JEALOUS Part 12


By. Kim Hye So

Pengakuan Ines yang gamblang bahwa hubungannya dengan Seger amat serius dan telah beberapa kali telah melakukan hubungan intim membuat Rikas, sang kakak terhenyak. Membuat sang Mama kaget dan pucat. Bahkan Mamanya begitu emosi sampai menampar Ines.

“Plakk..!” dan itu adalah tamparan terkeras dari sang Mama.

Untung Rikas menahan Mamanya agar tidak jadi emosional. Sehingga sang Mama dengan mata berlinang meninggalkan Ines masuk ke kamarnya.

“Kau telah melukai hati Mama..”

“Tapi kami saling mencintai..”

“Cinta tidak harus mengobankan dirimu sampai seperti itu. Kau belum banyak mengenal lelaki. Kau lihat kakakmu ini! Aku menjaga Imam tetap bersih dan tidak tersentuh. Kami pacaran tapi biasa saja. Kami tidak pernah mencoba untuk tidur bersama, memikirkannya pun tidak pernah sekalipun. Karena kami tahu tujuan kami adalah rumah tangga walau kami sama-sama laki-laki. Jadi buat apa saling merusak?” Jelas Rikas.

“Tapi Mas…”

“Kau pernah melakukannya. Itu tandanya imanmu masih rapuh.”

“Aku..” Lidah Ines terasa sangat kelu.

“Kau belum matang dan dewasa Ines. Gadis sepertimu akan mudah hancur, dan aku tidak yakin jika Seger mau bertanggung jawab jika ada sesuatu yang akan terjadi. Biar aku menemui Seger…”

“Jangan Mas! Nanti malah tidak enak suasananya. Biarkan saja! Mulai besok aku akan berhati-hati.”

“Sebetulnya tugasku untuk melindungimu Ines. Tapi karena kau sangat mencintai Seger untuk sementara aku akan diam. Tapi sebaiknya kau minta maaf pada Mama. Atau Mama akan lebih dahulu mengatakan hal ini pada Papa. Kalau sudah sampai pada Papa, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk membantumu.”

“Tolong Mas! Jangan sampai Papa tahu!” Pinta Ines.

“Papa pasti akan tahu pelan-pelan. Tapi jika kau tidak ada masalah, sebaiknya kau hentikan pergaulan bebasmu itu. Bercintalah secara sehat, bukankah kuliahmu masih lama?”

“Iya Mas, aku mengaku salah.”

“Kau mengecewakan Mas Ines!”

“Maafkan Ines Mas! Tapi aku memang sangat mencintai Seger. Kalau Mas bertemu dengannya, aku takut nanti kalian bertengkar. Dan Seger akan sungguh-sungguh meninggalkan aku.”

“Itulah kelemahanmu. Kau bukan hanya menjadi bulan-bulanan Seger, tetapi posisimu sudah sangat lemah.”

“Aku sudah siap menanggung semua yang sudah aku perbuat ini mas.”

“Benarkah?” Rikas menatap tak percaya.

“Iya mas…”

“Jadi kalau sampai terjadi sesuatu pada dirimu, aku tidak ikut menanggung? Mama tidak ikut? Begitu juga Papa?” Tanya Rikas dengan nada yang mulai meninggi.

“Aku tidak tahu..”

“Kamu benar-benar bodoh Ines! Kamu masih terlalu kecil unuk mengenal lelaki. Kini kau mempersulit dirimu sendiri, mempersulit langkahmu, mempersulit masa depanmu. Kau pasti akan banyak bergantung pada Seger. Dan dengan mudah Seger akan mempermainkanmu.”

“Semoga saja Seger tidak berpikir seperti itu. Dia sangat mencintaiku, itulah yang ku rasa.” Tandas Ines.

“Nonsense. Seorang laki-laki yan mencintai kekasihnya tak akan mau merusak masa depan kekasihnya.”

“Ini salahku juga Mas..”

“Terserah kau saja! Jangan pernah mengeluh jika nanti menghadapi persoalan yang lebih sulit dan terlalu pelik untuk kau pecahkan.” Rikas pun beranjak.

“Mas mau kemana?”

“Aku mau keluar. Dan kau tetaplah di rumah! Jangan keluar lagi! Lebih baik kau minta maaf pada Mama! Dan kuliah lah dengan benar, jangan membolos lagi! Sebagai kakak, aku juga tidak rela jika kuliahmu harus hancur gara-gara ketidak seriusanmu.”

“Iya Mas. Maafkana aku..” Dengan wajah menunduk sedih, Rikas meninggalkan sang adik. Dibawanya mobil miliknya untuk keluar dari rumah. Pikirannya kacau saat ini. Ia iba, ia kasihan pada adiknya yang sangat lugu itu. Bahkan sampai saat ini Ines tidak menyadari kalau ia sudah menjadi korban cinta lelaki. Rikas geram dan kesal dengan gaya pacaran Seger. Ia marah. Namun untuk sementara, ia masih bisa menahan amarahnya. Ia tidak mau mempersulit posisi adiknya.

Sementara itu Ines masuk ke kamar Mamanya. Wanita yang masih memiliki gurat kecantikan itu masih berdiri di dekat jendela. Ia lah yang paling terpukul dengan pengakuan polos Ines yang sudah menyerahkan tubuhnya kepada sang pacar. Bahkan dengan polos pula Ines mengakui bahwa ia sudah beberapa kali berhubungan intim dengan Seger.

