Separuh Sayap



by. Gaara Nyunyul

Another Sequel from "Sayap-Sayap yang hilang"
Hancur adalah nama lain dari sebuah kelahiran kembali..
Ya, terlahir kembali sebagai sebuah kehancuran..
Wilga menarik kopernya memasuki sebuah apartemen mewah di sebuah kota sibuk di Inggris. London. Hari pertamanya menapaki sebuah kehidupan baru, tanpa asrama, tanpa cowok-cowok berkulit sawo matang, dan makanan khas Indonesia lagi. Wilga membuka lemari bajunya dan terdiam. Dia memasukkan baju-bajunya dalam lemari, kemudian menutupnya. Setelah merapikan bajunya, dia menata buku di sebuah meja belajar di samping tempat tidur king size-nya. Perlahan dia beringsut masuk ke dalam selimut dan mencoba memejamkan mata. Namun, belum lama matanya terpejam sebuah email masuk ke ponsel smartnya.
“Aku nggak sanggup kalau harus meneruskan hubungan ini bersama dengan cowok yang bahkan belum bisa melupakan cinta pertamanya yang udah meninggal. Wilga, ayo kita putus!”
Wilga menatap datar layar ponselnya. Dia menghembuskan nafas gusar, lalu meletakkan ponsel itu begitu saja. Perlahan dia meraih ponselnya kembali dan mengetik balasan untuk si pengirim email.
“Oke, kita putus!”
Selesai! Sama seperti kisah cintanya kemarin-kemarin. Kisah cinta yang sangat hambar, karena Wilga tak pernah menghendakinya. Kisah cinta bersama dengan cowok-cowok yang bahkan tak pernah Wilga cintai. Sudah belasan cowok yang dia kencani setelah kepergian “dia” dalam hidupnya. Cowok satu-satunya yang membuat jantungnya berdegup kencang, cowok satu-satunya yang membuat jantungnya seakan berhenti, dan cowok satu-satunya yang membuat hatinya seakan mati. Hatinya telah hancur bersama puing-puing kisah penuh tangis bersama cinta pertamanya itu. Bahkan hingga saat ini, dia tak akan pernah mampu mencari pengganti “dia” di hatinya, di ingatannya, maupun di hidupnya.
Tingtong!
Wilga mengumpat sebal. Baru hari pertama saja sudah ada tamu. Dia melipat wajahnya dan beranjak membuka pintu apartemennya tanpa mengintip siapa yang datang dari aplikasi DoorBot di ponsel smartnya.
“Hi, hello...!” seraut wajah asing dengan mata biru dan rambut pirang langsung menyambutnya di depan pintu.
“May I help you?” suara Wilga terdengar malas. Malas untuk berbasa-basi.
“I just... errrr... want to introduce my self to new neighbour...”
“It’s okay! Don’t mention it!” suara Wilga terdengar malas.
Basa-basi yang tidak perlu itu sudah cukup membuat Wilga badmood saat ini. Cowok bule dengan rambut pirang dan mata biru itu mengangkat bibirnya, tersenyum. Tidak biasanya orang asing menyapa tetangga baru seperti itu, kecuali memang dia adalah ibu-ibu tukang gosip di perumahan elite!
“Hi, I’m Cavin Corner. Call me Cave..!”
“Wilga!” Wilga menyambut ogah-ogahan uluran tangannya. Bahkan Wilga masih enggan mempersilakan tamu itu masuk ke dalam apartemennya. Hati-hati terhadap orang asing, Wilga! Lagipula dia tak akan mempermasalahkan orang asing yang akan menggunjingnya karena mereka tak akan melakukannya.
“From Indonesia, right?”
“Right..” Wilga hanya menjawab seadanya. Saat cowok bule itu ingin meneruskan ucapannya, sebuah suara terdengar dari pintu apartemen di depan kamarnya. Suaranya kecil, mirip seperti suara anak SMP yang masih belum mengalami masa pubertas.
“Ion nggak mau pulang, ah! Nggak mau pokoknya!” suara itu terdengar kencang, merajuk. Wilga yang merasa masa bodoh dengan semua itu mau tak mau ikut menoleh saat mendengar ada orang Indonesia juga yang tinggal di apartemen ini.
Seorang cowok berdiri di depannya. Wajahnya khas orang Indonesia dengan mata hitam legam, kulit putih kecoklatan, dan juga rambut lurus pendeknya. Hidungnya sedikit mancung dengan alis hitam tebal dan jangan lupa lesung pipi itu! Membuatnya tampak seperti anak SD.
“Nggak mau! Ion udah berhasil jadi murid SMA di sini! Tesnya susah, masa harus balik lagi ke Indonesia? Nggak mau, ah!” cowok itu menggeleng kencang. Wilga menatap tetangga barunya itu dengan tatapan aneh. Baru kali ini dia melihat seorang anak SMA dalam tubuh seorang cowok SMP.
Cowok itu memasukkan HPnya ke dalam saku saat dia telah selesai berbicara dengan seseorang di telepon. Sesaat dia menoleh ke arah Wilga dan Cave lalu tersenyum ceria ke arah Cave.
“Cave...!” dia melambai riang seperti seorang anak SD yang tak sengaja bertemu temannya di jalan.
“Hi, Honey...! I miss you..” Cave melangkah ke arahnya, lalu mencium pipinya mesra. Wilga menatap mereka keki. Jadi, cowok SMP itu pacarnya. Bagaimana bisa seorang Cavin Corner yang keren itu bisa jatuh cinta dengan cowok berbadan SMP, usia SMA, dan berkelakuan mirip anak SD?
“Don’t call me like that!” cowok imut itu mendorong wajah Cave yang sudah mupeng ingin mencium bibirnya.
“I’m your bee. Because you are honey...”
“Nooo...!” suara cemprengnya kembali menusuk telinga Wilga. Dia memutar bola matanya malas dan beranjak masuk ke dalam apartemennya. Namun sebelum sempat menutup pintu, sebuah tangan menahan pintu itu. Wilga menoleh dan mendapati wajah cowok imut itu di depan wajahnya.
“Orang Indonesia juga, ya?” dia mengerjap lucu.
“Iya...”
“Oh, ya? Dari kota mana? Trus, ke sini buat apa? Kerja? Kuliah?”
“Aku masih SMA..”
“Iya? Wah, sama, dong...! Namaku Leon, panggil Ion aja, ya! Nama kamu siapa?” dia tersenyum manis dengan wajah ingin tahu. Dia mengulurkan tangan kecilnya di depan Wilga.
“Wilga!” Wilga menyambut uluran tangannya dan kemudian menarik lagi. Dia hanya menjabat, tidak.. hanya menyentuh tangannya sekilas.
“Wilga juga masih SMA, kan ya? Boleh aku panggil Wilga aja?” dia berteriak antusias.
“Terserah!”
“Oke, Wilga..! Selamat datang di London! Oh, ya ngomong-ngomong kenapa Wilga sekolah di sini?” Ion bertanya cepat. Wilga menghembuskan nafasnya kasar. Cowok ini benar-benar orang yang berisik!
“Cowok kamu?” Wilga ogah menjawab pertanyaan Ion dan menunjuk Cave untuk mengalihkan pertanyaannya. Kalau dia jawab bisa-bisa dia akan terus bertanya.
“Bukan, ah! Dia aja yang ngaku-ngaku! Dia bilang suka sama aku!” Ion tersenyum manis. Cave yang sedari tadi mengernyit bingung karena tak mengerti obrolan mereka tiba-tiba langsung menarik lengan Ion dan merengkuh tubuh kecilnya dalam pelukan.
“Cave..! What are you doing? Let me go!!” cowok imut itu ngamuk-ngamuk. Sebenarnya dari tadi Wilga ingin sekali menjitak kepalanya dan menjahit mulut kecil bawelnya itu. Namun dia menahan diri untuk tidak berulah di hari pertamanya.
Cave melepas pelukannya dan menghadapkan wajah si imut di depannya. Dia menatap Ion seolah Ion adalah miliknya.
