LIKE yang banyak yah guys, dan besok saya janji bakal posting lagi Who Says 3 .
”Bahkan jika kau tak hadir sekalipun, aku tetap merasa hangat. Tapi mengapa, kehangatanmu membuatku nyaman? Apa karna aku sudah terlalu lama tertelan dingin?”
Indah. Sangat indah. Mencoba membayangkan apa yang kamu berikan di perayaan sederhana bertambahnya usiaku. Hanya aku dan kamu. Berdua. Indah.
Selamat ulang tahun, begitu ucapmu. Seraya menyodorkan kue mini seukuran genggam tangan orang dewasa. Kue itu berwarna coklat, dan terasa seperti .. eh bukan, tapi memang kue rasa coklat. Selanjutnya, kamu memintaku untuk meniup lilin lilin yang ada di atasnya sambil membuat permohonan. Maafkan aku ya, aku tak suka berulang tahun. Aku juga tak suka di paksa untuk merayakannya. Kamu tau? Sebenarnya aku merasa agak risih karena inilah ulang tahun pertamaku. Aku cemberut, kamu bilang aku sedikit kekanakan karena sifatku ini dan kamu menyukainya, tak lama kamu mencolek sedikit whipped cream dengan jari rampingmu yang jail, kamu mencolek krim itu ke sepanjang hidung mancungku, ahh! Kotor semua, aku hampir menyelesaikan umpatan yang ingin aku lontarkan tapi tiba tiba kamu membungkam bibirku dengan bibir lembut kepunyaanmu. Tak sempat aku melontarkannya. Sebenarnya aku tak ingin moment itu berakhir, tapi yaa akhirnya berakhir, akan tetapi berakhir dengan indah.
Sejujurnya, aku masih sedikit tak suka dengan perayaan ulangtahunku sendiri, namun apa yang aku dapat buatku kehabisan stok kata kata. Tindakan nakalmu, keluguanmu, serta ciuman itu. Sempat aku membayangkan, seperti apa saat itu jika tahun ketujuhbelasku aku tak denganmu? Ahh, aku tak tahu.
Indah. Sangat indah. Mencoba membayangkan apa yang kamu berikan di perayaan sederhana bertambahnya usiaku. Hanya aku dan kamu. Berdua. Indah.
Selamat ulang tahun, begitu ucapmu. Seraya menyodorkan kue mini seukuran genggam tangan orang dewasa. Kue itu berwarna coklat, dan terasa seperti .. eh bukan, tapi memang kue rasa coklat. Selanjutnya, kamu memintaku untuk meniup lilin lilin yang ada di atasnya sambil membuat permohonan. Maafkan aku ya, aku tak suka berulang tahun. Aku juga tak suka di paksa untuk merayakannya. Kamu tau? Sebenarnya aku merasa agak risih karena inilah ulang tahun pertamaku. Aku cemberut, kamu bilang aku sedikit kekanakan karena sifatku ini dan kamu menyukainya, tak lama kamu mencolek sedikit whipped cream dengan jari rampingmu yang jail, kamu mencolek krim itu ke sepanjang hidung mancungku, ahh! Kotor semua, aku hampir menyelesaikan umpatan yang ingin aku lontarkan tapi tiba tiba kamu membungkam bibirku dengan bibir lembut kepunyaanmu. Tak sempat aku melontarkannya. Sebenarnya aku tak ingin moment itu berakhir, tapi yaa akhirnya berakhir, akan tetapi berakhir dengan indah.
Sejujurnya, aku masih sedikit tak suka dengan perayaan ulangtahunku sendiri, namun apa yang aku dapat buatku kehabisan stok kata kata. Tindakan nakalmu, keluguanmu, serta ciuman itu. Sempat aku membayangkan, seperti apa saat itu jika tahun ketujuhbelasku aku tak denganmu? Ahh, aku tak tahu.
“Ketika aku lelapkan lelahku, aku berharap engkaulah yang memelukku bagai unggun”
Kamu sempat tuturkan sesuatu yang akupun bahkan tak mengerti, apa maksudnya, dan mengapa. Aku menolak suatu tuntutan darimu. Bahwa berkahirnya “kita”. Aku menyayangimu. Bukan karna ciuman pertama kita dan kedua serta ketiga yang bahkan memang tak ada. Aku tulus, sungguh. Sudah pasti aku menolak pintamu, bahkan kamu sudah tahu hal itu.
Aku tak rela kehilanganmu, aku tak percaya jika aku membutuhkan seseorang yang lebih mencurahkan perhatiannya kepadaku selain kamu. Aku tidak begitu. Aku benar menyayangimu, aku percaya kamu memercayaiku. Namun, mengapa? Kamu batu, aku batu, bahkan akhirnya tak ada pihak yang menang atau kalah. Aku tahu sifatmu yang memang menghindari percekcokan. Benar saja, kamu meninggalkanku sendiri di tempat yang sama dengan kasus whipped cream itu. Hahaha, aku sakit.
“Kini aku hanya merasa hangat, hanya itu. Entah, sesuatu telah hilang. Walaupun aku tahu kaulah yang menghilang.”
Tak terasa setahun sudah aku hidup tanpamu. Akulah orang yang sama, masih sama seperti dulu. Setiap bulan aku mengirimkan hadiah hadiah kepadamu, tepat di hari ketujuhbelas tiap bulannya. Jika kamu tak tahu bahwa itu aku, maka aku sekedar memberitahumu.
Pernah dalam sebulan aku mengirim dua hadiah yang berbeda di hari yang sama. Tepatnya tanggal 17 Februari lalu. Karna, hari itu adalah hari dimana “aku mendapatkanmu” dan “bertambahnya usia mu” jatuh pada hari yang sama
Kamu masih mengganggapnya sebagai kado terindah bukan? Aku masih mengingatnya. Dua tahun yang lalu. Saat itu kamu masih mengenakan seragam SMA mu, tentu aku juga. Aku kakak tingkatmu, ingat? Di hari itu, semua mengalir begitu saja. Kita berdua, selepas sekolah, masih menunggu hujan reda. Dikantin, tempat yang sangat pas. Kehangatan yang dihasilkan oleh kompor kompor yang dihasilkan oleh tiap etalasenya dan dipisahkan oleh sekat pembatas.
Tak kunjung reda, aku mulai mengantuk. Bersandar di dinding porselen kantin, menguap tanda kantukku. Satu persatu peneduh mulai beranjak namun, aku belum. Sama sepertimu. Eh, tunggu. Kenapa aku tahu … bukan, kenapa aku malah serba tahu tentangmu saat itu? Mungkin aku memang memperhatikan dirimu sedari awal.
Hanya segelintir orang yang ada di kantin. Aku, kamu dan teman temanmu. Bahkan, ibu ibu kantin langganan sudah hendak berkemas pulang. Begitu pula dengan teman temanmu. Aku berpikir bahwa kamu juga akan meninggalkanku sendirian disini. Sendiri. Nyata nyatanya, tidak. Walau kamu beranjak dan melangkahkan kaki, aku tahu kamu tidak akan meninggalkanku. Kenapa? Tentu, kamu malah berjalan menghampiriku dan meminta izin untuk duduk bergabung denganku.
Sebentar saja, kita mudah akrab, padahal aku termasuk orang yang pendiam kepada orang asing. Atau? Alam bawah sadarku sudah mengenalmu lebih dulu? Haaiss. Oh iya, kamu mengingatkan bahwa aku adalah kakak pengampumu selama masa orientasi siswa. Tentu saja aku ingat kamu yang telah kuperhatikan sejak awal hingga detik itupun berlanjut.
Tak lama setelah terjebak nostalgia, kamu bercerita bahwa kamu sedang berulang tahun. Yang keenambelas ungkapmu. Hahaha aku tak menyangka kamu memintaku untuk merayakannya bersamamu, pada detik itu juga. Kamu memintaku untuk memberimu hadiah, menuntutku malah, aha! Apa apaan itu! Tapi yaa, kamulah yang aku perhatikan, jadi tak ada keberatan secuil kertaspun yang timbul. Jika kamu memperhatikanku dengan saksama, pipiku mulai memerah saat kamu meminta hadiah tersebut.
Aku bertanya padamu, hadiah apa yang kamu inginkan, dan aku akan memberikannya jika aku sanggup untuk memberi pintamu. Kamu meminta sebuah jawaban. Ahh! aku tak pernah melupakan moment itu. Bahkan, punya jawaban sesuatupun, aku tak punya. Aku tertawa “tentang hati kak” saat itu aku berlaga bodoh untuk memastikan apa kamu serius”ahaha, kakak bukan anak IPA dek, tapi anak IPS hahah” bodoh ya? Kamu malahan tak menggerakkan satupun otot wajahmu untuk tersenyum. “jawab perasaan aku kaak!” aku terlonjak kaget, kamu menunduk sama seperti saat mengutarakannya, mungkin untuk menyembunyikan rona merahmu. Ini nggak bercandakan? Pikirku. Aku mulai tersenyum senyum edan karnamu. Aku hanya menjawab bahwa aku telah memperhatikanmu semenjak masa orientasi, “sebenernya, aku juga kak” pelan, namun penuh keyakinan tapi masih tak kuat untuk melihat mataku. “Lihat mata kakak, pinta sekaligus jawabku, untuk meyakinkanku bahwa aprilmop tak bergeser 2 bulan lebih awal. kamu tak berani dan menjelaskan mengapa. Kamu minder, simpulku. Ingat saat aku mengangkat dagumu sejajar daguku? Ahh. Sebenarnya aku malu dan itu adalah jawaban “ya” tanpa kata dariku.
Kurasa, tak hanya aku yang memperhatikanmu. Kurasa kita memang saling memperhatikan dan aku yakin hal itu benar adanya.
Kamu sempat tuturkan sesuatu yang akupun bahkan tak mengerti, apa maksudnya, dan mengapa. Aku menolak suatu tuntutan darimu. Bahwa berkahirnya “kita”. Aku menyayangimu. Bukan karna ciuman pertama kita dan kedua serta ketiga yang bahkan memang tak ada. Aku tulus, sungguh. Sudah pasti aku menolak pintamu, bahkan kamu sudah tahu hal itu.
Aku tak rela kehilanganmu, aku tak percaya jika aku membutuhkan seseorang yang lebih mencurahkan perhatiannya kepadaku selain kamu. Aku tidak begitu. Aku benar menyayangimu, aku percaya kamu memercayaiku. Namun, mengapa? Kamu batu, aku batu, bahkan akhirnya tak ada pihak yang menang atau kalah. Aku tahu sifatmu yang memang menghindari percekcokan. Benar saja, kamu meninggalkanku sendiri di tempat yang sama dengan kasus whipped cream itu. Hahaha, aku sakit.
“Kini aku hanya merasa hangat, hanya itu. Entah, sesuatu telah hilang. Walaupun aku tahu kaulah yang menghilang.”
Tak terasa setahun sudah aku hidup tanpamu. Akulah orang yang sama, masih sama seperti dulu. Setiap bulan aku mengirimkan hadiah hadiah kepadamu, tepat di hari ketujuhbelas tiap bulannya. Jika kamu tak tahu bahwa itu aku, maka aku sekedar memberitahumu.
Pernah dalam sebulan aku mengirim dua hadiah yang berbeda di hari yang sama. Tepatnya tanggal 17 Februari lalu. Karna, hari itu adalah hari dimana “aku mendapatkanmu” dan “bertambahnya usia mu” jatuh pada hari yang sama
Kamu masih mengganggapnya sebagai kado terindah bukan? Aku masih mengingatnya. Dua tahun yang lalu. Saat itu kamu masih mengenakan seragam SMA mu, tentu aku juga. Aku kakak tingkatmu, ingat? Di hari itu, semua mengalir begitu saja. Kita berdua, selepas sekolah, masih menunggu hujan reda. Dikantin, tempat yang sangat pas. Kehangatan yang dihasilkan oleh kompor kompor yang dihasilkan oleh tiap etalasenya dan dipisahkan oleh sekat pembatas.
Tak kunjung reda, aku mulai mengantuk. Bersandar di dinding porselen kantin, menguap tanda kantukku. Satu persatu peneduh mulai beranjak namun, aku belum. Sama sepertimu. Eh, tunggu. Kenapa aku tahu … bukan, kenapa aku malah serba tahu tentangmu saat itu? Mungkin aku memang memperhatikan dirimu sedari awal.
Hanya segelintir orang yang ada di kantin. Aku, kamu dan teman temanmu. Bahkan, ibu ibu kantin langganan sudah hendak berkemas pulang. Begitu pula dengan teman temanmu. Aku berpikir bahwa kamu juga akan meninggalkanku sendirian disini. Sendiri. Nyata nyatanya, tidak. Walau kamu beranjak dan melangkahkan kaki, aku tahu kamu tidak akan meninggalkanku. Kenapa? Tentu, kamu malah berjalan menghampiriku dan meminta izin untuk duduk bergabung denganku.
Sebentar saja, kita mudah akrab, padahal aku termasuk orang yang pendiam kepada orang asing. Atau? Alam bawah sadarku sudah mengenalmu lebih dulu? Haaiss. Oh iya, kamu mengingatkan bahwa aku adalah kakak pengampumu selama masa orientasi siswa. Tentu saja aku ingat kamu yang telah kuperhatikan sejak awal hingga detik itupun berlanjut.
Tak lama setelah terjebak nostalgia, kamu bercerita bahwa kamu sedang berulang tahun. Yang keenambelas ungkapmu. Hahaha aku tak menyangka kamu memintaku untuk merayakannya bersamamu, pada detik itu juga. Kamu memintaku untuk memberimu hadiah, menuntutku malah, aha! Apa apaan itu! Tapi yaa, kamulah yang aku perhatikan, jadi tak ada keberatan secuil kertaspun yang timbul. Jika kamu memperhatikanku dengan saksama, pipiku mulai memerah saat kamu meminta hadiah tersebut.
Aku bertanya padamu, hadiah apa yang kamu inginkan, dan aku akan memberikannya jika aku sanggup untuk memberi pintamu. Kamu meminta sebuah jawaban. Ahh! aku tak pernah melupakan moment itu. Bahkan, punya jawaban sesuatupun, aku tak punya. Aku tertawa “tentang hati kak” saat itu aku berlaga bodoh untuk memastikan apa kamu serius”ahaha, kakak bukan anak IPA dek, tapi anak IPS hahah” bodoh ya? Kamu malahan tak menggerakkan satupun otot wajahmu untuk tersenyum. “jawab perasaan aku kaak!” aku terlonjak kaget, kamu menunduk sama seperti saat mengutarakannya, mungkin untuk menyembunyikan rona merahmu. Ini nggak bercandakan? Pikirku. Aku mulai tersenyum senyum edan karnamu. Aku hanya menjawab bahwa aku telah memperhatikanmu semenjak masa orientasi, “sebenernya, aku juga kak” pelan, namun penuh keyakinan tapi masih tak kuat untuk melihat mataku. “Lihat mata kakak, pinta sekaligus jawabku, untuk meyakinkanku bahwa aprilmop tak bergeser 2 bulan lebih awal. kamu tak berani dan menjelaskan mengapa. Kamu minder, simpulku. Ingat saat aku mengangkat dagumu sejajar daguku? Ahh. Sebenarnya aku malu dan itu adalah jawaban “ya” tanpa kata dariku.
Kurasa, tak hanya aku yang memperhatikanmu. Kurasa kita memang saling memperhatikan dan aku yakin hal itu benar adanya.
“Bahkan kamu masih terus meretih hingga habis ragamu menunggu fajar menjelang”
Pernah suatu hari setelah perpisahan itu kamu menghubungiku. “kak, aku kangen” isi pesan singkat paling indah yang pernah kudapat. Kedatanganmu kembali yang tak terduga membuatku mati rasa. Terlalu bahagia aku sesegera mungkin menekan tombol hijau dilayar telepon ku.karna aku takut kamu berubah pikiran secepat perpisahan kita dahulu.
“seriusan, kakak juga kangeeeeeeen banget sama adek” batinku. Begitu nada sambung terhubung, cepat cepat jantung ini berdegup hingga iramanya menyamai nada tunggu teleponmu karna Aku mulai rileks. Yeeeaaaahhhh!!! Diangkaaat! Voallaaa! Tarraaaa! Jeng jeng!! “hallo, hallo, haloo, kakak?” jawabmu ketika aku tak bereaksi dengan segala keajaiban saat itu.
“eh iya halo, apa kabar?” secepat mungkin aku menjawab, aku terlalu takut jikalau kamu malah menutup telepon dariku. Percakapan itu berlangsung dua jam lamanya, aku menyimpulkan bahwa kamu tak berubah sedikitpun. Akhirnya kita sepakat untuk bertemu. Pukul lima sore, hari setelah hari ini, kamu setuju. Aku akan melepas letihku menunggumu, aku bahagia sekali. Di tempat kejadian perkara whipped cream itu. Tempat bahagia sekaligus tempat yang bahkan tak bisa membuatku melupakanmu.
Pukul lima sore, pukul tujuh, saat itu pukul delapan. Kamu tak kunjung datang. Tiga jam lamanya aku menunggu. Aku mulai kecewa. Kamu tahu? Saat aku sampai di café ini aku bahkan rela menunggu lama untuk mendapatkan nomor meja yang sama seperti kejadian whipped cream lalu. Jadi aku menunggu sangat lama saat itu.
Aku tidak bodoh, tentu aku menelponmu. Tak ada jawaban, mengapa? Aku bersikeras bahwa kamu sedang tidak mempermainkanku. Aku yakin kamu bukan orang yang setega itu kepadaku.
Setengah sepuluh, aku meninggalkan café itu, aku sudah menghabiskan tiga iced blended caramel kesukaanmu. Sembari berlalu aku mengirimkan pesan singkat kepadamu yang bunyinya agar malam itu kamu tidak mencariku saat kamu sampai di café, aku sudah pulang, aku sudah letih, dan aku masih mencintaimu.
Parkiran mobil begitu terasa jauh bagiku, ku masukkan perseneling, mundur perlahan, dan mengarahkan mobilku kearah pintu keluar. Sebelum melaju, ku periksa spion belakang untuk memastikan apakah aman, sejujurnya ini hanya kebiasaanku sebelum berkendara. Mataku menyipit saat melihat sosok seseorang yang terseok seok kearah mobilku, orang gila pikirku, tapi sosok itu mendekat dan semakin kehilangan keseimbangan. Sepertinya dia melambai kearahku. Tapi siapa? Belum sempat aku melihat sosoknya, orang itu terjatuh. Tersungkur tepatnya.
Pernah suatu hari setelah perpisahan itu kamu menghubungiku. “kak, aku kangen” isi pesan singkat paling indah yang pernah kudapat. Kedatanganmu kembali yang tak terduga membuatku mati rasa. Terlalu bahagia aku sesegera mungkin menekan tombol hijau dilayar telepon ku.karna aku takut kamu berubah pikiran secepat perpisahan kita dahulu.
“seriusan, kakak juga kangeeeeeeen banget sama adek” batinku. Begitu nada sambung terhubung, cepat cepat jantung ini berdegup hingga iramanya menyamai nada tunggu teleponmu karna Aku mulai rileks. Yeeeaaaahhhh!!! Diangkaaat! Voallaaa! Tarraaaa! Jeng jeng!! “hallo, hallo, haloo, kakak?” jawabmu ketika aku tak bereaksi dengan segala keajaiban saat itu.
“eh iya halo, apa kabar?” secepat mungkin aku menjawab, aku terlalu takut jikalau kamu malah menutup telepon dariku. Percakapan itu berlangsung dua jam lamanya, aku menyimpulkan bahwa kamu tak berubah sedikitpun. Akhirnya kita sepakat untuk bertemu. Pukul lima sore, hari setelah hari ini, kamu setuju. Aku akan melepas letihku menunggumu, aku bahagia sekali. Di tempat kejadian perkara whipped cream itu. Tempat bahagia sekaligus tempat yang bahkan tak bisa membuatku melupakanmu.
Pukul lima sore, pukul tujuh, saat itu pukul delapan. Kamu tak kunjung datang. Tiga jam lamanya aku menunggu. Aku mulai kecewa. Kamu tahu? Saat aku sampai di café ini aku bahkan rela menunggu lama untuk mendapatkan nomor meja yang sama seperti kejadian whipped cream lalu. Jadi aku menunggu sangat lama saat itu.
Aku tidak bodoh, tentu aku menelponmu. Tak ada jawaban, mengapa? Aku bersikeras bahwa kamu sedang tidak mempermainkanku. Aku yakin kamu bukan orang yang setega itu kepadaku.
Setengah sepuluh, aku meninggalkan café itu, aku sudah menghabiskan tiga iced blended caramel kesukaanmu. Sembari berlalu aku mengirimkan pesan singkat kepadamu yang bunyinya agar malam itu kamu tidak mencariku saat kamu sampai di café, aku sudah pulang, aku sudah letih, dan aku masih mencintaimu.
Parkiran mobil begitu terasa jauh bagiku, ku masukkan perseneling, mundur perlahan, dan mengarahkan mobilku kearah pintu keluar. Sebelum melaju, ku periksa spion belakang untuk memastikan apakah aman, sejujurnya ini hanya kebiasaanku sebelum berkendara. Mataku menyipit saat melihat sosok seseorang yang terseok seok kearah mobilku, orang gila pikirku, tapi sosok itu mendekat dan semakin kehilangan keseimbangan. Sepertinya dia melambai kearahku. Tapi siapa? Belum sempat aku melihat sosoknya, orang itu terjatuh. Tersungkur tepatnya.
“Baramu terus membumbung keangkasa dari sisa sisa semangat yang terus kau pacu untuk tetap menyala, untukku. Terimakasih”
Maafkan aku ya, aku telah menemukan penggantimu. Dialah yang merebut perhatianku.
Aku perkenalkan yaa, orang ini adalah orang yang kutemui dihari dimana aku seharusnya bertemu denganmu, kamu yang tak menemuiku membuat hatiku benar benar dongkol. Mungkin aku bisa membencimu. Oh iya, orang ini tak pernah menuntut apapun dariku, meski kesehatannya selalu memburuk dari waktu kewaktu, aku tetap menyanyanginya. Entah kenapa aku merasa harus menyayanginya meski ia tak pernah bangun saat aku menyatakannya. Orang ini taksadarkan diri, koma lebih tepatnya.
Mungkin aku bodoh, menyukai bahkan menyayangi seseorang yang kebetulan kutemui secara naas. Aku hanya teringat jika kamu selalu menyuruhku untuk selalu menolong siapapun tapi kamu tidak menyuruhku untuk mencintainya juga disaat yang bersamaan. Itulah mengapa aku harus meminta maaf.
Jika kamu bertanya alasan lain aku mengapa aku menyayangi orang ini, mungkin karena semua kekesalanku kepadamu yang bahkan tega mempermainkanku. membuatku lama menunggu, membuatku terus bersedih karna tak ada hal yang harus memaksaku bersedih. Semua ini tanpa alasan, sama sepertimu yang meninggalkanku tanpa alasan apapun, sama sepertimu yang selalu membuatku tersenyum ringan tanpa alasan, dan semua yang tak beralasan akan aku limpahkan kepadamu. Mulai sekarang.
Oh iya, aku meminta doamu ya, orang ini selalu tertidur pulas meski aku sudah berjamjam merayunya, merayu mungkin akan berhasil denganmu yang mulai merajuk. Tak apa, aku tak patah semangat untuk kasih baruku.
Ku ketahui setelah semalaman bersamanya, maksudku menungguinya sampai aku diperbolehkan memasukki ruang inapnya. Dokter menjelaskan bahwa ia sedang mengalami masa masa buruk dalam hidupnya. Yaa, sama seperti di film film, ia terkena salah satu penyakit langka.. eh, bukan tapi tepatnya virus yang ada di salah satu bagian otaknya(aku lupa apa namanya) telah menginfeksi dirinya hingga ia sulit untuk mengingat apapun. Apa aku harus menjelaskannya lagi? Aku anak IPS dan ini bukanlah salah satu dari banyak bidang yang harus ku kuasai. Dan bagian yang terburuknya adalah, ia rutin mengonsumsi obat obatan yang secara tak langsung juga menyerang bagian ginjalnya. Dokter juga menerangkan bahwa ia kambuh karena sudah berhenti mengkonsumsi obat semenjak beberapa bulan lalu, karena jika ia melanjutkan konsumsinya, ia akan mengalami gagal ginjal.
Dan saat inilah waktunya. Ia membutuhkan donor ginjal dan operasi bagian otak disaat yang bersamaan. Saat itu juga.
Maafkan aku ya, aku telah menemukan penggantimu. Dialah yang merebut perhatianku.
Aku perkenalkan yaa, orang ini adalah orang yang kutemui dihari dimana aku seharusnya bertemu denganmu, kamu yang tak menemuiku membuat hatiku benar benar dongkol. Mungkin aku bisa membencimu. Oh iya, orang ini tak pernah menuntut apapun dariku, meski kesehatannya selalu memburuk dari waktu kewaktu, aku tetap menyanyanginya. Entah kenapa aku merasa harus menyayanginya meski ia tak pernah bangun saat aku menyatakannya. Orang ini taksadarkan diri, koma lebih tepatnya.
Mungkin aku bodoh, menyukai bahkan menyayangi seseorang yang kebetulan kutemui secara naas. Aku hanya teringat jika kamu selalu menyuruhku untuk selalu menolong siapapun tapi kamu tidak menyuruhku untuk mencintainya juga disaat yang bersamaan. Itulah mengapa aku harus meminta maaf.
Jika kamu bertanya alasan lain aku mengapa aku menyayangi orang ini, mungkin karena semua kekesalanku kepadamu yang bahkan tega mempermainkanku. membuatku lama menunggu, membuatku terus bersedih karna tak ada hal yang harus memaksaku bersedih. Semua ini tanpa alasan, sama sepertimu yang meninggalkanku tanpa alasan apapun, sama sepertimu yang selalu membuatku tersenyum ringan tanpa alasan, dan semua yang tak beralasan akan aku limpahkan kepadamu. Mulai sekarang.
Oh iya, aku meminta doamu ya, orang ini selalu tertidur pulas meski aku sudah berjamjam merayunya, merayu mungkin akan berhasil denganmu yang mulai merajuk. Tak apa, aku tak patah semangat untuk kasih baruku.
Ku ketahui setelah semalaman bersamanya, maksudku menungguinya sampai aku diperbolehkan memasukki ruang inapnya. Dokter menjelaskan bahwa ia sedang mengalami masa masa buruk dalam hidupnya. Yaa, sama seperti di film film, ia terkena salah satu penyakit langka.. eh, bukan tapi tepatnya virus yang ada di salah satu bagian otaknya(aku lupa apa namanya) telah menginfeksi dirinya hingga ia sulit untuk mengingat apapun. Apa aku harus menjelaskannya lagi? Aku anak IPS dan ini bukanlah salah satu dari banyak bidang yang harus ku kuasai. Dan bagian yang terburuknya adalah, ia rutin mengonsumsi obat obatan yang secara tak langsung juga menyerang bagian ginjalnya. Dokter juga menerangkan bahwa ia kambuh karena sudah berhenti mengkonsumsi obat semenjak beberapa bulan lalu, karena jika ia melanjutkan konsumsinya, ia akan mengalami gagal ginjal.
Dan saat inilah waktunya. Ia membutuhkan donor ginjal dan operasi bagian otak disaat yang bersamaan. Saat itu juga.
“Kini kau benar benar dalam kenangan dingin, tak mungkin lagi kau memelukku, tak mungkin lagi kau meretih, kini kau benar benar padam”
Mungkin, kamu akan menertawai dirinya. Saat malam aku menemukannya, ternyata ia kabur dari rumah sakit tempat ia dirawat. Tak ada alasan apapun yang diungkap dokter untuk melatar belakangi tindakannya. Tak ada yang membenarkan alasan apapun yang di kemukakan, karena hingga saat inipun ia masih belum dapat di tanyai. Benarkan? Kamu tertawa. Melakukan hal hal bodoh untuk sesuatu yang tidak jelas. Jelas kamu akan tertawa.
Mungkin, kamu juga akan menertawaiku. Apa aku sudah menjelaskan bagian dimana ia butuh seorang donorer? Bisa di tebak bukan? Yap, akulah yang menawarkan diri untuk menjadi pemasoknya. Kamu mengajariku untuk menjadi baik hati, dan jangan menjadi orang yang bodoh. Yah, sayang sekali, aku sulit membedakannya. Sama halnya dengan menunggu berjam jam sembari berharap kau benar benar akan datang.
Proses donor benar benar sulit, aku harus diperiksa ini itu, selanjutnya aku harus menunggu hasilnya untuk dinyatakan sehat dan terpenting lagi apakah organ milikku ini cocok. Sekitar dua jam nanti, ginjalku mungkin bisa berkenalan dengan pemilik barunya.
Ada sebuah prosedur yang membuatku kerepotan, bukan hanya aku, tapi juga pihak keluarganya, ada sebuah peraturan yang harus menunjukan bahwa kesediaan keluarga pendonor untuk mendonorkan salah satu organnya kepada pihak penerima. Aahahaha, kami kelabakkan saat itu.
Mungkin, kamu akan menertawai dirinya. Saat malam aku menemukannya, ternyata ia kabur dari rumah sakit tempat ia dirawat. Tak ada alasan apapun yang diungkap dokter untuk melatar belakangi tindakannya. Tak ada yang membenarkan alasan apapun yang di kemukakan, karena hingga saat inipun ia masih belum dapat di tanyai. Benarkan? Kamu tertawa. Melakukan hal hal bodoh untuk sesuatu yang tidak jelas. Jelas kamu akan tertawa.
Mungkin, kamu juga akan menertawaiku. Apa aku sudah menjelaskan bagian dimana ia butuh seorang donorer? Bisa di tebak bukan? Yap, akulah yang menawarkan diri untuk menjadi pemasoknya. Kamu mengajariku untuk menjadi baik hati, dan jangan menjadi orang yang bodoh. Yah, sayang sekali, aku sulit membedakannya. Sama halnya dengan menunggu berjam jam sembari berharap kau benar benar akan datang.
Proses donor benar benar sulit, aku harus diperiksa ini itu, selanjutnya aku harus menunggu hasilnya untuk dinyatakan sehat dan terpenting lagi apakah organ milikku ini cocok. Sekitar dua jam nanti, ginjalku mungkin bisa berkenalan dengan pemilik barunya.
Ada sebuah prosedur yang membuatku kerepotan, bukan hanya aku, tapi juga pihak keluarganya, ada sebuah peraturan yang harus menunjukan bahwa kesediaan keluarga pendonor untuk mendonorkan salah satu organnya kepada pihak penerima. Aahahaha, kami kelabakkan saat itu.
“Akan kuberikan sesuatu untukmu, agarkau bisa memeluk seseorang yang kau cintai lagi, lakukanlah tanpa kesalahan...”
Baiklah, bagian kelabakan kurasa tak usah aku ceritakan. Setelah operasi ginjal itu, aku menunggu diatas ranjang sedikit empuk disalah satu ruang perawatan. Kurasa bagian ginjal kananku yang diambil, karena adanya bekas jahitan melintang kurang lebih sepuluh sentimeter. Kamu tahu? Senang rasanya bisa membantu orang lain, sama seperti ungkapmu sewaktu dulu sesaat setelah menolong orang yang tak kamu kenal.
Ada beberapa orang asing yang kulihat disana, kuduga itu adalah ibunya, wajahnya begitu mirip seperti dirinya. Ada juga anak perempuan, bukan tapi remaja perempuan yang sedari aku melihatnya sudah menangis tanpa henti.
Saat tersadar bahwa aku sudah sadar, wanita itu mulai memberikan perhatian, menyatakan bahwa aku adalah melaikat penolong malaikatnya yang lain, dan berbicara bahwa aku sudah tidur selama hampir tujuh jam lamanya, pada intinya adalah malaikat ynag ditolong oleh malaikat lain sedang menjalani operasi pada bagian otaknya. Operasi itu diperkirakan akan berakhir dalam hitungan jam lagi.
Tahu tidak? Jika dipikir pikir mungkin dirinyalah yang terbaik untukku, aku berharap, saat ia terbangun nanti, aku bisa mengenalnya lebih jauh. Hingga akhirnya menjadi duo malaikat meonolong dan tertolong. Aku sangat berharap. Namun, harapan itu sudah pupus.
‘ia kehilangan ingatan jangka pendeknya…’ kurang lebihnya itulah yang dokter sampaikan kepada pihak kelurga lalu selanjutnya di teruskan kepada diriku. Aku tertohok akan hal itu. Itu artinya, kehadiranku hanya akan membebani psikisnya saja. Yang benar saja, aku tak boleh, sebentar bukannya tak boleh tapi lebih berharap untuk mencegah kekacauan otaknya kembali terulang, tidak menemuinya dalam jangka waktu yang tidak dapat diperkirakan, yaah, aku mengalah dan jika itu yang menjadi penyebabnya.
Sedikit sakit rasanya, ahaha sedikit. Rasa sakitnya menyamai kehilangan dirimu yang tiba tiba.
Sesungguhnya aku masih mencintaimu. Sungguh. Bukan bermaksud manjadikanmu sebagai pelarianku saja, tapi lebih karena, walaupun sesakit apa dirimu, aku berjanji aku tak akan pernah meninggalkanmu. Berbeda dengan dia yang sekarang ini sudah ku tinggalkan, bahkan tanpa mengetahui siapa penolongnya, dan menderita apakah dia hingga ada malaikat yang menolongnya.
Baiklah, bagian kelabakan kurasa tak usah aku ceritakan. Setelah operasi ginjal itu, aku menunggu diatas ranjang sedikit empuk disalah satu ruang perawatan. Kurasa bagian ginjal kananku yang diambil, karena adanya bekas jahitan melintang kurang lebih sepuluh sentimeter. Kamu tahu? Senang rasanya bisa membantu orang lain, sama seperti ungkapmu sewaktu dulu sesaat setelah menolong orang yang tak kamu kenal.
Ada beberapa orang asing yang kulihat disana, kuduga itu adalah ibunya, wajahnya begitu mirip seperti dirinya. Ada juga anak perempuan, bukan tapi remaja perempuan yang sedari aku melihatnya sudah menangis tanpa henti.
Saat tersadar bahwa aku sudah sadar, wanita itu mulai memberikan perhatian, menyatakan bahwa aku adalah melaikat penolong malaikatnya yang lain, dan berbicara bahwa aku sudah tidur selama hampir tujuh jam lamanya, pada intinya adalah malaikat ynag ditolong oleh malaikat lain sedang menjalani operasi pada bagian otaknya. Operasi itu diperkirakan akan berakhir dalam hitungan jam lagi.
Tahu tidak? Jika dipikir pikir mungkin dirinyalah yang terbaik untukku, aku berharap, saat ia terbangun nanti, aku bisa mengenalnya lebih jauh. Hingga akhirnya menjadi duo malaikat meonolong dan tertolong. Aku sangat berharap. Namun, harapan itu sudah pupus.
‘ia kehilangan ingatan jangka pendeknya…’ kurang lebihnya itulah yang dokter sampaikan kepada pihak kelurga lalu selanjutnya di teruskan kepada diriku. Aku tertohok akan hal itu. Itu artinya, kehadiranku hanya akan membebani psikisnya saja. Yang benar saja, aku tak boleh, sebentar bukannya tak boleh tapi lebih berharap untuk mencegah kekacauan otaknya kembali terulang, tidak menemuinya dalam jangka waktu yang tidak dapat diperkirakan, yaah, aku mengalah dan jika itu yang menjadi penyebabnya.
Sedikit sakit rasanya, ahaha sedikit. Rasa sakitnya menyamai kehilangan dirimu yang tiba tiba.
Sesungguhnya aku masih mencintaimu. Sungguh. Bukan bermaksud manjadikanmu sebagai pelarianku saja, tapi lebih karena, walaupun sesakit apa dirimu, aku berjanji aku tak akan pernah meninggalkanmu. Berbeda dengan dia yang sekarang ini sudah ku tinggalkan, bahkan tanpa mengetahui siapa penolongnya, dan menderita apakah dia hingga ada malaikat yang menolongnya.
“dan, lakukanlah tanpa pernah mengingat sebanyak apa kau pernah padam. Sejujurnya, aku sangat nyaman dalam pelukanmu”
Cukup sudah dengan mantan calon kasih sejatiku. Aku kembali padamu.
Aku masih menyayangimu. Tapi aku tak mungkin, karena kamu telah membenciku semenjak aku menolong orang itu. Tiga bulan setelah itu, aku terus berusaha menguntitmu. Kamu dengan pasangan barumu kurasa. Ia cocok untukmu, tak seperti aku yang serba kurang untukmu. Maaf ya, aku menguntitmu. Tapi tenang saja, saat ini aku sudah berhenti, aku tahu bahwa ‘kita’ adalah kesalahan namun sepadan dengan kebahagiaanmu saat itu.
Aku berhenti, karna aku sudah tak tinggal dikota yang sama dengan dirimu saat ini. Sekarang ini aku menyibukkan diri dengan menulis. Dan aku sudah melamar menjadi penulis rubik lepas tentang cerita cerita remaja di sebuah majalah. Dua bulan lagi aku harus menghadiri upacara wisudaku sendiri dan masih berharap kamu akan datang, yaa aku masih berharap dan terus berharap padamu. Maaf.
Oh iya, mengenai perasaanku, aku harap kamu tidak mencariku. Tapi sesungguhnya, aku masih berharap kamu mengerucutkan bibirmu saat mendengar cerita tentang mantan calon kasihku. Aku ingin mendapatkan cemburu itu lagi darimu. Ahh!! Kusibakkan mimpi mimpi itu, nyatanya aku tak dengamu, bahkan tak bisa.
Jika kamu melihat postingan ini, lalu kamu mencoba menggali-gali ingatanmu, hal itu adalah kesalahanku. Kamu tak bersalah karena mencoba membetulkan sesuatu yang tampak salah, itu sudah jadi sifat asli manusia. Tapi sungguh, aku berharap kamu akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita dengan malaikat yang telah kutolong.
Sekali lagi, tolong maafkan aku, jangan cari aku. Aku suda bodoh tak mengetahui seberapa keadaanmu saat aku meminta untuk bertemu. Oh iya, kejadian café itu, aku sudah memaafkanmu. Sebanyak permintaan maafku padamu, yang sudah terbayarkan akan kehadirannya. Saat ini atau seterusnya akulah satu satunya orang yang mengetahui motifnya, maksudku dia sedang mencari seseorang, untuk memenuhi janji. Mengapa aku jadi serba tahu ya? Aku sangat yakin, karena dia datang untuk menemui diriku, Karena dia adalah kamu.
”Mungkin kau lupa akan aku, mungkin juga tidak, atau mungkin kamu berusaha mengingatku sembari berupaya menyalakan bara yang terus mencoba untuk memelukku”
Cukup sudah dengan mantan calon kasih sejatiku. Aku kembali padamu.
Aku masih menyayangimu. Tapi aku tak mungkin, karena kamu telah membenciku semenjak aku menolong orang itu. Tiga bulan setelah itu, aku terus berusaha menguntitmu. Kamu dengan pasangan barumu kurasa. Ia cocok untukmu, tak seperti aku yang serba kurang untukmu. Maaf ya, aku menguntitmu. Tapi tenang saja, saat ini aku sudah berhenti, aku tahu bahwa ‘kita’ adalah kesalahan namun sepadan dengan kebahagiaanmu saat itu.
Aku berhenti, karna aku sudah tak tinggal dikota yang sama dengan dirimu saat ini. Sekarang ini aku menyibukkan diri dengan menulis. Dan aku sudah melamar menjadi penulis rubik lepas tentang cerita cerita remaja di sebuah majalah. Dua bulan lagi aku harus menghadiri upacara wisudaku sendiri dan masih berharap kamu akan datang, yaa aku masih berharap dan terus berharap padamu. Maaf.
Oh iya, mengenai perasaanku, aku harap kamu tidak mencariku. Tapi sesungguhnya, aku masih berharap kamu mengerucutkan bibirmu saat mendengar cerita tentang mantan calon kasihku. Aku ingin mendapatkan cemburu itu lagi darimu. Ahh!! Kusibakkan mimpi mimpi itu, nyatanya aku tak dengamu, bahkan tak bisa.
Jika kamu melihat postingan ini, lalu kamu mencoba menggali-gali ingatanmu, hal itu adalah kesalahanku. Kamu tak bersalah karena mencoba membetulkan sesuatu yang tampak salah, itu sudah jadi sifat asli manusia. Tapi sungguh, aku berharap kamu akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita dengan malaikat yang telah kutolong.
Sekali lagi, tolong maafkan aku, jangan cari aku. Aku suda bodoh tak mengetahui seberapa keadaanmu saat aku meminta untuk bertemu. Oh iya, kejadian café itu, aku sudah memaafkanmu. Sebanyak permintaan maafku padamu, yang sudah terbayarkan akan kehadirannya. Saat ini atau seterusnya akulah satu satunya orang yang mengetahui motifnya, maksudku dia sedang mencari seseorang, untuk memenuhi janji. Mengapa aku jadi serba tahu ya? Aku sangat yakin, karena dia datang untuk menemui diriku, Karena dia adalah kamu.
”Mungkin kau lupa akan aku, mungkin juga tidak, atau mungkin kamu berusaha mengingatku sembari berupaya menyalakan bara yang terus mencoba untuk memelukku”
~END ~