ONE IN A MILLION Part 1


By : Sa-Chan.
Hay member 
Masih ingat sama ‪#‎Revan‬ ?
Revan comeback dan bawa cerbung baru buat kalian 
Jangan lupa like dan komentar nya ya 
Part 1
Suasana terik matahari cukup membuat para siswa di sebuah sekolah swasta di Jakarta Selatan mencari sesuatu untuk di jadikan alat sebagai kipas. Pelajaran ketiga setelah istirahat barusan makin membuat kantuk siswa yang sudah kenyang dan malas untuk belajar kembali. Ketika suara langkah kaki mendekat ke arah kelas tersebut para siswa langsung kembali ke tempat duduk mereka masing – masing karena guru mata pelajaran mereka sudah datang. Seorang wanita paruh baya memakai kacamata sambil membawa buku teks besar langsung mengucapkan salam dan masih berdiri memperhatikan seluruh kelas.
“Hari ini kita kedatangan murid pindahan” sahut guru itu memulai pembicaraan sambil menaikkan sedikit kacamatanya.
Riuh sorak para siswa di kelas itu mulai menghiasi seluruh ruangan, sang guru langsung mengetuk meja keras agar mereka semua diam.
“Kenapa di pertengahan semester seperti ini ada murid pindahan bu ?” tanya Hardy salah satu siswa di kelas tersebut.
“Karena suatu alasan dia pindah dari Bandung ke Jakarta ini, nanti kalian sendiri bisa menanyakan hal tersebut padanya, nah silakan masuk” ujar sang guru kembali mengarahkan pandangannya ke pintu masuk.
Lalu terlihat seorang siswa laki – laki yang bermuka asia dan warna kulitnya agak kuning kecoklatan, dengan rambut panjang hitam kelam yang di ikat ke belakang dan memakai seragam sekolahnya terdahulu.
“Namanya Refly Hermawan, tolong bimbing dia untuk pelajaran yang sempat tertinggal sebelumnya anak – anak” sahut sang guru wanita dan mempersilahkan siswa baru tersebut memperkenalkan diri dan langsung menyuruhnya untuk duduk di sebuah kursi kosong dekat jendela kedua paling belakang sebelah kiri.
Sang guru langsung mengabsen tiap murid di kelasnya dan berhenti pada sebuah nama yang tidak menyahut panggilannya dari tadi.
“Albert Julius ?” guru wanita itu menoleh ke arah kursi paling belakang yang tepat berada di belakang kursi yang sudah di tempati oleh murid baru tersebut.
Semua siswa juga menengok ke arah tempat duduk siswa yang bernama Albert Julius tersebut, terkecuali siswa pindahan yang berada di depannya masih sibuk mengeluarkan buku – buku pelajarannya. Guru wanita tersebut langsung mendatangi kursi Albert dan menarik telinga siswa yang sedang tertidur itu.
“A .. Aooww ... “ ringis Albert merintih kesakitan dan langsung tersadar akan gurunya yang sudah berada tepat di depannya.
“Kau cukup berani tertidur di kelasku, Albert” ujar sang guru mendelik tajam ke arah muridnya tersebut.
“Ma ... Maafkan saya bu, habis saya tadi malam begadang untuk mengerjakan proyek yang ibu berikan hari ini” balas Albert tidak mau kalah masih mengelus telinganya yang memerah sehabis di jewer oleh sang guru.
“Tidak usah banyak alasan, nanti temui ibu di ruang guru sehabis pulang sekolah, kau mengerti Albert ?” lanjut sang guru berjalan kembali ke depan kelas dan mengabsen sisa murid yang belum di panggil olehnya.