Lalu siapa yang salah? Sebagai seorang Mama, ia merasa sangat bersalah. Apa yang harus dikatakannya pada sang suami? Apa yang harus diceritakannya?

“Ma…!” Panggil Ines pelan

“Ines?”

“Maafkan aku Ma..!”

“Semua sudah terjadi Ines…”

“Maafkan aku sudah mengecewakan Mama.!”

“Masalahnya bukan itu Ines. Masa depanmu masih panjang, tak bisakah kau berpacaran dengan sehat seperti kakakmu? Kakakmu saja yang tidak normal bisa, kenapa kamu tidak? Kakakmu mampu bertahan dengan baik selama dua tahun lebih. Bahkan sampai mereka mau wisuda.”

“Iya Ma. Aku mengaku salah. Aku kurang pengalaman. Tapi Mama berkata seperti ini bukan karena tidak setuju aku berpacaran dengan Seger kan?”

“Siapapun pacarmu, sebetulnya itu tidak masalah buat Mama. Mama hanya kecewa dengan cara berpacaranmu. Selain menodai harga dirimu sebagai seorang wanita terhormat, kau juga sudah menorehkan luka di jalanmu sendiri. Kau telah mempersulit jalan masa depanmu sendiri. Seharusnya seorang pacar itu sebagai pendorong semangat belajar, bukan perusak seperti ini.” Ucap sang Mama geram.

“Aku tahu Ma. Maaf Ma, aku yang salah..”

“Hentikan pergaulan bebasmu Ines! Jika tidak, maka Papa akan mengetahui semua ini.”

“Jangan Ma! Tolong! Jangan sampai Papa tahu semua ini!” Pinta Ines.

“Kalau misal tidak terjadi apa-apa, Mama masih bisa merahasiakannya. Tapi bagaimana kalau kamu hamil? Papa dan Mama mau tak mau tetap terlibat bukan? Mau tak mau, Papa dan Mama juga ikut susah. Bukankah kamu belum siap berumah tangga? Bukankah Seger belum siap menanggung beban hidupmu? Kamu tahu artinya menikah? Itu berarti secara dewasa kamu akan hidup mandiri, lepas dari Mama dan Papa. Sudah siap kamu?”

“Kalau memang itu adalah resiko yang harus Ines ambil, mau bagaimana lagi Ma? Ines harus menghadapinya.”

“Ya, memang nanti pada akhirnya kau harus menanggungnya. Tapi apa kamu siap?”

“Ya. Nanti kuliah sambil kerja. Bagaimanapun yang penting Mas Seger bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Aku akan siap menghadapi kesulitan bersamanya..”

“Ajak dia kemari! Mama mau bicara dengannya..”

“Jangan sekarang Ma! Ines mohon! Jangan sekarang! Jangan desak Mas Seger! Ines takut nanti dia malah meninggalkan Ines. Biarkan semua berjalan seperti biasa dulu! Nanti biar Ines yang bicara pada Mas Seger..”

“Tapi kendalikan dirimu Ines! Mama tidak suka caramu bergaul. Tubuhmu ini berharga. Jangan dengan murah kau berikan kepada lelaki! Kecuali jika dia sudah melamarmu dan mau menikahimu!”

“Iya Ma…”

“Mama benar-benar kecewa padamu…!”

“Maafkan Ines Ma…!”

“Sudahlah! Mulai sekarang laporkan dengan jujur kemana kamu pergi! Kuliahmu jangan ditinggal-tinggal lagi! Dan jaga pergaulanmu! Jangan sebebas sebelumnya!” Nasehat sang Mama.

“Iya Ma..” Ines tidak membantah. Ia tahu, situasinya sudah buruk. Ia tidak mau memperburuk lagi. Biar sang Mama menumpahkan kekecewaannya karena iapun keterlaluan. Ia sendiri juga tidak yakin apakah Seger benar-benar mencintainya atau tidak.

***

Hujan gerimis ketika Rikas sampai di rumah Imam. Ia memasukkan mobil berwarna hitam metalik miliknya ke halaman rumah Imam. Imam menyambutnya degan senyum cerah. Siapa yang tidak senang kekasihnya datang?

“Wajahmu kusut sekali Mas…?” Tanyanya.

“Pinjam handuknya!”

“Kuambilkan. Mau masuk sekalian?”

“Tidak. Kita ngobrol di teras saja. Pinjam sisirnya sekalian.”

“Sebentar ya! Mau minum kopi? Susu? Teh?” Imam masih dengan lincah menwarkan minum pada sang kekasih.

“Terserah kamu saja…”

“Sebentar ya…”

Dengan lesu Rikas duduk dan menghempaskan pantat(?)nya di sofa empuk yang ada di teras. Persoalan adiknya memang membuatnya lesu, ia sangat kecewa. Meski begitu, ia tidak mau memarahi Ines, sebab Ines adalah adik satu-satunya. Nanti Ines akan semakin menderita pikirnya. Ia takut nanti Ines malah akan lari ketakutan, dan membawa masalahnya pada orang lain.

Hujan turun semakin deras. Udarapun semakin dingin menyentuh kulit, sesekali terlihat kilat melejit. Langit yang suram terlihat putih, terang benderang. Meski hanya sesaat saja.

Beberapa kali pemuda itu menghempaskan nafasnya. Ia geram setiap kali terbayang wajah Seger yang sudah merusak masa depan adiknya. Ia masih berharap kalau lelaki itu mau bertanggung jawab atas masa depan adiknya. Kalau tidak, mungkin ia akan mengajak teman-temannya untuk membuat Seger babak belur.


- Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar