Ada kalanya kita harus berpikir untuk dicintai...
Namun percayalah, cinta itu tak perlu mengenal siapa kamu...
Namun percayalah, cinta itu tak perlu mengenal siapa kamu...
Sebuah tangan menyentuh barisan buku yang terjejer rapi di rak perpustakaan. Jari-jemarinya menelusuri buku demi buku yang terjejer memanjang dalam satu barisan rak. Kening pemilik jari itu berkerut, namun seketika raut wajahnya kembali cerah saat dia telah menemukan sesuatu di sana. Buku yang dia cari! Jari telunjuknya menyentuh sudut buku tersebut namun sebelum sempat menariknya, telapak tangan lain telah merampas buku itu dari seberang rak.
“Hei..!” cowok yang merasa telah mengambilnya lebih dulu berteriak kencang ke seberang rak. Dia bergegas menuju tempat di mana orang itu merampas buku yang telah dia cari. “Aku yang lebih dulu dapat buku itu!” dia berteriak pada pelaku yang sedang memegang buku incarannya. Dia langsung bungkam seketika melihat orang yang sedang berdiri di depannya. Cowok dengan tatapan hangat, dengan alis tebal, bibir tipis, tubuh tinggi dan sosok yang sangat dikagumi di sekolah ini. Adik kelasnya!
“Tapi aku yang ambil buku ini lebih dulu. Maaf, deh!” cowok itu berucap sambil terkekeh riang. Kenavi Reanda Putra. Kalau tidak salah itu namanya. Dia begitu dipuja di sekolah ini sejak pertama kali dia memasuki lingkungan sekolah. Adik kelasnya yang sangat cuek, tapi sangat cerewet dan cerah seperti mentari karena kepribadian hangatnya.
“Nggak bisa gitu!” Kiyo berteriak kesal. “Aku udah cari buku itu dari kemaren-kemaren..! Nggak bisa! Tadi aku dulu yang pegang!” dia masih berteriak protes, sementara Avi begitulah sapaannya hanya menatapnya bingung.
“Kamu butuh banget, ya?” Avi bertanya cepat. Kiyo hanya melengos kesal. Mata sipitnya bergerak menatap wajah Avi. Entah kenapa dia merasa jantungnya berdegup kencang saat ini. Padahal baru kemarin dia putus dengan pacarnya. Cowok. Ya, dia adalah salah satu dari kaum pelangi!
“Aku udah dari kemaren-kemaren cari buku itu..!” Kiyo mendengus. Avi masih menatapnya lalu tersenyum.
“Gimana kalau kita bagi buku ini aja?”
“Maksud kamu?”
“Kita pake jadwal baca aja..! Waktu peminjaman kan enam hari, jadi kamu bawa tiga hari, aku tiga hari..”
Kiyo menggeleng. Wajah khasnya itu mendecih sebal. Ibunya adalah orang jepang, sedangkan ayahnya adalah orang indonesia asli, jadi wajah blasteran yang dominan ibunya itu menggeleng lucu.
“Bukunya tebel kayak gitu, mana bisa kalo baca cuma tiga hari! Aku juga kan sibuk!”
Avi menimang-nimang buku di tangannya sambil berpikir. Dia balas menatap Kiyo. Kiyo meliriknya dengan pandangan mengintimidasi.
“Ya udah, kamu bawa dulu aja, deh! Kalo mau dibalikin ntar kasih tahu aku, ya...! Aku jadi list readernya...” Kiyo mengangguk paham, lalu mengulurkan buku itu pada Kiyo. Kiyo menerimanya.
“Thanks!” Dia berbalik lalu melangkah ke tempat peminjaman. Sebenarnya Kiyo malu, tapi dia menutupi rasa malunya dengan ekspresi ketusnya. Kiyo bukan anak ketus dan pemarah, namun justru dia adalah cowok yang sangat manja. Di rumah saja dia selalu menempel pada Ibunya , atau yang biasa dia panggil dengan Haha-chan. Kiyo melangkah keluar perpustakaan sambil membawa bukunya, novel yang dia cari selama ini. Dia tersenyum senang lalu melangkah riang menuju kelas, berbeda dengan ekspresi galaknya tadi saat bertemu dengan Avi.
“Tunggu!” tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahnya. Suara itu semakin mendekat karena pemiliknya berlari ke arah Kiyo. Kiyo menoleh dan mendapati Avi sedang terengah-engah karena acara larinya. Dia menatap bingung Avi lalu bertanya dengan nada yang berbeda dengan saat tadi di perpustakaan.
“Kamu manggil aku?” Kiyo bertanya cepat. Avi bengong seketika mendengar nada bicara Kiyo yang berbeda dengan tadi saat di perpustakaan, namun kemudian dia tersenyum.
“Aku boleh minta nomor hape kamu, nggak? Biar aku bisa tahu kalau kamu mau balikin bukunya..” suara Avi terdengar berharap. Kiyo balas menatapnya. Apakah dia salah dengar? Kenapa ekspresi Avi sepertinya berharap sekali? Apakah dia juga sama sepertinya? Lebih tertarik pada makhluk yang memiliki jakun di lehernya, sama-sama tidak memiliki payudara, sama-sama memiliki hal-hal lain dalam tubuh seorang pria?
“Hm... oke, deh!” Kiyo menampakkan senyum yang membuat mata sipitnya terlihat semakin sipit. Dia menyebutkan nomor HPnya lalu berpesan singkat, “SMS aja dulu, aku sering dikerjain orang iseng...!” dia tersenyum. Avi terpaku menatap senyum Kiyo lalu mengangguk.
“Eh.. nama kamu siapa?” dia tersadar lalu bertanya gugup.
“Kiyo! Namaku Kiyo..”
“Oh, Kiyo ya...! Namaku...”
“Avi, kan? Aku udah tahu..”
“Kenapa kamu bisa tahu?”
“Karena kamu terkenal di sekolah ini. Adek kelas yang udah menarik perhatian sekolah sejak pertama kali masuk...! Aku bener, kan?”
“Eh..? Itu... Itu...” Avi menggaruk tengkuknya. “Eh? Adek kelas...??” wajah Avi perlahan bengong seketika.
“Aku kan kakak tingkat kamu...” Kiyo terkekeh geli. Dalam sekejap Avi mengubah ekspresi bengongnya menjadi salah tingkah.
“Maaf, kak.. Aku kira... kakak sama-sama kelas satu...! Maaf, habisnya wajah kakak baby face, sih...!” Avi masih menggaruk tengkuknya malu-malu. Perlahan dia menatap wajah Kiyo yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak. Ekspresi imut dan lucu, yang membuat Avi mau tak mau juga ikut tersenyum.
“Nggak apa-apa, kok...! Jadi tadi kamu anggap aku seangkatan? Hehe.. jadi salting sendiri, nih! Oke, deh.. ntar aku SMS deh kalau udah selesai...” Kiyo mengangguk cepat.
“Eh itu... bisa SMS sekarang, nggak kak? Soalnya takut kakak lupa..” Avi bertanya cepat. Kiyo terkekeh lagi-lagi.
“Oke, oke..! Lagian aku juga nggak pikun, kok!” Kiyo mengeluarkan HP dari sakunya dan langsung mengirim SMS kosong pada Avi. Avi merogoh saku celananya dan mengeluarkan HPnya.
“Kok SMS kosong?” wajahnya berkerut.
“Emang aku harus SMS apa?” Kiyo balik bertanya heran.
“Kakak kan bisa SMS ‘Hai, Avi..! Ini Kiyo, disimpan ya nomer ini! Muach..!’ gitu...”
“Apa-apaan itu..?” Kiyo tergelak lagi-lagi. “Emangnya ngapain aku pake muach-muach segala? Kamu kan bukan pacarku...!”
“Eh, maaf...! Bukan gitu maksudku, kak..! Aku nggak bermaksud buat...” wajah Avi merah. Kiyo menyadari ucapannya, lalu langsung berdehem. Jangan sampai Avi tahu kalau Kiyo sebenarnya “berbeda”.
“Aku cuma bercanda, kok..! Tenang aja..!” Kiyo tersenyum canggung. Avi mengangguk, lalu berpamitan untuk kembali ke kelasnya. Kiyo masih mematung, menatap punggung Avi yang meninggalkannya. Tiba-tiba Avi berbalik dan menoleh ke arahnya, dengan ekspresi kaget dan senyum yang perlahan tercipta di bibirnya. Kiyo balas tersenyum lalu melambai riang. Avi balas melambai dengan ekspresi kikuk. Kiyo mengernyitkan keningnya lalu menepuk dahinya sendiri. Dia pasti sudah gila, Avi kan tidak mungkin sepertinya!
Kiyo mengerucutkan bibirnya lalu masuk ke kelasnya.
“Hei..!” cowok yang merasa telah mengambilnya lebih dulu berteriak kencang ke seberang rak. Dia bergegas menuju tempat di mana orang itu merampas buku yang telah dia cari. “Aku yang lebih dulu dapat buku itu!” dia berteriak pada pelaku yang sedang memegang buku incarannya. Dia langsung bungkam seketika melihat orang yang sedang berdiri di depannya. Cowok dengan tatapan hangat, dengan alis tebal, bibir tipis, tubuh tinggi dan sosok yang sangat dikagumi di sekolah ini. Adik kelasnya!