“I never let you go..! Until you find a good boyfriend...” Cave menatap Ion dengan tatapan sayang.
“I got it...! I got it...!” Ion menarik tangan Cave dan mengusap-usap pipinya. Wilga memicingkan matanya dan berniat untuk menutup pintu, namun si imut sudah berhasil menerobos masuk ke dalam apartemennya.
“Cave bukan cowokku, kok Ga..! Dia sahabatku! Dia Cuma protektif aja, soalnya kemaren itu aku udah dimanfaatin sama cowok-cowok jahat, jadi dia berusaha buat nahan aku biar nggak sama cowok-cowok nyebelin lagi.. terus...”
“Aku nggak tanya!” Wilga memotong ucapan Ion dengan ketus. Bukannya marah, Ion malah balik terkekeh. Ion terus saja bercerita dengan ceriwis, sementara Wilga hanya memijat pelipisnya pusing. Dia sudah lelah dengan perjalanan dalam pesawat tadi, sekarang malah harus mendengar celoteh cowok imut ini. Suara berisiknya saja sudah mengalahkan suara mesin pesawat! Cih!
Ion terus-terusan bercerita dan berceloteh sementara Wilga menanggapi dalam diam. Dia melanjutkan aktivitasnya yang terbengkalai sejak tadi. Menata bukunya, merapikan bajunya, menata alat makan, memasak mie instan... sampai Ion ikut duduk di depannya dan menelan air liurnya menatap mie instan buatan Wilga.
“Kamu mau?” awalnya Wilga hanya basa-basi, namun Ion mengangguk dengan semagat dan langsung menarik mangkuk di depan Wilga. Ingin rasanya dia mengumpat kesal dengan kelakuan cowok labil di depannya ini!
***
Hari-hari Wilga masih diisi oleh celoteh dan kehadiran Ion di apartemennya. Setiap hari cowok imut itu selalu mengunjungi apartemennya dengan alasan beragam. Mulai dari alasan dia takut petir, kamar mandinya tidak ada bathupnya, dia kesepian tanpa rival main game, ada suara aneh di kamarnya, dan lain sebagainya. Sesekali Ion menginap di kamarnya dan tidur berdua dengannya. Gaya tidur Ion yang dibilang hiperaktif itu cukup merepotkan Wilga. Dia memeluk Wilga dengan kaki mungilnya dan mengusap-usap ujung hidungnya di punggung Wilga.
“Wilga...” suara Ion memanggil parau saat itu. Wilga enggan menjawab. Matanya yang mulai mengantuk perlahan terbuka.
“Hmmm...”
“Kamu tahu, kan kalau aku sukanya sama cowok...?”
“Udah dari awal ketemu juga ketahuan!”
“Kamu nggak benci aku, kan?”
“Kenapa?”
Ion terdiam tak menjawab pertanyaan Wilga. Tak lama kemudian dengkuran halus terdengar dari belakang tubuh Wilga. Wilga menoleh ke belakang dan melihat Ion telah terlelap. Dia menghembuskan nafas kasar dan melepaskan kaki Ion dari perutnya.
Mata Wilga terpejam sesaat, namun tiba-tiba sebuah nafas keras terdengar. Ion sedang gusar dalam tidurnya. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Tubuhnya mengejang dalam tidurnya. Nafasnya terus memburu, bibirnya meracau tak jelas. Wilga bangkit dari tidurnya dan menyentuh pundak Ion, namun Ion masih sibuk dengan mimpi buruknya.
“Woi..! Bangun...!” Wilga mengguncang bahu Ion. Ion tersentak dan membuka matanya. Air mata telah menetes lewat sudut matanya. Dia bangkit dan langsung memeluk Wilga erat dengan tubuh gemetar. Awalnya Wilga ingin menolak, namun melihat kondisi Ion seperti itu, dia merasa tak tega. Dia menepuk-nepuk kepala Ion lembut.
“Mimpi apa?” Wilga bertanya pelan.
Ion mengangkat wajahnya dari dada Wilga dan mengerucutkan bibirnya.
“Aku mimpi ada sosis besar yang jatuh di depanku. Trus sosis itu bilang ‘makan aku.. makan aku...’ trus dia ngejar aku...! Aku kan nggak suka sosis!”
Wilga menatap keki wajah Ion. Jadi karena itu? Hahaha...! Dia merasa Ion sudah membodohinya. Harusnya dia tahu kalau Ion adalah cowok kekanakan yang membuat harinya berisik! Kenapa dia masih bisa dibodohi olehnya? Hah...! Wilga hanya bisa menelan air liurnya paksa dan memijat pelipisnya.
“Udah selesai, kan? Sana tidur!” Wilga mendorong dahi Ion. Namun Ion masih keukeh berpegangan pada lengan Wilga, tetap memeluknya.
“Kalau sosis itu datang lagi, gimana?” tanyanya cemas.
“Aiish..!” Wilga masih berusaha mendorong dahi Ion agar jatuh ke kasurnya, namun Ion kembali merengkuh tubuhnya dan kemudian dia telah terlelap kembali dalam pelukan Wilga. Anak ini memang benar-benar merepotkan!
***
Wilga baru pulang dari sekolahnya dengan wajah lelah. Hari ini hari yang cukup menyita tenaganya. Tugasnya menumpuk tak terurus, belum lagi kegiatan yang wajib dia ikuti di sekolah, juga segala macam urusan membuatnya merasa lelah hari ini. Dia ingin tidur sejenak di apartemennya yang nyaman. Namun sepertinya dia tidak bisa melakukannya, karena si bule pirang tetangganya itu sedang berdiri di depan pintunya, menghadangnya.
“What happend?” Wilga bertanya malas.
“Just wanna make a little chat..” Cave mengangkat bahunya.
“I’m busy now..!”
“This is about Ion..!”
“What the hell about him? I never really care about him! He just a little shit of my life! Annoying!” emosi Wilga meledak seketika. Dia sudah cukup lelah dengan semua kegiatan hari ini, dan sekarang ada orang yang memancingnya dengan percakapan interogasi serupa. Ayolah, nanti saja! Saat ini dia hanya ingin tidur di kasurnya yang empuk!
“Jadi selama ini aku mengganggu hidup kamu, ya Ga? Maafin aku...! Selama ini aku nggak pernah sadar kalau keberadaanku di sekitar kamu udah mengganggu.. Maaf...! Aku nggak bakalan ganggu kamu lagi! Aku janji...” suara cempreng yang biasanya berisik itu berubah menjadi sedih. Ion sedang berdiri di belakangnya dan mendengar ucapannya barusan! Wilga menatap wajah Ion, dan perlahan hatinya berkedut sakit melihat ekspresi yang tidak pernah Ion tunjukkan di depannya itu.
“Aku nggak bermaksud... Kamu salah paham, Yon...” suara Wilga terdengar bergetar saat memanggil namanya. Selama ini dia tak pernah memanggil nama Ion. Dia hanya berkata “Heh!”, “Hoi!”, “Kamu!” dan tidak pernah sekalipun menyebut nama Ion saat memanggilnya ataupun saat berbicara dengannya.
“Nggak apa-apa...! Aku ngerti...!” Ion berbalik dan pergi dari tempat itu. Saat kaki Wilga melangkah hendak menyusulnya, tangan Cave mencegahnya. Dia menarik lengan Wilga dan mengatakan kalau mereka harus bicara berdua.
***
Ion menunduk di sebuah halte bis dengan wajah sedih. Air mata sudah jatuh dan mengalir di pipinya sejak tadi. Orang-orang di sana masa bodoh dengan keadaan Ion yang sedang menangis itu. Dia berjongkok di sudut halte dan mengucek matanya seperti anak kecil yang sedang tersesat. Perlahan tangannya dingin. Dia gemetar seketika. Kenangan masa lalunya yang pahit mulai terekam jelas di ingatannya. Dia menutup telinganya panik. Dalam sekejap dia berdiri. Nafasnya mulai tersengal-sengal. Dia berlari dari tempat itu, berlari tanpa tujuan yang jelas.
Sementara itu, Wilga dan Cave juga ikut mencarinya. Mereka berlari mencari keberadaan Ion. Wilga mengutuk semua ucapan dan sikapnya selama ini pada Ion. Mengapa? Karena dia baru tahu kenyataan pahit tentang masa lalu Ion dari Cave tadi. Cave sengaja menceritakan semuanya pada Wilga, karena untuk pertama kalinya Ion percaya pada orang lain, yaitu Wilga.
Ion bukan cowok lemah seperti ini sebelumnya. Dia sangat kuat, selalu berusaha keras untuk mandiri di negeri orang. Walaupun keluarganya termasuk keluarga yang berada, namun dia tidak ingin memanfaatkan semua fasilitas dari orang tuanya. Dia ingin mewujudkan mimpinya dengan kerja kerasnya sendiri. Walaupun tubuhnya kecil, namun semua orang menghormatinya karena sikapnya yang tegas dan juga baik hati. Namun, sifat seperti itu bukan jaminan semua orang menyukainya. Ada saja orang yang merasa iri dengannya dan akhirnya merencanakan perbuatan jahat pada Ion. Ion dicegat dan lima orang cowok melakukan perbuatan asusila padanya secara bergantian. Tubuhnya dijamah dan diperlakukan keji. Ion menjerit, menangis, sampai akhirnya pingsan. Untung saja waktu itu Cave datang menolongnya.
Tubuh Ion sangat lemah waktu itu. Dia hampir kehilangan darah karena pendarahan dari lubang anusnya. Tentu saja yang paling menyakitkan adalah trauma yang dideritanya. Sejak saat itu juga Ion berubah. Berubah menjadi sosok yang penakut, ceriwis, dan takut dengan orang asing. Dia pindah sekolah dan apartemen setelah itu, memutus semua kontaknya dengan orang-orang yang pernah dia kenal sebelumnya.
Tubuh Wilga menegang seketika mendengar cerita Cave. Dia masih belum bisa percaya bagaimana perasaan sakit dan takut yang ada dalam diri Ion sebenarnya. Ion sangat pintar menutupi itu semua dengan sikap ceriwis dan cerianya. Perlahan hati Wilga seperti diiris-iris oleh pisau. Entah bagaimana dalam hatinya muncul sebuah rasa ingin melindungi Ion. Tak akan dia biarkan seorang pun menyakitinya. Atau bahkan... sekedar menyentuhnya!!
Wilga terus berlari. Dia berpencar sesuai dengan instruksi Cave tadi. Dia terus berlari sampai dia sampai di sebuah lorong gelap. Terdengar isakan dari lorong itu. Dia hafal suara siapa itu!
Perlahan Wilga mendekati tempat itu. Sesosok tubuh mungil meringkuk di sudut lorong. Tubuhnya bergetar, sementara tangannya menutup telinganya. Wilga mendekatinya, menyentuh pundaknya. Ion menegang dan menepis tangan Wilga. Dia beringsut ketakutan ke depan. Wilga semakin mendekat ke arahnya dan berbisik.
“Ini aku...! Maafin aku...! Aku janji bakalan lindungi kamu, dengan nyawaku sekalipun...” Wilga merengkuh tubuh mungil itu dalam pelukannya. Ion berbalik dan langsung memeluk leher Wilga dan menangis kencang. Wilga menepuk punggung Ion lembut dan kemudian menggendong tubuhnya ala bridal style. Perasaannya menghangat seketika.
Sepertinya dia sudah menemukan siapa yang harus dia lindungi kali ini! Untuk pertama kalinya setelah kepergian “dia”, Wilga menemukan alasannya hidup. Dia tahu ini salah, namun dia juga tahu kalau separuh sayap dalam pelukannya inilah yang dia cari selama ini setelah kepergian cinta pertamanya..
Separuh sayap yang akan mengubah hidupnya mulai hari ini...!
~END~

0 komentar:

Posting Komentar