ONE IN A MILLION PART END


By : Sa-Chan

Suara riuh sudah memenuhi seluruh isi gedung tempat kontes balet yang akan segera di laksanakan. Beberapa sekolah yang mempunyai organisasi atau klub Balet di dalamnya sudah berkumpul untuk memperebutkan juara. Refly dan Vina sudah bersiap – siap di belakang panggung karena sebentar lagi akan tiba giliran mereka. Albert duduk di sebuah kursi dekat panggung bersama teman – teman yang lain, menunggu pertunjukkan dari sekolah mereka. Beberapa menit kemudian, nama sekolah mereka di panggil untuk menunjukkan penampilannya.

Di awali dengan tarian pembuka oleh beberapa penari balet sebelum di isi oleh penari balet pria dan wanitanya sebagai tokoh utama. Deruan tepuk tangan langsung merebak ketika Refly dan Vina masuk ketika selesai tarian pembuka barusan. Albert di kejutkan dengan penampilan Refly tersebut, meskipun tinggi tubuh Vina dan Refly setara tapi tidak membuat pertunjukkan tersebut bosan. Malah sangat makin mendebarkan ketika adegan lifting yang di lakukan oleh Refly dengan sangat cekatan dan sempurna. Rambut panjang Refly yang di ikat ke belakang membuatnya cukup maskulin dengan pakaian ketat yang biasa di pakai oleh balerina pria. Apalagi ketika saat penampilan solo Refly yang membuat tepuk tangan makin keras dan sambutan meriah dari para penonton. Albert sangat terkagum – kagum dan bayangannya selama ini terhadap Refly ketika menari balet sangat berbeda seperti sekarang.

Gairah yang di tunjukkan oleh Refly sangat kuat dan ekspresinya ketika menari benar – benar leluasa dan bebas. Inikah yang ingin di perlihatkan oleh Refly kepada Albert makanya dia tidak mengijinkannya untuk melihat Refly saat latihan berlangsung ?. Ketika di akhiri perpaduan menari lagi dengan Vina alunan musik ikut berhenti dan suara tepuk tangan kembali memenuhi seluruh ruangan.

“Saya tidak pernah melihat kontes balet yang hampir menyamai pertunjukkan penuh orang dewasa seperti saat ini, mengagumkan” ujar salah satu juri bertepuk tangan.

Vina dan Refly mengucapkan terima kasih bersamaan.

“Tidak mengira bisa melihat anak dari balerina yang cukup populer menari balet kembali di sini, saya sangat senang dengan keputusanmu, nak” imbuh juri lain menatap ke arah Refly juga di ikuti dua orang juri lainnya.

Pembawa acara kontes itu memberikan sebuah mic kepada Refly untuk di pakai.

“Pertama - tama saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada seseorang yang sangat spesial bagi saya” ujar Refly menatap Albert di tempat duduknya.

Albert terkejut Refly mengetahui ulang tahunnya hari ini, Albert tidak menyangka bahwa Refly akan memberikan surprise seperti ini untuknya.

“Tadinya saya sangat membenci balet karena ibu saya yang menelantarkan keluarga hanya untuk balet dan meninggalkan kami. Tapi tidak terduga ada seseorang yang masuk ke dalam kehidupan saya dan membuka semua sifat saya bahwa sebenarnya balet adalah memang kebutuhan saya bukan dari pengaruh ibu saya” jelas Refly menatap ke seluruh ruangan itu.

“Saya mencintai balet seperti saya mencintai orang tersebut, tidak peduli orang akan berkata apa tapi saya sudah memaafkan ibu saya karena darinya saya mengenal balet dan bertemu orang tersebut. Perjuangan saya selama ini hanya sia – sia untuk membenci balet karena saya memang tidak bisa, itu sudah mendarah daging di tubuh saya. Terima kasih atas dukungannya selama ini” lanjut Refly membungkukkan badan dan mengakhiri pembicaraannya lalu sorak penonton kembali menyeruak keras.

Albert tersenyum senang melihat ketabahan hati Refly begitu kuat dan tidak tergoyahkan, dia jatuh cinta karena hal tersebut ada pada diri Refly.

***

Hari ini Albert menyudahi keterlibatannya dalam klub Balet dan kembali ke klub Melukis untuk menyelesaikan lukisannya untuk kompetisi akhir tahun nanti. Refly sedang menunggu Albert di depan klub Melukis, karena Albert tidak mengijinkannya untuk melihat lukisannya sebelum di tampilkan di kompetisi nanti. Melakukan hal yang sama kepada Refly ketika tidak di ijinkan untuk melihat latihan baletnya.

