Who Says? Part 4



Author: Otsu Kanzasky

ps: mengambil tokoh Monster, Kiel and Julian, dengan cerita yang berbeda, alur berbeda, dan karakter individual yang berbeda.

***

Pagi hari di kawasan elit Chelsea. Suasananya yang damai dan asri, sangat tepat akan status elitnya. Tampak berbagai jenis mobil mewah mulai meninggalkan kawasan hunian mewah itu dengan berbagai tujuan. Kecuali disebuah rumah bergaya asitektur Rusia.

Sang pemilik baru saja selesai berolahraga di gym yang ada didalam rumahnya, selagi aktifitas di hunian mewah itu berjalan seperti biasa.

Tampak para pengawal melakukan tugas mereka dan petugas rumah tangga yang telah menyelesaikan tugasnya. Termasuk sarapan khas London yang telah tertata diatas meja makan.

Sosok Julian baru saja keluar dari kamar mandi dengan shirtless dan rambut yang agak basah saat jarum jam dinding menunjukkan pukul 6 pagi. Segera ia memakai polo shirt abu-abunya yang tergeletak diatas tempat tidurnya yang telah dirapihkan.

Kemudian keluar kamar, menuju lantai bawah untuk sarapan. Sapaan `selamat pagi' meluncur dari 2 pelayan wanita yang berada di ruang makan. Dan Julian duduk di salah satu kursi dan meraih koran yang terlipat di samping piring sarapannya.

"Selamat pagi adik ku, pagi yang indah bukan?" suara Vanessa mengurai keheningan di ruangan tersebut.

Julian tidak menyahut, matanya sibuk menelisik deretan artikel koran paginya. Dan Vanessa mengambil tempat duduk tepat diujung meja makan.

"Sepertinya warga London tidak memikirkan kalori yang mereka konsumsi setiap pagi ya" Vanessa berceletuk sarkastik ketika melihat sarapannya. Ada telur, daging asap, sosis, roti goreng, jamur, dan kacang panjang diatas piring.

Julian melipat kembali korannya, lalu meraih cangkir kopinya dan menyesapnya sedikit. Dan meskipun Vanessa meragukan sarapan pertamanya di London, toh ia tetap memakannya.

"Apa yang akan kamu lakukan hari ini?" tanya Julian, memotong daging asapnya. Vanessa tampak berpikir sambil mengunyah sosis.

"Aku mau ke salon, besok Chanel launching produk barunya" jawabnya dan melahap sisa sosisnya yang di tusuk garpu.

"Kemarin bagaimana kamu bisa bersama Kiel?" tanyanya ingin tahu dan mimik penasaran. Julian masih tampak biasa saja ketika melahap jamur.

"Aku nyaris menabraknya" jawab Julian datar, sibuk mengunyah.

"Apa maksutmu? Memang apa yang terjadi?" kini rasa penasaran itu berubah menjadi kecurigaan.

Julian urung memotong daging asap dan melirik Vanessa yang ada di sisi kanannya. Bukannya menjawab pertanyaan itu, ia malah melanjutkan sarapannya dan membuat Vanessa mencibir kesal.

Tapi kekesalan wanita cantik itu sedikit berkurang ketika seorang pengawal datang membawakan tabloid Bazaar padanya. Disela-sela sarapan, Vanessa membuka majalah fashion tersebut. Dan pada halaman kesekian, matanya melebar ketika melihat artikel yang di muat.

"Kamu kencan diam-diam dengan Kiel kemarin?" tanyanya histeris nyaris berteriak, antara kaget dan senang. Menatap tak percaya pada Julian yang sepenuhnya kini berhenti menikmati sarapannya.

"Apa kamu sudah gila bicara seperti itu?" Julian tampak terganggu dengan apa yang sudah di lontarkan Vanessa.

"Lihat ini!" di baliknya tabloid tersebut, dan Julian dapat melihat artikel yang memajang foto dirinya dan Kiel saat berada di Covent Garden.

`Finally He Git a Boyfriend?', itulah judul yang tercetak jelas di halaman. Dan parahnya tidak ada ekspresi kaget di wajah tampan Julian, memutuskan kembali menikmati sarapannya. Mengabaikan seribu pertanyaan Vanessa yang tak berhenti di lontarkannya.

"Akh, bozhe moy. Kamu bisa bilang padaku dan aku akan membantu mu Julian"(oh sayang) kata Vanessa. Julian meletakkan pisau dan garpunya dan menatap tajam sang kakak.

"Bisakah kamu berhenti membicarakan hal itu?" tanyanya terganggu.

"Net, sebelum kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kemarin aku dan Kelly hampir menelpon polisi, ternyata kalian berkencan" Vanessa masih saja membuat Julian tak nyaman dengan statmentnya.

"Apa yang bisa dipercaya dari artikel itu?" wajah tampan Julian berubah garang. Kemudian bangkit berdiri meninggalkan sarapan, sementara Vanessa yang sibuk membaca isi artikel dengan wajah berseri.

"Akhirnya adikku jatuh cinta~" ucapnya bicara pada tabloid kesayangannya. Tak peduli berita tersebut benar atau tidak.

Mungkin sebentar lagi harapannya memiliki adik ipar model cantik seperti boneka akan segera terwujud. Meski si cantik itu adalah laki-laki. Who`s care?

Sosok Julian baru saja menaiki tangga saat Keith mengikuti di belakangnya dengan membawa sebuah amplop cokelat.

"Saya sudah mendapatkannya Bos" ucap pria berusia awal 30 tahunan itu. Julian menengok dan mengambil amplop tersebut dari pengawalnya.

Ia menuju ke ruang kerjanya, mengunci pintunya dan berjalan kearah kursi dibelakang meja kerjanya. Keith berdiri tegap di depan meja, selagi Julian mengeluarkan isi dari amplop cokelat tersebut. Dan keseluruhan isinya hanyalah foto.

Foto-foto itu diambil saat dirinya memenuhi permintaan Kiel untuk makan di Covent Garden. Sorot matanya yang tajam memperhatikan dengan teliti satu persatu foto di tangannya. Dan saat tiba giliran foto dirinya yang tengah menggandeng tangan Kiel, sorot matanya berubah. Mungkin foto itu foto yang paling sensitif untuknya.

"Kamu kencan diam-diam dengan Kiel kemarin?" pertanyaan Vanessa tiba-tiba terngiang di dalam kepalanya.

Julian mengangkat satu alisnya. Kenapa justru hal itu yang muncul? Kenapa harus kata-kata kencan? Bukankah mereka hanya bertemu beberapa kali? Kenapa Vanessa sesenang itu?

Ah, benar juga. Julian baru menyadari. Jika dirinya bertemu Kiel tanpa di duga. Seperti di tempat spa itu, lalu kemarin didepan John Lewis. Padahal saat itu dirinya cuma berniat untuk berputar-putar sekaligus mengenali wilayah asing ini.

"Saya sudah berusaha meminta membatalkan artikel di tabloid-tabloid hari ini Bos, tapi sebagian foto sudah terlanjur naik cetak" ujar Keith, membawa Julian keluar dari alam pikirnya.

"Apa kata mereka?" tanyanya seraya meletakkan foto-foto tersebut di meja.

"Mereka tidak akan mencari tahu tentang anda sedikitpun"

Julian hanya diam. Dirinya tak pernah lupa akan penjelasan Kiel didalam mobilnya saat membantunya kabur dari wartawan yang ada di sebrang jalan tempat spa. Tapi hari ini pasti si perak itu di sibukkan oleh pemberitaan asal ini.

"Bagaimana reaksi agensinya?" tanyanya.

"Saya sudah menghubungi mereka dan memberitahu kalau hal ini hanya kesalapahaman" ujar Keith. Julian menarik nafas kecil.

"Dan saya sudah menemukan identitas keempat pria yang mengejar Kiel Beudelaire di John Lewis" lanjut Keith. Diikuti tatapan tajam sang majikan ketika merogoh saku dalam jasnya.

Pria serba hitam itu meletakkan sebuah foto hasil dari rekaman cctv di hadapan Julian.

"Mereka tergabung dalam Skull Bullet, dibawah perintah Norton Puttin. Dari informasi yang saya dapatkan, beberapa dari mereka berada di London" Keith menjelaskan panjang lebar.

Rahang Julian mengeras, sorot matanya berubah sadis. Seperti seekor harimau yang dapat kapan saja memulai perburuannya.

"Apa yang membuat mereka mengejar Kiel?" suaranya yang berat terdengar dingin.

"Saya tidak mendapatkan informasi tentang hal itu Bos, dan tidak ada alasan bagi merekab mengincar model yang tidak memiliki catatan hitam pada track recordnya"

"Keluarganya?" Julian melirik pengawalnya. Keith kembali merogoh saku dalam jasnya disisi kiri, mengeluarkan lipatan kertas hasil print out dan menyerahkannya pada Julian.

"Semua anggota keluarganya bersih. Ibunya single parents dan baru menikah dengan pria Belanda, memiliki dua kakak perempuan. Maria dan Julie, mereka pebisnis di Perancis"

Julian membaca dengan seksama biodata keluarga Beudelaire beserta riwayat mereka. Hal seperti ini memang melanggar undang-undang, tapi bukanlah sesuatu yang sangat kriminal bagi seorang Julian pemimpin Red Society yang sangat di takuti di Rusia.

"Bagaimana teman-temannya?" Julian meletakkan kertas print out tersebut.

"Semuanya bersih Bos"

Julian menyandarkan punggungnya, sibuk berpikir akan hal yang menurutnya aneh ini. Bagaimanapun juga Norton Puttin tidak akan mengincar seorang Kiel tanpa sebab.

"Panggil Richard dan Sammuel" suruhnya seraya meraih Blackberry yang ada diatas tumpukan map.

"Ada tugas untuk mereka" imbuhnya dengan elegan.

"Baik Bos" Keith membungkukkan tubuhnya sedikit kemudian beranjak dari hadapan Julian.

"Siapkan mobil, setelah ini aku ada pertemuan dengan pemimpin perusahaan berlian" titahnya sebelum pengawal kepercayaannya itu membuka pintu ruangannya.

Dan Julian kembali dalam keheningannya. Memutuskan untuk bertindak sesuatu sebelum terlambat.

***

"Aku sungguh minta maaf, aku tidak tahu kalau di sekitar sana ada wartawan" kata Kiel saat di dalam mobil yang membawanya kembali ke apartment setelah menjadi bintang tamu di salah satu radio.

Kelly kekeuh dengan wajah kesalnya, mengemudikan mobil. Jelas jika wanita itu agak marah pada Kiel.Bagaimana tidak? Kemarin dirinya sangat panik ketika model asuhannya itu tak kunjung kembali, dan sekarang beredar di banyak tabloid jika Kiel berkencan dengan seorang pria yang bahkan tidak di ketahuinya.

"Kamu tahu bukan itu inti permasalahannya Kiel" ucap Kelly, akhirnya setelah diam beberapa menit terakhir.

"Sungguh aku tidak ada hubungan apapun dengan Julian!"

"Jadi? Kalian sudah sedekat itu?" sindir Kelly.

"Kamu ingat saat aku kehilangan kartu apartment? Dia yang menemukannya dan mengembalikannya padaku. Aku tidak sengaja bertemu dengannya"

"Lalu?"

"Kamu ingat Vanessa? Dia itu adiknya, mereka berasal dari Rusia"

"Jadi?"

"Aku minta maaf, sungguh. Kemarin saat di John Lewis ada orang yang--" Kiel menghentikan kalimatnya tiba-tiba.

Jelas dirinya masih mengingat kejadian di Department Store kemarin, tapi apa harus memberitahu Kelly? Bagaimana jika managernya itu melapor pada polisi dan membuatnya runyam?

"Ada orang yang apa?" Kelly menunggu, Kiel menggeleng.

"Yang jelas saat itu aku tak sengaja bertemu Julian dan dia menolong ku, hanya itu"

Kelly menghela nafas pendek, dan sekilas menoleh pada Kiel.

"Sayang, aku tidak keberatan kamu berkencan dengannya. Aku hanya kesal kamu kabur tanpa mengatakan hal yang sebenarnya" ujarnya lembut. Tampaknya kekesalannya telah hilang.

"Aku tidak berkencan Kel, kalaupun iya aku akan memberi tahumu" ucap Kiel bersikeras.

"Apapun itu, jangan sampai membuat namamu tercoreng"

"Aku mengerti"

Suasana di dalam mobil kembali hening,hanya lagu All Of You milik John Legend yang mengalun lembut dari audio. Tapi ketenangan itu terusik ketika mereka sampai di depan apartmen Kiel yang terdapat beberapa wartawan majalah dan sejenisnya.

"Tentu saja kamu tidak bisa pulang untuk saat ini" kata Kelly, dan kembali menjalankan mobilnya.

Selagi Kiel asyik memejamkan mata, iPhone didalam tasnya bergetar. Ia pun mengambil gadget tersebut tepat saat mobil mereka berhenti karena lampu lalulintas.

"Siapa?" tanya Kelly saat melihat perubahan ekspresi Kiel. Si perak itu menunjukkan layar iPhonenya.

Sender: Bobby Emerald Agency

Kiel kamu membuat ku tidak sabar, semalam kamu juga tidak membalas pesan ku. Ada yang ingin ku tanyakan jadi bisakah kamu datang untuk dinner malam ini?

Kelly tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Dia benar-benar menyukaimu ya" celetuknya.

"Kamu tahu apa yang membuat ku malas bertemu dengannya?"

Kelly menggeleng kecil. "Apa?"

"Bobby terlalu menunjukkan kalau dia suka padaku, dan itu membuat ku tidak nyaman" kata Kiel, kembali membaca pesan dari Bobby.

"Bagaimana dengan kakaknya? Jonatahan? Dia agak pendiam dari Bobby"

Kiel berdecak kecil, menatap sinis pada Kelly. "Kenapa harus laki-laki? Kamu lupa kalau aku sama dengan mereka?" ucapnya risih.

"Siapa yang peduli kalau kamu laki-laki? Ayolah, nikmati saja"

"Jadi kamu mau aku seperti itu?"

"Bagaimana dengan Julian?"

"Sudah ku bilang aku tidak memiliki hubungan apapun denganya"

Kelly tertawa renyah, membuat Kiel memanyunkan bibir merahnya yang basah, sementara jarinya sibuk membalas pesan Bobby.

"Sebentar lagi jam satu, kamu mau makan dimana?" tanya Kelly ketika membelokkan setir mobil.

"Kevin`s Kitchen! Kata George disana makanannya enak" jawab Kiel bersemangat. Kelly hanya mengatakan ok.

Tapi beberapa detik Kiel memekik, merutuki dirinya sendiri saat membaca ulang balasannya yang telah terkirim.

"Ada apa?" tanya Kelly heran.

"Aku membalas kalau akan makan siang di Kevin`s Kitchen!" ucapnya histeris.

"So?"

"Dia membalas akan datang kesana untuk makan siang juga"

Kelly malah tertawa dan membuat Kiel makin kesal. Hanya `nikmati saja kalau begitu' yang keluar dari mulut sang manager.

5 menit kemudian mereka sampai di sebuah Restauran minimalis yang cukup elegan. Tapi saat Kiel akan masuk ke dalam, tiba-tiba ia berhenti berjalan dan menatap ke sekitar.

"Kenapa?" tanya Kelly, ikut melihat sekitar. Kiel menggeleng pelan.

Mungkin perasaannya saja. Yah, berkat kemarin dirinya di kejar-kejar pria asing di Mall. Cukup menakutkan jika membayangkannya.

Kelly dan Kiel dapat menemukan meja yang menurut mereka pas andai saja Bobby yang lebih dulu tiba tidak memanggil dari sisi lain Restaurant. Alhasil Kiel harus pasrah berada satu meja dengan pria itu.

Tapi pria itu tidak sendiri. Kiel menautkan alisnya melihat sesosok perempuan berambut bob berwajah poker(semacam ekspresi kosong). Emily.

Mereka berbasa-basi seperti biasa, dan Emily tidak mengatakan sepatah katapun. Dan suasana saat ini terasa agak janggal. Karena baik Kelly dan Bobby tahu jika Kiel tidak menyukai Emily.

Keduanya pernah terlibat perselisihan. Meski tidak etis jika mengingat Emily adalah perempuan.

"Ku kira kau akan datang dengan pacar barumu" ujar Emily, flat.

"Kenapa? Kau penasaran?" balas Kiel malas.

"Tidak juga. Hanya ingin memastikan kalau kau sudah membuat Bobby patah hati"

Oh. Satu hal lagi tentang Emily. Wanita berusia 25 tahun itu sangat ahli dengan faux pas--kekacauan.

"Sebaiknya kalian mulai memesan" kata Bobby, berusaha menghentikan suasana aneh di meja tersebut. Terlebih pelayan telah menunggu untuk mencatat pesanan.

Kiel hanya memesan Linguini saus jamur dan air putih dengan malas, karena sepertinya nafsu makannya telah hilang.

"Aku ke toilet" ucapnya bangkit berdiri. Dan tatapan Bobby mengikutinya sampai menghilang di balik dinding.

Si perak itu berdiri di depan wastafel, menatap wajahnya sendiri. Kemudian mengambil ikat rambut di dalam tas pundaknya dan mengikat rambutnya ke belakang. Ia membasuh wajahnya dengan air kran.

Dan tepat saat ia mengangkat wajahnya kembali, dirinya di buat kaget oleh pantulan cermin akan sosok Julian yang baru saja masuk.

"Kita bertemu lagi" sapanya ramah, menengok pada pria tampan itu, yang kini sama kagetnya.

Julian hanya mengangguk samar, dan berjalan kearah urinoir.

"Aku mau berterima kasih untuk yang kemarin" ujarnya, lalu mengusap wajah basahnya dengan tisu. Julian menutup kembali resleting celananya dan berjalan ke wastafel, berdiri di samping Kiel.

"Gossip yang beredar pagi ini..." Julian menggantung kalimatnya.

"Aku minta maaf, aku tidak berpikir kalau hal itu akan menjadi berita hari ini" kata Kiel tak enak hati. Julian selesai mengeringkan tangannya, dan menatap si cantik itu.

"Bukan masalah untuk ku, kau pasti jadi sibuk" ucapnya, menatap lekat pahatan sempurna di hadapannnya.

"Tidak juga. Oh iya, aku tidak bisa jadi pemandumu hari ini, tidak apa `kan"

"Jangan di pikirkan"

Kiel tersenyum samar, lalu menutup tas pundaknya kembali. Tanpa bicara lagi mereka keluar dari toilet bersamaan, dan Kiel melihat sosok Vanessa yang duduk satu meja dengan Bobby.

"Kebetulan yang menyenangkan ya?" kata wanita cantik itu penuh senyum pada Kiel yang baru sampai di meja. Sementara Julian yang berdiri di belakang membuang muka.

"Ya, senang bertemu denganmu lagi" Kiel duduk di tempatnya semula. "Mana Kelly?" tanyanya karena tidak melihat managernya yang tadi duduk di dekatnya.

"Dia mengambil sesuatu di mobil. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau nanti malam kalian datang ke rumahku? Aku ingin berpesta kecil-kecilan" Vanessa memulai obrolan. Sukses membuat Julian menatap tajam.

"Pesta?" ulang Bobby.

"Ya, private party. Ajaklah teman-teman kalian, pasti menyenangkan. Bagaimana Kiel?" Vanessa beralih menatap si perak itu.

"Terdengar menyenangkan, akan ku usahakan" jawabnya tertarik.

"Kamu harus datang. Kalian juga datanglah dengan beberapa teman. Ini alamatku" kata Vanessa sambil menuliskan alamat di sebuah sticky note merah muda, dan memberikannya pada Kiel.

"Jangan sampai Kelly tahu, mungkin dia akan melarang mu" bisiknya sambil mencondongkan tubuh, dan membuat si perak itu tertawa kecil.

"Baiklah" ucapnya mengangguk.

"Ok, kalau begitu aku dan Julian juga harus makan siang. Sampai bertemu nanti malam" ujar Vanessa bangkit berdiri dan melambaikan tangannya dengan anggun.

Kiel memperhatikan kakak-adik itu yang menempati meja di sisi lain, dan tak sengaja menatap Julian yang minim ekspresi. Tapi jelas jauh berbeda dari Emily. Hingga tak sengaja mereka bertatapan, membuat Kiel berpaling cepat.

"Perempuan berisik" kata Emily.

Dan pesanan mereka pun datang, seiring Kelly yang baru saja kembali.

Tingkah aneh Kiel tak luput dari perhatian Bobby, dan membuat pria itu memperhatikan Julian yang ada di meja lain.

...to be continue...

0 komentar:

Posting Komentar