“Tapi aku yang ambil buku ini lebih dulu. Maaf, deh!” cowok itu berucap sambil terkekeh riang. Kenavi Reanda Putra. Kalau tidak salah itu namanya. Dia begitu dipuja di sekolah ini sejak pertama kali dia memasuki lingkungan sekolah. Adik kelasnya yang sangat cuek, tapi sangat cerewet dan cerah seperti mentari karena kepribadian hangatnya.
“Nggak bisa gitu!” Kiyo berteriak kesal. “Aku udah cari buku itu dari kemaren-kemaren..! Nggak bisa! Tadi aku dulu yang pegang!” dia masih berteriak protes, sementara Avi begitulah sapaannya hanya menatapnya bingung.
“Kamu butuh banget, ya?” Avi bertanya cepat. Kiyo hanya melengos kesal. Mata sipitnya bergerak menatap wajah Avi. Entah kenapa dia merasa jantungnya berdegup kencang saat ini. Padahal baru kemarin dia putus dengan pacarnya. Cowok. Ya, dia adalah salah satu dari kaum pelangi!
“Aku udah dari kemaren-kemaren cari buku itu..!” Kiyo mendengus. Avi masih menatapnya lalu tersenyum.
“Gimana kalau kita bagi buku ini aja?”
“Maksud kamu?”
“Kita pake jadwal baca aja..! Waktu peminjaman kan enam hari, jadi kamu bawa tiga hari, aku tiga hari..”
Kiyo menggeleng. Wajah khasnya itu mendecih sebal. Ibunya adalah orang jepang, sedangkan ayahnya adalah orang indonesia asli, jadi wajah blasteran yang dominan ibunya itu menggeleng lucu.
“Bukunya tebel kayak gitu, mana bisa kalo baca cuma tiga hari! Aku juga kan sibuk!”
Avi menimang-nimang buku di tangannya sambil berpikir. Dia balas menatap Kiyo. Kiyo meliriknya dengan pandangan mengintimidasi.
“Ya udah, kamu bawa dulu aja, deh! Kalo mau dibalikin ntar kasih tahu aku, ya...! Aku jadi list readernya...” Kiyo mengangguk paham, lalu mengulurkan buku itu pada Kiyo. Kiyo menerimanya.
“Thanks!” Dia berbalik lalu melangkah ke tempat peminjaman. Sebenarnya Kiyo malu, tapi dia menutupi rasa malunya dengan ekspresi ketusnya. Kiyo bukan anak ketus dan pemarah, namun justru dia adalah cowok yang sangat manja. Di rumah saja dia selalu menempel pada Ibunya , atau yang biasa dia panggil dengan Haha-chan. Kiyo melangkah keluar perpustakaan sambil membawa bukunya, novel yang dia cari selama ini. Dia tersenyum senang lalu melangkah riang menuju kelas, berbeda dengan ekspresi galaknya tadi saat bertemu dengan Avi.
“Tunggu!” tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahnya. Suara itu semakin mendekat karena pemiliknya berlari ke arah Kiyo. Kiyo menoleh dan mendapati Avi sedang terengah-engah karena acara larinya. Dia menatap bingung Avi lalu bertanya dengan nada yang berbeda dengan saat tadi di perpustakaan.
“Kamu manggil aku?” Kiyo bertanya cepat. Avi bengong seketika mendengar nada bicara Kiyo yang berbeda dengan tadi saat di perpustakaan, namun kemudian dia tersenyum.
“Aku boleh minta nomor hape kamu, nggak? Biar aku bisa tahu kalau kamu mau balikin bukunya..” suara Avi terdengar berharap. Kiyo balas menatapnya. Apakah dia salah dengar? Kenapa ekspresi Avi sepertinya berharap sekali? Apakah dia juga sama sepertinya? Lebih tertarik pada makhluk yang memiliki jakun di lehernya, sama-sama tidak memiliki payudara, sama-sama memiliki hal-hal lain dalam tubuh seorang pria?
“Hm... oke, deh!” Kiyo menampakkan senyum yang membuat mata sipitnya terlihat semakin sipit. Dia menyebutkan nomor HPnya lalu berpesan singkat, “SMS aja dulu, aku sering dikerjain orang iseng...!” dia tersenyum. Avi terpaku menatap senyum Kiyo lalu mengangguk.
“Eh.. nama kamu siapa?” dia tersadar lalu bertanya gugup.
“Kiyo! Namaku Kiyo..”
“Oh, Kiyo ya...! Namaku...”
“Avi, kan? Aku udah tahu..”
“Kenapa kamu bisa tahu?”
“Karena kamu terkenal di sekolah ini. Adek kelas yang udah menarik perhatian sekolah sejak pertama kali masuk...! Aku bener, kan?”
“Eh..? Itu... Itu...” Avi menggaruk tengkuknya. “Eh? Adek kelas...??” wajah Avi perlahan bengong seketika.
“Aku kan kakak tingkat kamu...” Kiyo terkekeh geli. Dalam sekejap Avi mengubah ekspresi bengongnya menjadi salah tingkah.
“Maaf, kak.. Aku kira... kakak sama-sama kelas satu...! Maaf, habisnya wajah kakak baby face, sih...!” Avi masih menggaruk tengkuknya malu-malu. Perlahan dia menatap wajah Kiyo yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak. Ekspresi imut dan lucu, yang membuat Avi mau tak mau juga ikut tersenyum.
“Nggak apa-apa, kok...! Jadi tadi kamu anggap aku seangkatan? Hehe.. jadi salting sendiri, nih! Oke, deh.. ntar aku SMS deh kalau udah selesai...” Kiyo mengangguk cepat.
“Eh itu... bisa SMS sekarang, nggak kak? Soalnya takut kakak lupa..” Avi bertanya cepat. Kiyo terkekeh lagi-lagi.
“Oke, oke..! Lagian aku juga nggak pikun, kok!” Kiyo mengeluarkan HP dari sakunya dan langsung mengirim SMS kosong pada Avi. Avi merogoh saku celananya dan mengeluarkan HPnya.
“Kok SMS kosong?” wajahnya berkerut.
“Emang aku harus SMS apa?” Kiyo balik bertanya heran.
“Kakak kan bisa SMS ‘Hai, Avi..! Ini Kiyo, disimpan ya nomer ini! Muach..!’ gitu...”
“Apa-apaan itu..?” Kiyo tergelak lagi-lagi. “Emangnya ngapain aku pake muach-muach segala? Kamu kan bukan pacarku...!”
“Eh, maaf...! Bukan gitu maksudku, kak..! Aku nggak bermaksud buat...” wajah Avi merah. Kiyo menyadari ucapannya, lalu langsung berdehem. Jangan sampai Avi tahu kalau Kiyo sebenarnya “berbeda”.
“Aku cuma bercanda, kok..! Tenang aja..!” Kiyo tersenyum canggung. Avi mengangguk, lalu berpamitan untuk kembali ke kelasnya. Kiyo masih mematung, menatap punggung Avi yang meninggalkannya. Tiba-tiba Avi berbalik dan menoleh ke arahnya, dengan ekspresi kaget dan senyum yang perlahan tercipta di bibirnya. Kiyo balas tersenyum lalu melambai riang. Avi balas melambai dengan ekspresi kikuk. Kiyo mengernyitkan keningnya lalu menepuk dahinya sendiri. Dia pasti sudah gila, Avi kan tidak mungkin sepertinya!
Kiyo mengerucutkan bibirnya lalu masuk ke kelasnya.
***
Kiyo yang baru datang dari sekolah sempat bingung dengan kerumunan di depan rumahnya. Rumah yang biasanya kosong itu sepertinya telah memiliki penghuni baru. Kiyo manggut-manggut, lalu memarkir motornya di garasi rumah. Kiyo masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ibunya yang biasa disapa dengan Haha-chan sedang memasak di dapur.
“Haha-chan, itu apa? Kenapa masak banyak banget?” Kiyo memeluk Ibunya dari belakang. Ibunya tersenyum lalu mengelus kepala anaknya.
“Kiyo tahu nggak siapa yang pindah ke rumah depan itu?” Ibunya menoleh, mendapati wajah manis anaknya yang sedang memasang wajah manja seperti biasanya.
“Siapa? Siapa?” Kiyo penasaran. Ibunya tersenyum lalu menepuk kepala anaknya pelan.
“Om Rean! Kiyo masih ingat dia, nggak?”
“Huaaaa??? Om Rean? Beneran?! Om Rean pindah di rumah depan kita itu?? Beneraaaaannnn...??” Kiyo berteriak histeris. Wajah senang dan antusias langsung muncul saat mendengar nama om Rean. Om Rean adalah teman kerja Ayahnya yang dulu sering mampir di rumah Kiyo setelah pulang kerja. Om Rean pernah bercerita kalau dia juga memiliki anak yang usianya setahun lebih mudah darinya. Suatu saat nanti mereka akan bertemu, itu janji om Rean. Tapi sayangnya setelah itu om Rean dipindahtugaskan ke luar kota, dan itu artinya Kiyo harus berpisah dengan om Rean sebelum sempat bertemu dengan anaknya. Setiap kali om Rean mampir pun hanya dengan istrinya, jadi hingga saat ini Kiyo tidak pernah bertemu dengannya.
“Kamu mau ke sana? Sekalian anterin ini, gih!” Ibunya memberikan rantang berisi makanan pada Kiyo. Kiyo mengangguk semangat, lalu meraih rantang itu. Namun tiba-tiba Ibunya menarik rantang itu kembali.
“Kiyo ganti baju dulu!” ucap Ibunya tegas. Kiyo mengerucutkan bibirnya.
“Tapi... tapi... Kiyo maunya sekarang...!” sifat manja anaknya muncul lagi. Ibunya menggeleng geli.
“Ini...! Tapi jangan lama-lama, ya maen di sana! Om Rean dan keluarganya lagi sibuk beres-beres pastinya...” Ibunya mengangguk cepat. Kiyo berteriak girang dan langsung memeluk Ibunya dengan sayang.
Akhirnya di sinilah dia sekarang! Di depan rumah baru om Rean yang berada tepat di depan rumahnya. Dia terus tersenyum riang lalu melangkah masuk ke dalam rumah om Rean yang sedang dipenuhi orang dari jasa pindah rumah. Kiyo melangkah masuk dan tersenyum begitu melihat om Rean sedang berbicara dengan istrinya di dalam rumah.
“Permisi, Om...!” suara Kiyo menginterupsi, mereka berdua menoleh ke arah Kiyo dan langsung tersenyum kaget.
“Kiyo...??!” mereka berteriak bersamaan. Kiyo tertawa dan langsung memeluk mereka. Rantang makanannya dia letakkan begitu saja di lantai.
“Ya ampun, kamu udah gedhe sekarang...! Jadi tambah manis, ya Pa..! Padahal dulu masih kecil aja udah manis, eh sekarang malah jadi tambah manis..! Kamu awet muda banget, sih Kiyo..!” tante Anda, istri om Rean tersenyum.
“Kiyo tetep manja, ya?” Om Rean tersenyum geli. Kiyo mengerucutkan bibirnya kesal.
“Biar aja Kiyo manja! Kan Kiyo nggak punya adek!”
“Lho, Ken juga nggak punya adek, tapi nggak manja kayak Kiyo...!” om Rean menyentil hidung Kiyo. Kiyo mengusap hidungnya dan kemudian menatap wajah mereka.
“Dia dimana sekarang?” Kiyo masih penasaran. Tak lama kemudian suara motor terdengar. Spontan mereka menoleh ke arah pintu saat sebuah suara muncul. Saat itulah wajah Kiyo melongo. Hari yang aneh, semua serba kebetulan! Itu Avi! Jadi anak om Rean itu Avi?
“Kok ada kak Kiyo di sini?” Avi tak kalah kagetnya dengan Kiyo. Kiyo menoleh ke arah om Rean dan tante Anda yang sedang menahan tawa.
“Jadi kalian saling kenal, ya?” mereka mengangguk-angguk mengerti. Avi terkekeh ringan lalu menoleh ke arahnya.
“Kak Kiyo kan kakak kelas Avi! Baru aja tadi siang kenalnya...”
“Iya...!” Kiyo mengangguk mengiyakan. Om Rean menepuk-nepuk kepala Kiyo. Tante Anda mencubit gemas pipi Kiyo. Inilah sikap mereka sejak dulu. Dulu saat Kiyo masih kecil mereka suka sekali mencubit pipi Kiyo, dan sekarang sepetinya masih belum berubah. Tapi anehnya Kiyo sama sekali tidak terganggu dan malah tersenyum senang.
“Mama sama Papa kok malah godain kak Kiyo, sih?” suara Avi menginterupsi kegiatan mereka.
“Biar aja, Mama suka sama dia! Unyu-unyu, tau!” tante Anda tersenyum lalu menjawil hidung Kiyo. Kiyo menatap Avi dengan pandangan tidak enak.
Akhirnya setelah acara pencubitan itu Kiyo sengaja menemui Avi yang sedang berada di kamar barunya. Kiyo hanya berdiri di depan pintu dan menggaruk tengkuknya.
“Maafin aku, ya..! Aku nggak berniat buat cari perhatian orang tua kamu..” suara Kiyo bergetar. Dia ingin menangis tiba-tiba. Avi menoleh ke arahnya, dan sedikit kaget melihat ekspresi Kiyo yang sepertinya siap untuk menangis itu. Avi berdiri, menarik tangan Kiyo masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu kamarnya.
“Kak Kiyo, jawab pertanyaanku, ya...! Aku mau kak Kiyo jujur sama aku..!” Avi menatap wajah Kiyo yang sedang menunduk. Tangannya menyentuh pundak Kiyo. Kiyo mendongak, dan menampakkan wajahnya yang sudah berkaca-kaca. Dia terdiam lalu memalingkan wajahnya. Dia mengangguk pelan.
“Vendy Atma Brifandi itu mantan pacar kakak, kan?” suara Avi bergetar.
Deg! Wajah Kiyo pucat seketika. Dia mengangkat wajahnya menatap mata Avi.
“Ke..kenapa kamu bisa tahu..?”
“Aku tahu, karena dia sahabatku! Dia selingkuh, dia udah nyakitin pacarnya..! Aku nggak suka perbuatan dia, karena itu aku nyoba buat selidiki siapa pacarnya, dan aku tahu kalau itu kakak..! Untuk pertama kalinya aku merasa ada sesuatu di dalam sini yang memaksaku untuk melindungi kakak...” Avi menyentuh dadanya. “Saat itu aku baru menyadari kalau aku benar-benar sayang kakak! Aku memutuskan untuk masuk sekolah yang sama, dan aku dukung Papa untuk pindah rumah ke sini. Selain itu, kejadian di perpustakaan itu emang aku sengaja buat deket sama kak Kiyo..! Aku sayang kakak...! Aku cinta kak Kiyo..!”
Kiyo menatap wajah Avi, namun perlahan air mata telah menetes di pipinya. Untuk pertama kalinya dalam hidup ini dia merasa begitu dicintai. Walaupun dia telah berganti-ganti pacar, namun selama ini dia tak pernah merasakan perasaan ini. Perasaan seolah-olah dia dianggap sebagai barang berharga dan langka di dunia ini!
“Aku cuma cowok manja...” Kiyo menunduk. Dia merasa tak pantas untuk dicintai seperti ini.
“Aku tahu! Tapi aku suka kalau kakak manjanya ke aku!”
“Aku cengeng...”
“Aku bakalan minjemin dadaku buat kakak kalau lagi nangis...”
“Aku egois...”
“Aku bakalan kabulin semua yang kak Kiyo minta...”
“Aku...”
“Aku sayang kak Kiyo.. eh, salah... aku sayang Kiyo...”
“Aku... nggak pantas dicintai kayak gini...”
“Nggak pantas untuk orang lain, tapi hanya aku yang pantas untuk mencintai dan dicintai Kiyo! Apa itu cukup?”
Kiyo mendongak, menatap mata Avi yang sedang menatapnya lembut. Dia mengangguk pelan, dan Avi langsung mengecup keningnya sayang. Kiyo tersenyum manis. Avi menghapus air mata di pipi Kiyo dan balas tersenyum. Mereka berpelukan sayang.
“Keeeennn....? Kiyo manaaa...?? Dia dicari Ibunya, nih..!” suara tante Anda menginterupsi. Kiyo langsung melepas pelukannya dan membuka pintu kamar Avi. Namun sebelum kaki Kiyo melangkah pergi, Avi berbisik di belakangnya.
“Mulai sekarang dan seterusnya kamu harus ingat kalau ada cowok brondong yang jadi pacar kamu, lho...!”
Kiyo menoleh ke arahnya, mencubit hidungnya, lalu menjulurkan lidahnya mengejek.
“Tunggu sampe aku selesai baca novel, aku pertimbangkan!” Kiyo berlari ke ruang tamu, menemui Ibunya. Mereka pulang, namun sesaat Kiyo menoleh ke arah Avi yang sedang berdiri di pintu kamarnya. Avi tersenyum lembut dan membuat tanda hati dengan tangannya. Kiyo berdecih sebal, namun semburat merah menghiasi pipinya. Malu.
“Cih! Dasar kekanakan!” dia bersungut-sungut sambil menahan tawa. Tawa bahagia. Saat ini di dunianya hanya terlihat Avi dan dirinya! Hanya mereka!
Kiyo yang baru datang dari sekolah sempat bingung dengan kerumunan di depan rumahnya. Rumah yang biasanya kosong itu sepertinya telah memiliki penghuni baru. Kiyo manggut-manggut, lalu memarkir motornya di garasi rumah. Kiyo masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ibunya yang biasa disapa dengan Haha-chan sedang memasak di dapur.
“Haha-chan, itu apa? Kenapa masak banyak banget?” Kiyo memeluk Ibunya dari belakang. Ibunya tersenyum lalu mengelus kepala anaknya.
“Kiyo tahu nggak siapa yang pindah ke rumah depan itu?” Ibunya menoleh, mendapati wajah manis anaknya yang sedang memasang wajah manja seperti biasanya.
“Siapa? Siapa?” Kiyo penasaran. Ibunya tersenyum lalu menepuk kepala anaknya pelan.
“Om Rean! Kiyo masih ingat dia, nggak?”
“Huaaaa??? Om Rean? Beneran?! Om Rean pindah di rumah depan kita itu?? Beneraaaaannnn...??” Kiyo berteriak histeris. Wajah senang dan antusias langsung muncul saat mendengar nama om Rean. Om Rean adalah teman kerja Ayahnya yang dulu sering mampir di rumah Kiyo setelah pulang kerja. Om Rean pernah bercerita kalau dia juga memiliki anak yang usianya setahun lebih mudah darinya. Suatu saat nanti mereka akan bertemu, itu janji om Rean. Tapi sayangnya setelah itu om Rean dipindahtugaskan ke luar kota, dan itu artinya Kiyo harus berpisah dengan om Rean sebelum sempat bertemu dengan anaknya. Setiap kali om Rean mampir pun hanya dengan istrinya, jadi hingga saat ini Kiyo tidak pernah bertemu dengannya.
“Kamu mau ke sana? Sekalian anterin ini, gih!” Ibunya memberikan rantang berisi makanan pada Kiyo. Kiyo mengangguk semangat, lalu meraih rantang itu. Namun tiba-tiba Ibunya menarik rantang itu kembali.
“Kiyo ganti baju dulu!” ucap Ibunya tegas. Kiyo mengerucutkan bibirnya.
“Tapi... tapi... Kiyo maunya sekarang...!” sifat manja anaknya muncul lagi. Ibunya menggeleng geli.
“Ini...! Tapi jangan lama-lama, ya maen di sana! Om Rean dan keluarganya lagi sibuk beres-beres pastinya...” Ibunya mengangguk cepat. Kiyo berteriak girang dan langsung memeluk Ibunya dengan sayang.
Akhirnya di sinilah dia sekarang! Di depan rumah baru om Rean yang berada tepat di depan rumahnya. Dia terus tersenyum riang lalu melangkah masuk ke dalam rumah om Rean yang sedang dipenuhi orang dari jasa pindah rumah. Kiyo melangkah masuk dan tersenyum begitu melihat om Rean sedang berbicara dengan istrinya di dalam rumah.
“Permisi, Om...!” suara Kiyo menginterupsi, mereka berdua menoleh ke arah Kiyo dan langsung tersenyum kaget.
“Kiyo...??!” mereka berteriak bersamaan. Kiyo tertawa dan langsung memeluk mereka. Rantang makanannya dia letakkan begitu saja di lantai.
“Ya ampun, kamu udah gedhe sekarang...! Jadi tambah manis, ya Pa..! Padahal dulu masih kecil aja udah manis, eh sekarang malah jadi tambah manis..! Kamu awet muda banget, sih Kiyo..!” tante Anda, istri om Rean tersenyum.
“Kiyo tetep manja, ya?” Om Rean tersenyum geli. Kiyo mengerucutkan bibirnya kesal.
“Biar aja Kiyo manja! Kan Kiyo nggak punya adek!”
“Lho, Ken juga nggak punya adek, tapi nggak manja kayak Kiyo...!” om Rean menyentil hidung Kiyo. Kiyo mengusap hidungnya dan kemudian menatap wajah mereka.
“Dia dimana sekarang?” Kiyo masih penasaran. Tak lama kemudian suara motor terdengar. Spontan mereka menoleh ke arah pintu saat sebuah suara muncul. Saat itulah wajah Kiyo melongo. Hari yang aneh, semua serba kebetulan! Itu Avi! Jadi anak om Rean itu Avi?
“Kok ada kak Kiyo di sini?” Avi tak kalah kagetnya dengan Kiyo. Kiyo menoleh ke arah om Rean dan tante Anda yang sedang menahan tawa.
“Jadi kalian saling kenal, ya?” mereka mengangguk-angguk mengerti. Avi terkekeh ringan lalu menoleh ke arahnya.
“Kak Kiyo kan kakak kelas Avi! Baru aja tadi siang kenalnya...”
“Iya...!” Kiyo mengangguk mengiyakan. Om Rean menepuk-nepuk kepala Kiyo. Tante Anda mencubit gemas pipi Kiyo. Inilah sikap mereka sejak dulu. Dulu saat Kiyo masih kecil mereka suka sekali mencubit pipi Kiyo, dan sekarang sepetinya masih belum berubah. Tapi anehnya Kiyo sama sekali tidak terganggu dan malah tersenyum senang.
“Mama sama Papa kok malah godain kak Kiyo, sih?” suara Avi menginterupsi kegiatan mereka.
“Biar aja, Mama suka sama dia! Unyu-unyu, tau!” tante Anda tersenyum lalu menjawil hidung Kiyo. Kiyo menatap Avi dengan pandangan tidak enak.
Akhirnya setelah acara pencubitan itu Kiyo sengaja menemui Avi yang sedang berada di kamar barunya. Kiyo hanya berdiri di depan pintu dan menggaruk tengkuknya.
“Maafin aku, ya..! Aku nggak berniat buat cari perhatian orang tua kamu..” suara Kiyo bergetar. Dia ingin menangis tiba-tiba. Avi menoleh ke arahnya, dan sedikit kaget melihat ekspresi Kiyo yang sepertinya siap untuk menangis itu. Avi berdiri, menarik tangan Kiyo masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu kamarnya.
“Kak Kiyo, jawab pertanyaanku, ya...! Aku mau kak Kiyo jujur sama aku..!” Avi menatap wajah Kiyo yang sedang menunduk. Tangannya menyentuh pundak Kiyo. Kiyo mendongak, dan menampakkan wajahnya yang sudah berkaca-kaca. Dia terdiam lalu memalingkan wajahnya. Dia mengangguk pelan.
“Vendy Atma Brifandi itu mantan pacar kakak, kan?” suara Avi bergetar.
Deg! Wajah Kiyo pucat seketika. Dia mengangkat wajahnya menatap mata Avi.
“Ke..kenapa kamu bisa tahu..?”
“Aku tahu, karena dia sahabatku! Dia selingkuh, dia udah nyakitin pacarnya..! Aku nggak suka perbuatan dia, karena itu aku nyoba buat selidiki siapa pacarnya, dan aku tahu kalau itu kakak..! Untuk pertama kalinya aku merasa ada sesuatu di dalam sini yang memaksaku untuk melindungi kakak...” Avi menyentuh dadanya. “Saat itu aku baru menyadari kalau aku benar-benar sayang kakak! Aku memutuskan untuk masuk sekolah yang sama, dan aku dukung Papa untuk pindah rumah ke sini. Selain itu, kejadian di perpustakaan itu emang aku sengaja buat deket sama kak Kiyo..! Aku sayang kakak...! Aku cinta kak Kiyo..!”
Kiyo menatap wajah Avi, namun perlahan air mata telah menetes di pipinya. Untuk pertama kalinya dalam hidup ini dia merasa begitu dicintai. Walaupun dia telah berganti-ganti pacar, namun selama ini dia tak pernah merasakan perasaan ini. Perasaan seolah-olah dia dianggap sebagai barang berharga dan langka di dunia ini!
“Aku cuma cowok manja...” Kiyo menunduk. Dia merasa tak pantas untuk dicintai seperti ini.
“Aku tahu! Tapi aku suka kalau kakak manjanya ke aku!”
“Aku cengeng...”
“Aku bakalan minjemin dadaku buat kakak kalau lagi nangis...”
“Aku egois...”
“Aku bakalan kabulin semua yang kak Kiyo minta...”
“Aku...”
“Aku sayang kak Kiyo.. eh, salah... aku sayang Kiyo...”
“Aku... nggak pantas dicintai kayak gini...”
“Nggak pantas untuk orang lain, tapi hanya aku yang pantas untuk mencintai dan dicintai Kiyo! Apa itu cukup?”
Kiyo mendongak, menatap mata Avi yang sedang menatapnya lembut. Dia mengangguk pelan, dan Avi langsung mengecup keningnya sayang. Kiyo tersenyum manis. Avi menghapus air mata di pipi Kiyo dan balas tersenyum. Mereka berpelukan sayang.
“Keeeennn....? Kiyo manaaa...?? Dia dicari Ibunya, nih..!” suara tante Anda menginterupsi. Kiyo langsung melepas pelukannya dan membuka pintu kamar Avi. Namun sebelum kaki Kiyo melangkah pergi, Avi berbisik di belakangnya.
“Mulai sekarang dan seterusnya kamu harus ingat kalau ada cowok brondong yang jadi pacar kamu, lho...!”
Kiyo menoleh ke arahnya, mencubit hidungnya, lalu menjulurkan lidahnya mengejek.
“Tunggu sampe aku selesai baca novel, aku pertimbangkan!” Kiyo berlari ke ruang tamu, menemui Ibunya. Mereka pulang, namun sesaat Kiyo menoleh ke arah Avi yang sedang berdiri di pintu kamarnya. Avi tersenyum lembut dan membuat tanda hati dengan tangannya. Kiyo berdecih sebal, namun semburat merah menghiasi pipinya. Malu.
“Cih! Dasar kekanakan!” dia bersungut-sungut sambil menahan tawa. Tawa bahagia. Saat ini di dunianya hanya terlihat Avi dan dirinya! Hanya mereka!
END.
0 komentar:
Posting Komentar