ONE IN A MILLION Part 7


By : Sa-Chan.


Pentas seni yang di adakan beberapa minggu kemarin berjalan dengan lancar dan sukses. Klub Balet keborongan mendapat anggota baru yang ingin bergabung setelah melihat pementasan ballet lesson yang di pertunjukkan oleh Albert, Vina dan beberapa anggota lainnya. Jam istirahat makan siang hari ini di luar klub Balet sudah banyak orang yang mengantri untuk mendaftar masuk terutama kaum hawa. Vina sempat kebingungan akan hal ini karena banyaknya peminat yang datang untuk masuk menjadi anggota klub, tapi dia cukup senang ada beberapa yang benar – benar ingin belajar balet dengan motif serius walaupun ada juga yang dengan alasan hanya ingin menari bersama Albert.

“Gue nggak nyangka lo sepopuler itu Al” ujar Vina ketika para pendaftar sudah mengisi formulir dan menunggu untuk panggilan tes.

Albert tetap terdiam menatap ke arah luar jendela terlihat murung.

“Woi, kenapa lo ?” tanya Vina menepuk bahu Albert, namun dia tidak bergeming.

“Berisik lo, Vin” jawab Albert ketus masih menatap ke luar jendela, tepatnya ke arah seseorang di bawah sana.

Vina mengerutkan dahinya merasa aneh dengan sikap temannya itu, sejak selesai pentas seni tersebut Albert sering melamun dan tidak bersemangat.

“Kenapa lo ? Tumben banget lo nggak bareng Refly ?” tanya Vina lagi.

“ .... , Sekarang dia udah bisa berinteraksi dengan banyak orang, liat aja tuh di bawah” balas Albert menunjuk ke arah luar.

Vina hanya menyerukan suara “Ooohh” panjang mengerti maksud dari Albert dan tidak berniat bertanya lagi kepada Albert, sepertinya dia butuh tempat untuk sendiri.

“Ya udah nggak usah murung gitu kali, itu bagus buat Refly bisa bersosialisasi dengan teman – teman lain sebelum ujian kelulusan nanti” ujar Vina duduk di samping Albert, namun masih sibuk merapikan formulir – formulir pendaftaran yang berantakan.

“Menurut lo Refly bakalan nari balet lagi nggak Vin ?” tanya Albert mulai buka suara.

“Kenapa nanya ke gue ? Itu bukannya keinginan terbesar lo ‘kan ? Gue yakin Refly bakal nari balet lagi, karena ada sesuatu di dalam dirinya yang nggak akan pernah gue punya sebagai penari balet” jawab Vina berhenti memegang kumpulan formulir pendaftaran yang berserakan dan menatap Albert.

“Apa itu Vin ?” tanya Albert penasaran.

“Sebuah perjuangan dan kedisiplinan” jawab Vina singkat kembali dengan pekerjaannya.

Albert hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya kembali ke arah luar jendela, melihat Refly sedang berbicara bersama beberapa orang. Semenjak pentas seni tersebut tidak pelak juga nama Refly di sebut – sebut sebagai seseorang yang mensukseskan pertunjukkan balet saat itu. Meskipun hanya di balik layar, ternyata banyak yang penasaran akan siapa yang membuat klub Balet menjadi sukses seperti itu.

“Ref, mau pulang nggak ?” tanya Albert setelah bel terakhir berbunyi.

Refly langsung menengok ke arah belakang dan menganggukkan kepala cepat, aroma tubuh yang di sukai oleh Albert kembali tercium membuatnya merinding. Semenjak ciuman saat di ruang klub Balet tersebut, Albert berusaha bersikap normal, namun selalu teringat akan bibir mungil Refly yang kecil dan berwarna merah sexy. Refly pun tidak mengungkit masalah tersebut, tetapi terkadang ketika mereka bertatapan Refly langsung mengalihkan pandangannya dari tatapan Albert.

“Refly !!” panggil seseorang dari arah pintu kelas.

Albert dan Refly menengok bersamaan ke arah suara tersebut.

“Endo ? Ada apa ?” tanya Refly begitu tahu seseorang yang dia kenal.

“Novel yang lo bilang kemaren udah ada nih, ke rumah gue yuk” ajak Endo langsung menarik tangan Refly keluar kelas, namun tangan Refly yang lain sudah di genggam oleh Albert.

“Refly mau pulang bareng gue” ujar Albert sinis, seisi kelas melihat hal tersebut sambil berbisik – bisik.

“Nggak ada urusan sama lo Al, Refly kepingin novel ini jadi dia minta sama gue buat cariin, lagian Refly bukan milik lo seorang ‘kan ?” sindir Endo menatap Albert balik dengan tatapan tajam.

Suasana hening sejenak, lalu dengan gerakan pelan Albert melepas tangan Refly dan berlalu dari kelas tanpa melihat ke arah Refly lagi.
Refly melihat hal itu hanya menatap punggung Albert yang menjauh lalu menghilang dari tembok kelas. Ekspresinya sulit untuk di baca untuk orang awam yang belum pernah kenal dengan Refly, bahkan Albert masih selalu berusaha mengerti setiap ekspresi yang di tunjukkan oleh Refly.

“Ayo Ref !” sahut Endo lagi, namun Refly langsung menarik tangannya dari genggaman Endo dan menatap Endo datar.

“Maaf, bisakah kau bawa saja besok Novelnya, En ?” tanya Refly pelan.

“Kenapa nggak sekarang aja Ref ?” tanya Endo balik agak bingung dengan sikap Refly.

“Bisakah besok kau bawa novelnya ? Aku ingin pulang sekarang” lanjut Refly segera berlalu dari kelas meninggalkan Endo dengan tatapan aneh.

Refly berlari cepat di koridor berusaha mencari sosok Albert yang mungkin masih bisa dia kejar. Langsung menuju tempat parkiran namun sudah tidak ada motor yang sudah dia kenal, Refly langsung menuju keluar sekolah berhenti sebentar untuk menarik nafas karena sehabis berlari sedari sekolah. Ketika hendak menyebrang lampu lalu lintas pejalan kaki, langsung berubah menjadi merah, bunyi klakson yang cukup kencang dari arah samping kanannya membuat Refly terkejut, lalu ada sebuah dorongan dari arah belakang yang membuatnya kaget dan jatuh terjerembab ke tanah.

Refly melihat kerumunan orang mendatanginya dan terlihat sebuah tubuh besar memakai seragam sekolah menindihnya juga banyak darah mengalir dari tangan kanan orang yang menindihnya tersebut. Wajahnya langsung terkejut kaget ketika mengetahui siapa sosok tersebut yang menolongnya.

“Lo nggak apa – apa ‘kan Ref ?” tanya Albert pelan berusaha menahan sakit di lengan kanannya.

“Albert ??” teriak Refly berusaha berdiri dan menopang tubuh Albert yang besar.

“Gue kaget tiba – tiba ada lo di dekat lampu lalu lintas yang udah berubah jadi merah dan ngeliat lo nyebrang tanpa menengok arah kanan, bukannya lo pulang sama Endo ?” tanya Albert masih meringis kesakitan.

Airmata Refly langsung mengalir begitu saja berusaha mencari saputangannya untuk memberhentikan pendarahan di lengan kanan Albert.

“Nggak usah, nanti saputangan lo kotor” ujar Albert mengetahui sikap Refly lalu menghapus airmata Refly yang turun dari pipinya.

Dengan bantuan orang sekitar yang menghubungi rumah sakit terdekat, akhirnya Albert mendapat perawatan dan harus tinggal di sana beberapa saat.

“Untuk sementara lengan kananmu tidak boleh di gunakan untuk apapun” ujar dokter yang menangani luka Albert.

Refly tersontak kaget mendengar larangan tersebut dari sang dokter.

“Ta ... tapi dok, sampai kapan dia tidak boleh menggunakan tangan kanannya ?” tanya Refly masih ketakutan.

“Tergantung dari pemulihan kondisi tubuhnya, paling cepat sekitar satu bulan atau mungkin bisa tiga bulan” jawab sang dokter selesai mencatat data – data Albert dan berlalu bersama perawat di belakangnya.

Refly hanya menatap kepergian sang dokter, tidak tahu harus berbuat apa juga tidak berani melihat ke arah Albert.

“Pulang yuk, Ref” ujar Albert tenang mengagetkan Refly sambil menggendong tas selempangnya dan berdiri.

“Kamu tidak marah Al ?” tanya Refly melihat Albert khawatir.

“Kenapa ? Tentang tangan kanan gue ? Nggak usah khawatir bukan masalah besar kok” jawab Albert mengulurkan tangan kirinya agar Refly berdiri.

“Tapi ..., Kamu ‘kan siswa melukis dengan lengan kananmu seperti ini ... “ ucapan Refly terpotong karena Albert sudah menarik tangan Refly dan keluar dari ruang perawatan.

“Albert ... “ imbuh Refly tidak mengerti dengan sikap Albert yang agak aneh hari ini.

Di dalam busway mereka berdua hanya terdiam tidak ada yang berbicara dan Albert masih menggenggam tangan Refly erat.

“Tadi gue belum pulang karena sedikit marah dengan pernyataan Endo tadi” ujar Albert memulai pembicaraan.

“Tapi tiba – tiba gue ngeliat lo udah keluar dari dalam sekolah sendiri, jadi gue ngejar lo tapi nggak nyangka kejadian tadi cepat banget” ucap Albert lagi di selingi tawa sedikit.

“Namun, tangan kananmu .... “ balas Refly, tetapi di potong oleh Albert kembali.

“Jangan khawatir, yang penting lo nggak terluka” senyum Albert memasukkan tangan kanan Refly masuk ke kantung celananya.

Refly tidak bisa berkata apa – apa lagi, sikap Albert yang ramah dan rendah hati membuat Refly tenang dan rasa keraguannya untuk memiliki kepercayaan terhadap Albert hilang seketika begitu saja, hatinya di penuhi dengan sesuatu rasa yang berbeda sebelumnya.

***

“Al tangan lo kenapa ?” tanya Vina keesokan harinya ketika Albert dan Refly datang ke klub Balet untuk melihat beberapa anggota baru.

“Aduh, lo berisik banget pagi – pagi Vin, nggak usah ribet” ketus Albert menutup sebelah telinganya dengan jari kirinya.

“Ta ... tapi, Ref lo tahu kenapa si bodoh ini terluka ?” tanya Vina lagi masih penasaran beralih menatap Refly.

Refly balik menoleh ke arah Albert meminta persetujuan jika memberitahu kejadiannya kepada Vina, namun Albert menggelengkan kepala.

“Apaan sih lo Al ? Nggak usah ngasih – ngasih kode ke Refly biar nggak kasih tahu gue” ketus Vina sengit.

“Terserah gue donk, udah nggak usah ngurusin luka gue, cepet bimbing anggota barunya aja” balas Albert duduk di sebuah kursi.

Vina mengambil nafas pelan, sudah tahu watak Albert yang terlalu acuh dengan dirinya sendiri.

“Oke semua kumpul di tengah, kita akan memperkenalkan beberapa anggota lama klub Balet” sahut Vina keras dan menyuruh anggota baru untuk duduk di tengah ruang sambil melihat sekelilingnya.

“Baiklah nama saya Vina, selaku ketua di sini saya akan memberitahukan dahulu bahwa latihan balet di tempat ini cukup keras dan membutuhkan ke disiplinan yang ketat, jika ada yang tidak suka silahkan langsung keluar” sahut Vina lagi panjang.

Anggota baru di sana terdiam dan menganggukkan kepala cepat mengerti maksud dari ketua klub Balet itu.

“Ini Refly pelatih kita saat ini, pasti beberapa dari kalian sudah mengenal Refly siapa, walaupun dia masih muda dan seusia saya namun teknik gerakan baletnya sudah bisa di bilang pro dan cangkupan latihannya sangat efektif” imbuh Vina memperkenalkan Refly yang berdiri di sampingnya.

“Kenapa kak Albert tidak di perkenalkan kak Vina ?” tanya seorang anggota mengacungkan tangannya.

“Oh, Albert hanya member sementara saja dia sebenarnya anggota klub Melukis jadi tidak perlu perkenalkan” senyum Vina tenang, Albert hanya mencibir di belakang.

“Oke proyek kita sebelum tahun depan adalah mengikuti kontes di Bandung November nanti, jadi kalian bersiaplah untuk latihan keras yang akan menunggu” ujar Vina lagi memberikan manual latihan kepada anggota baru.

“Lo serius Vin mau ikut kontes balet nanti ? Lo nggak nyadar semua anggota barunya cewek semua ?” sambung Albert dari belakang.

“Nggak usah lo kasih tahu gue sadar, tapi lo juga lagi terluka nanti gue bakalan pikirin sesuatu buat kontes nanti agar tidak memakai penari balet pria” balas Vina cukup kesal karena mengetahui kenyataan di hadapannya.

“Aku saja” ujar Refly singkat.

“Hah ?” kaget Vina dan Albert bersamaan melotot ke arah Refly.

“Pengganti Albert biar aku saja Vin, nggak usah khawatir kita pasti bisa memenangkan kontes November nanti, aku ingin membuat suatu kenangan yang baik di sekolah ini” balas Refly sambil tersenyum pelan membuat Vina terperangah lalu memeluk Refly cepat.

“Thanks Ref lo memang baik banget, tapi nggak terpaksa ‘kan ?” tanya Vina meyakinkan Refly.

Refly menggelengkan kepala cepat dan Albert hanya terdiam menatap Refly.

Bersambung. . .

0 komentar:

Posting Komentar