Who Says? Part 3



Author: Otsu Kanzasky

ps: mengambil tokoh Monster, Kiel dan Julian. cerita yang berbeda, alur berbeda dan karakter individu yang berbeda.

***

Suara applause di studio 3 disebuah stasiun televisi swasta menggema diseluruh ruangan. Tepat setelah host menutup acara talk show yang mengundang beberapa narasumber dan bintang tamu yang berkaitan.

Suasana antusias dan rona tak sabar mewarnai sebagian besar penonton siang ini. Jarang-jarang mereka dapat bertemu langsung dengan bintang tamu yang kesemuanya adalah model yang sedang digandrungi.

Karena tema talk show hari ini adalah tentang fashion, maka wajar jika penonton yang sebagian besar fashionista sudah tak sabar bertatap muka dengan para bintang tamu.

Pihak stasiun televisi mengadakan sesi foto bersama, yang di khususkan untuk member sebuah brand fashion yang sekaligus menjadi sponsor talk show hari ini.

"Tidak masuk akal" Kelly memulai percakapan dengan wajah tak suka. Saat Kiel sedang berkutat dengan iPhonenya.

"Kenapa?" sahutnya tanpa menghentikan kesibukannya.

"Pihak televisi mengadakan sesi foto itu hanya untuk meningkatkan rating mereka" kata Kelly berapi-api.

"Bukankah bagus kalau ratingnya naik?"

"Dan kamu melakukannya dengan sukarela"

Jari Kiel berhenti menari diatas layar sentuh iPhone dan menoleh pada Kelly.

"Memang tidak disebutkan diperjanjian?" tanyanya bingung.

"Tidak, mereka hanya membayar kontrak bintang tamu" Kelly mendengus kesal.

"Sudahlah. Apa acara setelah ini?" Kiel menyimpan gadgetnya ke dalam tas kecilnya, dan melepas kuncir rambutnya.

Surai keperakan itu tergerai lembut digaris punggungnya. Membuatnya tetap terlihat feminim meski saat ini dirinya berpenampilan cukup casual.

Celana skinny jeans flanel merah gelap, shirt putih skull, ditumpuk jacket hitam dengan aksen bulu dibagian hoodienya. Wajahnya yang selalu tampak cerah dan berseri menjadi nilai plus.

"Kamu akan mengikuti acara charity setelah ini, lupa?" kata Kelly sambil mengubek-ubek tas tangannya yang agak besar. Mata indah Kiel membulat, wajahnya tampak senang. Tapi sedetik kemudian ia berubah lesu.

"Aku lupa membawa t-shirtnya" ucapnya menggaruk belakang kepalanya bingung. Kelly menyodorkan sebuah shirt biru yang masih terbungkus plastik.

"Aku tahu kamu akan lupa, cepat ganti shirt mu" perintahnya, dan disambut sumringah oleh model cantik itu.

Tanpa canggung Kiel melepas shirt skullnya dan memakai shirt charity yang bertuliskan `Being Human`. Si cantik itu memang sudah tak sabar untuk segera datang ke tempat event.

Dia sangat bersemangat untuk berjualan accsesoris di event, yang dimana nanti hasil penjualannya akan disumbangkan untuk para penderita penyakit-penyakit mematikan.

"Ayo berangkat!" serunya bersemangat.

Meninggalkan stasiun televisi mereka menuju ke tempat event yang hanya memakan waktu 20 menit. Beberapa kali Kiel melongok ke bagasi untuk memastikan jika barang yang akan dijualnya telah dibawa.

Poin menyenangkan saat berada di Britania Raya terutama di London adalah. Kalian tidak akan pernah merasa bosan ketika berada di jalan, pemandang di kota ini sangat mengesankan. Bangunan-bangunannya memiliki arsitektur yang khas dan minimalis, jalanan yang rapih dan asri, semuanya serba sangat teratur dengan baik. Belum lagi pemandangan sungai Seine yang indah.

Karena itu Kiel tak pernah mengeluh jika pekerjaannya berada di lokasi yang agak jauh dari apartmentnya yang berada di Knightsbridge. Seperti saat ini, dirinya dan Kelly menuju John Lewis Department Store yang sangat terkenal.

Sebuah Mall di dekat kawasan elit, dan disinilah event amal berlangsung. Begitu ia menapakkan kaki di lobi Mall, hampir semua mata tertuju padanya. Dibantu petugas valley untuk menurunkan 2 kotak kardus di bagasi mobil, lalu petugas itupun segera melarikan mobil Kelly ke tempat parkir.

"Stan mu nomor 6" ucap Kelly, membawa 1 kardus berukuran sedang saat mereka sampai di atrium Mall.

Ada sekitar 15 stan yang tertata di atrium itu. Banyak diantaranya para pelaku Dunia fashion, desaigner, model, pemilik clothing line. Dan yang dijual pun tak jauh-jauh dari kebutuhan fashion, namun ada beberapa stan yang menjual makanan kering atau kue.

Kiel dan Kelly bekerjasama menata aksesoris yang akan dijual disebuah meja kayu berukir cantik. Dimana aksesoris yang dijual sebagian besar pernah di pakai oleh si perak, baik dari sponsor atau ia beli sendiri, dan kondisi pernak-pernik itu masih sangat bagus.

"Butuh bantuan?" tanya suara di samping stan. Kiel yang sedang menata beberapa kalung pun menoleh.

George, pria yang sempat menjadi partnernya saat pemotretan di salah satu majalah dan sampai detik ini mereka berteman baik. Kata orang, pria berambut kecokelatan ini mirip Niall Horan.

"Barang ku sedikit kok, bagaimana dengan mu?" tanya Kiel balik, seraya meletakkan kardus yang telah kosong kebawah meja.

"Aku jualan t-shirt, tidak terlalu banyak" George memperhatikan sebuah gelang rantai dengan charm tengkorak. "Semua ini milik mu?" tanyanya, tampak tertarik dengan gelang tersebut.

"Pastinya, gelang yang kamu pegang itu ku beli di Belanda"

"Oya?" George menatap Kiel sekilas,lalu memakai gelang tersebut.

"Yup, jarang ku pakai karena gelang itu membuat tanganku terlihat lebih kecil"

"Bagaimana kalau aku jadi pelanggan pertama mu?" George berharap besar. Kiel tersenyum senang.

"Tentu saja untuk teman baik ku!" ucapnya gembira. George mengeluarkan selembar uang yang diberikannya pada Kiel.

"Senang berbisnis dengan mu" kata Kiel, senang mendapat uang pertamanya dievent yang bahkan belum dibuka.

George pun pamit untuk kembali ke stannya dengan senyum mengembang. Dan well, berjualan seperti ini cukup menyenangkan. Begitu menurut Kiel.

Tepat pukul 1 siang, event charity tersebut resmi dibuka. Dalam waktu singkat saja dapat menarik perhatian para pengunjung Mall yang kebanyakan adalah kaum Hawa. Terlebih yang berjualan bukan orang biasa, dan rata-rata dari mereka sangat loyal untuk membeli barang yang dijual.

Stan milik Kiel pun tak kalah ramai dari stan-stan lain. Meski banyak wanita yang cukup banyak omong, ia tetap bersikap seramah mungkin dan memutuskan untuk tidak meladeni celotehan ibu-ibu yang cukup membuat telinganya iritasi.

"Istirahat lah dulu, infuse water`mu ada didalam tas ku" kata Kelly seraya meladeni seorang gadis remaja.

Kiel hanya mengangguk kecil, duduk dikursi liapt yang disediakan, dan mengambil botol minumnya yang berwarna merah, berisi air dingin dan potongan buah strawberry dan lemon.

Yah, sejak dirinya memutuskan menjadi model, ia lebih menjaga apa yang dikonsumsinya, meskipun begitu Kiel jarang melakukan diet. Menurutnya tidak perlu dan tidak penting, toh dirinya dapat mengontrol nafsu makannya.

"Kiel!!" pekik seorang wanita berambut pirang curly dijarak beberapa meter dari stan accsesoris si perak.

Wanita tinggi memakai dress ketat berwarna hitam itu menghampiri stan Kiel dengan bersemangat.

"Aku tidak percaya bisa bertemu denganmu!" ujarnya senang. Kiel hanya tersenyum.

"Tertarik dengan pernak-pernik ku?" tanyanya, membuat wanita bermata cokelat itu beralih pada dagangannya.

"Hasil penjualannya akan disumbangkan untuk amal" kata Kiel menjelaskan.

"Benarkah? Wah, tidak percuma aku datang kemari"

"Silahkan dipilih" Kiel tersenyum singkat.

"Bagaimana kalau aku membantumu berjualan?" tawar wanita cantik itu. Kiel melirik Kelly yang kini juga meliriknya.

"Eeh, tidak perlu--"

"Ayolah, aku jauh-jauh datang dari Rusia akan membosankan kalau aku tidak melakukan sesuatu yang mengesankan" wanita itu setengah memaksa. Kiel kembali melirik sang manager, dan Kelly hanya menelengkan kepalanya singkat.

"Baiklah" ucapnya akhirnya. Wanita cantik itu tersenyum dan memberikan tas Louis Vutton merahnya pada salah satu pengawal dari dua pengawal yang berada di belakangnya.

Dan Kiel baru menyadari akan keberadaan dua pria berpakaian serba hitam itu. Pemandangan seperti ini memang jarang ditemui, dan saat ini untuk kedua kalinya ia melihat para pengawal pribadi itu.

Pria Rusia yang membantunya di depan tempat spa kemarin juga memiliki bodyguard. Pastinya pria itu dan wanita ini orang yang penting di Rusia.

"Ah, aku ke toilet sebentar" ucapnya, menyambar jacketnya yang tergantung disandaran kursi lipat.

"Cepatlah!" kata Kelly.

Kiel melangkah lebar-lebar mencari letak toilet. Dan bisa ditebak jika beberapa pasang mata kini memperhatikannya, namun entah apa yang membuat orang-orang itu mengurungkan niat untuk menyapa.

Ada 2 orang pria yang berdiri didepan urinoir dan tampak kaget saat Kiel masuk ke toilet. Siapapun yang melihat pasti lupa jika si perak itu adalah laki-laki tulen.

Kiel berdiri pada urinoir paling ujung, mencegah tatapan jahil yang mungkin saja di tujukan padanya. Setelah menyelesaikan tuntutan alamnya, ia pun keluar dari toilet.

Tapi saat baru beberapa langkah, kakinya berhenti mendadak dan menengok ke belakang punggungnya. Menatap kesekitar, lalu kembali berjalan. Dan lagi-lagi ia terpaksa berhenti saat merasa jika ada yang mengikutinya.

Kiel mulai was-was, langkahnya sangat pelan, melirik melewati ekor matanya, memastikan jika dirinya tidak berhalusinasi. Dan saat ia mempercepat langkahnya, suara derap kaki di belakangnya semakin cepat pula. Hal itu membuatnya takut.

Tanpa sadar Kiel mulai berlari, dan dirinya 100% yakin jika memang ada yang mengikuti. Disela derap kakinya ia memberanikan diri menoleh kebelakang, melihat ada 4 orang pria berbadan besar berpakaian perlente mengejarnya.

"Siapa mereka? Sial!" Kiel semakin ketakutan.

Tak tahu pasti akan arah yang ditempuhnya, ia hanya ingin meloloskan diri dari pria-pria sangar itu. Terpikirkan untuk menghubungi Kelly tapi ia tidak mau berhenti berlari dan membuatnya tertangkap.

CIIIIITT!!

Kiel membelalakan mata spontan berhenti berlari saat sebuah motor sport hitam mengerem mendadak nyaris menciumnya. Bisa ditebak jika saat ini jantungnya sudah hampir meledak karena shock.

Tapi saat ia baru akan menstabilkan nafasnya, mata birunya kembali menangkap kehadiran keempat pria perlente itu dan membuatnya kalang kabut. Hingga tanpa persetujuan pengendara motor, ia naik keatas boncengan.

"Cepat jalan! Mereka akan menangkap ku!" pintanya panik tak sadar menepuk-nepuk pundak pemilik motor.

Pria berjacket kulit pemilik motor itu tak langsung memenuhi permintaan Kiel, karena sempat menatap kearah pria-pria yang di maksut dari balik helmnya.

"Ayolah! Cepat jalan!" Kiel semakin panik.

Sang pemilik motor pun memacu motornya ketika keempat pria perlente hanya berjarak 5 meter dari mereka.

"Yeah! Tidak semudah itu kalian menangkap ku!" teriaknya lega sekaligus senang.

"Pegangan" perintah pria berjacket kulit. Kiel memutar kepalanya, memperhatikan punggung lebar pria yang menolongnya itu.

Tepat saat ia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba pria itu menambah kecepatan motornya, hingga membuat si perak memekik kaget dan refleks memeluk pinggang penolongnya.

...

"Ah! Kemana dia? Kenapa daritadi belum kembali?" gerutu Kelly gusar, kini ia diliputi kekhawatiran.

"Mungkin Kiel sedang bertemu teman lama" kata Vanessa--wanita berambut pirang itu. Duduk di kursi lipat sibuk dengan Blackberry putihnya.

"Dia bisa menelpon ku! Dan Kiel tidak pernah seperti ini sebelumnya!" kata Kelly panik. Untung saja saat ini event charity telah usai, sudah 20 menit yang lalu.

Vanessa mengangkat wajahnya, memperhatikan Kelly yang kini tengah berkutat dengan ponselnya. Saat itulah dirinya melihat Pedro dan Jack berjalan kearahnya.

"Kalian temukan?" tanyanya, sangat elegan.

"Tidak Nona, kami sudah mencari keseluruh Mall" jawab Pedro. Vanessa terdiam sejenak.

"Aku akan menghubungi Polisi" ujar Kelly tiba-tiba.

"Tidak perlu, aku bisa mengusahakan sesuatu" kata Vanessa cepat. Kelly menatap dengan bingung.

"Memang apa yang bisa kau lakukan?" tanyanya tak habis pikir.

"Aku orang Rusia" Vanessa tersenyum penuh arti.

Dan Kelly dibuat bertanya-tanya akan apa yang dapat dilakukan wanita cantik bermata cokelat itu. Memang apa yang akan di lakukan orang Rusia bahkan yang tak pernah ia ketahui namanya?

...

Suasana ramai di Covent Garden siang ini tak mengikis semangat para pengunjung yang terus berdatangan untuk memuaskan rasa penasaran mereka akan pusat makanan di London.

Sebuah bangunan bertingkat 2, berisi banyak stan menjual berbagai aneka makanan khas London maupun makanan modern lain. Dan tempat ini adalah tempat yang sangat tepat untuk berwisata kuliner, karena di wilayah tersebut banyak akan cafe-cafe dan kedai bir.

Termasuk pilihan Kiel untuk mengisi perut yang mulai kosong, setelah berhasil kabur dari pria-pria perlente asing yang mengejarnya di John Lewis.

Saat si perak itu sibuk mengisi perutnya, Julian duduk diam melipat tangan memperhatikan model androgini itu dengan wajah dingin seperti biasa. Ditemani secangkir frapuccino yang masih mengepulkan asap tipis.

Entah apa yang membuat Dewa Yunani itu dengan sukarela menemani Kiel yang terlihat lapar. Dan ia tak mengerti dengan apa yang sedang dilakukannya saat ini.

Padahal dirinya hanya pernah bertemu 2 kali oleh Kiel, tanpa sengaja. Dan ketiga kali ini, tapi mendadak saja dirinya tidak memikirkan apapun jika melihat wajah bak boneka itu.

"Tidak makan?" tanya Kiel, setelah menghabiskan Bubble & Squek`nya(makanan berbahan dasar daging beku, kentang dan kubis. Terkadang ditambahi wortel, kacang polong dan sayuran lainnya yang digoreng), lalu mengelap bibirnya dengan lap putih bersih yang terlipat di atas pahanya.

Julian tak menyahut, memilih untuk menyesap frapuccino`nya dengan khidmat. Dari gerak tubuhnya, terkesan jika ia tak terlalu nyaman berada ditempat ramai.

"Ah iya, terima kasih sudah menolong ku kabur dari orang-orang itu" kata Kiel usai menegak segelas air putih.

"Siapa mereka?" tanya Julian.

"Aku juga tidak tahu, baru kali ini aku dikejar-kejar seperti itu. Apalagi mereka terlihat bukan orang baik"

Julian hanya diam, mendengarkan celotehan Kiel. Namun tiba-tiba ponselnya berdering, membuat si perak berhenti bicara dan memperhatikannya mengangkat telepon.

"....aku tahu, aku bertemu dengannya" suara berat Julian terdengar agak pelan.

"Ada bersamaku, akan ku antar kembali" ucapnya dan memencet tombol end.

"Kau bawa ponsel?" tanya Julian tiba-tiba, Kiel pun meraba saku celananya lalu menggeleng pelan.

"Semua barang-barangku ada didalam Mall, kenapa?" si perak itu menatap bingung.

"Kakak ku sedang bersama managermu yang panik saat ini" kata Julian datar. Kiel spontan menepuk dahinya, jelas jika ia lupa telah meninggalkan Kelly. Tapi kemudian ia menyadari sesuatu dari kalimat Julian.

"Kakakmu? Siapa?" Kiel mengerutkan keningnya samar. Tapi bukankah saat dirinya meninggalkan stan Kelly bersama seorang wanita cantik?

"Ah! Jadi wanita berambut pirang itu kakak mu?"

"......"

"Dia membantu Kelly berjualan distan saat aku ke toilet tadi. Tentu saja, kalian sama-sama dari Rusia!" celotehnya antusias.

"Jualan?" satu alis Julian terangkat sedikit.

"Iya, tadi ada event charity. Siapa namanya?"

"Vanessa"

"Kalian berdua keren" puji Kiel tulus.

Keren? Untuk pertama kalinya Julian mendengar hal seperti itu dari orang yang baru dikenalnya. Padahal untuk kebanyakan orang akan takut padanya.

"Kamu wajib mengajak Vanessa jalan-jalan, banyak tempat indah di London" kata Kiel.

"Aku disini bukan untuk liburan. Ku antar kembali ke agensi mu" ucap Julian bangkit berdiri.

"Eh? `kan sayang sudah jauh-jauh ke London tapi tidak menikmati keindahannya" Kiel ikut bangkit. Julian meletakkan uang tip diatas meja.

"Kalaupun aku ingin, aku tidak tahu jalan di London" sahutnya sambil meraih helm yang ada disamping meja.

"Aku bisa jadi pemandumu, bagaimana?" Kiel menawarkan diri.

"Kenapa kau ingin sekali aku datang ke tempat-tempat itu?"

"Karena semua pendatang di London wajib datang ke tempat-tempat itu"

Julian hanya diam, menatap kedalam mata Aquamarine Kiel yang jernih. Ada ketulusan dan kepolosan di mimik wajahnya.

"Besok?" ia melangkahkan kakinya, diikuti Kiel yang berjalan di sampingnya.

"Apanya?" si perak itu bingung.

"Ke tempat-tempat yang kau bilang tadi" Julian masih dengan sikap dinginnya.

"Oh, tentu. Tapi aku harus melihat jadwalku dulu" Kiel berusaha mengimbangi langkah Julian yang lebar.

Menyadari akan hal itu, Julian melambatkan langkahnya dan kini mereka berjalan beriringan. Namun karena tempat yang ramai, Kiel nyaris tertabrak sekelompok pria oriental, tapi tangan Julianbergerak cepat menarik tangan Kiel menghindari sekelompok pria itu.

Si perak menatap diam tangan kanannya yang digenggam, lalu melirik Julian yang tak bereaksi apapun. Dan pemandangan itu sukses menjadi perhatian beberapa orang yang menyadarinya, terlebih sosok Kiel yang memang sedang menjadi perhatian saat ini.

Sebuah motor sport hitam Ducati keluaran terbaru telah menunggu mereka ditempat parkir. Dan lagi-lagi pemandangan motor mewah dan dua sosok fabulous itu menarik perhatian sekitar.

"Ah iya, tolong jangan beritahu Kelly kalau aku makan Bubble & Squake tadi" ujar Kiel melemparkan kilau mata indahnya, memohon.

Julian hanya mengangguk singkat, si perak pun naik ke boncengan. Dan memacu motornya menyusuri area Covent Garden yang padat.

...to be continue...

0 komentar:

Posting Komentar