ONE IN A MILLION part 8


By : Sa-Chan.


“Lo yakin Ref ?” tanya Albert berbisik ketika mereka sudah di dalam kelas melaksanakan tes ujian. 

“Jangan berisik Al, nanti pengawas mendengar kita” jawab Refly berbisik juga dari arah depan.

“Tapi, lo bener – bener mau ikut menari balet ?” lanjut Albert, namun terdengar dehaman dari sang pengawas ujian melihat ke arah Albert.

Albert hanya menundukkan kepala dan melanjutkan menyelesaikan ujiannya.

***

“Ref, ini novel yang lo minta” ujar Endo saat mereka berpapasan di koridor menuju kantin.

“Terima kasih ya En, maaf soal kejadian kemarin” balas Refly agak pelan agar tidak menyinggung perasaan Endo.

“Nggak apa – apa, tapi kenapa dia ?” tanya Endo melihat ke arah Albert yang berdiri tepat di samping Refly menatap Endo tajam.

“Jangan khawatir aku duluan ya, Albert sudah cerewet ingin makan siang sebelum bel masuk berbunyi” jawab Refly lugas sambil menarik Albert dari sana, namun sebelum itu Albert berbalik dan menengok ke arah Endo sambil menunjukkan jari tengahnya, sedangkan Endo hanya mengerutkan dahi tidak senang.

“Kau bisa makan dengan tangan kirimu ?” tanya Refly setelah mereka sampai kantin dan membawa makanan untuk Albert.

Albert menggelengkan kepala cepat dan langsung membuka mulutnya mengisyaratkan sesuatu. Refly menatap Albert heran, tidak mengerti maksud dari sikapnya, namun Albert langsung menunjuk – nunjuk mulutnya dengan tangan kirinya bahwa dia ingin di suapi. Refly hanya tertawa pelan melihat mimik wajah Albert seperti anak kecil meminta makanannya.

“Memalukan sekali” imbuh Refly sambil menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulut Albert.

“Nggak usah protes, gue laper jadi lo harus bantu gue makan” balas Albert tidak menghiraukan pandangan sekelilingnya yang menatap kelakuan mereka berdua.

“Maafkan aku, kau jadi seperti ini” ujar Refly pelan memberikan sesuap nasi lagi kepada Albert.

“Jangan ngomong begitu lagi gue bosen dengernya, udah di bilang gue nggak marah ‘kan” balas Albert dengan mulut yang penuh makanan.

“Aku akan menari balet lagi, tapi selama latihan kau tidak boleh melihatku menari, Al” lanjut Refly memasukkan nasi ke dalam mulut Albert lagi, namun seketika Albert tersedak mendengar hal tersebut dari Refly dan alhasil semua nasi yang ada di mulut Albert beterbangan, tatapan sekeliling mereka makin menjadi – jadi.

“Kenapa Al ?” tanya Refly bingung mengelap mulut Albert dengan tissue dari sampingnya.

“Harusnya gue yang nanya kayak begitu, kenapa gue nggak boleh ngeliat lo latihan ?” tanya Albert balik, berusaha tetap terlihat cool di depan Refly.

“Bisa janji ‘kan Al ? Kamu boleh ngeliat ketika kontes November nanti” lanjut Refly tidak menghiraukan pertanyaan Albert.

“Tapi kenapa ? Gue nggak boleh tahu alasannya ?” tanya Albert lagi.

Refly menundukkan kepalanya tidak tahu harus menjawab apa atau ingin merahasiakan sesuatu dari Albert.

“Oke, Oke, gue janji nggak bakalan liat lo lagi latihan balet, tapi lo juga harus janji sama gue buat nemanin gue tiap hari selama tangan kanan gue belum sembuh” ucap Albert menyerah melihat sifat Refly yang selalu membuatnya mengalah.

Wajah Refly langsung berubah sumringah, membuat Albert tersenyum senang.

“Oi, tangan lo kenapa Al ?” sambung Lena mengagetkan mereka berdua di sana.

“Eh, Len udah lama nggak keliatan lo ?” balas Albert pindah ke tempat duduk di samping Refly.

“Biasa tugas OSIS menumpuk, baru hari ini selesai dan gue baru rileks makanya sekalian ngajak Indra makan siang di sini” jawab Lena lugas dan memperkenalkan pacarnya Indra pada Refly yang belum kenal sama sekali.

“Gimana bro, klub Basket ? Banyak peminatnya ?” tanya Albert bersikap santai di depan Indra dan menyalami pacar sahabat kecilnya itu.

“Biasa aja kok, kayaknya klub Balet yang lagi booming tahun ini” balas Indra singkat sesekali melirik ke arah Refly.

“Nggak kok, si Vina ribet padahal setelah pensi kemaren banyak yang request masuk klub Balet, cuman si Vina eliminasinya kebanyakan jadinya sisa sepuluh orang doank yang di anggap bertalenta menurut Vina” ucap Albert sambil menyenggol lengan Refly meminta makanannya kembali yang sempat tertunda tadi.

“Dia memang agak ketat orangnya, jadi nggak heran Vina bakal memilah – milah anggota baru” sambung Lena.

Ketika Refly menyuapi Albert seperti tadi, Indra dan Lena terkejut bukan mainnya.

“Jangan bilang lo berdua udah pacaran ?” tanya Lena cepat, dan di hadiahi semburan kedua oleh Albert menumpahkan nasi dari mulutnya mendengar ucapan aneh dari Lena.

“Lo jorok banget sih Al” ketus Lena menyingkirkan nasi – nasi yang berserakan di bagian mejanya, Indra melihat hal itu hanya tertawa terbahak – bahak.

“Lagian lo ngomongnya begitu, Len” semprot Albert tak kalah ketus.

“Siapa suruh lo berdua main suap – suapan begitu ? Biarpun tangan lo lagi terluka nggak usah manja di depan Refly” seru Lena mendelik ke arah Albert masih mengelap mulutnya dengan tissue.

“Udah yuk Ref, pada ganggu aja lo” sebal Albert menarik tangan Refly dan berlalu dari sana, Refly hanya menganggukkan kepala meminta maaf atas sikap Albert pada Lena yang mengerti maksudnya.

“Sumpah aku kaget yank, ngeliat pertunjukkan tadi” ucap Indra masih tertawa kecil.

“Aku senang Albert sudah berubah dan lebih dewasa daripada sebelumnya” senyum Lena memberi pengertian pada Indra.

“Yah, mungkin ini yang terbaik Albert sudah mulai tertarik berinteraksi dengan seusianya, padahal sebelumnya sejak kelas satu aku menganggap dia cukup aneh” balas Indra mengecup puncak kepala Lena.

“Albert sudah mempunyai cahayanya sendiri” ucap Lena pelan.

***

“Kak Roan jadi balik ke Austria lagi ?” tanya Albert ketika sudah sampai di rumahnya.

“Iya, dia akan kembali ketika kontes balet November nanti, aku sudah memberitahunya bahwa aku akan menari balet lagi” jawab Refly menaruh tas ransel yang cukup besar di atas lantai kamar Albert sambil mengeluarkan perlengkapan mandinya.

“Aku mandi duluan ya Al, latihan balet pertama tadi lumayan banyak Vina bahkan meminta overtime tapi badanku tidak sanggup lagi” lanjut Refly langsung menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar Albert.

“Nyalain keran air panasnya ya Ref, buat gue mandi nanti” sahut Albert dari luar mengganti pakaiannya dan Refly menjawab pelan dari dalam kamar mandi.

Mulai hari ini Refly menginap di rumah Albert karena janji yang di berikan olehnya ketika di kantin siang tadi. Hanya beberapa minggu saja, karena Refly tidak bisa meninggalkan apartemennya terlalu lama. Sang kakak, Shinta cukup terkejut dengan kedatangan Refly bahkan sekaligus menginap juga. Beberapa menit kemudian, Refly keluar dari kamar mandi dan sudah memakai piyamanya bercorak polkadot berwarna hitam dan putih. Melihat hal itu, Albert sedikit cekikikan juga sedikit tegang karena wangi tubuh Refly langsung menyeruak memenuhi kamarnya. Rambut basahnya yang panjang masih di biarkan terurai begitu saja, penampilannya saat ini benar – benar terlihat seperti perempuan, membuat Albert menelan ludah.

“Al ? Kok bengong ? Air panasnya sudah siap nanti keburu dingin” ucap Refly masih mengeringkan rambutnya dengan handuk.

“Hah ? I ... Iya” balas Albert langsung menuju kamar mandi lalu menarik nafas pelan berusaha mengontrol dirinya.

Di dalam kamar mandi Albert tidak tenang sama sekali, tangan kanannya yang terluka membuatnya sulit untuk membersihkan dirinya, aroma shampoo yang di pakai oleh Refly masih tercium dan membuat Albert bergetar. Dengan cepat dia langsung menghilangkan pikiran tersebut dan menyelesaikan membasuh dirinya lalu keluar dari sana. Di meja belajarnya Refly terlihat sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang di berikan oleh guru mereka. Meskipun masih beberapa bulan bersekolah di sana, Refly cepat tanggap akan semua pelajaran yang di ajarkan di sana. Albert pun mendekat ke arah Refly dan menengok apa yang sedang di kerjakan oleh Refly,

“Bikin PR, Ref ?” tanya Albert masih mengusap – usap rambutnya yang basah dengan handuk.

Refly mengangguk lalu menoleh ke arah Albert, namun langsung berbalik lagi dengan wajah memerah.

“Pakai bajumu, Al” ucap Refly pelan.

Saat ini Albert memang hanya memakai boxer saja tanpa menggunakan pakaian sama sekali. Ketika di rumah apalagi di kamarnya, Albert memang lebih senang hanya memakai singlet ataupun boxer.

“Kenapa ? Gue kalo pengen tidur begini, seksi ya ?” goda Albert merangkulkan kedua tangannya di leher Refly, namun langsung merintih kesakitan karena lengan kanannya di paksa untuk bergerak.

“Rasakan, sini aku ganti perbannya pasti sudah basah” balas Refly menjulurkan lidahnya dan memegang tangan kanan Albert lalu mengambil kotak P3K yang berada tidak jauh dari meja belajar Albert.

“Aroma tubuh lo kok wangi banget Ref ?” tanya Albert ketika Refly sedang mengganti perban di tangan kanannya, wajahnya dekat sekali dengan Albert sehingga aroma yang berasal dari Refly tercium begitu kuat.

“Maksudmu ?” tanya Refly tidak mengerti masih sibuk dengan kegiatannya.

“Iya, ada aroma yang keluar dari tubuh lo yang gue suka, beda dengan wangi parfum. Padahal lo cowok, tapi wangi terus apa rahasianya sih ?” tanya Albert memejamkan matanya dan menghirup kuat aroma tubuh Refly dan menghembuskannya kembali.

“Tidak ada yang spesial kok, mungkin hanya perasaanmu saja” jawab Refly singkat.

Albert tidak membalas jawaban dari Refly masih melihat ke wajah serius Refly yang serius akan tangan kanannya. Albert mempelajari seluk beluk wajah Refly, bulu matanya yang panjang juga jari – jari tangannya yang lentik membuat Albert terpesona. Kulit Refly yang putih bersih tanpa bercak – bercak mirip spokesperson di iklan kecantikan selalu memperdaya penglihatan Albert, seperti bukan Refly saja.

“Sudah selesai, jangan terlalu banyak di gerakkan tangannya ya, Al ... “ ucapan Refly terpotong karena wajah Albert sudah berada di depannya dan bibir mereka saling bersentuhan satu sama lain.

Ciuman kali ini cukup lama, Albert memegang kepala Refly dengan tangan kirinya dan menahannya, beberapa menit kemudian Albert melepaskan bibirnya dari Refly.

“Kenapa lo nggak nolak ciuman gue barusan, Ref ?” tanya Albert pelan, masih dekat dengan wajah Refly yang memerah.

“Aku juga tidak tahu” jawab Refly cepat.

“Maksudku, aku hanya nyaman berada di dekatmu tidak seperti orang lain walaupun kau berbuat hal yang aku tidak mengerti, tetap saja aku tidak mau jauh darimu Al” lanjut Refly yang membuat Albert terkejut.

Sejenak suasana hening tidak ada yang berbicara, Refly menundukkan kepalanya dengan telinga dan pipi yang memerah, tidak berani menatap Albert. Dengan gerakan pelan, Albert memegang tangan Refly dan menatap Refly serius.

“Jadi, kalau gue bilang pengen lo jadi pacar gue, gimana menurut lo Ref ?” tanya Albert masih dengan nada pelan.

Refly tidak bisa berkata apa – apa, wajahnya makin memerah mendengar pernyataan barusan dari Albert.

“Lo nggak usah jawab sekarang nggak apa – apa ... “ perkataan Albert terpotong karena Refly sudah mencium pipi Albert dengan cepat dan kembali dengan menundukkan kepala seperti kebiasaannya.

Albert terdiam terkejut dengan sikap tiba – tiba dari Refly tersebut. Hatinya memanas, berdebar dengan kencang, jawaban yang tidak biasa dan jelas mencerminkan pribadi Refly yang polos. Albert menyukai hal itu dan tidak bisa di pungkiri lagi cintanya sudah berlabuh kepada Refly, pertahanannya runtuh.

“Itu jawaban lo barusan ?” tanya Albert tersenyum kecil mengangkat wajah Refly yang masih merona merah.

“Gue bukan siapa – siapa juga bukan seseorang yang spesial, tapi seenggaknya gue pengen bisa bahagia bersama dengan orang yang gue cintai dan itu lo Ref. Walaupun mungkin mendapatkan hati lo sepenuhnya masih belum sempurna, gue ingin berusaha sekuat mungkin dan nggak akan menyerah buat dapetin perhatian lo sepenuhnya buat gue, Ref” lanjut Albert panjang dan menarik Refly berbaring di ranjangnya dan memeluknya erat.

Refly membalas pelukan Albert dan membenamkan kepalanya di dada Albert yang hangat dan menenangkan dirinya.

Bersambung. . .

0 komentar:

Posting Komentar