setinggi langitnya karena sebuah keadaan, keadaan yang tak memihak. Namun, pria bermata elang tersebut senan-tiasa bersyukur dengan apa yang dijalaninya selama ini. Hari-hari ia terdiam dalam sunyi, hari-hari menghibur, tapi bukan pria penghibur, menghibur dan menghipnotis setiap orang yang mendengar suaranya. Dia seorang penyanyi café, upah tak seberapa, malah ia berbagi dengan rekannya yang sama-sama ‘membutuhkan’, pria berhati malaikat, mereka berseru begitu, Septya, sebut saja itu namanya. .
-
Kini pria bermata elang itu tengah duduk dengan seseorang, lebih tepatnya arwah seseorang yang berwajah tegas disebuah dermaga. Saling bercerita satu-sama lain, seseorang berwajah tegas hanya menunduk, menyesali dirinya, mengutuk dirinya yang selalu mengeluh. Seseorang berwajah tegas merasa sangat teramat beruntung dibanding pria bermata elang bernama Septya disebelahnya. Hidup serba kecukupan dengan orang tua yang ‘masih’ ada. Tiap kata pria bermata elang itu sukses menohok hatinya, mengebrak hati seseorang berwajah tegas itu. Lambat namun pasti, seseorang berwajah tegas itu menangis dalam diam, dan tak satu-pun air mata keluar dari pelupuk matanya. Menyesal, itulah kata yang tersirat dibenakknya. . .
-
Malam-malam sunyi, mereka masih termenung marasuki pikirannya masing-masing, menatap rembulan. Seseorang berwajah tegas mendongakkan kepalanya seakan berbicara pada bulan, sang bintang-pun kerlap-kerlip diatas sana memancarkan betapa indahnya langit malam ini. Mereka-pun hendak memutuskan pergi, karena entah siapa yang memulai awan gelap menutup sang rembulan dan bintang, takut-takut ada badai mereka-pun memutuskan beristirahat di dalam sebuah ruangan 2x3m, ruangan yang pengap, penuh debu, namun apa daya ini nyatanya.
-
Seseorang berwajah tegas meminta tolong agar Septya pria bermata elang berbicara kepada orang tuanya bahwa dia baik-baik saja, meski-pun seseorang berwajah tegas itu tak yakin orang tuanya tau apa yang menimpa dirinya, sungguh menyedihkan. . Mereka berencana besok pria bermata elang akan mengantar seseorang berwajah tegas ke rumah sakit, hari mulai sangat malam, hujan-pun turun membasahi bumi, bau tanah semilir dalam sunyi malam ditemani rintikan hujan. . .
*Aku Sebuah Kebenaran*
Esok yang cerah, berbanding terbalik dengan malam-malam mengerikan, hujan-petir saling menyahut. Suara kicauan burung, membuka pagi indah mereka, seseorang berwajah tegas dan pria bermata elang. Mereka tengah berjalan mengiringi trotoar jalan menuju rumah sakit tempat dimana ‘tubuh’ seseorang berwajah tegas dirawat, berjalan dalam diam, tak ada satu-pun percakan dari mereka, seakan mereka hanyut dalam dunianya sendiri-sendiri. . Setibanya mereka di Rumah sakit, mereka langsung melesat ke kamar dimana tubuh itu terkulai lemas, namun ruangan itu kosong. Sosok seseorang berwajah tegas-pun mulai panic, tubuh yang tak berdaya tersebut tidak ada didalam kamar. Segera ia menyuruh Septya menanyakan keberadaannya. Dan akhirnya suster menyatakan bahwa pasien tersebut dialihkan ke ruang VIP kelas 1 dirumah sakit ini, mereka menghela nafas lega dan segera melesat ke ruangan yang dituju.
-
Didalam ruangan, tengah duduk wanita paruh baya dan suaminya yang sedang termenung, menanti keajaiban datang, tok. .tokk. .tokk. . suara ketukan pintu membuyarkan lamunan mereka, Lelaki paruh baya itu-pun membuka pintu dan melihat pria bermata elang itu dengan tatapan aneh, pria bermata elang itu tersenyum, “Benarkah ini ruang rawatnya Bintang, om?” tanyanya dengan sangat hati-hati, Pria paruh baya-pun hanya mengangguk. . “Boleh-kah saya berbicara dengan orang tua Bintang?” tanyanya kedua kali,
“Silahkan masuk. . .” suara serak nan parau pria paruh baya itu mengiyakan, dan segera masuk diikuti pria bermata elang, “Ade siapa? Mau biacara apa?” Tanya pria paruh baya, orang tua Bintang, seseorang berwajah tegas. . .
“Aku Septya om, tante. . aku temannya Bintang, lebih tepatnya teman barunya. .” Kata pria bermata elang tersenyum
“Teman baru? Apa maksudmu?” Tanya wanita paruh baya
“Iia, aku baru berteman dengan Bintang, tepatnya kemarin sore. . . .” pria bermata elang itu-pun menceritakan semuanya, hal ganjil yang menimpanya, menceritakan bahwa Bintang, seseorang berwajah tegas arwahnya mendatanginya, menceritakan semuanya, “Dia sekarang tepat ada didepan om dan tante. . .” lanjut pria bermata elang, wanita dan pria paruh baya yang awalnya tak percaya kini percaya, “Dia sangat menyayangi kalian, om. . tante. . Dia ingin bersama-sama dengan kalian, layaknya keluarga bahagia. . . Dia rindu perhatian tante, dan om. .” Lanjutnya lagi, wanita paruh baya tak kuasa menahan kesedihannya, meneteskan air matanya. Seseorang berwajah tegas menatap sendu kedua orang tuanya, “. .Dia bilang jangan khawairkan dia, dia baik-baik saja. . . semuanya akan baik-baik saja. . .” Tutup pria bermata elang itu, dan segera pamit kepada orang tua Bintang, seseorang berwajah tegas. . .
-
Kini mereka berada disebuah taman, tak jauh dari rumah sakit. Mereka larut dalam diam. . “Thanks ya, Septya. . .” Kata seseorang berwajah tegas membuka percakapan, pria bermata elang itu-pun tersenyum mengangguk. Kini Seseorang berwajah tegas itu-pun merasakan dingin yang sangat luar biasa, menggigil teramat sangat. Pria bermata elang, berusaha menenangkan. . . Apa bisa buat, menyentuhnya-pun tak bisa, karena dia tak nyata. . Perlahan namun pasti, sosok seorang berwajah tegas mulai meredup, semakin hilang. . Pria bermata elang, menggapai-gapai sosok wajah seseorang berwajah tegas, namun itu tak membuahkan hasil. . Dan seseorang berwajah tegas-pun hilang dalam deru angin. . . .
-
Seseorang berwajah tegas kembali membuka matanya, menatap seisi ruangan. . Ruangan awal ia tersadar, ruangan luas namun kosong, dengan pintu yang terbuat dari emas. . Dia terdiam, apa maksudnya semua ini. . . Kemudian ada suara yang membuatnya terperangah, menyuruhnya kembali. . perlahan ia menutup matanya, dan sesaat dia-pun menggerakan seluruh tubuhnya, terasa nyeri. . Seseorang berwajah tegas-pun mengerang kecil, perlahan membuka matanya, amat sangat silau. . hingga ia kembali membuka matanya berusaha menyesuaikan, dia melihat dua orang yang sangat amat di tunggunya, orang tuanya. . Tak lama dokter-pun masuk, dengan kedua susternya, memeriksa keadaan Bintang, seseorang berwajah tegas. . Setelah selesai melakukan pemeriksaan, orang tuanya-pun masuk dan segera memeluk anak sematawayangnya, haru. . ruang-ruang haru. . .
*Aku Sunyi Dalam Bunyi*
Keesokan harinya-pun seseorang berwajah tegas diperbolehkan pulang, amat teramat senang, keadaannya mulai memulih. Kedua orang tuanya-pun sekarang tak menyia-nyiakan kebersamaan mereka, tak ingin kejadian dulu terulang kembali kedua kalinya. . Masa lalu yang kelam bagi seseorang berwajah tegas bernama Bintang itu. . .
-
Seminggu berlalu. . .
Rutinitas sekolahnya berjalan kembali, bertemu temannya, Jimmy. Dan tak lupa danau kecil yang telah lama ia tak kunjungi, namun ia seakan mencari-cari sesuatu, sesuatu yang pernah terjadi namun tak ia ingat, mencari seseorang yang membantunya namun ia tak mengingatnya. . . Hari-hari berlalu begitu cepat. . Suatu ketika, Wanita paruh baya bertanya pada anaknya, “Bintang, sini mama mau bicara. . .” Seseorang berwajah tegas-pun menghampiri ibunya. . “Kau mempunyai teman, nak?” Tanya wanita paruh baya itu. .
“Tentu mah, nama temanku Jimmy, kan mamah tau. .” Jawab seseorang berwajah tegas
“Ia mama tau, seorang teman, selain Jimmy, bernama Septya. .” Seseorang berwajah tegas tercengang dengan apa yang dikatakan ibunya, teman bernama Septya, ia seakan mengenalnya, namun siapa dia?? Seseorang berwajah tegas diam merenung. “Se-ptya. .” gumamnya pelan, sontak tanpa ba-bi-bu, dia melesat melangkahkan kaki kearah Danau kecil. . Dalam hati ia menimbang-nimbang, ‘Septya, pria bermata elang. .’ Terka seseorang berwajah tegas sambil berjalan. . .
-
Sesampainya di danau, ia sapu seluruh pandangannya. . namun seseorang berwajah tegas tak menemukannya, tak menemukan sosok yang ia cari. Sempat ia menyerah, namun ia tercengang kembali. . “Dermaga. .” gumamnya pelan, segera ia berlari menuju dermaga tak jauh dari danau. . satu-dua suara lari langkah kaki, sesekali melihat arlojinya. Dan Tap ! seseorang dengan wajah tegasnya melihat ke satu titik, titik dimana ia melihat seorang pria bermata elang tengah berdiri membelakanginya, perlahan ia mendekat dan mensejajarkan diri dengan Septya, pria yang telah membantunya.
-
Kini mereka sejajar, Septya yang tadinya menatap nanar kedepan, kini menoleh kearah samping melihat seorang pemuda dengan wajah tegas tengah tersenyum kearahnya. . Matanya berkaca-kaca, tak perlu menghitung Pria itu-pun memeluk pemuda yang berada didepannya. Pemuda itu kaget, mukanya memerah seperti kepiting rebus, setelah lama berpelukan. Pria bermata elang-pun memalingkan mukanya, malu-malu dengan wajah memerah. . “Kamu menghilang begitu saja. . .” kata pria bermata elang-pun memulai pembicaraan. .
“Aku minta maaf untuk itu. . Aku benar-benar tidak mengerti. .” Ucap seseorang berwajah tegas memotong pembicaraan, “Hasratku yang membawaku kesini. . menemuimu. .” lama ia terdiam, “Terimakasih telah membantuku. . .” Seseorang berwajah tegas itu mengakhiri pembicaraan. .
“Itu bukan masalah. . .” ucap pria bermata elang, menggantung. . “yang menjadi masalah, kamu tak ada kabar, aku khawatir. . Meskipun aku tau, kamu bukan siapa-siapa tapi aku kahawatir. . entah mengapa. . .” Ucapnya tertunduk. . .
“Aku sudah tidak apa-apa, Septya. . .” ucapnya kembali menggantung, “Septya. . aku tau ini salah, ku tau ini sangat aneh. .But, Would you be mine? As my Boyfirend?. .” Tanya seseorang berwajah tegas. . . Lama pria bermata elang terdiam. . “Septya. . .?” sahutnya kembali. .
“A. .Aku, gak ngerti. .” Pria bermata elang itu tertunduk malu, sontak seseorang berwajah tegas itu tertawa lepas, diikuti pria bermata elang disebelahnya. .
“Hahah. . aduhhh kamu ini yahh, yaudah. . .” Katanya gemas. . “Maukah kamu jadi milikku? Menjadi keksihku. . ?” kata seseorang berwajah tegas kembali. . pria bermata elang-pun membulatkan matanya, terdiam sejenak kemudian menganggukan kepalanya dan tersenyum. . Mereka lama saling menatap, entah siapa yang memulai bibir mereka-pun menyatu, berpagutan dibawah rembulan. Sungguh malam yang indah. . .
Sungguh malam yang indah bagi mereka berdua, saling mengisi kekosongan. Mereka tak pernah ragu, saling berbagi cerita. . Ohh Bintang-Bulan, lihatlah dua insan berbeda menyatukan cintanya, mengambalikan bunyi dalam sunyi, mengembalikan tawa dalam diam, mengembalikan keindahan dibalik kekosongan. Saling melengkapi, sungguh cinta itu takkan salah, meski cinta ini salah. .
-
Beberapa tahun kemudian. . .
Keluarga bahagia, Bintang dan Keluarganya. . begitupun Bintang dengan Septya Saling berbagi, saling setia. Hidup bahagia saling mengisi satu-sama lain. Persahabatan seseorang berwajah tegas itu-pun tetap berlanjut, sungguh masa depan yang indah dibalik masa lalu yang kelam. . Tuhan telah memberikan jawaban betapa adilnya kehidupan, hidup yang tadinya sunyi menjadi bunyi, yang tadinya diam menjadi tawa, mengembalikan keindahan dibalik kekosongan. .
Pernahkah kalian mengeluh ketika kalian bahagia? Tidak bukan? Kadang kita merehkan hal yang remeh, yang keliru. Padahal tak ada hal yang remeh jika kita bicara tentang cinta. . Keadaan mengajari seseorang tentang sunyi, dan orang lain mengajari seseorang itu mencintai bunyi. . .
-THE END-
Alkhirnya cerpen ke-sekian sudah selesai,
Mencoba bikin cerpen yang ‘agak’ nyastra, susah juga 
Dan inilah hasilnya. .
Berikan Like dan Komentarnya ya. . .
Jangan Lupa kritik dan sarannya. . .
Thank you

Sang Pangeran (Part Ending)



By.Darren-Shan
Last Capter nih jgn jadi pembaca gelap! hehehe
Enjoy it 
***
“Well,jadi ini gadismu Shan. Cantik juga,siapa namanya?” tanya Raja Baliant sambil mengamati potret itu lekat-lekat.
“Dia laki-laki,ayah.”
“Hahahaha Oh.. Dewa yang benar saja! Jangan bergurau,nak!!” Sang raja membanting potret itu dan menerjang Shan,ia mencengkram Shan kuat-kuat seakan Shan adalah buruannya. Shan tak bergeming sama sekali. Ia menatap ayahnya penuh kebencian.
“Darimana saja kau?!Menemuinya?? bercinta dengannya??Lalu mengucapkan salam perpisahan??Kau sangat tolol Shan dan hina! Menjijikkan! kau mencintai jenismu sendiri,hah??Tidakkah perawan Itchleon telah habis sehingga kau bernafsu dengan sesamamu hah??”
“Aku bukan dirimu yang meniduri seluruh wanita setiap menyukainya!!Tidak peduli ia masih perawan atau sudah jadi istri orang!” Shan membalas umpatan itu tak kalah kasar. Raja Baliant amat murka ia menghempaskan tubuh Shan ke lantai. Ia menampar Shan berkali-kali dengan sangat kencang. Darah yang tadi sempat terhenti kembali mengalir.
“Belajar dari laki-laki cacat-mu itu,eh?Membantah ayahmu sendiri.” ia meludahi Shan.
“Liat wajahnya!!Kau ingat dia??Dia anak laki-laki malang yang kau butakan sepuluh tahun lalu!! Orang tuanya kau bantai dengan sadis di Taman Isis. Ingat Baginda?”
Pukulan telak. Sang Raja nyaris hilang keseimbangan mendengar kata-kata putranya itu. Ia diam sejenak lalu melangkah keluar dari kamar Shan. “Pernikahan akan diadakan esok pagi. Aku telah mendapat kabar gembira ini sebelum kau merusak semuanya. Lupakan semua dan jadi anak baik nak.”
“Aku tak akan menikah dengan perempuan itu demi Osiris!” sumpah Shan.
“Dan aku akan memastikan kau melihat jasad pujaan mu itu tergantung di taman Isis jika itu terjadi.”
Shan menelan ludah. Itu pasti terjadi. Sang Raja tak pernah benar-benar memberikan pilihan, keduanya pasti akan terjadi. Air mata Shan menetes keluar. Ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Lalu jatuh terduduk karna kakinya begitu lemas.Ia terduduk pasrah disisi tempat tidur. Matanya sungguh sangat basah. Tubuhnya gemetar hebat. Dengan kaku ia mengambil selembar papirus dan sebuah pena dari dalam lacinya. Ia menulis surat untuk Niel.
Keesokan paginya rumah keluarga Niel kedatangan seorang pengawal yang sudah lanjut usia. Pengawal yang dulu mengantar Shan ke kuil. Ia memberikan surat dari Shan untuk Niel. Ia bersikeras untuk membacakannya dihadapan Niel karna itu merupakan perintah langsung dari Shan.
Iitchleon,54 Masehi
Kepada belahan jiwaku,Niel.
Sayangku..masih marah padaku,eh? Bisakah kita menganggap ini hanya persoalan kecil dan kamu akan berbaik hati memaafkanku? Niel.. aku sungguh mengharapkan maafmu itu. Aku sungguh bersalah karena membohongimu. Aku juga bersalah karena telah lancang jatuh cinta padamu. Kamu tau?tanganku bergetar hebat saat menulis kata CINTA padamu. Aku terlalu menggilaimu hingga sangat berhati-hati kala berbicara denganmu. Pernahkah kamu berfikir tentang embun yang tak membutuhkan warna untuk membuat daun jatuh cinta kepadanya?aku ingin membuatmu jatuh cinta kepadaku seperti embun. Aku ingin kamu mencintaiku sebagai orang biasa bukan karena aku seorang Pangeran. Aku sungguh mencintaimu.
Niel-ku.. kumohon jangan bersedih lagi. Aku tak tahan melihatmu seperti itu. Lebih baik aku mati daripada harus melihat wajah indahmu itu menangis. Demi Osiris kumohon jangan menangis cahayaku. Niel... ingatlah..aku tidak pergi,aku hanya menunggumu. Menunggumu ditempat yang berbeda bukan lagi ditaman Isis seperti biasa. Melainkan disuatu tempat yang lebih damai.
Penuh cinta,Shan
“Dia..menungguku dimana Tuan?”
“Dia..menunggu-mu di Firdaus,Niel.”
Mulut Niel terbuka lebar mendengar jawaban pria paruh baya itu,butiran bening berebut turun menghiasi lesung pipinya. Tangisnya pecah saat itu juga. Ia berhambur keluar rumah menuju istana. Dengan air mata yang terus mengalir ia berlari menerjang pagar lapuk gubuknya.
ZRAAASSSHHH
Sebuah anak panah melesat. Darah segar mengalir dari sudut bibir indahnya yang pucat menahan perih. Seseorang telah memanahnya tepat dijantungnya. Ia tersungkur. Seketika rumah mungil keluarga itu dihujani anak panah yang berasal dari pasukan kerajaan. Rupanya mereka dititah langsung oleh Raja Baliant. Semua yang ada dirumah itu tewas. Niel meregang nyawa setelah tubuh mungilnya yang terlentang tertancap belasan anak panah. Irish biru-nya kini benar-benar kosong memandang lagit.
“Shan..aku..datang..” lirih Niel nyaris tak bersuara sebelum meninggal.
Sementara di Istana,seorang pelayan wanita masuk ke kamar Shan dan berteriak histeris ketika melihat tubuh sang Putra Mahkota kaku tak bergerak diatas tempat tidur sembari memegang sebuah botol kecil. Raja Baliant berlari menemui putranya dan dengan nanar mengakui betapa sesungguhnya ia sangat mencintai Shan. Tapi semua sudah terlambat sekarang. Shan tewas karna ia tak memberinya pilihan.
~THE END~

Sang Pangeran (Part 2)


By.Darren-Shan


Enjoy it! ^^
***
“Kamu.. ” lirih Shan dihadapan pemuda itu.
Pemuda indah itu membuka matanya begitu mendengar suara Shan,memamerkan Irish biru miliknya yang mempesona itu. Ia memicingkan telinganya lantas tersenyum. “Aku kenal suara ini. Kamu pemuda yang aku tabrak di kuil waktu itu kan?sedang apa disini hmmm?” ujar pemuda itu sembari tersenyum ramah.
“Aku...aku sedang berjalan sejenak.” Jawab Shan sekenanya.
Dalam hati berulangkali ia panjatkan rasa syukurnya pada Tuhan. Dan berdoa dengan penuh harap agar tidak dipisahkan lagi dengannya. Selamanya. Itu impian gila,tapi Shan benar-benar mengharapkannya. Shan memandang lekat wajah pemuda itu. Wajah yang selalu menghantuinya dikala malam.
“Taman ini telah lama ditinggalkan.” Seru pemuda itu lagi dan membuat Shan tersadar dari lamunannya.
“Benarkah?padahal taman ini sangat indah yah.” Jawab Shan kemudian ikut duduk disamping pemuda itu dan menatap danau,hatinya bergemuruh hebat.
“Nama taman ini Isis. Kamu tau?dulu taman ini sangat ramai loh. Tapi setelah peristiwa pembantaian itu terjadi taman ini menjadi sangat sepi.”
“Pembantaian?Pembantaian apa?” Shan beralih memandang heran pemuda itu. Ia tak pernah tau tentang pembantaian dinegrinya sendiri.
“Kamu gak tau?ah tentu saja istana pasti merahasiakan kejadian itu. Peristiwa terbunuhnya dua orang yang tak berdosa.” Pemuda itu terlihat menggenggam tangannya menahan amarah. Lalu ia menghela nafas panjang dan terlihat sangat kesepian. Shan kembali terpaku menatap pujaannya. Wajah kesepian itu. Kumohon jangan memperlihatkan wajah sedih itu padaku,aku ingin menangis karenanya begitu raung Shan dalam hati.
“Ngomong-ngomong siapa namamu?” tanya pemuda itu lagi,kali ini dengan senyum riang menghiasi wajahnya. Ia berpaling kearah Shan dan mengulurkan tangannya namun meleset. Shan menatapnya heran. Shan mengibaskan tangan tepat didepan wajah pemuda itu. Tatapan matanya kosong.
“Kamu buta?”
Sorot mata pemuda itu terlihat berubah murung tampak sebersit kesedihan diiris birunya. Shan memukul kepalanya dan memaki dirinya sendiri didalam hati Shan kamu sungguh tolol!!!
“Maaf..maaf aku-aku tak sengaja..aku..sungguh maafkan aku..” Shan memegang tangan pemuda itu. Kemudian dengan panik melepaskannya setelah merasakan wajahnya memanas karena malu.
“Ah..gak apa-apa kok. Sudah jangan memukul kepalamu,terdengar jelas olehku loh hihihi. Iya,aku buta” jawab pemuda itu sembari terkikik.
“Aku.. Shan,kamu?”
“Aku Niel. Namamu seperti nama putra mahkota negri ini. Apa kamu dia?”
“A-aah apa?bu-bukan kok aku.. pendatang kok” jawab Shan kikuk.
“Hahahaha aku Cuma bercanda kok. Kenapa kamu gugup begitu?Lagipula Putra mahkota mana mau datang ketempat terpencil seperti ini.Ia pasti sangat manja,aku yakin.”
“HEIII...AKU” Shan hendak protes atas ucapan Niel tetapi ia segera menutup mulutnya. Ia tak mau Niel sampai tau siapa ia yang sesungguhnya. Ia mau Niel mengenalnya sebagai orang biasa. Bukan Shan seorang putra mahkota.
“Aku apa?”
“A-aku..Aku lapar.”
Niel tertawa keras dibuatnya. Mereka berbincang-bincang cukup lama. Apapun yang dikatakan Shan selalu membuat Niel tertawa. Tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat mereka cukup akrab. Banyak hal yang diceritakan oleh Neil tentang dirinya. Tentang nenek dan kakeknya yang hidup dengan Niel sejak orang tua Niel meninggal bertahun-tahun lalu. Tentang kecintaannya akan suara harpa. Tentang kemampuan bernyanyinya yang bisa dikatakan lebih dari baik,bahkan ia menyanyikan dua bait kidung kuno bangsanya untuk Shan. Tak terasa mentari telah diujung barat. Shan harus pulang sebelum ayah dan ibunya tiba diistana saat makan malam. Tentu ia tak ingin dapat masalah karna melanggar peraturan kerajaan yaitu berkeliaran diluar istana tanpa pengawal merupakan larangan keras.
“Niel aku harus pulang, ayahku pasti cemas jika aku pulang terlambat.”
“Iya aku juga. Nenekku pasti akan marah nantinya hihihi.”
“Niel...apa besok kita bisa bertemu lagi?” tanya Shan penuh harap.
Niel tersenyum manis sekali.“Tentu,aku datang kesini setiap sore.” Dan merekapun berpisah.
Setiap sore mereka selalu bertemu. Tak pernah sekalipun Shan merasa bosan menatap wajah innocent Niel. Niel selalu mampu membuat Shan semakin jatuh cinta padanya. Entah senyumnya, tawanya, caranya berbicara,semuanya.Hari ini Shan melukis wajah Niel lagi ,potret ke-16 nya. Shan memang pandai melukis,diam-diam ia melakukan kegemarannya ini tanpa seorangpun yang tau kecuali Niel. Beberapa tahun yang lalu raja Baliant pernah melihat Shan asyik melukis. Ia amat murka. Ia beranggapan seharusnya anak laki-lakinya itu belajar ilmu pedang bukan melakukan kegiatan konyol seperti melukis. Ia bahkan membakar semua lukisan,kanvas,kuas,dan cat milik Shan tanpa ampun.
“Niel..bagaimana rupa-ku?”
Shan meletakkan kuas dan kanvas miliknya begitu ia selesai melukis wajah pujaannya,lalu dengan jujur menjawab pertanyaan,” Vous êtes si belle (kamu sangat indah), seperti lili putih yang mekar dimusim semi. Kamu pasti populer diantara para gadis di desamu”
“Aku buta Shan.” Lirih Niel.
“Tapi itu bukan alasan untuk mengurangi keindahanmu sedikitpun.”
Untuk pertamakali dalam hidupnya,Shan melihat wajah Niel merona merah. Tiba-tiba air turun begitu saja dari langit. Membasahi tiap jengkal tanah yang retak karena kekeringan. Bau basah menyebar diantara tiap butir yang jatuh. Terlihat dua anak Adam itu berlari mencari perlindungan dibawah pepohonan tua Ent. Mereka basah kuyup. Niel mendekap lengannya sendiri kuat-kuat berusaha menghangatkan tubuhnya yang menggigil hebat. Ia bersandar di pohon besar itu. Memandang lurus ke arah danau.
“Shan..” Ucapnya bergetar.
Shan memandang kearah pujaannya itu,setelah beberapa saat ia sibuk mengelap jubahnya,ia baru tersadar Niel ada disebelahnya. Niel terlihat pucat pasi,giginya bergemerutukan menahan dingin. Shan mengusap pelan kepala Niel kemudian dengan penuh kasih sayang ia membimbing Niel jatuh kepelukkannya. Berusaha sekuat tenaga menghangatkan tubuh Niel yang bergetar. Ia begitu menyayangi Niel,apapun akan ia berikan untuk pujaannya. Sekitar setengah jam hujan masih belum berhenti. Niel tertidur nyaman dipelukan Shan yang bersandar di batang pohon tua itu menopang tubuh Niel didekapannya. Ia menatap wajah pemuda yang tak lebih dari tingginya itu. Bibir cherry Niel yang memabukkan terpampang dihadapannya. Shan tak tahan untuk tak tergoda dengan bibir merah Niel. Ia mendekatkan wajahnya kearah Niel lalu mengecupnya pelan dengan penuh cinta lalu melepaskannya saat mendengar Niel bergumam.
Shan kembali pergi diam-diam sore berikutnya, Sang Raja pergi ke kerajaan Amon-Din pagi tadi dan mungkin akan pulang larut malam. Ia segera menemui Niel yang sudah menunggunya. Mereka berencana menyaksikan pawai akrobat dari desa Leaf ditengah kota nanti. Shan membawa topeng dan mengenakan jubah bertudung untuk menyamarkan identitasnya. Ia tak pernah melepaskan genggamannya dari Niel. Ia tak ingin Niel terluka oleh siapapun. Setelah sampai disana mereka duduk di samping penjual gulali.
“Niel,aku haus,aku beli minuman dulu,kamu tunggu disini saja ya.” Kata Shan dan dijawab dengan anggukan patuh oleh Niel.
Penjual minuman berada diujung panggung tempat atraksi. Cukup jauh memang. Shan berjalan dengan cepat mencari penjual minuman itu. Perasaannya sangat senang hari ini. Impiannya berjalan bersama Niel terwujud meskipun hanya di tengah kota,tapi itu cukup membuat Shan senang. Setelah mencari cukup lama Shan menemukan penjual minuman akhirnya. Ia membeli dua gelas Float dan bergegas kembali pada Niel. Terdengar keributan dari tempat duduk mereka. Niel tersungkur ke tanah setelah didorong oleh seorang pemuda tidak dikenal.
“Kamu harus ganti pakaian ini!!” Teriak laki-laki itu pada Niel yang ketakutan.
“A-aku tak melihat Tuan,maafkan aku,maaf.” Jawab Niel
“Dasar Buta!!”
BRUUGHH!!!
Niel terkena bogem mentah dari laki-laki itu. Tepat pada saatnya Shan tiba ditempat itu. Gelas minuman yang dari tadi di genggamnya dengan erat jatuh begitu saja ke tanah menumpahkan isinya. Ia berlari menerjang lelaki yang telah melukai sang pujaan. Menyerangnya dengan berkali-kali pukulan. Mereka terlihat berguling,memukul,bahkan mencekik satu sama lain sementara Niel masih terdiam di tepi arena pertempuran. Orang-orang yang menyaksikan perkelahian itu tak berusaha untuk melerai. Beberapa dari mereka bahkan bertepuk tangan memberi semangat pada Shan dan laki-laki itu. Hingga tanpa sengaja topeng yang Shan kenakan terlepas. Laki-laki yang sedang menyerang Shan itu berhenti sejenak dan melepaskannya,kemudian bergumam:” Yang Mulia Putra Mahkota.” Orang-orang disekitarnya pun ikut memanggil-manggilnya,”Itu Putra Mahkota-Itu Putra Mahkota.” Shan refleks memasang kembali topengnya dan berjalan ke arah Niel. Ia menarik Niel dan memapahnya dengan tergesa-gesa. Dibawanya Niel ke taman Isis setelah yakin tak ada seorangpun yang mengikuti mereka.
Dengan kasar Shan melihat lebam yang ada di sudut bibir Niel, ”Sakit Shan.”erang Niel.
“Kamu bodoh ya??Kenapa kamu ga melawan??Dia menghina kamu!!Harusnya kamu melawan!” Teriak Shan kesal,baru kali ini ia berani memaki pujaanya itu dengan keras.
Niel beralih ke arah Shan,“Lawan untuk apa Shan?buat makin mempermalukan aku?dia benar kok. Aku kan memang buta Shan.”
Shan tak menjawabnya lagi. Ia hanya memandang wajah Niel. Irish birunya yang mencoba memandang ke arahnya meskipun meleset itu masih kosong seperti dulu,pertamakali mereka bertemu. Seandainya Niel tidak buta pasti semua tak akan seperti ini,ia pasti akan sangat populer dikalangan para gadis dan sudah tentu mereka tak akan pernah bertemu. Oh Niel..aku ingin sekali memelukmu dan mengatakan akan ada masa indah untukmu nantinya. Aku pasti membahagiakanmu. ucap Shan dalam hati.
“Kenapa diam?Kamu mengasihaniku,eh?Aku lebih baik dihina daripada di kasihani.” Ujar Niel membuyarkan lamunan Shan.
“Aah aku sih lebih baik tidak kedua-duanya,hehehe.”
“Dulu setiap kali ada yang mengejekku aku pasti menangis. Tapi setelah nenek dan kakekku menasihatiku aku jadi tak pernah nangis lagi.”
“Memangnya mereka bilang apa?”
“Mereka bilang untuk apa menangis,itu malah membuat kamu terlihat semakin lemah.”
***
“Darimana saja kamu Shan????” Raja Baliant berteriak ketika melihat putranya memasuki aula setelah matahari tenggelam.
Shan berusaha keras menutupi kegugupannya saat menyaksikan kemurkaan ayahnya, tangannya gemetar hebat,ia menelan ludah beberapa kali. “Aku..aku ke perpustakaan agung, ayah.”
“Sungguh?Lalu siapa pemuda yang mengenakan topeng dan berkelahi dengan seorang rakyat jelata tadi sore,hah???” Bentak sang raja makin keras.
“Maafkan aku.. Yang Mulia..aku..aku..”
“Apa yang kau lakukan disana Shan?” ujar Raja Baliant melembut.
“Aku hanya menyaksikan pawai akrobat Yang Mulia.”
“Lalu?”
“Laki-laki itu menganggu temanku ayah.”
“Siapa dia?” tanya ayahnya lagi.
“Dia?dia siapa?”
“Laki-laki buta yang bersamamu Shan!Jangan berpura-pura bodoh!!”
“Dia..dia..sahabatku.”
“Kau tak boleh bersahabat dengannya,kau calon raja penerusku nantinya tak seharusnya kau bergaul dengan rakyat biasa sepertinya. Mulai sekarang sampai nantinya kau tak boleh bertemu lagi dengannya! Mengerti,Shan??”
“Tapi ayah..”
Sang Raja berbalik menatap Shan marah,“Kau sekarang berani membantahku hah?Jangan bertemu dia lagi!” ucap sang Raja,ia terlihat berfikir sejenak kemudian berujar lagi,“Ah.. Shan usiamu 17,eh? Sudah seharusnya kau menikah. Aku telah menjodohkanmu dengan Lady Crisnell putri tunggal Raja Theodred dari Amon-Din. Dia jelita sekali. Bagaimana?”
Shan sangat mengerti sifat ayahnya Bagaimana yang dimaksudnya bukan merupakan pertanyaan sesungguhnya melainkan sebuah perintah yang tak akan pernah Shan bantah. Ia diam tak menjawab. Membayangkan perpisahan dengan Niel saja mampu membuat kakinya lemas seketika,lantas bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Ia tak sanggup membayangkannya lagi. Shan tak bergeming. Kakinya tak mampu digerakan,tangannya gemetaran hebat. Shan hanya anak biasa yang takut pada sang ayah. Ia tak mampu sekalipun membantah sang Raja. Ia tak tau harus bagaimana. Melawan ayahnya sendiri sangat mustahil untuk Shan tetapi dipisahkan dengan belahan jiwanya juga sungguh Shan tidak mau.
“Aku..masih terlalu muda ayah.” Jawab Shan pada akhirnya.
“Tidak,nak. Aku menikah diusiaku yang ke 16. Aku tau kau sangat bertanggung jawab.” Bantah sang Raja.
“Aku...aku...mencintai..orang lain ayah.”
“Ah.. coba dengarkan tentang pujaan anakku ini, mungkin tidak buruk. Ia putri dari kerajaan mana Shan?Sebutkan ayahnya. Aku kenal baik semua petinggi Kerajaan tetangga.” Ujar sang Raja dengan antusias yang sengaja dibuat-buat.
“Dia..bukan anak raja,bukan anak wazir,bukan anak menteri,saudagar kaya, atau pedagang terkenal. Ia yatim-piatu ayah. Dia hidup dengan nenek dan kakeknya. Aku sangat mencintainya. Aku tak bisa menikah dengan orang lain,bahkan aku tak sanggup bila tak melihatnya.”Iris zamrud itu berkaca-kaca setelah mengatakannya. Ia sangat berharap Sang Raja melupakan perjodohan itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya,Shan berani mengutarakan pendapatnya.
“Apakah kakek atau neneknya seorang dukun Voodo,nak? Sehingga ia mampu membuat putra kesayanganku ini tergila-gila pada cucunya?”
“Ayah...” Shan tak percaya mendengar ucapan sang Raja yang begitu konyol.
“Apa?Jangan berkhayal nak. Kau berharap dengan suka cita aku merestui cinta sucimu itu? Kau tau benar siapa ayahmu ini Shan. Pernikahan akan dilangsungkan minggu depan. Lebih baik kau tak bertemu dengannya lagi. Atau aku akan menghukummu. Mengerti Putra Mahkota?” ujar Raja Baliant dengan senyum kemenangan lalu berlalu meninggalkan aula.
Sang Raja tidak main-main, keesokkan harinya ia memperketat pengawasan pada Shan bahkan berjalan keluar Istanapun Shan tak diijinkannya. Hari sudah sore pasti Niel sedang menunggunya sekarang. Ia menatap ke arah langit. Dilihatnya awan membentuk wajah sang pujaan hati,Niel. Shan merindukannya. Hatinya penuh sesak memandang matahari yang telah berada di ujung barat.
“Shan... hari ini kamu tak datang ya?”lirih Niel.
Telah berjam-jam Niel menunggu Shan di taman Isis. Ia duduk sendirian menunggu Shan datang. Rasa kecewa menyerbak di hatinya. Ada sesuatu yang tak dapat ia katakan. Ia begitu kehilangan sosok Shan yang biasa menemani sore harinya. Dan pada akhirnya Niel memutuskan untuk pulang kerumah sebelum matahari tenggelam. Niel berjalan menyusuri sepanjang jalan dengan ditemani guguran daun.
“Lihat dia..dia kan teman sang pangeran.” Teriak seorang anak kecil.
“Benaaar,dia yang waktu itu dipawai bersama putra mahkota.” Teriak anak yang lain.
“Kak...kakak temannya putra mahkota yah?”tanya seorang anak perempuan sembari menarik jubah Niel dengan penuh semangat.
Niel memicingkan telinganya guna memperjelas pendengarannya,“Kamu berbicara padaku dik?”
“Iya! Apa kakak teman Putra mahkota?”
“Putra Mahkota?”ulang Niel bingung.
“Kakak ini bagaimana?Ya tentu saja Pangeran Shan,anak raja Baliant.”
Terdengar samar-samar teriakan seorang wanita memanggil nama gadis kecil itu. Rupanya itu ibu dari anak perempuan pirang itu,ia memandang cemas pada Niel,kemudian membawa putrinya pulang.
“Shan..Putra mahkota?” ujar Niel pada dirinya sendiri.
Putra mahkota?anak raja Baliant?Shan...jadi selama ini kamu berbohong padaku? Kenapa sampai hati kamu tega padaku?Apa salahku Shan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggantung di otak Niel. Hatinya hancur bukan main. Ternyata orang yang selama ini ia anggap sebagai sahabat itu tega membohonginya. Ia merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Belum pernah ia merasa dipermalukan seperti ini. Hatinya sangat sakit bukan hanya karna telah dibohongi. Tapi juga karna ia tau yang sebenarnya. Perbedaan yang terbentang diantara mereka terlalu lebar. Tidak lagi hanya seorang tuna netra dan orang normal,tapi juga seorang pangeran dan rakyat jelata. Mata Niel perih. Tanpa tersadar mengalir tetesan airmata dari sudut mata indahnya. Ia sungguh kecewa pada Shan.
Niel.....sedang apa kamu? aku sangat merindukanmu.. lirih Shan pelan sambil terus memandang matahari tenggelam. Esok sore ia berencana menyelundup ke luar istana,sang Raja mengadakan kunjungan lagi ke kerajaan Amon-Din dan akan kembali beberapa hari lagi. Ini merupakan kesempatan emas bagi Shan untuk menemui belahan jiwanya.
“Crist,namamu Crist benar?”tanya Shan pada seorang prajurit kerajaan yang sedang berjaga didepan kamarnya.
“Benar Yang Mulia,apa yang engkau perlukan?”
“Hari ini,aku sedang tak enak badan,aku ingin beristirahat seharian dikamar.” Ujar Shan membohongi pengawal lugu itu.
“Yaaa-yang Mulia sakit?apa perlu hamba panggilkan tabib Yoon?”
“Aaah...tidak-tidak,aku hanya tak ingin diganggu seharian ini,setelah istirahat pasti aku sembuh. Tak ada yang boleh memasuki kamarku selagi aku beristirahat dan jangan bilang pada Baginda Raja,mengerti Crist?”
“Mengerti Yang Mulia.” Jawab pengawal tampan bernama Crist itu patuh.
Shan tersenyum simpul. Dalam hati ia bersorak riang dapat mengelabui pengawalnya selain itu sebentar lagi ia juga akan bertemu dengan Niel. Segera ia mengikat seprai kasur,selimut,dan tirai kamarnya menjadi satu membentuk sebuah tali. Tali yang akan membantunya meloloskan diri. Kamarnya teletak dilantai dua istana,sangat beresiko untuk sengaja melompat ke bawah. Setelah semua siap ia duduk dengan manis menunggu matahari condong ke barat. Tepat waktu seperti biasa saat bertemu Niel. Segera ia julurkan tali dari jendelanya. Tak lupa ia mengikat ujung tali dengan tiang tempat tidurnya guna menjadi penahan berat tubuh Shan saat turun maupun naik nantinya. Dengan hati-hati ia menuruni tali itu sampai tiba ditanah. Shan sangat bersyukur karna tak ada seorangpun yang melihatnya. Tanpa membuang waktu lagi ia berlari menuju taman Isis. Tempat yang juga ia rindukan. Ia yakin sekali Niel tengah menunggunya. Dengan senyum yang terus merekah di bibir tipisnya ia berlari ke taman indah itu.
“NIIIIEEEELLL.....NIEEEELLL.....aku datang!!!!” teriak Shan sesampainya di taman Isis.