“Lho Refly ? Kenapa berdiri di luar tidak masuk ?” tanya Dino ketua klub Melukis mengagetkannya.

“Tidak apa – apa Din, lagipula sebentar lagi Albert selesai kok” senyum Refly menutupi keterkejutannya.

“Oh ya, selamat atas kontes waktu itu ya. Sekolah kita jadi terkenal lagi berkat talentamu yang hebat” ujar Dino lagi mengulurkan tangannya lalu di balas oleh tangan Albert yang tiba – tiba datang di tengah mereka dari arah pintu klub.

“Terima kasih Din, masuk sana gih gue udah kelar make ruangannya” senyum Albert licik tidak senang ketua klubnya selalu menggoda Refly.

“Jangan bertingkah seperti anak kecil, pelit banget cuman nyalamin Refly doank” ketus Dino mengetok kepala Albert dengan buku panduan yang cukup besar lalu masuk ke dalam klub.

Albert hanya menyengir dan mengelus kepalanya yang sakit akibat pukulan tadi.

“Sudah selesai lukisannya Al ?” tanya Refly menggandeng tangan Albert seperti kebiasaannya.

“Bentar lagi, besok pasti selesai terus gue kasih sama pembina abis itu di kirim ke panitia kompetisi deh” jawab Albert tenang.

“Memangnya melukis apa sih ?” tanya Refly lagi masih penasaran.

“Nanti lo bakalan tahu kalau gue menang di kompetisi itu. Lukisan pemenangnya akan di pamerkan di sebuah pameran seni yang akan di adakan di sebuah galeri seni milik seniman terkenal Jakarta” jawab Albert masih tetap tenang.

“Jika menang ? Lalu kalau tidak menang bagaimana aku bisa melihatnya ?” tukas Refly lagi masih dengan polosnya.

“Lo meremehkan bakat gue ?” tanya Albert balik menghentikan langkahnya dan menatap Refly.

“Ma ... Maksudku ... “ ucapan Refly langsung terpotong karena Albert menciumnya di koridor yang sudah sepi.

“Tenang aja, gue yakin bakalan menang karena semua inspirasinya berasal dari lo Ref” ucap Albert menjilati bibirnya lalu memeluk Refly dan menghirup aroma yang keluar dari tubuh Refly.

Wajah Refly merona merah tapi tersenyum senang dan membalas pelukan Albert.

“Pengumuman pemenangnya tanggal dua puluh Desember dan kita udah libur sekolah. Mau nggak liat bareng pameran seninya sekalian date pertama kita ?” tanya Albert beralih ke tengkuk Refly menghirup aromanya yang wangi.

Refly mengangguk cepat,

“Tentu saja, pasti menyenangkan” jawab Refly senang.

Tiba – tiba ponsel Albert bergetar dan pelukan mereka harus di selesaikan, Albert melihat siapa yang menghubunginya.

***

“Kak Roan ?” kaget Refly melihat adik ibunya itu berada di rumah Albert, duduk di samping Shinta, kakak Albert.

“Hai Ref, sudah lama tidak bertemu bagaimana keadaanmu ?” tanya Roan memeluk Refly ketika mereka berdua sudah sampai.

“Aku baik – baik saja, tapi kenapa ada di rumah Albert ?” tanya Refly lagi masih sangat terkejut.

“Langsung saja ya, sebenarnya aku dan Shinta sudah bertunangan sejak empat tahun lalu. Namun, karena pekerjaanku yang masih sangat sibuknya jadi kami masih belum sempat melaksanakan pernikahan dan memberitahumu, juga Albert” jawab Roan lugas merangkul Shinta.

“Apa ?” sambung Albert tidak kalah kaget.

“Ayah dan ibu sudah mengetahui hal ini semua ?” lanjut Albert lagi menoleh ke arah orangtuanya yang masih sibuk meminum teh.

Orangtua Albert saling menatap satu sama lain dan mengangguk bersamaan,

“Jangan marah dulu Al, bukan kami bermaksud untuk menutupi hal ini padamu juga Refly. Kepindahan Refly ke Jakarta sebenarnya juga sudah di rencanakan oleh Roan tapi memang awalnya adalah agar Refly tidak terlalu membenci balet dan ibunya” sambung sang ayah menerangkan.

“Kalian berdua memiliki konflik yang hampir sama, Refly yang membenci balet dan kau Albert yang tidak mau menjadi bankir karena impianmu menjadi pelukis. Ayah juga tidak mengira akhirnya kalian benar – benar menyukai satu sama lain, tapi setidaknya Refly tidak akan kesepian lagi, bukan ?” lanjut sang ayah menatap Refly tersenyum.

“Terima kasih om” balas Refly dengan mata yang sudah berair, menarik nafas pelan agar tidak menangis di hadapan mereka semua.

“Lalu apa rencana kalian sehabis lulus nanti ?” tanya sang ibu yang akhirnya buka suara.

Albert dan Refly saling menatap.

“Mungkin aku akan mengambil Jurusan Arsitektur, tapi jika aku lulus” cengir Albert berusaha membuat suasana cair.

“Dan kau Refly ?” lanjut ibu Albert beralih menatap Refly.

“Ak ... Aku belum tahu, hanya saja aku ingin mengambil Jurusan Keuangan dan bekerja di sebuah bank seperti om dan tante” jawab Refly.

“Benarkah ? Bagus sekali !” seru ayah Albert senang.

“Oi Ref, jangan bilang lo di paksa sama bokap gue ?” cecar Albert langsung membalikkan badan Refly menghadapnya.

“Apa maksudmu Al ?” ketus sang ayah berdiri dan merangkul Refly.

“Ayah sudah mencuci otaknya Refly !!” kesal Albert menatap ayahnya berapi – api.

“Jangan salahkan ayah Al, itu adalah ucapan Refly sendiri dan tidak salah ayah harus mendukungnya bukan ? Bagaimana kalau om ajarkan dasarnya dahulu Ref ?” ajak ayah Albert menarik Refly masuk ke ruang kerjanya.

“Refly !!” sahut Albert kesal dan hanya di iringi gelak tawa oleh ibu, kakaknya juga Roan.

“Ibu belum pernah melihatmu sedekat itu dengan seseorang. Dulu kau sangat penyendiri dan sangat pemilih untuk berteman. Ibu harus berterima kasih pada Refly” tukas ibunya masih dengan tawa.

Albert hanya mendengus dan duduk di sofa tempat ayahnya barusan.

“Aku juga harus berterima kasih padamu Al, berkatmu Refly menjadi seseorang yang terbuka dan kembali jujur dengan isi hatinya. Aku bahkan sempat putus asa bagaimana merubah Refly sejak kematian ibunya” sambung Roan.

“Gue nggak berbuat apa – apa, Refly memang polos dan ketabahan hatinyalah yang paling membuat gue terkesan. Jadi dia memang sudah berusaha untuk merubah dirinya sendiri” balas Albert.

Epilogue

Suasana ramai di sebuah galeri seni di Jakarta Pusat membuat pejalan kakinya sedikit penasaran dan meluangkan waktu untuk masuk ke galeri tersebut. Banyak lukisan yang di pamerkan di sana termasuk sebuah lukisan yang memenangkan kompetisi melukis yang baru saja selesai beberapa hari lalu. Dua orang remaja pria sedang menatap ke lukisan tersebut dan tidak hanya mereka berdua saja, namun banyak orang yang terkesan dengan lukisan yang menjadi juara pertama dalam kompetisi melukis tersebut. Judul lukisan tersebut adalah “One in a Million” karya Albert Julius, lukisan tersebut menggambarkan seseorang yang berdiri di sebuah kerumunan orang sambil membelakangi sang pelukis, mencari – cari sesuatu namun ada makna di balik lukisan tersebut.

“Berkesempatan bertemu denganmu, seperti membandingkan jutaan orang dan itu adalah dirimu satu dari jutaan orang yang paling hebat”

How did i get here ? I turned around and there you were.
I didn’t think twice or rationalize
‘Cause somehow i knew.

That there was more that just chemistry.
I mean i knew you were kind of into me
But i figured it’s too good to be true.

I said, pinch me, where’s the catch this time ?
Can’t find a single cloud in the sky.
Help me before i get used to this guy.

They say that good things take time.
But really great things happen.
In the blink of an eye.

Thought of chances to meet somebody like you were a million to one.
I cannot believe it, you’re one in a million.

Tamat

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Asekk cerita'a ngena bangeut n yang lebih ok lagi kagak gantung ..2 jempol tuk pengarang'a miss you

Unknown mengatakan...

ceritanya top lah.
tapi aq nggak suka sama karakternya refly masak rambutnya panjang. jadi agak aneh lah bayanginnya.

Posting Komentar