Albert hanya mendengus kesal dan mengucek matanya yang masih terkantuk – kantuk berusaha fokus, namun ketika menggerakkan kepalanya untuk mengambil buku pelajaran di tasnya, dia mencium sebuah aroma yang nyaman sekali dari arah depannya. Dia cukup terkejut karena kursi kosong di depannya sudah terisi oleh seseorang, karena sebelumnya selama ini tempat tersebut kosong dan tidak ada penghuninya. Di lihat dari arah belakang, Albert tidak mengenal orang tersebut karena dia cukup menghafal semua wajah teman sekelasnya. Rambut hitam panjang yang di ikat ke belakang dengan tengkuk seperti wanita, namun terlihat bahu yang kokoh dan cukup lebar. Albert juga baru menyadari aroma nyaman tersebut berasal dari tubuh teman sekelasnya yang baru itu.
***
Albert menekuk wajahnya karena sehabis di ceramahi habis – habisan oleh wali kelasnya tersebut karena tertidur di kelas barusan. Baru kali itu saja dia sampai bisa tertidur di kelasnya, banyaknya tugas dan presentasi di sekolahnya juga kegiatan klubnya yang membuatnya mencapai batas kelelahan. Meskipun Albert salah satu siswa yang spesial di sekolahnya karena mendapat perlakuan khusus dari bakat melukisnya yang sudah profesional tidak menjadikannya bebas melakukan apa saja seperti tertidur di kelas. Seketika aroma nyaman yang di rasakannya tadi di kelas kembali muncul dan dia tersadar siswa yang duduk di depannya tersebut berjalan melewatinya tanpa menengok ke arah Albert.
“Hei, tunggu nama lo siapa ? Bukankah kita satu kelas ?” tanya Albert antusias.
“Namaku Refly, bisa lepaskan tanganku ? Aku sedang buru – buru” ujar Refly melihat ke arah tangannya yang di tahan oleh Albert.
Tersadar Albert langsung melepaskan genggaman tangannya pada lengan Refly dan menjadi kikuk karena wajah ekspresi Refly tidak berubah dan tatapan matanya seolah kosong.
“Maaf, nama gue Albert salam kenal” balas Albert lugas berusaha mencairkan suasana, namun Refly langsung mengalihkan kepalanya dan berlalu dari hadapan Albert yang menatapnya tidak percaya.
“Apa – apaan dia itu ? Aneh sekali” gumamnya sambil mencium aroma yang tertinggal di tangannya sehabis menyentuh Refly barusan dengan perasaan senang.
“Albert !!” panggil seseorang dari arah ujung koridor memanggilnya.
“Lo belum pulang Len ?” tanya Albert ketika tahu siapa yang sudah memanggilnya.
“Gue baru selesai rapat Osis, kebetulan gue liat lo keluar dari ruang guru, kenapa lagi ? Ada masalah ?” tanya wanita yang bernama Lena tersebut.
“Nggak cuman teguran saja, karena gue ketiduran di kelas ketika pelajaran ketiga” jawab Albert tenang sambil berjalan menyusuri koridor berdampingan dengan Lena menuju pintu keluar sekolah.
“Tumben banget, mungkin lo terlalu lelah karena tekanan dari klub Melukis dan para guru ?” tanya Lena lagi menyelidik yang notabene ketua Osis di sekolah tersebut.
“Gue masih belum dapat ide untuk kompetisi akhir tahun nanti, nggak ada inspirasi yang bisa gue jadikan lukisan terbaik” balas Albert mendesah pelan mengurut keningnya yang agak pusing.
“Tidak usah di pikirkan lagipula masih cukup lama untuk kompetisi itu, jangan sampai prestasi akademik lo turun karena melukis, lo harus ingat perkataan bokap lo waktu itu bukan ?” lanjut Lena lagi menasehati.
Albert hanya tersenyum pelan mendengar teman sejak kecilnya tersebut ketika sudah menasehatinya. Banyak nasehat Lena yang di ambil oleh Albert untuk tetap semangat dalam melukis karena sampai saat ini, melukis adalah mimpi terbesarnya. Pada awalnya ayah Albert tidak mengijinkannya untuk melukis, karena bertentangan dengan tradisi keluarga mereka yang seluruh keluarganya adalah seorang bankir yang terkenal. Namun Albert tidak mau begitu saja menyerah terhadap mimpinya, dia menunjukkan pada ayahnya bahwa dia bisa membuat prestasi yang membanggakan dari melukis. Alhasil, Albert berhasil memenangkan beberapa kompetisi daerah dan nasional yang membuatnya di isukan sebagai pelukis muda profesional. Beberapa penghargaan sudah di dapatnya dan terakhir adalah ijin ayahnya untuk melukis dan mewujudkan mimpinya, asal pelajaran lainnya sebelum dia lulus dan melanjutkan kuliah tidak buruk dan seimbang dengan bakat melukisnya tersebut.
“Oh iya, gue dengar ada anak murid pindahan di kelas lo ?” tanya Lena ketika mereka sudah berada di dalam busway.
“Apakah sudah secepat itu menyebar sampai satu sekolah ? Darimana lo tahu ?” tanya balik Albert memasang earphone di telinganya.
“Lo nggak tahu saja bagaimana kelakuan siswa di sekolah kita, ketika ada sesuatu yang baru datang gosip pasti langsung menyebar luas hanya dalam beberapa menit” balas Lena sedikit tertawa.
“Bagaimana kesan lo terhadap murid baru itu ?” lanjut Lena dengan pertanyaan menyelidiknya.
Albert menggaruk pipinya yang tidak gatal dan menatap ke arah depan.
“Pendiam dan terkesan dingin” ujar Albert singkat, tanpa sadar mengangkat telapak tangannya yang tadi menahan lengan Refly dan mencium aroma wangi yang masih tersisa di telapak tangannya tersebut.
Albert menoleh ke arah Lena yang menatapnya intens dengan posisi tangannya yang masih berada di depan hidungnya.
“Sikap lo mencurigakan Al” ujar Lena menyipitkan kedua matanya berusaha menelisik sesuatu dari teman kecilnya itu.
“Ma ... Maksud lo ?” gugup Albert sambil tertawa tidak jelas dan pura – pura memainkan telapak tangannya tadi.
“Oke, gue duluan, sampai besok” ujar Lena berdiri dan keluar dari busway karena sudah sampai di halte busway dekat tempat tinggalnya.
Albert menarik nafas lega, sikapnya tadi memang tidak wajar mencium aroma wangi pria lain, bahkan teman sekelasnya. Albert juga tidak tahu kenapa dengan dirinya, namun ketika menghirup aroma tersebut perasaannya menjadi rileks dan tenang sekali, seakan tekanan dari gurunya dalam melukis agar mendapatkan penghargaan selama ini terlepas begitu saja. Ada sesuatu yang menarik Albert ketika melihat tatapan mata Refly yang terlihat kosong tanpa semangat hidup. Serasa ingin mengakhiri hidup dan benci dengan segala sesuatu di sekelilingnya, sikap dan wajahnya yang bersih tidak sesuai seakan seperti sedang menutupi sesuatu.
“Gue pulang” sahut Albert ketika sudah sampai rumah dan melepas sepatunya.
“Makan siang ada di dapur, maaf kakak tidak bisa menemanimu makan” teriak suara perempuan dari arah ruangan yang cukup besar di sebelah ruang tamu rumah itu.
“Kakak masih latihan ? Ayah dan ibu pergi lagi ?” tanya Albert berdiri di depan pintu ruangan tempat kakak perempuannya berada.
“Mungkin sampai akhir bulan nanti, tutup pintunya Albert suara musik menjadi pecah ketika kau berdiri di sana” semprot sang kakak agar adiknya itu keluar dari tempat latihan balet kakak perempuannya itu.
Albert tinggal bersama keluarganya dan mempunyai satu orang kakak perempuan bernama Shinta. Ayah dan ibunya yang seorang bankir sering keluar kota untuk mengurusi pekerjaan mereka jadi Albert tidak heran suasana rumahnya terkadang sepi seperti ini. Setelah berganti pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumahnya yang menumpuk, Albert langsung turun ke bawah dan membuka tudung saji untuk melihat makan siang yang di buat oleh kakak perempuannya tersebut. Shinta, kakak perempuan Albert adalah seorang balerina yang sekarang mengajar di sebuah sekolah balet di daerah tempat tinggalnya itu. Terkadang jika dia tidak mempunyai waktu untuk mengajar, Shinta sesekali membawa beberapa muridnya untuk datang ke rumahnya seperti saat ini. Merangkap juga sebagai bankir dalam pekerjaan formalnya, waktunya cukup sibuk dan hanya sesekali berada di rumah, bagi Albert suatu keberuntungan hari ini kakaknya sedang berada di rumah.
“Bagaimana perkembangan lukisanmu untuk kompetisi nanti ?” tanya Shinta sudah berada di samping Albert.
“Jangan bicarakan hal itu dulu kak, gue bahkan belum menyentuh kuas hingga saat ini” jawab Albert masih melahap makan siangnya.
“Benarkah ? Jangan paksakan dirimu, carilah sesuai isi hatimu Albert, kakak akan selalu mendukungmu” tukas Shinta tersenyum menyemangati adiknya.
“Terima kasih kak, latihannya sudah selesai ?” tanya Albert balik mengelap mulutnya dengan tissue setelah selesai makan.
“Baru saja, sangat melelahkan anak – anak itu tidak mempunyai disiplin sama sekali, bahkan untuk gerakan dasar saja mereka masih belum sempurna” balas Shinta menyenderkan tubuhnya ke sofa.
“Balet benar – benar harus menunjukkan kesempurnaan bukan ? Gue cukup terkejut kakak bisa menjadi balerina pro, padahal kakak selalu ceroboh dalam tiap hal” cengir Albert tertawa dan langsung beranjak berdiri meninggalkan kakaknya yang menatapnya horor.
Bangsa Indonesia mulai mengenal balet dari bangsa Belanda pada masa penjajahan atau sekitar abad ke – 20. Kala itu perkembangan balet di Indonesia sangat lamban, karena identik dengan tarian bangsa kolonial. Awalnya penari balet banyak yang menggunakan pakaian khas abad pertengahan, dengan korset dan sepatu. Namun, kini sepatu dan korset tidak di pakai lagi dan rambut palsu serta tata rias yang berlebihan tidak di gunakan lagi.
Kini para penari balet banyak menggunakan rok tutu ( untuk wanita ), stocking, pakaian yang elastis, dan sepatu khusus balet yang di sebut dengan pointe shoes ( untuk wanita ) dan soft shoes ( untuk pria ). Ada tiga aliran balet di Indonesia, yaitu : Royal Academy of Dance, Vaganova, dan Australian Teacher of Dance.
Setelah mencuci piring bekas makannya, Albert menuju ruang latihan balet kakaknya dan berdiri di sebuah palang untuk para pemula memulai gerakan dasar balet. Albert juga sudah mengganti bajunya dengan pakaian ketat berwarna hitam dan soft shoes yang selalu dia pakai ketika akan melakukan peregangan sebelum memulai tarian balet. Albert menarik nafas perlahan lalu melakukan gerakan plié, yaitu gerakan balet sederhana yang di pelajari di tingkat dasar. Plié dapat di lakukan pada lima posisi balet, prinsip dari gerakan plié adalah menekukkan lutut ke arah samping dengan posisi badan, leher, dan kepala tetap tegak.
“Kau masih melakukan latihan ini Albert ?” tanya Shinta setelah melihat ke arah ruangan yang barusan dia pakai terbuka kembali.
“Pikiran gue langsung tenang jika setelah melakukan gerakan ini, jadi gue masih berlatih giat. Lagipula balet membuat tubuh makin bugar dan sehat daripada menghabiskan uang untuk fitness ke gym center” jawab Albert masih dalam posisinya berulang – ulang.
“Padahal kau mempunyai bakat menari balet, tapi kau sia – siakan dengan melukis, sayang sekali” lanjut sang kakak, namun Albert tetap fokus pada latihannya.
~Bersambung~

0 komentar:

Posting Komentar