Jealous Part 13


By: Kim Hye So

Sebuah mobil berhenti di sebuah showroom yang baru dibuka dua hari yang lalu. Izham masuk dengan senyum yang lebar. Tampak di belakang meja di sebuah ruangan, Galih masih tekun mempersiapkan ujian sambil mengawasi penjualan mobilnya.

“Mas Bram!” Sapa sekretaris umum yang menangani penjualan mobil. Sementara dua pramuniaga cantik berseragam bersantai di antara beberapa mobil bekas yang masih bagus kondisinya.

“Selamat pagi Irma!”

“Pagi Mas…!”

“Mas Galih ada?”

“Ada Mas, di dalam..”

“Bagaimana penjualan Irma?”

“Tadi ada dua mobil keluar Mas..” Ungkap Irma senang.

“Kredit?”

“Cash Mas..” Imbuhnya.

“Beitu ya?”

“Iya. Agak ramai Mas…”

“Syukurlah…” Izham menempati posisi Marketting Manager. Ia baru saja mendapat sebuah mobil bagus milik teman mahasiswanya yang ingin dijualkan. Ia langsung membawa ke kantor barunya dan menemui Galih.

Izham langsung menuju ruangan Galih, sementara ia melirik ruangan kerja Lana yang masih terkunci. Lana memang kuliah dulu kalau pagi. Sementara Izham dan Galih tinggal menunggu ujian. Pada saat ujian, Lana libur. Dan ia telah meminta tolong Yanto yang ada di bengkel untuk mengawasi penjualan bersama Lana.

Sementara di depan ada dua satpam yang santai dan terus mengamati para pembeli. Mereka tentu tidak ingin kehilangan pekerjaan jika ada sesuatu yang ada di luar pengawasannya terjadi.

“Oh, hay Zham…!”

“Aku bawa mobil yang mau dijual Galih..”

“Apa?”

“T*y*ta Yarizz…”

“Bagus kondisinya?”

“Istimewa…”

“Kau sudah lihat mesinnya?”

“Sudah! Tuh aku bawa. Lihat saja sendiri! Boleh kau coba dan kau bawa ke ayahmu!”

“Minta berapa?”

“Coba saja dulu! Kalau tertarik, aku bisa langsung menelpon pemiliknya. Dia sudah memberi batas terendah.”

“Mana kuncinya?”

Izham melempar kuncinya. Galih kemudian melangkah menuju mobil yang Izham jual. Mereka memang begitu. Jika Galih yang dapat mobil, Izham yang meneliti dan menaksir harganya. Begitu juga sebaliknya. Namun soal mesin, mereka selalu meminta ayah Galih yang sudah mengenal mesin dengan baik untuk memberikan persetujuan soal mesin. Dan ayah Galih pun tahu perkiraan harga mobil bekas jenis apapun.

Setelah beberapa saat lamanya memeriksakan mesin di bengkel sang ayah, Galih kemudian kembali ke showroom miliknya. Kondisinya prima.

Setelah harga dibicarakan dengan baik. Kemudian Galih menjatuhkan harga penawaran. Izham kemudian menelpon temannya, apakah harga itu disetujui atau tidak.

“Tidak bisa ditambah?” Suara yang di ujung sana.

“Wah, itu sudah sangat tinggi. Aku sudah meyakinkan Bos agar mau membelinya. Itupun harga terbaik. Jika setuju, uangnya bisa kau ambil sekarang.”

“Bagaimana dengan komisimu Zham?” Tanya yang ditelpon.

“Ahh terserah kau saja. Itu hanya uang bensin saja. Jangan banyak-banyak! Santai saja!”

“Tiga juta?” Tawar yang ditelpon.

“Terserah kau saja…”

“Okay, aku setuju. Aku kesana sekarang.”

“Suratnya itu asli kan?”

“Sebagai pembeli, Bosmu pasti tahu kalau surat-surat itu asli.”

“Iya, aku percaya. Lagipula aku tahhu alamatmu, mana berani kau menipuku? Hahaha” Canda Izham

“Hahaha, aku pastikan surat-surat itu asli” Imbuh yang ditelpon tertawa.

“Sip. Datang ke alamat yang aku sebutkan ya! Aku menunggu disini. Oh iya, kau jadi cari mobil?”

“Iya, yang murah tapi bagus. Soalnya sisa uangnya mau aku gunakan untuk bayar kuliah dan bayar apartement..”

“Kau mau cari apa?”

“Kijang ada? Yang dibawah seratus tapi kondisinya bagus?”

“Ada dua. Cat nya orisinil full variasi. Datang saja! Nanti pilih sendiri! Dijamin mesinnya orisinil.”

“Okay, sekalian aku kesana.”

Begitulah kerja Izham dan Galih. Mereka melibatkan teman di kampus dan apa saja yang mereka lihat di jalanan. Tapi mereka suka mobil dari tangan pertama.

Setelah telpon ditutup Izham bersiul, wajahnya sangat berseri. Galih menatap sahabatnya.