Langkahnya terhenti begitu melihat tak ada seorangpun yang ada disana. Hanya guguran daun dan hembusan angin yang menyambut kedatangan Shan. Tak ada tawa renyah khas kekasih hatinya yang menyambutnya apabila ia tiba. Senyumnyapun memudar. Nafasnya yang masih terengah-engah ia atur sebisa mungkin. Ia merunduk karna terlalu lelah. Dadanya sesak sekali. Ia jatuh terduduk. Menatap matahari yang mulai menghilang di ujung danau. Merayakan rindunya yang padam dengan nanar.
Ia beranjak dari ratapannya. Berlari lagi ke rumah Niel. Tidak mempedulikan lagi puluhan orang yang menatapnya dan menyerukan namanya berkali-kali. Ia hanya ingin bertemu Niel-nya.
“Nieeeellll...keluaaaaaaarrrrrrrr!!!ini aku Shan!!!Niiiieeeelllll!!!!”
Dari dalam rumah samar-samar Niel mendengar teriakan-teriakan Shan.Rasa rindu dan marah berbaur melemaskan lututnya. Ia mendengarkan dengan seksama teriakan-teriakan itu. Ingin sekali rasanya ia berhambur keluar dan menerjang Shan mengungkapkan betapa tersiksa harinya tanpa Shan,mengungkapkan betapa ia merindukan Shan,dan berkata jujur tentang..rasa cinta yang ada di hatinya untuk Shan. Tapi ia tak mampu. Tubuhnya menggigil hebat ketika mengingat siapa Shan sesungguhnya. Ia meringkuk dibalik tempat tidurnya. Menangis tanpa sadar dengan pilunya. Neneknya yang hendak masuk ke kamar Niel ditahan oleh lengan tua sang kakek. Ia menggeleng penuh arti pada istrinya dan menuntun istrinya menghampiri Shan yang sedang berlutut ditengah guyuran hujan yang entah sejak kapan turun. Puluhan pasang mata mengawasi Shan dari balik jendela masing-masing rumah. Shan tak peduli.
“Pulanglah Yang mulia.” ucap laki-laki tua itu dihadapan Shan.
“Kek..aku ingin bertemu dengan Niel..” lirih Shan dengan tubuh gemetar menahan dingin.
“Tidak sekarang..pulang kumohon.” Laki-laki tua itu dengan lembut membantu Shan berdiri.
“Sebentar saja kek,aku sangat...merindukannya.”Shan memohon dengan memegangi tangan kakek Niel.
“Kau mencintainya,nak?” pertanyaan itu tak mampu dijawab olehnya,ia hanya mengangguk pasrah.
Semua terkesima menyaksikan perbuatan itu. Sebuah tamparan keras mendarat dipipi Shan. Darah segar mengalir dari sudut bibir tipisnya. Ia jatuh tersungkur ke tanah. Ia menatap canggung lelaki tua yang telah berani menamparnya itu.
“MEMALUKKAN!! SEKARANG PULANG ATAU KAU AKAN MENDAPAT YANG LEBIH BURUK!!” teriak kakek Niel,sementara sang nenek berusaha membantu Shan berdiri lagi.
Niel keluar dari rumah,guyuran hujan tidak menggetarkan langkahnya. Ia terus berjalan dengan tongkat ke arah mereka. Shan terpaku menatap kekasihnya itu. Tangisnya hampir meledak ketika melihat sosok yang sangat ia rindukan itu. Ia bediri dengan sisa tenaganya kemudian berlari memeluk Niel.
“Nieell....niel...niel....” ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun pada Niel. Air matanya terus mengalir begitu saja. Dunia sekan berputar. Hanya mereka yang ada disana. Shan memeluk erat Niel. Dibenamkan kepala Niel ke dada bidangnya itu sembari mengecupi puncak kepala Niel berkali-kali. Niel diam membisu. Ia tidak membalas pelukan itu meskipun ia juga begitu merindukan Shan.
“Niel..aku...” kata-katanya tergantung saat mendengar bisikan Niel rupanya kau seorang pembohong besar,ya Yang Mulia? Matanya membulat seketika. Mulutnya ia katupkan serapat mungkin.
“Aku benci padamu Shan!!!” teriak Niel sangat kencang sembari mendorong Shan menjauhinya.
“Kau pembohong!!Demi Tuhan teganya kau membodohiku!!Aku benci padamu!!keluargamu!! semua akan dirimu membuatku muak Shan!!Kau jahat sekali padaku...”lanjutnya dengan air mata yang mengalir turun.
“Aku..minta maaf Niel..aku salah..aku sungguh bersalah.. aku hanya tak ingin membuatmu berubah menjadi santun kala berbicara padaku karna tau siapa aku sebenarnya Niell... Niel maafkan aku...Niel.. kumohon jangan menangis lagi.” Shan memegang tangan Niel mencoba menenangkannya. Namun Niel malah menampik dengan kasar.
“DIAAAMM!! Jangan sentuh aku!! Kembalikan mereka Shan!!”
“Mereka??siapa Niel?”
“Orangtuaku!!! ”
Shan memandang bingung Niel,ia menoleh penuh tanya kepada kakek dan nenek Niel. Berharap mereka menemukan jawaban yang diminta olehnya. Tetapi mereka hanya menundukan kepala.
“Sepuluh tahun lalu!! Ayahmu membantai mereka ditaman Isis Shan! Ia pula yang menyiram air garam ke mataku sampai aku jadi buta! Mereka satu-satunya anggota dewan yang berani menentang ayah keparat-mu itu,raja zalim!! Memerintahkan puluhan ribu rakyatnya untuk membayar pajak tinggi!!!Aku saksi bisu perbuatan laknat itu ia menganugrahiku kebutaan ini!!!” sembur Niel putus asa.
Niel berjalan menjauhi Shan. Shan juga mundur beberapa langkah. Shan terpaku. Matanya terbelalak. Ia seperti disambar petir mendengar kebenaran itu. Shan berlari menuju istana. Ia mencerna tiap kata yang keluar dari mulut pujaannya itu sambil terus berlari. Ia tak tau sama sekali tentang semua peristiwa hina itu, yang ia tau adalah ia sangat membenci ayahnya sekarang. Beberapa kali ia terjatuh karena tanah yang ia pijak sangat licin terkena air hujan. Shan tak mempedulikan lagi tubuhnya yang gemetaran menahan dingin. Ia berlari hingga berada di aula. Lalu berlari lagi menuju kamarnya,setelah salah seorang pengawal nya mengatakan perjalanan sang raja dibatalkan karena ada badai besar di daerah perbatasan. Shan memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa,didapatinya sang raja membuka lemari rahasianya. Tempat ia meletakkan seluruh potret indah Niel.

Sang Pangeran (Part 1)


By. Darren Shan

“Pernahkah kamu berfikir tentang embun yang tak membutuhkan warna untuk membuat daun jatuh cinta kepadanya?”
*****
Angin semilir menerpa sosok seorang pemuda,selayaknya sambutan dari Dewa untuk umat kecilnya itu karna telah mengunjungi rumah tuaNya. Berhembus tepat dihadapan seorang pemuda menyibakkan surai hitam nan lembut miliknya,mengekspos wajah tampan nyaris sempurna layaknya seorang malaikat. Dan jangan lupakan senyum indah yang mampu melelehkan para gadis kala menatapnya itu. Ia terpejam beberapa saat untuk menikmati udara pagi Itchlieon yang terkenal sejuk. Matanya kembali terbuka menampilkan irish berwarna zamrud yang terlihat begitu mengagumkan. Tak lama,ia melanjutkan langkahnya memasuki aula Kuil tua dipinggir kota itu. Namanya Shan. Usianya kini belum genap 18 tahun. Ia merupakan anak tunggal Raja Baliant dan mendiang Ratu Lilian dari kerajaan Itchlieon . Shan seorang putra makota.
Sang Pangeran berjalan menunduk menuju tempat persembahyangan. Berusaha sebisa mungkin menyembunyikan identitas aslinya dengan memakai jubah bertudung. Ia meminta dengan sangat sopan pada para pengawal untuk menunggunya digerbang samping kuil. Hanya bertujuan tidak membuat gaduh suasana Kuil yang khidmat ini dengan kegemparan kedatangannya yang notabene merupakan seorang Putra Mahkota. Shan mengambil sesaji di atas meja bertingkat,lalu meletakkan didepan altar patung Dewa Osiriss. Ia berdoa dengan sangat khusyuk. Sampai-sampai tak menyadari disampingnya telah berdiri seseorang yang juga sedang berdoa. Setelah selesai berdoa ia baru tersadar akan keberadaan orang tersebut. Ia terpaku memandang wajah orang yang kini berdiri dihadapannya. Oh demi Dewa Osiris dia wanita yang sangat indah batin Shan. Ia terus saja memandangi sosok didepannya ini. Bahkan saat orang itu berjalan dan nyaris terjatuh karena terhalang oleh tubuh Shan. Ia masih tetap saja tak bergeming.
“Maaf sungguh aku tak sengaja.” Seru orang itu cepat seraya membetulkan posisinya yang sempat limbung.
Shan terkejut. Ia tercengang menatap orang yang baru saja membuatnya terhipnotis itu. Kali ini bukan lagi tentang keindahannya,namun juga karena suara berat yang mengungkapkan jati dirinya. Ternyata ia juga seorang laki-laki. Bahkan mungkin usianya sepantar dengan Shan hanya saja tubuhnya tak lebih tinggi dari Shan. Ia benar-benar tak menyangka mampu terpesona oleh seorang laki-laki.
“Kamu laki-laki?” tanya Shan polos.
Secepat kilat ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan ucapannya. Pemuda itu terlihat bingung dengan pertanyaan yang Shan ajukan dan masih dengan tatapan kosong dikedua irish birunya ia menaikkan satu alisnya.
“Eh,bukan maksudku,apa kamu baik baik saja?” ralat Shan.
Pemuda itu tersenyum dan sekali lagi sukses membuat Shan terpaku melihat keindahan lain dari pemuda itu,”Aku baik-baik saja kok. Maaf telah menabrakmu tadi.” jawabnya ramah.
“I-itu bu-bukan masalah .”
“Boleh aku lewat?”
“ I-iya a-apapun untuk mu.”
Shan memberikan jalan pada pemuda cantik itu. Ia terus mengawasi pemuda itu yang berjalan menjauhinya. Lagi.. pemuda itu menabrak seorang pria tua. Setelah meminta maaf berkali-kali ia kembali berjalan dengan tatapan kosongnya. Shan bertanya-tanya dalam hati siapa pemuda yang pertama kali mampu membuat dia terlihat bodoh dalam 17 tahun hidupnya itu. Hingga sang pemuda hilang dibalik puluhan orang yang tengah berkumpul untuk berdoa,Shan masih mengawasinya. Shan merapikan kembali tudung jubahnya yang sedikit berantakan dan segera berjalan menuju pintu samping Kuil itu. Tak banyak kata yang terucap dari bibir tipis Shan setelahnya. Bahkan setelah acara makan malam istimewa bersama ayah dan petinggi kerajaan,ia masih saja terdiam.
“Siapa ia?” gumam Shan pada dirinya sendiri sembari menghempaskan tubuh lelahnya ke tempat tidur.
“Kenapa ia mampu membuatku menjadi bodoh?tak tau harus berbuat apa. Sihir macam apa yang ia gunakan untuk membuatku tak mampu berpaling darinya?”
Fikiran Shan melayang berlayar pada memori spektakuler dalam hidupnya yang terjadi siang tadi. Wajah cantik pemuda itu. Rambut blonde-nya yang terlihat sangat halus, matanya yang biru secerah langit hari ini, kulit pucatnya, hidung bangirnya, dan.. bibir cherry-nya yang begitu menggoda Shan untuk mengecupnya. Sungguh mahakarya Tuhan yang baru kali ini dilihat oleh Shan. Dadanya berguncang hebat, ada suatu perasaan yang tak mampu diungkapkan dan seakan-akan ingin melompat ke luar. Shan merindukan pemuda itu. Mungkin ia telah jatuh cinta pada pemuda itu. Cintanya yang pertama.
****
“Eemhhh...”
Iris zamrud itu akhirnya terbuka setelah tertutup beberapa saat yang lalu. Shan tidak benar-benar terlelap semalam. Wajahnya terlihat kusut pagi ini. Angin semilir kembali menyambut pagi harinya yang kini mulai tak tenang. Ia beranjak dari tempat tidur lalu melangkah gontai menuju jendela,dari balik trali yang memisahkan kamarnya dengan dunia luar ia menatap sendu ke arah langit. Seolah awan tengah mengukir wajah pemuda itu diatas sana. Shan merindukan pemuda itu. Entah sejak kapan rasa rindu mulai menjalar menghantuinya. Pada akhirnya Shan bertekad untuk kembali ke kuil. Mencari sang pemuda tentunya. Matahari telah berada tepat diatas kepala. Cahayanya begitu terik saat itu. Dengan menunggang seekor kuda dan mengenakan jubah bertudung ia pergi seorang diri. Selang beberapa waktu Shan telah berdiri didepan altar Dewa Osiris. Setelah berdoa beberapa saat ia menunggu sang pujaan dengan tenang. Berjam-jam ia berada disana. Namun nihil,sang pemuda tak kunjung menampakkan diri. Dengan kekecewaan yang mendalam Shan melangkah pulang.
Keesokkan harinya ia kembali menunggu sendirian di depan altar. Rasa rindunya tak bisa dibendung. Ia ingin sekali bertemu pemuda itu lagi. Berbicara padanya atau bahkan hanya melihat sosoknya dari kejauhan. Malam-malam setelah hari pertemuan itu pun dilalui Shan dengan sangat tersiksa. Ia hampir tak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun karna begitu merindukan pujaannya.
Tiga belas hari berlalu. Dan sudah dua belas malam Shan lewati dengan siksaan akan sosok pemuda yang ia rindukan itu. Shan masih dengan setia menunggunya. Seperti hari ini. Ia kembali duduk didepan altar dengan bertopang dagu. Menantinya dengan sabar. Menatap ke sudut jalan memastikan kedatangan pemuda-nya itu. Berharap sang pujaan hati lekas memunculkan diri. Tapi ia kembali harus kecewa,hari sudah sore dan sudah berjam-jam ia menunggu disini. Ia memutuskan untuk segera pulang.
Tidak biasanya jalan kota hari ini sangat ramai, mungkin ada perayaan. Shan berjalan memutar arah lewat Utara menuju pintu samping istana,agar tak seorang pun dapat melihat dan mengenalinya. Sebelumnya ia jarang sekali melewati jalan ini. Jalan yang sangat sepi,tak banyak orang yang melewatinya. Rumah-rumah penduduk pun jarang terlihat di sepanjang jalan.
Disepanjang Jalan ini ditumbuhi pohon-pohon Ent yang rindang. Cahaya matahari sore menembus dibalik celah daun-daun lebat pepohon tua itu. Shan berjalan dengan perasaan yang mengambang. Ia masih berharap bertemu dengan pemuda itu lagi. Ia menatap ke arah barat jalan. Ada sebuah taman. Tak ada seorang pun yang berada disana. Taman yang baru kali ini ia lihat atau mungkin taman yang selama ini tak pernah diperhatikan olehnya. Shan memasuki taman itu,di bagian barat taman terdapat sebuah danau yang sangat mengagumkan. Terlihat pula bunga Lili putih dan juga bunga-bunga indah lainnya tengah bemekaran. Niat untuk pulang diabaikan olehnya saat itu juga,ia memutuskan beristirahat sejenak disana. Irish zamrud-nya bergerak mencari sebuah tempat duduk. Ia mendapatkannya dan ada seseorang duduk di sana juga di sebuah potongan kayu tumbang yang menghadap ke arah danau. Shan mengahampirinya. Orang itu terlihat memejamkan matanya. Shan tercengang menatap sosok itu, ternyata orang yang sedang duduk itu adalah orang yang selama ini menyiksa malamnya, orang yang selama ini ia rindukan. . . .
Pemuda di kuil.

Takdir Cinta (Part Ending)



By. Dafi Ismail
aku kini berada di sebuah taman indah
taman yang penuh dengan bunga anggrek ..
taman ini begitu luas ..
banyak sekali pohon cemara disini ..
pohon yang sangat rindang ..
banyak sekali manusia disini
berpakaian putih bersih tanpa noda sedikitpun
aku ini sedang dimana ?
ini tempat apa ??
trus orang-orang itu siapa ?
pertanyaan itu masih jadi misteri didalam hatiku
aku menatap kagum
melihat taman indah ini ..
dan seorang laki-laki berlari kepadaku
dia memakai pakaian serba putih
dia tersenyum kearahku
aku tak mengenalnya
siapa laki-laki ini ?
wajahnya hitam manis ..
berlesung pipi ..
dia memelukku dalam keadaanku yang masih kebingungan ..
dia berbisik ke telingaku
"jaga dia"
aku terbangun ..
aku melihat kesekelilingku
meja belajarku,jendela,kasurku
ini kamarku
tadi itu mimpi ..
tadi itu dimana ?
dan siapa laki-laki berlesung pipi itu
dan taman yang indah itu ..
aku masih terdiam dalam lamunanku diatas tempat tidurku
"siapa ya dia,trus aku harus menjaga siapa?" bisik hatiku
aku menghela nafas
"mimpi yang aneh" ujarku
-
2 hari sudah aku resmi menjadi pacarnya
semakin hari aku semakin mengaguminya
dia bisa jadi sosok apapun untukku
aku kadang berpikir
mengapa tak dari dulu mengenalnya
tapi hidup itu misteri kan .
kalau bisa kita atur untuk apa adanya tuhan yang mengatur hidup dan takdir kita
siang aku berdiri didepan toko bunga ditegalega yang tempo hari aku datang kesini bersama kak dafi
hari ini aku berniat berkunjung ke makam kak andrian bersama kak dafi
aku ingin berkenalan secara langsung disana ...
dan seperti yang aku tau
kak andrian sangat suka bunga anggrek
bunga yang berwarna ungu itu memang banyak peminatnya
aku berputar-putar berkeliling toko bunga ini
bermacam-macam bunga ada disini ..
dari yang aku tau namanya sampai bunga yang aku baru pertama kali melihatnya ada disini
tak lama aku sudah membawa pulang bunga anggreknya
sengaja aku tak memberi tahu kak dafi
aku ingin memberi dia kejutan .
iya walaupun akan garing nantinya .
aku menunggunya di teras rumahku ..
memang aku slalu menunggunya disini dan dia akan muncul dibalik pagar rumahku
benar saja tak lama dia muncul ..
dia menghampiriku
aku memberikan anggrek yang tadi aku beli
dia menatapku heran ..
"bukan untukmu koko sawade,tapi untuk kak andrian" ucapku disertai tertawaku
dia ikut terkekeh bersamaku
"jadi mau kesana sekarang" tanyanya
"hmmm,kalau ada yang nganter sih aku mau" ledekku
"dasar bocah manja" ucapnya
-
siang itu tidak begitu panas
tidak seperti biasanya
langit kali ini terasa adem ..
angin sepoy-sepoy ikut menyeruak disini
kicauan burung dan sepinya kuburan semakin terasa ..
aku kini bersamanya disini ..
berkunjung ke makamnya
aku slalu bertanya dalam hatiku
apa aku akan diperlakukan sama seperti kak andrian kelak jika aku meninggal ..
pertanyaan yang cukup bodoh ..
"kak andri,kenalkan aku deni,deni prasetya dan insya alloh setia seperti namaku,aku bawakan kakak anggrek kesukaan kakak,ini bukan sogokan karna aku sudah mencuri kak dafi dari kakak,aku hanya ingin kenal sama kakak,kakak izinkan aku ya membahagikan koko sawade ini,aku berjanji akan slalu ada dan akan menjaga dia,terima kasih loh kak,semalam udah datang ke mimpiku,kakak yang tenang disana,kakak percayakan aja kak dafi ke aku,kalau dia ngeselin atau buat onar,nanti aku pukul pakai sapu" ucapku panjang lebar
kak dafi membelai pundakku dan tersenyum sumringah kala itu
"dan aku akan juga akan berusaha membahagiakannya semampu aku" ucapnya singkat seraya mengacak-gacak rambutku
kali ini aku dan kak dafi berdoa menurut keyakinan kita masing-masing
dan selepas itu kita pergi dari makam kak andrian ..
seru angin kembali hadir
kini semakin terasa bahkan kak dafi juga merasakan hal itu
selepaa kita melangkahkan kaki kita keluar dari pemakaman ini
3 orang anak kecil menghampiri kita
mereka meminta-minta belas kasian dari kita
mereka seperti anak-anak jalanan
kak dafi memberi masing-masing 5 ribu dan mereka bergegas pergi meninggalkan kita ..
-
kini aku duduk terdiam bersamanya di dalam halte yang dulu aku bertemu dengannya
haltenya masih sama ..
tidak ada perumahan
mungkin sekilas halte ini mulai nampak bagus karna baru di cat
aku dan dia bukan sedang menunggu bus
kita hanya ingin duduk-duduk santai aja disini
memang dia itu tidak suka dengan keramaian yang berlebihan
dia suka ketenangan dan kedamaian ..
itu yang membuat aku makin menyukainya eh mencintainya lebih tepatnya
aku memandang semu ke arah ponselku
masuk sms dari kak rizky
dia berpamitan untuk pulang ke cirebon
"ayo selesaikan satu permasalahan lagi" ajaknya
aku membalas sms dari dia
dan meminta dia agar jangan dulu berangkat sebelum aku sampai kesana
setidaknya aku ingin bertemu dengannya meski mungkin untuk terakhir kalinya
aku ingin meminta maaf
karna mungkin aku sudah banyak menyakitinya selama dia ke bandung
-
aku kini berada di stasiun bandung
stasiun cukup besar ..
aku dan kak dafi sibuk mencari kak rizky
kak dafi menunjuk seseorang yang sedang duduk di kursi tunggu
aku menghampirinya dan kak dafi menungguku di depan pintu masuk
"kak rizky" sahutku
dia menoleh kearahku dan aku duduk disebelahnya
"kak sebelum kakak pulang,aku mau minta maaf karna banyak nyakitin kakak selama kakak kebandung" ucapku
dia memandangku semu
"gak koq,kamu gak salah,kakak yang minta maaf,dulu kakak ngilang dan tak sengaja nyakitin kamu" balasnya sendu
"aku yakin kakak pasti nemuin orang yang lebih baik dari aku kak,kakak kan orang baik,jadi pasti akan mendapatkan orang yang baik juga" ucapku pelan "cinta tak bisa dipaksa kak,cinta itu dalam hati,cinta itu tulus,dan cinta itu takdir,takdir kelak akan menuntun kakak menemukan jodoh yang terbaik untuk kakak" ujarku pelan
"sejak kapan kamu jadi bijak seperti ini" ledeknya pelan
"sejak aku dipertemukan dengan jodoh dan takdir cintaku kak,dan itu orangnya kak" ucapku yang kini aku menunjuk ke arah kak dafi yang tengah berdiri
kak dafi tersenyum simpul ke arah kami dan kak rizky membalas senyum simpulnya
"langgeng ya den" ucapnya pelan
"makasih kakak,jaga diri baik-baik ya kak disana,someday aku ingin dengar kabar baik dari kakak kalau kakak sudah punya pacar" ucapku terkekeh
dia mengangguk pelan
dan aku berdiri berjalan membelakanginya ..
aku kini didepan kak dafi kembali
"bagaimana,sudah merasa lebih enakan perasaannya" tanyanya
aku mengangguk pelan
dan memang beban dihatiku seakan berkurang ..
setelah berbicara banyak hal dengan kak rizky
aku dan kak dafi menoleh kearah kak riZky dan melambaikan tangan kita dan kak dafi membalas lambaian tangan kami
kak dafi kembali merangkul leherku dan mengacak-ngacak rambutku
dan berjalan pelan meninggalkan stasiun itu
"kenapa kak slalu doyan acak-acak rambutku" tanyaku ketus
"karna kamu ada rambutnya,kalau kamu botak kakak gak akan mengacak-ngack rambutnya" ledeknya
aku tertawa pelan
"sekarang kemana,mau pulang" tanyanya simpul
"hmm aku mau makan bakso yang banyak" ucapku antusias
"gak ah,nanti kamu bongsor lagi" ledeknya
"yee,bukannya yang bongsor itu kakak hahaha"
tawa kita menyeruak sepanjang jalan kita keluar dari stasiun ini ..
yaaap
cinta ..
sesuatu yang simple tapi bermakna ..
sesuatu yang gampang mengucapkannya tapi susah menjaganya
cinta itu bisa datang dimana aja,kapan aja,sama siapa aja ..
karna cinta itu takdir
seperti takdir cintaku ini ..
sejauh mana aku mencari tapi jika memang takdirku anak kecil itu
aku akan tetap bersamanya ..
hanya masalah waktu saja ..
dan untuk kamu,kamu dan kamu yang sedang menunggu takdirnya datang ..
persiapkan diri kalian karna cinta itu misteri ..
datangnya diwaktu yang tak kalian duga 
dan kali ini ..
aku sudah punya orang yang harus aku bahagiakan saat ini ..
aku sekarang gak bisa hanya memikirkan diriku sendiri ...
dan yang pasti ..
aku beruntung mendapatkan anak itu