Who Says? | 8.1


Author: Otsu Kanzasky
ps: mengambil tokoh Monster, Julian and Kiel, cerita, alur, dan karakter individu yang berbeda.
***
Ada yang berbeda di pagi hari ini di kamar apartement bernomor 12 atas nama Kiel Beudelaire. Tempatnya memang sederhana namun sangat nyaman, terlebih pagi ini.
Disaat si perak itu membuka mata, jernihnya kilau indah itu memantulkan wajah tampan Julian yang membuka mata, mengunci tatapan tajamnya pada dirinya. Entah sejak kapan pria itu terjaga, Kiel tidak sempat memikirkannya karena wajahnya sudah lebih dulu terasa hangat disaat apa yang telah terjadi semalam kembali teringat di kepalanya.
Kiel buru-buru merubah posisi tidurnya, tapi baru saja ia bergerak, rasa nyeri bersarang di bagian lubang pantatnya membuatnya seketika merintih.
"Ah..perih..." rintihnya sambil memegangi pantatnya. Wajahnya meringis menahan rasa sakit itu.
"Kalau aku tidak bisa berjalan hari ini itu gara-gara kau" ujarnya kesal, kini menatap Julian.
"Seharusnya kamu berterima kasih padaku" kata pria itu tenang. Kiel mengernyit.
"Terima kasih karena sudah mengambil keperjakaanku?" ia mendengus.
Julian bangkit duduk seraya menyibakkan selimut, lalu duduk di bibir ranjang meraih celana yang tergeletak di lantai dan memakainya. Kiel masih mengusap-ngusap pantatnya dengan wajah di tekuk ketika Julian beranjak ke kamar mandi.
Dengan susah payah si perak bermata biru itu menggerakkan tubuhnya untuk duduk bersandar di ranjang, walau harus menahan perih.
Meski kekesalan tampak di wajah cantik itu, sesungguhnya toh dirinya tak marah meski Julian telah merenggut keperjakaannya. Semalam, dirinya dalam keadaan sadar dan dapat melawan, tapi tidak di lakukannya. Karena perasaan senang dan berdebar saat itu sangat di nikmatinya, dan di lubuk hatinya ia tidak menolak.
Ini aneh, Kiel sadar betul akan hal itu. Sampai detik ini ia masih dibuat bingung oleh perasaannya. Memang ia tidak mengenal Julian secara utuh, tapi kenapa dirinya tak menolak ketika pria itu menidurinya semalam? Ah tidak, bukan meniduri, tapi mereka bercinta semalam.
Tentu saja. Kiel menikmati dan melakukan apa yang harus di lakukan saat bercinta, terlebih ia melakukannya dengan sadar.
Semurahan itukah dirinya? Bahkan dirinya belum mendapatkan jawaban atas kegelisahannya, tapi sudah berhubungan badan dengan pria yang membuat pikiran dan hatinya kacau. Baik karena sikapnya maupun perilakunya yang pemaksa.
Kiel menghela nafas panjang, tak tahu lagi harus melakukan apa untuk menyudahi kelabilannya ini. Dan selagi sosok indah itu sibuk dengan pikirannya, Julian baru keluar dari kamar mandi dan memaku tatapannya pada Kiel.
Tubuh rampingnya terekspos hingga ke pinggang, rambut peraknya terurai indah, serta wajah bonekanya yang memikat membuat Julian tak bosan memandangnya terus menerus.
Tapi suara dering telepon memecah keheningan kamar itu. Kiel tersadar jika Julian telah keluar dari kamar mandi, memperhatikan pria itu yang tengah mengangkat panggilan telepon.
"Kau buat masalah apa pagi-pagi?" tanyanya menuduh pada orang di sebrang line telepon.
"Bisa ku atur,
katakan dimana tempatnya"
Tiba-tiba Julian berjalan mendekat ke tempat tidur dan mengarahkan Blacberrynya pada Kiel. Si perak itu menatap bingung.
"Vanessa" kata Julian. Kiel mengangkat satu alisnya, lalu mengambil gadget tersebut.
"Hallo?" sapanya.
("......?")
"Ya, dia ada disini sejak semalam"
("......")
"Eh? Tidak, tidak terjadi apapun" pipi Kiel memerah ketika mengatakannya.
("......")
"Uhm, kurasa bisa. Aku tidak ada jadwal sampai nanti siang, tapi akan ku tanyakan pada Kelly dulu"
("......")
"Ya, ku lihat nanti aku bisa jalan atau tidak"
("......!")
Entah apa yang di katakan Vanessa yang jelas dapat membuat wajah Kiel berubah warna seperti tomat. Tanpa mengatakan apap-apa lagi ia langsung menyodorkan gadget itu pada Julian. Dan pria tampan itu segera memutuskan hubungan telepon.
"Gara-gara kamu aku tidak bisa berdiri" kata Kiel memanyunkan bibirnya. Julian melemparkan Blackberrnya ke tempat tidur.
"Ratatouille cukup jauh darisini, dan pantatmu tidak akan membaik dalam waktu beberapa jam" kata Julian, membuat Kiel semakin kesal.
"Kamu pikir gara-gara siapa aku jadi begini huh?" tudingnya.
"Kalau begitu biar aku bertanggung jawab" ucap Julian, seketika membuat Kiel bingung.
Tapi kebingungan itu sirna sudah ketika tiba-tiba Julian mengangkat tubuhnya dan membuatnya memekik kaget. Ala bridal style pria tampan itu membawa Kiel ke kamar mandi, dan saat itu juga Kiel sadar akan maksut dari kalimat aneh Julian.
"Turunkan aku! Aku bisa mandi sendiri!" ucapnya meronta. Ia ngeri memikirkan apa yang akan di lakukan pria itu padanya di kamar mandi.
Julian menulikan telinganya seperti biasa, membopong Kiel dengan sukarela ke kamar mandi. Kapan lagi mereka bisa mandi bersama kalau tidak sekarang.
~
Ratatouille adalah sebuah restoran Perancis yang letaknya di utara London. Vanessa sengaja mengundang Kiel sarapan disana karena suaminya, Adrien, adalah orang Perancis.
Entah masih dapat di katakan sarapan atau tidak, karena saat keempat orang itu menerima hidangan waktu sudah menunjukkan pukul 9. Dan
di jam seperti ini tentu saja restoran masih dalam keadaan sepi, atau mungkin bahkan hanya orang yang ingin buang-buang uang saja yang akan sarapan di restoran seperti ini.
Seperti Julian, Vanessa dan Adrien. Mereka menganggap restoran Perancis ini seperti makan di restoran biasa. Sekaya apa mereka sebenarnya?
"Jadi kau baru datang dari Australia semalam?" tanya Kiel, melahap makanannya lalu menatap Adrien yang duduk bersebrangan di meja tersebut.
"Ya, Nes banyak bercerita tentangmu sejak pertama kali dia bertemu denganmu" ujar Adrien sibuk mengunyah makanannya. Julian yang duduk di samping Kiel, tetap acuh sambil menikmati croissant dan kopinya.
Perlu di garis bawahi. Julian tidak suka makanan Perancis. Karena menurutnya aneh dan tidak meyakinkan.
"Kamu pasti setuju dengan ku `kan sayang?" Vanessa mengalihkan tatapannya pada suaminya itu.
Adrien melap bibirnya sejenak sambil mengangguk. "Tidakkah kamu berpikir untuk operasi kelamin?" tanyanya polos. Kiel yang sedang menegak minum pun sampai tersedak.
Vanessa sampai melotot pada Adrien, karena pertanyaan yang di lontarkan suaminya itu cukup tabu di utarkan. Sementara Julian masih tetap cuek. Kiel terbatuk kecil dan akhirnya dapat menguasai diri.
"Kenapa? Aku hanya penasaran" Adrien membela diri. Vanessa melotot lagi.
"Tidak apa Nes, aku cuma kaget. Itu pertanyaan yang sering ku dengar tenang saja" kata Kiel cukup tenang, agar sepasang suami istri itu tak saling melotot. "Aku tidak pernah berpikir untuk melakukan itu, dan aku juga tidak mau" ujarnya kemudian.
"Yah, itu pilihan tepat" Adrien tampak sangat setuju.
"Oh, ku dengar Kelly sakit, tadi aku sempat mengiriminya pesan" Vanessa telah menghabiskan sarapannya.
"Ya, tadi aku dapat pesan kalau dia flu. Pasti Kelly stres karena akhir-akhir ini banyak hal yang sudah terjadi" sambil mengatakannya Kiel melirik pada Julian.
"Hanya orang bodoh yang terkena flu saat musim panas" ucap Adrien.
"Dia penting untukku"
"Tapi ngomong-ngomong kenapa kamu memakai manajer?"
"Aku payah mengatur jadwal, lagipula Kelly masih kerabatku, dia anak dari adik Ayahku di Belanda"
Obrolan di antara mereka terus berlanjut. Dan Kiel merasakan perbedaan itu, jika membandingkan dengan lingkungan modelnya yang penuh akan orang yang hobi melakukan merde--omong kosong.
Julian, Vanessa, dan Adrien adalah orang yang berkata apa adanya, bahkan terkadang menyakitkan dan terlalu jujur. Tapi itu yang di sukai Kiel, mungkin karena lingkungan mereka yang tidak di ajarkan bagaimana menjilat seseorang.
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Jadwalmu kosong sampai nanti siang `kan?" Vanessa menatap penuh harap pada Kiel.
"Boleh, aku bisa jadi pemandu kalian" ucap Kiel setuju.
"Perfect!"
"Tapi aku ada pemotretan nanti pukul satu"
"Waktunya masih panjang, tenang saja Kiel. Pemotretanmu untuk produk perhiasan `kan?
"Iya, bagaimana kamu bisa tahu?" Kiel menautkan alisnya.
"Pemilik perusahaan berlian itu duduk di sebelahmu, bagaimana mungkin aku tidak tahu" kata Vanessa, membuat Kiel mengerutkan keningnya dalam.
Pemiliknya duduk di sebelahku? pikirnya. Kiel menoleh ke samping kanannya, menatap Julian yang sibuk dengan Blackberrynya. Dan sedetik kemudian pupil matanya melebar menyadari kalimat Vanessa.
"Eh?!" hanya itu reaksi yang di lontarkannya karena terlalu kaget.
Julian beralih menatapnya, mimik wajahnya seperti mengatakan `biasa saja, memangnya itu hal yang luar biasa?'
Demi Tuhan. Kiel baru menyadari jika adik kakak itu pintar membuat seseorang mendapat serangan jantung mendadak.

0 komentar:

Posting Komentar