“Kau tampak senang sekali…?”

“Ahh, biasalah..”

“Setuju?”

“Ya, dia mau ambil kijangnya kalau tidak salah. Tapi dia mau lihat kondisinya dulu.”

“Wadaww, dapat uang banyak dong lu…”

“Enggaklah. Masak sama teman sendiri harus ngambil komisi yang banyak. Terserah dia saja.”

“Berapa?”

“Lumayan, bisa jadi tambahan menabung. Nanti aku trakir kau makan.”

Galih tersenyum. Ia tidak bicara apa-apa. Kemudian menyerahkan surat-surat itu kepada Irma untuk diproses penjualannya. Mobil segera dibawa ke belakang untuk dicuci oleh dua orang cleaning services di belakang showroom itu. Galih mengeluarkan uang dari brangkas dan memberikannya pada Irma.

Sementara setelah Vicko, pemilik mobil itu datang, dan menandatangani penjualan mobil, mereka melihat kondisi kijang setelah menerima uangnya. Ia menyelipkan tiga juta ke kantong Izham. Dan pemuda itu enjoy saja memperlihatkan mobil kijang yang didapatkan tiga hari lalu.

Sementara mereka sibuk, Galih meneruskan belajarnya. Masalah penjualan sepenuhnya diserahkan pada Izham dan Irma serta dua pramuniaga cantik Amel dan Devi. Siang harinya Izham kembali ke kampus. Sementara sekitar jam dua, Lana datang.

Lana senang menerima laporan Irma mengenai penjualan dan pembelian mobil hari itu. Ia percaya, di tangan Galih dan Izham semuanya akan berjalan dengan lancar. Satu bulan lagi mereka akan selesai kuliah, ujian dan konsentrasi penuh pada pekerjaan.

“Mas Galih…!” Panggil Lana.

“Sudah makan?” Tanya Galih

“Belum..”

“Ayo ke lantai atas! Kita makan dulu! Yang lain bagaimana?”

“Mereka sudah mengambil uang makan, pasti sudah pada makan.” Ujar Lana.

“Mas nunggu aku?” Imbuh Lana.

“Iya..” Jawab Galih.

“Lain kali kalau Mas lapar, Mas makan duluan saja! Aku makan sendiri juga tidak apa-apa. Jangan biarkan perut Mas lapar! Orang kalau lapar nggak bisa mikir Mas..” Ujar Lana berkelakar.

Galih tersenyum.

“Mas sedang belajar menjadi suami yang sabar. Masak istri belum makan, aku sudah makan sendiri. Kan nggak enak, nggak romantis sayang…” Lana tersipu. Kemudian ia menggerutu.

“Iiihh, ngomong apa sih? Nggak jelas..” Galih tersenyum dibuatnya. Keduanya naik ke lantai atas. Disana ada beberapa kamar yang biasa dipakai Galih dan Izham. Sementara Galih dan Lana makan, di bawah Irma juga sudah makan dengan Amel dan Devi beserta dua satpam. Mereka makan nasi bungkus yang telah dipesan satpam.

Mata Galih tak henti-hentinya menatap mesra Lana, sehingga membuat Lana merasa aneh sendiri. Karena dulu ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini dari Seger.

“Mas Galih…!”

“Ya?”

“Kenapa menatapku seperti itu?”

“Kamu semakin tampan sayang…” Pujinya.

“Iiiissh, tidak usah menggombal!”

“Tidak, siapa yang menggombal? Mas berkata yang sebenarnya kok.” Ucap Galih tak henti tersenyum melihat rona merah pada pipi sang kekasih.

“Aiiihh, gombal banget itu mah…!”

“Sungguh!”

“Mas serius mencintaiku?”

“Iyalah…”

“Kalau begitu, sabtu besok berani tidak datang ke rumahku?”

“Bersaing dengan Seger?”

“Jangan pernaah menyebut namanya lagi! Sekarang yang aku cinta hanya Mas..!”

“Benarkah?” Ucap Galih menggoda Lana.

“Iya…” Tiba-tiba Galih mulai mendekatkan duduknya dengan Lana. Kemudian perlahan-lahan dia mulai mendekatkan wajahnya. Begitu kurang 1 cm bibirnya akan menempel pada bibir Lana, bibirnya sudah terlebih dulu tertutupi telapak tangan Lana.

“Mas…!” Panggil Lana pelan ragu-ragu.

“Mas serius. Mas sayang sama kamu dek..” Dengan hati berdebar-debar, Lana bisa merasakan bibir Galih menempel pada bibirnya tepat saat ia memejamkan mata. Galih sangat romantis, bagaimana ia bisa menolak pemuda yang sudah membalut luka hatinya itu? Ciuman itu begitu lembut dan penuh cinta yang belum pernah Lana terima sebelumnya dari Seger. Lana membuka mata bersamaan saat Galih melepas ciumannya. Keduanya tersenyum dan saling berpelukan, menyalurkan hasrat cinta yang menggelora diantara keduanya.


~ BERSAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar