Who Says? TEASER



By : Otsu Kanzasky
Note: meminjam tokoh dari Monster Kiel n Julian, dengan cerita, alur dan karakter sikap yang berbeda
Guys aku Updatenya 2 hari sekali yah soalnya biasa banyak member yang ketinggalan cerita dan ada juga biasa member baru yg nanyain Part 1 dan sebagainya di comment, di inbox juga, jadi saya Update 2 hari sekali. oke Fix. Jangan ribut lagiii
***
London, monday 11.25 Am.
Cerahnya sinar mentari siang ini tak sedikit pun mematahkan semangat orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan paling sibuk di London. Seperti sekoloni semut yang bergotong royong membawa pasokan makanan mereka ke sarang.
Meski cuaca cukup terik, mereka semua seperti tak terusik, banyak dari mereka bahkan santai-santai saja berdiri `berjemur' di pinggir jalan menanti lampu lalu lintas berubah hijau untuk pejalan kaki, ada pula yang berusaha menutupi kepala mereka dengan barang yang dibawa. Sang mentari memang memerankan perannya tanpa cela di setiap musim panas.
Yah, meski tak semua orang rela berpanas-panasan di jalan, ada beberapa pilihan sebenarnya. Antara istirahat sejenak di cafe-cafe kecil nyaman yang menawarkan ruangan dingin, dan kedai ice cream yang sangat ramai di musim seperti ini.
Dan banyak pula yang memilih diantara keduanya, seperti pria berambut hitam legam dengan wajah tirus yang menegaskan kelaki-lakiannya yang dapat dengan mudah menggaet banyak wanita, yang mungkin akan dengan sukarela memberikan diri mereka padanya. Kedua mata abu-abunya memandang tajam yang dingin keluar dinding kaca kedai kopi yang terkenal di wilayah itu. Seperti tatapan Elang yang tengah mencari mangsa, dengan melipat kedua tangannya di dada, tanpa minat melihat pemandangan membosankan pejalan kaki.
Pirang, langsat, cokelat, hitam, pendek, tinggi, berbagai macam orang berbaur seperti Karnaval konyol yang menjadi bagian hidup manusia.
Bergeraklah, atau mati.
Pakaian formalnya yang di biarkan tidak terlalu rapi membuatnya tampak sangat keren, apalagi hidung mancungnya yang lancip, membuatnya seperti Dewa Yunani--seperti bisik-bisik para wanita yang berada beberapa jarak.
Tampaknya dia tidak memesan apapun, karena sejak 10 menit berlalu, tak tampak ada waiters yang mengantar pesanan ke mejanya.
Setidaknya para pegawai tak merasa di rugikan akan pria itu, para pengunjung juga acuh menikmati pesanan, meski cukup aneh dengan adanya keberadaan pria tinggi tegap berpakaian serba hitam, berkacamata, yang berdiri di belakang kursi Dewa Yunani itu.
Sangat setia berdiri disana dan melakukan apapun perintah dari Bossnya.
Kedua bola mata tajam itu akhirnya bergerak cepat, berpaling dari koloni manusia diluar pada sebuah papan iklan super besar yang ada di persimpangan jalan. Memajang sebuah iklan kosmetik ternama dengan model bak boneka bermata biru bening yang menghanyutkan. Seolah dapat menghisap siapapun yang sedang menatapnya--posternya.
Sinar mata dingin itu menerawang, dan seolah mereka sedang bertatapan. Sulit di artikan, namun cukup dalam.
Poster raksasa itu seperti menyihirnya, betah berlama-lama memandanginya. Hingga suara berat pengawalnya membuat pria itu berkedip.
"Mobil selesai di perbaiki Bos" pria serba hitam itu berkata sangat sopan.
Pria bermata abu-abu itu pun bangkit berdiri, mengambil dompet di saku belakang celananya dan meletakkan selembar uang keatas meja kayu kedai yang bercat cokelat mengkilap, dengan gaya vintage unik.
Pria bermata Elang itu melangkahkan kakinya keluar dari cafe, menuju sebuah mobil sedan hitam mewah keluaran terbaru, dimana baru saja di perbaiki oleh pengawalnya yang lain, tepat di parkir di depan cafe.
Sigap, pengawal yang semula di belakangnya membukakan pintu belakang untuknya. Ia duduk dengan nyaman, kembali memandang kearah poster besar Channel yang menggunakan model menakjubkan sebagai brand ambassador'nya.
"Segera berikan komplain soal mobil ini" ujarnya dengan suara beratnya yang seksi.
"Baik Bos" sahut pengawal yang duduk di samping kemudi. Segera ia berkutat dengan ponselnya.
Mesin mobil di nyalakan, merambat perlahan dan otomatis mengubah pemandangan yang di tatapnya. Berganti dengan hiruk pikuk kendaraan dari berbagai jenis merk dan model.
"Akhir-akhir ini wajah itu bertaburan dimana-mana" ia menggumam, seperti terganggu.
Dengan memangku dagu di pinggiran kaca jendela, sorot matanya menerawang liar kejalanan. Mata itu seperti telah di setting sangat amat tajam, bahkan pada poster-poster kecil berukuran A4 yang di tempelkan di sudut-sudut jalan. Memajang wajah boneka porselen yang sama.
***
"KIEL BEUDELAIRE! BANGUN!!" suara nyaring menggelegar itu, menyentak sang pemilik nama yang terlelap di ranjang king size dengan seprai putih bergambar garis Minion.
Gerutuan keluar dari bibir tipis kemerahan yang basah itu. Sesosok berambut panjang keperakan yang kini berguling tak nyaman di ranjangnya, membalikkan tubuhnya menatap seorang wanita berambut pirang dan berpakaian trendi yang berdiri di dekat singgasana `mulia'nya.
"Demi Tuhan Kelly! Aku baru saja tidur 30 menit!" pekik Kiel frustasi, si wajah boneka dengan kulit putih mulus bak porselen.
"Itu sudah cukup sayang, ayo bangun. Kita ada pemotretan untuk majalah setelah ini" Kelly menyibak selimut tebal model asuhannya itu, dan membuat sang pemilik mengumpat kesal.
Dengan wajah kusut dan mata sembab kurang tidur, Kiel bangkit turun, membiarkan rambutnya terurai di punggung. Berjalan seperti zombie yang mencari mangsa, ia sampai terantuk dinding saat membuka pintu kamar mandi dan setengah membanting pintu saat menutupnya.
Kelopak matanya masih tertutup saat berdiri di depan wastafel dan membuka kran, membasuh wajah kantuknya dengan air dingin. Setidaknya dapat membuatnya sedikit membuka matanya, hanya sedikiiiit.
Kilau indah mata birunya terpantul di cermin, menatap sosoknya yang menurutnya sangat mengerikkan. Wajah cantik layaknya boneka klasik mahal itu agak `ternoda' oleh kantung mata yang kecokelatan. Helaan nafas berat pun meluncur, mengasihani diri sendiri yang tampak payah.
"Ini jalan yang kamu pilih Kiel, hadapilah" ucapnya pelan, menasehati dirinya.
"Cepatlah! Kita tidak punya banyak waktu!" teriak Kelly di luar. Kiel mencibir kecil, dan akhirnya mulai melucuti pakaiannya.
Dan percayalah. Bahkan dia masih memakai pakaian lengkap, yang di kenakannya bekerja.
5 menit kemudian Kiel selesai berkutat di kamar mandi, karena Kelly terus saja berteriak akan betapa terlambatnya mereka nanti untuk datang ke tempat pemotretan majalah fashion terkenal sejagad.
Piyama mandi dan slipper yang serasi di kaki mulusnya, berwarna pastel yang sangat tidak laki-laki. Dia seolah menulikan telinganya akan celotehan Kelly yang menggosip tentang Cellia, model se agencynya yang tertangkap basah berpesta shabu di apartemen.
Berita itu memang cukup mencoreng reputasi agencynya yang dikenal mengorbitkan model-model berkelas. Masa bodoh akan mereka-para-model-yang-dibanggakan itu mengidap Bulimia ataupun Anoreksia selalipun.
"Sudah siap? Kita pergi" Kelly mengkomando, siap menyandang tas tangannya, ketika Kiel selesai menguncir rambutnya.
Jeans belel, tshirt hitam bergambar rosario tanpa lengan yang di tumpuk jacket cokelat berbulu sebagai aksen, dipilihnya siang ini. Tak lupa kacamata hitam yang membantunya menyamarkan mata kantuknya yang lumayan parah.
Arloji warna emas Kelly menunjukkan pukul 13.08 ketika mereka tiba di lantai bawah apartment. Kiel memperlambat langkahnya saat mengubek-ubek isi tas pundak kecilnya yang terbuat dari kulit, mencari iPhone kesayangannya dan membuatnya tak sengaja menabrak pria bertubuh tegap yang baru saja masuk dengan wajah terangkat angkuh.
Kacamata hitamnya meluncur bebas di lantai, dan ia buru-buru mengambilnya, tapi belum sempat ia memakainya kembali, tatapan tajam pria yang berdiri di depannya membuatnya tak dapat menahan diri untuk mengangkat wajah.
Dan mata biru jernihnya bertatapan dengan sepasang mata abu-abu dingin.
"Maaf, aku tidak melihat jalan" kata Kiel, tak gentar pada mata Elang itu. Tak ada reaksi, bahkan ketika ia berjalan melewati pria dingin itu.
Tapi sesegera mungkin pekikan kecil keluar dari mulutnya karena beberapa helai rambut peraknya tersangkut di kancing kemeja pria tampan itu.
Seorang pengawal mengeluarkan sebuah pisau lipat kecil buatan German, dan mata Kiel membola melihatnya.
"Jangan potong rambut ku!" pekiknya panik. Pengawal itu langsung berhenti bahkan sebelum menyerahkan pisau lipatnya pada sang Bos.
Pria berahang tegas itu menatapnya tajam, seolah mengerti tatapan takut Kiel yang setengah memohon. Jemari panjangnya dengan lihai mengurai helai rambut perak model Androgini itu dari kancing kemeja mahalnya.
"Be careful next time" ucapnya kental akan logat Rusia. Kiel mendesis lega dan memastikan jika helai rambutnya tidak patah.
"Aku benar-benar minta maaf Tuan" ucapnya tak enak hati.
"Apa yang kau lakukan disana Kiel?! Cepatlah kita terlambat!" teriak Kelly di dalam mobil depan lobi apartment.
"Iya-iya! Sekali lagi aku minta maaf Tuan!" serunya sekaligus, melangkahkan kakinya cepat.
Pria berjas hitam itu masih terpaku diam, lalu menengok pada mobil di depan lobi yang kini telah merayap.
"Sepertinya benda ini milik orang berambut perak itu Bos" kata pengawal tiba-tiba.
Dewa Yunani itu memutar kepalanya, mengambil sebuah kartu akses apartment yang sepertinya terjatuh dari tas saat Kiel membungkuk mengambil kacamata.
"Apa harus saya kembalikan sekarang?" tanya pengawal itu.
"...tidak perlu" ia menyimpan kartu akses itu di bagian dalam saku jas bermerknya.
"Lantai berapa apartment Anthony?" tanyanya elegan, melangkah menuju lift. Melanjutkan tujuannya datang ke apartment yang baru dibuka ini.
"Lantai 8 Bos" jawab pengawal setia mengekor.
Saat kotak besi itu membawanya ke lantai tujuan, ia tampaknya tengah memikirkan sesuatu yang lain. Yang tak berkaitan dengan urusannya bersama orang bernama Anthony, atau mungkin hal itu jadi nomor dua di kepalanya saat ini.
...to be continue...
slipper: sandal kamar

0 komentar:

Posting Komentar