ONE IN A MILLION part 6


By : Sa-Chan

Suara riuh yang berasal dari sebuah sekolah swasta di daerah Jakarta Selatan tersebut mempertandakan bahwa pentas seni yang di adakan sekolah itu sudah di mulai. Banyak stand – stand makanan dan pertunjukkan musik yang di sajikan oleh sekolah tersebut. Kerumunan orang sudah membludak dan mengitari sekolah tersebut untuk melihat setiap pementasan yang di berikan oleh sekolah itu. Dari arah klub balet semua anggota sudah bersiap – siap mengenakan kostum mereka masing – masing. Albert memakai outfit ketat berwarna hitam berlengan panjang juga celana ketat berwarna hitam juga bersamaan dengan soft shoesnya yang sering dia pakai. Badannya yang cukup terbentuk dengan di balut pakaian ketat itu membuat beberapa anggota klub melihatnya berbinar – binar belum pernah melihat seorang penari balet pria sebelumnya.

“Apakah ada yang salah dengan pakaian gue ?” tanya Albert memperhatikan sekujur tubuhnya memeriksa jika ada yang aneh.

“Nggak kok, biasa aja malah lo keliatan lebih .... , ganteng makanya anak – anak lain pada ngeliatin lo” jawab Vina enteng dengan memberi jeda sejenak sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan anggotanya.

Albert hanya mendengus pelan, lalu melihat ke arah Refly yang masih menatapnya intens.

“Ke ... Kenapa Ref ?” tanya Albert lagi gugup.

Refly masih tetap diam memperhatikan tubuh Albert yang sempurna. Tubuh tingginya yang cocok dan perawakannya yang seperti model membuat Refly cukup terpesona dengan penampilan Albert sekarang.

“Ref jangan liatin Albert terus donk, gimana pakaian gue ? Udah bagus belum ?” sahut Vina berdiri di depan Refly yang sontak membuatnya terkejut.

“I ... Iya sudah bagus kok Vin, tidak usah khawatir kau sudah terlihat cantik” jawab Refly mengalihkan pandangannya dari arah Albert.

Vina memakai outfit berlengan panjang yang ketat berwarna putih juga di ujungnya yang berenda dan rok tutu yang sesuai dengan bentuk tubuhnya. Rambutnya yang sudah pendek hanya di rapikan sedikit saja agar tidak menganggu pementasannya ketika melakukan gerakan – gerakan sulit bersama Albert nanti.

“Ayo saatnya klub Balet tampil, segera siap – siap di belakang panggung” sahut seorang panitia acara pentas seni itu.

Semua orang yang berada di klub langsung keluar dan menuju panggung pentas yang sudah di buat sedemikian rupa oleh panitia penyelenggara pensi tersebut.

“Meskipun ini bukan pertamanya gue tampil di panggung untuk nari balet, tapi tetap aja perasaan gugup kayak begini masih muncul, apalagi berduet dengan lo Al” ujar Vina mengenggam kedua tangannya berusaha menutupi kegelisahannya.

“Tidak usah gugup Vin, aku percaya pada kalian. Tiga minggu kalian berlatih giat seperti itu aku rasa kalian sudah cukup mahir” tukas Refly memegang pundak Vina.

“Lebay banget lo Vin biasanya juga lo yang paling pede buat tampil di panggung begini” ujar Albert tertawa pelan.

“Sial lo !” ketus Vina kesal namun di selingi tawa juga.

Refly yang melihat itu hanya tersenyum polos juga terlihat raut kesedihan di wajahnya.

“Kenapa Ref ?” tanya Albert yang melirik sekilas ke arah Refly dan mengelus pipi Refly yang lembut.

“Tidak apa – apa Al, hanya teringat betapa dulu aku terobsesinya dengan balet namun sekarang aku takut sekali menari” jawab Refly kembali dengan tubuhnya yang gemetar.

“Hentikan itu !!” sahut Albert memegang kedua bahu Refly, sontak Refly melihat ke arah Albert menatapnya dengan tajam.

“Gue janji bakalan bikin lo nari balet lagi dan akan gue pastikan itu, jadi tolong lihat perform gue saat ini dengan hati lo. Karena gue datang ke kehidupan lo hanya buat lo Ref” ucap Albert serius, namun dia sudah di tarik oleh Vina ke atas panggung karena panitia sudah memanggil mereka.

Refly masih menatap punggung Albert yang tegak dan sudah bersiap dengan posisinya bersama Vina memulai gerakan ballet lesson di iringi lagu klasik dari Mozart. Perkataan Albert barusan masih terngiang – ngiang di pikiran Refly membuat hatinya berdebar – debar dan entahlah susah untuk di definisikan.

I had a change of heart.
But don’t know where to start.
What i’m about to say may surprise you.
But now i see it clear, life ain’t always fair.
What can you do, when you don’t wanna hurt him.
‘Cause you don’t deserve him and there’s no other way.

I’m breakin’ down, i just can’t take it anymore, oh no.
I won’t let you go, you know i’m comin’ for you.
No matter what it’s gonna take i gotta make this move.
You’re the one that i choose, you know i’m comin’ for you.

“Meriah sekali pentas seninya, Ref ?” tanya seseorang yang membuat Refly menoleh ke sampingnya.

“Kak Roan ?” kaget Refly langsung memeluk pamannya itu.

Roan hanya tersenyum melihat tingkah keponakannya yang imut itu, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah panggung.

“Bukankah itu Albert ? Jadi benar dia bisa menari balet juga ?” tanya Roan lagi.

“Iya kak, sebenarnya dia siswa melukis namun ternyata kakak Albert seorang balerina” jawab Refly masih di rangkul oleh Roan.

“Benarkah ? Tapi kau tidak keberatan dia mengingatkan tentang balet lagi kepadamu ?” tanya Roan lagi sekarang mengalihkan pandangannya kepada Refly di sampingnya.

Refly menggelengkan kepala cepat.

“Albert tidak seperti “dia” yang hanya mementingkan balet saja, bahkan sekarang aku berpikir untuk menari balet kembali” balas Refly.

Pembicaraan mereka berdua yang cukup serius di sela oleh sorakan penonton yang memenuhi sekeliling panggung tersebut. Pertunjukkan yang di berikan oleh klub Balet sudah selesai, improvisasi terakhir adalah gerakan attitude derriere oleh Vina sambil memegang bunga mawar dan Albert juga melakukan gerakan arabesque di samping Vina. Setelah memberi salam terima kasih kepada penonton para anggota klub Balet turun dari panggung dan bersorak senang karena pertunjukkan mereka yang mendapatkan sambutan luar biasa.

Albert terkejut ketika turun dan melihat Refly di rangkul oleh seseorang yang beberapa minggu ini membuatnya cukup cemburu.

“Pertunjukkan yang bagus Albert” puji Roan sambil menyodorkan tangannya untuk memberi selamat pada Albert, tapi dia mengacuhkannya.

“Kak Roan juga datang ke sini ?” tanya Albert agak sinis mendekat ke arah Refly.

Roan yang melihat reaksi dari Albert hanya terkejut sebentar lalu tersenyum pelan tahu dari sikap Albert tersebut.

“Tentu saja, ini adalah kegiatan keponakan tersayangku, bagaimana aku tidak datang untuk melihatnya ? Lagipula pekerjaanku sudah selesai dan aku cukup senang Refly bisa beradaptasi di sekolah barunya ini” jawab Roan panjang lebar sambil merangkul Refly makin erat.

Albert hanya terdiam dan menarik lengan Refly ke arahnya, melihat hal itu Roan makin geli berusaha menahan tawanya di depan Refly.

“Siapa ini Al ?” sambung Vina dari arah belakang.

“Ini pamanku Vin, namanya Roan” jelas Refly memperkenalkan mereka berdua.

“Paman lo ? Tapi masih kelihatan muda ya ?” tanya Vina bingung setelah bersalaman dengan Roan.

Roan hanya tersenyum senang lalu melirik ke arah Albert yang menatapnya tajam.

“Gue mau ganti baju dulu, temenin gue Ref” tukas Albert sambil menarik tangan Refly dan menjauh dari sana.

“Temenin pamanku dulu ya Vin” sahut Refly sebelum menjauh dari tempat tersebut.

“Apakah Albert orangnya pemaksa seperti itu ?” tanya Roan ketika Refly dan Albert pergi dari sana.

“Yah terkadang dia memang seperti itu, jangan khawatir gelagatnya sudah sangat mudah di tebak” jawab Vina enteng sambil memainkan ekspresinya membuat Roan tertawa.

“Maksudmu kau sudah tahu tentang hubungan mereka berdua ?” tanya Roan lagi masih memegangi perutnya karena tertawa terlalu berlebihan, masih cekikikan.

“Meskipun aku belum terlalu yakin, tapi Albert selalu menunjukkan sikap yang tidak biasa pada Refly jadi aku peka akan hal itu” balas Vina lagi melepaskan ikatan rambutnya dan berjalan ke arah kursi dekat panggung tersebut untuk duduk bersama Roan.

“Aku senang Refly bisa beradaptasi dengan cepat di sekolah barunya ini, kukira dia akan menghabiskan waktu sekolahnya sampai ujian kelulusan tiba dengan kesepian” ujar Roan menghela nafas pelan.

“Pertama mengenal Refly kukira dia sangat egois dan sombong, tapi setelah mengenalnya dia memang pendiam sekali dan jarang berbicara, namun aku tahu dia berhati mulia” tukas Vina lagi menatap ke arah kerumunan penonton yang masih membludak di sekitar panggung itu.

“Maafkan Refly jika dia tertutup dengan sekelilingnya, masa lalunya cukup menyedihkan dan dia sudah tidak percaya dengan orang lain lagi. Makanya aku sangat terkejut ketika dia mengatakan percaya pada Albert untuk menyembuhkan phobianya” kata Roan mengenang masa lalu.

“Apa penyebab phobianya itu kak Roan ?” tanya Vina hati – hati.

“Refly menderita phobia menari sejak SMP terutama kepada balet, salah satu talentanya, biarkan Refly yang menceritakannya sendiri pada kalian nanti” jelas Roan seperti tahu pandangan Vina padanya.

Vina masih terdiam mendengar penjelasan dari paman Refly itu.

“Kemarin aku baru kembali dari pekerjaanku yang sibuk dan akhirnya selesai. Dari Austria aku langsung pulang ke Indonesia dan menemui Refly di apartemennya, juga aku cukup kaget ketika dia pulang bersama seseorang” ujar Roan sedikit tertawa di ucapannya.

“Refly tidak tinggal bersama orangtuanya ?” tanya Vina, namun langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.

“Tidak usah khawatir, Refly memang sudah yatim piatu dan hanya aku sebagai penjaganya sekarang, aneh memang usia muda sepertiku ini sudah menjadi paman untuk Refly” Roan hanya tertawa lepas sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

“Aku merasa bersalah kepada Refly, memaksanya untuk menari balet lagi padahal dia mempunyai phobia” imbuh Vina pelan menundukkan kepalanya.

“Tidak usah sungkan, Refly memang mempunyai phobia tapi aku tahu dia tidak akan pernah membenci balet dalam hidupnya, karena dari sanalah dia tahu arti dari kebahagiaan sesungguhnya” ujar Roan menepuk pundak Vina agar tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut.

***
Ruangan klub Balet masih sepi karena semua anggotanya masih berada di luar untuk menikmati acara pensi sekolah yang makin ramai. Albert sudah berganti kostum ke seragamnya semula dan Refly hanya duduk di sebuah kursi menatap ke arah Albert yang sedang berganti baju. Raut wajah Albert tidak berubah semenjak kedatangan Roan ke sekolah untuk menemui Refly.

“Nggak usah ngeliatin gue kayak begitu Ref” ujar Albert mengetahui isi pikiran Refly walaupun tidak melihat ke arahnya masih sibuk dengan seragamnya.

“Kenapa sikapmu jadi berubah ketika kak Roan datang ?” tanya Refly polos.

Albert langsung tersandung ujung celananya ketika baru ingin dia pakai setelah mendengar perkataan Refly tersebut, membuatnya salah tingkah.

“Ma ... Maksud lo ? Biasa aja kok” jawab Albert berusaha duduk di sebuah kursi sambil memakai celananya dengan benar.

Refly tidak membalas ucapan Albert terdiam menunduk seperti memikirkan sesuatu.

“Kenapa ? Lo marah karena gue bersikap berbeda kepada kak Roan ?” tanya Albert mendekati Refly setelah berpakaian rapi.

“Apa maksud dari perkataanmu sebelum pentas tadi Al ?” tanya Refly balik menatap mata Albert intens berusaha mencari kebenaran dalam tatapan Albert.

Wajah Albert memerah ketika Refly mengingatkan perkataan yang dia ucapkan sebelum pementasannya barusan. Albert berjongkok di hadapan Refly menggenggam kedua tangannya. Mengambil nafas, supaya terlihat normal ketika berbicara sedekat itu dengan Refly.

“Lo percaya sama gue ?” tanya Albert lagi.

Refly langsung menganggukkan kepalanya, tanpa berpikir bahwa mungkin saja Albert akan berbohong padanya namun tidak, Refly percaya kepada Albert.

“Gue janji akan terus support lo, meskipun lo masih ragu – ragu sama sikap gue tapi, gue akan tetap nunggu lo biar bisa percaya sepenuhnya sama gue” ujar Albert menatap lembut Refly.

Entah siapa yang memulai, mereka berdua sudah berciuman.

Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar