Who Say? | 7.1


Author: Otsu Kanzasky
ps: meminjam tokoh Monster, Julian and Kiel. cerita, alur dan karakter individu yang berbeda.
Maaf bukan bermaksud lambat mempostingnya, tapi berhubung kemarin ada lomba yang dilaksanakan jadi kami para Admin focus untunk memposting cerita-cerita lomba, so LIKE yang banyak cerbung ini karena udah makin HOT dan GREGEET wkwkwkwk.
***
"Gila, ini gila" racau Kelly. Tak berhenti berjalan mondar-mandir di ruang tamu apartment Kiel.
Sementara Julian yang duduk tenang di salah satu sofa putih disana, tampak cuek-cuek saja seperti biasa. Malahan sibuk memperhatikan ruangan tersebut, dan bangkit berdiri menghampiri rak lemari kecil yang berada disisi meja tv. Dimana terdapat beberapa foto berpigura.
"Berita apa lagi besok yang akan muncul di tabloid dan infotainment?" Kelly panik sendiri. Jelas jika dia sudah cukup pusing dengan jadwal Kiel dan kini semakin di buat pusing oleh peristiwa yang baru saja terjadi di Hyde Park.
Yup, tepat setelah peristiwa menegangkan itu Julian langsung membawa Kiel ke lokasi pemotretan yang disambut kepanikan oleh Kelly dan beberapa orang yang melihat model androgini itu dalam keadaan pingsan di gendongan Julian.
Hasilnya? Jelas pemotretan itu di tunda untuk bagian Kiel, si perak itu segera di larikan ke Rumah Sakit terdekat. Untungnya si perak bermata biru itu hanya mengalami shock yang membuatnya pingsan, dan setelah itu juga Kiel di bawa kembali ke apartmentnya.
Dan tanpa di ketahui Kelly, jika Julian telah membungkam saksi mata yang melihat peristiwa itu dan entah bagaimana caranya agar kejadian tersebut tak bocor pada wartawan infotainment. Dan alasan yang di utarakannya saat di lokasi pemotretan adalah; jika Kiel pingsan di taman dan tak sengaja dirinya melihatnya.
"Bisakah kau diam? Kiel sedang tidur" Julian melirik tajam pada Kelly yang tak hentinya bicara sendiri.
Wanita itu otomatis berhenti dan mengernyit menatap Julian yang tengah memperhatikan sebuah foto keluarga.
"Kau pikir gara-gara siapa Kiel di posisi berbahaya seperti ini? Kau! Dan kau menyuruh ku diam?" Kelly menatap marah. Julian meletakkan foto tersebut dan menatap si manager yang berapi-api.
"Demi Tuhan, aku tidak keberatan kalau kalian berhubungan. Tapi apapun masalah mu, jangan libatkan Kiel, namanya di pertaruhkan"
"Justru dia akan aman jika bersama ku" ujar Julian. Tapi wajah dingin dan sikap cueknya itu belum bisa di tolerir oleh Kelly yang memang belum pernah bicara dengannya.
"Akan ku ingat itu, dan kalau sesuatu terjadi padanya kau orang pertama yang ku cari. Aku tidak takut sekalipun kau Bos mafia sekalipun" tegas Kelly.
"Aku suka itu" tetap tidak ada ekspresi di wajah dingin Julian.
Kelly memijat kecil pelipisnya, merasakan kepalanya yang agak sakit karena semua ini.
"Ok, kau tetap disini sampai Kiel bangun. Aku masih ada urusan" ujarnya, meraih tas tangannya yang ada diatas meja sofa.
Keributan kecil itu pun lenyap seiring dengan sosok Kelly yang keluar dari apartment sederhana ini. Julian melepas jasnya dan meletakkannya di lengan sofa, sembari membuka kancing teratas kemejanya dan mennggulung lengannya, ia berjalan kearah dapur.
Bir kalengan menjadi pilihannya di dalam lemari es Kiel yang isinya tidak terlalu penuh. Sambil bersandar di meja dapur ia menikmati bir dinginnya, dan tak sengaja ia melihat sebuah photobook bersampul cokelat mozaik yang menampilkan wajah Kiel di atas meja makan.
Kiel Beudelaire presents. Judul majalah tersebut.
Julian meletakkan kaleng birnya di atas lemari es dan menghampiri meja makan, duduk di salah satu kursi meraih photobook tersebut. Jarinya mulai membuka cover, dan matanya di manjakan oleh foto pertama; Kiel duduk di sebuah sofa hitam dengan kemeja sepaha, rambutnya dibuat berantakan, tampak sangat dewasa.
Photobook setebal 30 halaman itu memuat foto dengan berbagai tema. Mulai dari mature, elegan, klasik, hingga ala keluarga kerajaan. Tapi yang paling membuat Julian tertarik adalah foto mature dimana Kiel hanya menutupi tubuhnya dengan kain putih dan ekspresi kosong. Terasa amat hidup, seperti malaikat yang kehilangan kedua sayapnya.
"Julian" suara itu terdengar lirih, menyeret perhatian Julian yang tak kunjung mengganti halaman.
Pria tampan itu menutup photobook tersebut, memperhatikan Kiel yang berjalan mendekat. Wajahnya terlihat lelah, meski tak melunturkan pesonanya yang menyilaukan mata. Dan si perak itu mengambil tempat duduk berhadapan dengan Julian.
"Apa yang sebenarnya terjadi di taman siang tadi?" tanya Kiel, tatapan matanya tak tergoyahkan oleh sorot tajam Julian.
"Apa yang ingin kamu tahu?" pria itu bertanya balik.
"Semuanya. Kenapa orang-orang itu mau menculikku? Kenapa ada pengawalmu disana? Kenapa kamu bisa berada disana?" berondong Kiel tak sabar.
"Mereka anggota kartel narkotika di Rusia" Julian melembutkan nada suaranya. Kiel mengernyit.
"Lalu kenapa mereka mau menculik ku?"
"Karena kau yang paling dekat denganku saat ini, mereka pikir dengan menculikmu akan lebih mudah menyerangku"
Kiel semakin dibuat bingung. "Kenapa mereka ingin menyerangmu? Siapa kamu sebenarnya?"
Julian menatap dalam-dalam pada mata biru Kiel. Entah benar atau tidak, tersirat kekhawatiran di sorot mata tajam itu.
"Aku generasi keempat yang meneruskan Red Society, kelompok mafia yang dibuat orangtua ku. Mereka, Skull Bullet yang hendak menculikmu, mereka menganggap kau penting untukku dan berniat menjadikanmu senjata untuk menyerang ku"
Tampak keterkejutan di wajah cantik Kiel, pupil matanya melebar.
"Jadi kamu mafia Rusia?" suaranya tercekat, dan diamnya Julian menjadi jawabannya.
Kenapa tidak dari awal dirinya curiga? Pria itu memiliki banyak pengawal!
"Wow, that's cool!" pekik Kiel tiba-tiba. Matanya berbinar-binar indah, mimik wajahnya berubah berseri. Dan Julian justru bingung dengan reaksi si perak di hadapannya itu.
"Aku hanya tahu mafia di film action! Dan parahnya tidak ada yang tampan di film-film itu" celoteh Kiel, seperti lupa akan tujuannya untuk meminta kejelasan dari Julian.
"Kau tidak takut berurusan dengan ku?" Julian menaikkan satu alisnya.
"Aku takut pada orang yang berniat buruk padaku, dan kamu tidak melukai ku" jawab Kiel mudah.
Julian hanya diam. Reaksi Kiel itu diluar pemikirannya, bahkan ia berharap jika si perak itu takut padanya dan membuatnya memiliki alasan untuk `melepasnya'. Tapi kalau begini, yang ada semakin besar keinginannya untuk memiliki sosok indah itu dan menjaganya.
"Kenapa mereka berusaha menyerangmu? Apa kamu yang paling di takuti di Rusia?" tanya Kiel tampak sangat ingin tahu.
"50 persen wilayah di Rusia dibawah kekuasan Red Society" jawab Julian. Kiel mendesis `cool', rupanya si perak itu benar-benar dibuat terkesan dengan jalan hidup Julian.
"Jadi semua bisnismu di Dunia gelap?"
"Tidak juga"
"Apa kamu punya bekas luka? Setahu ku di film-film pasti mafia terlibat perkelahian"
"Kamu ingin tahu?"
Kiel mengangguk cepat. Dan entah apa yang di pikirkan Julian, pria itu mau-mau saja membuka kancing kemeja abu-abunya, dan melepasnya. Sementara Kiel yang memperhatikan step demi step itu tampak gugup saat melihat dada bidang Julian. Memang tidak terlalu berotot seperti binaragawan, tapi garis dada dan perutnya cukup menonjol. Terlebih tubuh itu lebih besar darinya.
"Satu tahun yang lalu, aku di serang di jalan" ucap Julian, menjelaskan bekas luka tembak di bawah dadanya. Kiel memperhatikan bekas itu cukup lama, dan kembali menatap mata Julian.
Kiel bukan orang bodoh yang tidak memahami jalan hidup yang di arungi Julian. Dirinya sadar betul jika hidup pria tampan itu penuh oleh ancaman dan berbahaya. Tapi bukankah mafia itu keren? Mereka berkuasa, apapun bisa mereka lakukan!
Kata siapa mafia selalu di takuti? Buktinya adalah dirinya. Apalagi mafia itu setampan Dewa Yunani.
"Semua orang yang penting bagiku tidak lepas dari bahaya" kata Julian sambil mengenakkan kemejanya kembali.
"Apa aku termasuk orang yang penting untukmu?" tanya Kiel. Tanpa di ketahui Julian, jika saat ini detak jantungnya meningkat.
"Aku bisa menghancurkan kepala mereka yang berusaha menculik mu" wajah Julian berubah sangat dingin, tanpa sadar membuat Kiel menahan nafas.
"Kamu bahkan tidak mengenalku" Kiel memelankan suaranya. Dadanya terasa agak penuh memikirkan jika pria Rusia itu memiliki perasaan terhadapnya.
"Apa saja bisa ku miliki termasuk kau" ucap Julian.
Deg!
Kiel memicingkan matanya. Perasaan tersanjung itu seketika lenyap dan di gantikan rasa kecewa akan apa yang keluar dari mulut pria itu. Binar di mata birunya tersirat kekecawaan yang cukup melukai kepercayaannya. Tapi kenapa? Bukankah mereka baru saja mengenal? Bukankah hal seperti ini sudah dapat di prediksi?
"Jangan samakan aku dengan orang-orang yang pernah ada di dalam hidupmu, kekuasaanmu tidak berlaku padaku" ujar Kiel tajam.
Si perak itu bangkit dengan kasar, membuat kursi yang di dudukinya berdecit. Meski tak dapat di pungkiri jika mata indah itu kini berkaca-kaca. Rasa kecewa yang tak di mengertinya.
Namun tiba-tiba pundak kecilnya di tarik cepat hingga punggungnya menabrak pintu dapur. Belum sempat ia mencerna apa yang sedang terjadi, kedua belah bibirnya telah di sumpal bibir seksi Julian. Semuanya terjadi sangat cepat.
Kiel berusaha mendorong dada Julian, tapi tenaganya tidak cukup besar. Tubuh Julian yang besar menghimpit tubuhnya yang jauh lebih kecil, dan kedua tangannya di pegang erat.
Si perak itu berusaha berontak, meski tubuhnya tidak bisa bergerak bebas. Tapi lidah Julian di dalam mulutnya membuat pertahanannya goyah. Namun meskipun begitu, ia tak menyerah untuk melepaskan diri.
Kiel mulai kehabisan nafas, kakinya lemas dan matanya mulai buram karena air mata. Julian mengakhiri ciumannya dan menatap lamat-lamat wajah memerah Kiel.
"Aku bisa mendapatkan apapun yang ku mau" ujarnya tajam. Menegaskan jika tidak ada satu hal pun yang dapat menghalangi keinginannya.
Plak!
Tangan halus Kiel mendarat di pipi kanan Julian. Wajah cantik itu diliputi amarah, nafasnya naik turun agak cepat, dan sorot matanya penuh akan kekecewaan.
Julian melirik tajam, seolah tamparan Kiel tak sedikit pun membuatnya merasakan sakit.
Tidak ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Kiel berlalu tergesa meninggalkan Julian yang terdiam di ambang pintu. Menyisakan suasana tegang yang menyesakkan dada.
Di kamar, Kiel berdiri termenung membelakangi pintu. Pipi mulusnya basah oleh air mata yang lancang keluar dari mata indahnya.
Kiel tidak ktahu apa yang membuat hatinya sakit. Tidak tahu apa yang membuatnya sangat kecewa, tidak tahu apa yang membuatnya menangis.
Yang ia tahu saat ini perasaannya terluka, ia merasa tidak benar-benar di inginkan.
Perasaan kacau, isi kepalanya juga kacau. Sungguh bukan kondisi yang tepat, karena beberapa jam lagi si perak itu harus datang sebagai brand ambassador kosmetik Chanel terbaru.
to be continue.................

0 komentar:

Posting Komentar