Who Says? | 6


Author: Otsu Kanzasky
ps: meminjam tokoh Monster, Julian and Kiel, cerita, alur dan karakter individu yang berbeda.
***
Tidak selalu hal-hal baik datang setelah kesenangan yang banyak di lakukan manusia. Termasuk mabuk yang memang memberi kesenangan semu dan selalu berakhir dengan hangover di pagi hari.
Dan kata siapa mabuk itu nikmat? Itulah yang di pikirkan Kiel setelah terbangun dari alam mimpi karena kepalanya yang terasa sakit.
Rintihan lirih keluar dari mulutnya, teredam oleh bantal yang menjadi alas kepalanya. Merutuk dirinya sendiri karena sudah minum diluar batas kemampuannya, dan seharusnya ia mendengar apa kata Bobby semalam.
"Obat dan airnya sudah di siapkan" kata suara berat seksi itu memecah keheningan kamar yang cukup luas.
Bibir itu masih berkomat-kamit tak jelas dan sedetik kemudian Kiel membuka matanya cepat lalu bangkit duduk tiba-tiba. Diantara kekusutan wajah cantik itu, ia tampak terperangah dan bingung saat memperhatikan kamar yang di huninya ini.
"Ini bukan kamar ku" ucapnya ling -lung menatap seisi kamar yang asing di matanya.
Perabot di kamar ini sangat berkelas, cat dindingnya yang putih bersih jelas berbeda dengan dinding kamarnya yang di cat biru muda. Meski tak terlalu banyak benda, kamar ini tertata dengan elegan. LED plasma yang besar sepaket dengan set home teather tepat berhadapan dengan tempat tidur, terdapat karpet leopard di bagian tengahnya, lalu lemari es disisi kiri tempat tidur beserta sofa panjang yang agak lebar warna hitam, kemudian coffee maker dan seperangkat sofa lengkap yang berkelas, lemari pakaiannya tertanam di dinding, tepat di samping pintu kamar mandi berbahan kaca buram.
Dan mata birunya menangkap sosok Julian yang berdiri di depan rak lemari kaca yang apik dengan ukiran emas di pinggirannya, tampak tengah membalik-balikan halaman dokumen.
"Aku mabuk semalam?" tanya Kiel sembari menyibak selimut lalu duduk di bibir ranjang.
"Seperti yang kamu ingat" kata Julian, menutup dokumen dan berbalik. Memperhatikan Kiel yang berantakan baru bangun tidur, sementara dirinya telah rapi dengan stelan serba hitam.
Dan entah apa yang ada di dalam kepala Kiel ketika tiba-tiba ia mengatupkan bibirnya saat melihat bibir seksi Julian. Mimpinya semalam kembali muncul dan seketika membuat wajahnya memanas serta rona merah yang kini menghiasi pipinya.
"Kamu sakit?" tanya Julian menaikkan satu alisnya. Karena kini Kiel menudukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Tidak, kurasa semalam aku benar-benar mabuk berat. Aku bermimpi berciuman dengan seseorang" jawabnya dengan suara teredam. Perlahan ia mengangkat kepalanya dan tampak malu.
"Semalam kamu memang berciuman Kiel" sahut Vanessa yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar yang tertutup.
Julian menatap kakaknya tajam, seperti sedang memperingati agar wanita cantik itu tutup mulut. Ekspresi Kiel kini berubah kaget, menatap ke belakang punggungnya. Dan seolah tak merasakan tatapan tajam dari sang adik, Vanessa berjalan masuk.
"Maksutmu?" Kiel menatap takut-takut.
"Semalam kamu mencium Julian setelah minum 3 buah sloky" ujarnya melipan tangan di dada.
Sukses membuat Kiel bengong saking kaget dan tak percaya pada apa yang di katakan Vanessa. Wajahnya kembali terasa panas dan merona, adegan ciuman panas yang semula di yakininya sebagai mimpi kembali berputar di benaknya.
"Ya `kan adik ku?" Vanessa berpaling pada Julian yang memalingkan wajah kearah lain.
Sungguh suasana canggung yang menyenangkan bagi Vanessa. Pemandangan malu-malu Kiel yang memerah dan Julian yang tetap acuh, sikapnya yang tidak membenarkan ataupun menampik membuat Kiel semakin malu.
"Maaf aku mabuk semalam, aku tidak tahu apa yang ku lakukan" Kiel sepertinya kehabisan kata, karena sudah terlanjur malu berkat penjelasan Vanessa.
"Bukan salahmu Kiel, mabuk itu wajar. Lagipula orang mabuk tidak akan melakukan hal tak terduga jika tidak berpikiran tentang hal itu sebelumnya" Vanessa semakin membuat suasana di kamar menjadi lebih canggung.
"Tidak! Aku tidak pernah berpikir untuk mencium Julian!" kata Kiel nyaris histeris.
"Atau mungkin kamu memiliki rasa padanya dan saat mabuk kamu jadi ingin menciumnya" Vanessa berstatment.
Wajah Kiel semakin memerah, tapi cepat ia membantah. Mana mungkin dirinya suka pada Julian yang baru di kenalnya, bahkan ia tidak tahu siapa sebenarnya pria itu.
"Yang membuat ku bingung, kenapa Julian membawamu ke kamarnya?" Vanessa melirik sang adik yang berdiri tak jauh darinya.
"Butuh waktu agak lama membersihkan kamar tamu, dan kamarmu di kunci, tidak ada pilihan selain membawanya ke kamarku" ujar Julian tegas, Vanessa menahan senyum.
Kiel jadi salah tingkah sendiri dibuatnya. Antara rasa tak percaya dan yakin jika semalam memang dirinya mencium pria tampan itu. Tapi kenapa? Memang apa yang sedang di rasakannya pada pria itu?
Mereka bertemu pun secara tak sengaja, lalu apa yang membuatnya bisa menyukai Julian?
"Sebaiknya kamu mandi, sarapannya biar di siapkan, dan biar Julian yang mengantar mu" komando Vanessa melepas lipatan tangannya di dada.
"Aku langsung pergi saja, Kelly pasti mencariku" tolak Kiel halus dan terkesan ingin segera meninggalkan hunian mewah itu.
"Tidak-tidak, Kelly bisa marah kapan saja, cepatlah mandi. Sebenarnya aku ingin mengantarmu tapi aku ada janji dengan teman ku yang tinggal disini"
Kiel beralih menatap Julian yang diam saja sejak tadi, lalu akhirnya mengangguk setuju. Ia berjalan gontai ke kamar mandi, dan Julian memilih untuk keluar kamar.
"Tunggu Kiel" cegah Vanessa saat si perak itu memegang kenob pintu kamar mandi. Kiel menoleh.
"Apa kamu menyukai Julian?" tanyanya tiba-tiba, dan jelas mimik bingung di wajah cantik itu.
"Mana mungkin, aku hanya beberapa kali bertemu dengannya secara tidak sengaja, aku bahkan hanya mengetahui namanya" jawab Kiel.
"Bisa saja alam bawah sadarmu sudah tertarik padanya dan kamu tidak menyadari hal itu"
Kiel terdiam. Benarkah dirinya semudah itu menyukai seseorang? Yang bahkan belum benar-benar di kenalnya?
"Aku yakin kamu mencium Julian bukan hanya karena kamu sedang mabuk, ada hal lain yang harus kamu cari jawabaanya" kata Vanessa berujar lembut.
"Kenapa kamu yakin akan hal itu?" tanya Kiel tak mengerti.
"Aku merasa Julian suka padamu. Tapi dia itu lelet, keras kepala, tapi aku yakin dia merasakan perasaan itu"
Kiel meremas kenob pintu yang di genggamnya, dan tanpa kata masuk ke kamar mandi.
"Buktikan kata-kata ku dan kamu akan tahu" ujar Vanessa sebelum pintu kamar mandi itu tertutup.
Jelas Kiel tidak bisa menenangkan pikirannya saat mandi, secepat mungkin ia membersihkan tubuhnya karena dirinya tidak mau membuat Kelly benar-benar marah. Pasti wanita itu telah mencarinya karena pukul 9 nanti dirinya di jadwalkan untuk pemotretan katalog sebuah fashion line di Hyde Park.
Tepat saat ia keluar dari kamar mandi dengan pakaian semalam, ia melihat Julian yang meletakkan sesuatu di meja kaca sofa tempat dimana tasnya juga berada.
Pria itu berlalu begitu saja seperti tak melihat Kiel. Dan si perak itu tak diberi kesempatan untuk memikirkan kembali apa yang telah terjadi, karena dirinya harus buru-buru berkemas. Setelah mengikat rambut, ia segera menghubungi Kelly.
Dan benar saja, wanita itu langsung menyemburnya di telepon. Dan yang bisa di lakukan Kiel hanya minta maaf karena dirinya memang bersalah, lalu sekarang ia harus cepat-cepat ke lokasi pemotretan. Telat sedetik saja mungkin nasibnya habis di tangan Kelly.
"Hati-hati di jalan" ucap Vanessa, mengantar Kiel dan Julian ke depan lobi rumah. Dimana sebuah sedan Benz hitam telah menunggu.
"Sampai bertemu nanti siang" kata Kiel tersenyum singkat.
Martin membuka pintu mobil belakang untuk Kiel, dan Julian masuk lewat sisi pintu lain yang di bukakan oleh Keith. Dan Vanessa sempat mengernyit bingung ketika melihat adiknya itu membawa kantong cokelat kecil yang biasanya menjadi tempat membungkus roti.
Mobil mewah itu melaju mulus di kompleks perumahan Chelsea yang terkenal. Dan tentu saja keheningan mendominasi di dalam mobil itu. Membuat Kiel cukup gugup dan tak nyaman berada satu kursi dengan Julian.
Siapa yang menduga jika si perak itu diam-diam melirik Julian yang menatap keluar jendela mobil. Menelisik wajahnya dari samping dan dirinya tak menemukan celah di wajah tampan itu. Semuanya terbentuk sempurna, dan mungkin sosok Adam yang maha sempurna.
Kiel tak sempat mengalihkan pandangannya ketika tiba-tiba Julian menoleh dan tak sengaja menatapnya. Pandangan mereka bertemu, dan meski Kiel menyadarinya, ia tak bisa dengan mudah mengalihkan tatapannya.
Sepasang mata abu-abu tajam itu seolah memberikan perintah tak terucap agar dirinya tak berpaling, jantungnya berdebar menyadari betapa tampannya wajah Adam di sampingnya itu.
Julian mengulurkan tangannya, mengambil benang yang ada di rambut perak Kiel dan membuangnya. Membuat si perak itu membeku untuk beberapa detik.
"Jangan mabuk lagi kalau tidak siap dengan akibatnya" ujarnya kalem, beralih menatap lurus ke depan. Kiel mengangguk pelan.
"Aku tidak akan mabuk lagi, maaf sudah membuatmu repot" ucapnya menumduk.
"Ya kamu benar-benar membuat ku repot" nada Julian yang dingin membuat Kiel mengangkat kepalanya dan menatap penuh penyesalan.
"Tidak ada yang bisa membuatku repot selama ini" imbuhnya, agak pelan.
"Aku benar-benar minta maaf, lupakan saja kalau aku sudah menciummu semalam" ujar Kiel, rasa malu itu belum lenyap. Julian mengernyit menatap si perak itu.
"Lupakan? Semudah itu kau mengatakannya?" suara beratnya terdengar dingin.
"Maksutku, hal itu memalukan dan aku tidak berniat mempermalukan mu" Kiel tampak agak salah tingkah.
"Kamu mabuk dan tidak sadar siapa yang kamu cium, aku tahu itu" tandas Julian dingin.
Sorot mata abu-abu itu berubah angkuh, wajah tampannya yang kaku kini sangat dingin, dan auranya berubah.
"Aku tidak berniat membuatmu marah Julian sunguh" kata Kiel menjadi serba salah.
Pria tampan itu diam saja, kentara sekali jika dirinya marah saat ini. Tapi apa yang membuat pria itu tak di ketahui oleh Kiel. Apa dirinya salah bicara.
"Apa ciuman itu berarti untukmu?" tanya Kiel cukup pelan, tampak berhati-hati. Julian bereaksi. Kembali ia melemparkan tatapan tajamnya pada Kiel yang membuat si perak itu mengkerut di tempatnya.
"Jadi berarti karena kau yang melakukannya" jawabnya lugas. Kiel terdiam, sukses membuat dadanya berdebar.
Apa maksutnya?
"Semua yang berhubungan denganmu jadi lebih berarti akhir-akhir ini"
Kiel tidak tahu apa lagi yang harus di katakannya. Ada perasaan aneh mendengarnya, jantungnya seperti di pompa sangat cepat. Berusaha mencari penjelasan di dalam mata tajam Julian yang seolah dapat menelanjangi isi kepalanya.
Apa reaksinya ini karena tersugesti kata-kata Vanessa? Bahkan dirinya tak tahu seperti apa type kesukaannya! Jadi kenapa dirinya harus berdebar pada pria dingin itu?
Julian memang tampan, tapi apa bedanya dengan Bobby? Pria itu juga tampan dan sudah lama menyukai dirinya. Kenapa tidak Bobby saja? Bukan berarti Julian kalah tampan dengan Bobby, tapi sungguh, dirinya bahkan tidak pernah memikirkan betapa tampan dan sempurnanya sosok Julian.
Terlalu dini jika menyimpulkan perasaan aneh ini adalah rasa suka.
Mobil mewah itu memasuki kawasan Buckingham Palace yang terkenal di Inggris, jalanannya terasa lebih asri dan rapi. Dan disanalah letak Hyde Park yang terkenal itu, bersanding dengan Kensington Park yang menjadi bagian dari Buckingham Palace.
Martin yang mengemudi menepikan mobil tepat di depan gerbang Hyde Park. Tak ada kata yang keluar dari mulut Julian ketika Kiel membuka pintu mobil bersiap untuk turun.
"Terima kasih atas tumpangannya" ujarnya sopan, tak berani menatap Julian.
Tepat saat si perak itu menginjakkan kaki diluar mobil, tiba-tiba Julian mengarahkan sebuah kantong cokelat kecil padanya.
"Sarapan mu, jangan sampai sakit" kata pria itu dengan pandangan lurus. Kiel mengambil kantong itu dengan ragu-ragu.
"Terima kasih, hati-hati di jalan" ucapnya, lalu menutup pintu mobil.
Kiel sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memastikan jika mobil mewah itu telah menjauh karena tiba-tiba tangannya di tarik cepat.
"Darimana saja kamu? Cepat ganti baju!" semprot Kelly dengan ekspresi bak medusa. Kiel pasrah saja tangannya di tarik dan mengharuskannya berlari kecil mengikuti Kelly.
Saat itulah ia merasa ada yang memperhatikannya, lagi. Mata biru jernihnya menatap ke sekeliling, berharap dugaannya salah besar. Meski tak melihat hal mencurigakan, Kiel tetap waspada jika memang ada yang mengikutinya.
Di dekat kolam berhiaskan patung Ratu Victoria, pihak clothing line dan fotografer tampak bersiap-siap, tampak Heidi dan Nathan yang telah siap dengan pakaian dan make up tipis. Jadi Kiel harus cepat-cepat berganti pakaian di sebuah tenda darurat yang hanya berupa kain hitam yang di pegangi oleh beberapa orang, itu akibat dirinya yang datang belakangan.
Tanpa di poles make up, Kiel sudah siap dengan pakaian casualnya. Hanya di bubuhkan sedikit lipbalm untuk memperkuat warna merah bibirnya dan eyeliner yang menegaskan bentuk matanya. Karena saat ini dirinya membawakan pakaian casual wanita.
"Baiklah, semuanya bersiap!" komando si fotografer.
Konsep pemotretan kali ini adalah liburan, jadi para model di tuntut untuk bergerak natural seperti biasa, dengan pakaian musim panas yang nyaman di kenakan Masing-masing model membawakan 3 pasang pakaian. Baju yang berbeda, lokasi pemotretannya berbeda pula. Mulai dari di dekat kolam, di lapangan yang di tumbuhi rerumputan pendek, hinga di dekat Sungai Serpenthine yang memisahkan antara Hyde Park dan Kensington Park. Dengan mengambil siluet Istana Buckingham yang tampak darisana.
"Boleh aku ke kamar mandi sebentar?" tanya Kiel gelisah karena menahan hasrat untuk buang air kecil.
"Silahkan kita istirahat 10 menit" kata Peter si fotografer.
Kiel meminta ijin pada Kelly dan setengah berlari menjauh dari gerombolan. Tak terlalu jauh letak toilet umum di taman terbesar di London itu. Dengan segera ia menuntaskan tuntutannya di toilet, karena tak ingin membuat mereka menunggu meski sedang istirahat.
Kiel dapat menikmati suasana taman yang nyaman sekembalinya dari toilet. Pemandangan hijau di seluruh taman akan memanjakan mata siapapun bagi yang melihatnya. Belum lagi segerombolan rusa yang menjadi penghuni taman di sisi yang berpagar, lalu aneka jenis tanaman dan bunga yang memberi kesan cantik dan elegan di taman yang sangat terkenal ini.
Tapi ketenangannya terusik saat tiba-tiba terdengar suara pekikkan keras di belakangnya. Ia menoleh kaget, dan semakin kaget melihat seorang pria berpakaian casual dengan rambut tertata klimis, melumpuhkan pria lain yang berjenggot tipis.
"Bawa Tuan Kiel kembali ke gerombolannya!" kata pria berkulit cokelat itu dengan mengunci gerakan pria yang pernah Kiel lihat di dalam John Lewis.
Kiel kembali di kagetkan akan kedatangan pria lain yang sama-sama berambut klimis yang kini berada di sebelahnya.
"Siapa kalian?" tanyanya bingung, sekaligus takut.
"Saya akan menjelaskan nanti, anda harus kembali ke--"
"Awas!!" teriak Kiel.
BUGH!
Tongkat baseball itu di ayunkan tepat mengenai kepala si pria. Kiel membelalak, melihat hal itu dengan wajah tegang. Dan pria yang mengayunkan tongkat kayu itu kini bergulat dengan pria yang memanggilnya `Tuan'.
Perkelahian keempat pria itu membuat Kiel semakin tak mengerti, darimana mereka muncul? "Saya mohon cepatlah kembali ke gerombolan!" kata pria itu lagi.
Tapi belum sempat Kiel melakukan apa yang diminta, sebuah sapu tangan membekab hidung dan mulutnya.
"Mmh!!" Kiel berusaha meronta, tapi orang yang berada di belakangnya menahan tangannya sangat kuat.
Rasa takut luar biasa merayapinya, tangannya diikat dan mulutnya di sumpal sapu tangan yang di ikat di belakang kepalanya. Kiel berteriak sekuat tenaga ketika tubuhnya di bopong paksa oleh pria berbadan besar.
"Tuan Kiel!!" pria berkulit cokelat itu langsung membuat pingsan pria jahat komplotan pria yang menyerang Kiel.
Apa yang akan menimpanya? Siapa orang-orang ini?
Pria itu membawa Kiel menjauh dari keramaian, melewati tanaman-tanaman tinggi. Wajah cantik itu memucat dengan mimik ketakutan.
Tapi tiba-tiba pria yang menculiknya berhenti berjalan, dan mata biru Kiel yang berkaca-kaca bereaksi pada sosok tegap yang muncul di waktu yang sangat tepat.
"Minggir! Kalau tidak anak ini akan ku habisi!" ancam pria beraksen Rusia itu. Menatap garang pada 2 pengawal berrakaian serba hitam yang menghalangi jalannya.
2 pengawal itu--Keith dan Martin tak bergeming, dan tak akan pernah menyingkir sekalipun nyawa mereka taruhannya. Sementara Kiel menatap penuh harap pada pria yang kini tampak bengis dengan amarah, berjalan nyaris tanpa suara dan sukses membuat penculik itu tak menyadarinya.
"Atau kau saja yang ku habisi?" suara berat yang dingin itu mampu meremangkan bulu halus Kiel yang bahkan sedang tak berdaya.
Sebuah pisau lipat yang sangat tajam diarahkan tepat di tengkuk pria jahat itu. Seperti di komando, Keith dan Martin melakukan hal yang sama. Ujung pisau lipat mereka yang mengkilat hanya berjarak sepersekian mili dari tenggorokan pria itu.
"Waktumu hanya sampai tiga, turunkan dia perlahan" perintah Julian. Dan sungguh, Kiel tak mengenali ekspresi pria tampan itu.
Wajahnya yang memang dingin, detik ini jauh lebih mengerikan. Seperti dia dapat kapan saja berubah menjadi monster yang paling mengerikan.
Diantara rasa takutnya, Kiel dapat merasakan jika tubuhnya perlahan di turunkan. Tapi sayangnya kakinya terlalu lemas untuk berdiri, ia pasrah saja saat tubuhnya merosot dan limbung di rerumputan.
Keith dan Martin bergerak cepat melumpuhkan pria penculik itu seperti pejudo yang dapat dengan mudah membanting pria besar itu ke tanah. Julian menyimpan pisau lipatnya kembali dan mengangkat tubuh Kiel yang lemas karena shock.
"Ada yang terluka?" tanyanya perhatian, menopang punggung dan kepala Kiel, lalu melepas bekapan di mulutnya dan ikatan tangannya.
Si perak itu menggeleng lemah, tangannya tampak bergetar memegangi jas Julian.
"Pastikan beberapa tulang mereka patah" kesadisan Julian muncul.
"Kami mengerti Bos" sahut Martin.
Julian mengangkat tubuh lemas Kiel yang gemetar kecil, si perak itu hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada bidang Julian. Kentara sekali jika ia ketakutan.
Bahkan si perak itu tak mampu bertanya akan apa yang telah terjadi. Dan bagaimana Julian datang disaat yang tepat.
"Tidak akan ku biarkan siapapun menyentuhmu seujung jaripun" ujarnya kalem, melangkah mantap ke tempat pemotretan Kiel berlangsung.
Pemuda cantik itu mengangkat wajahnya pelan, menatap wajah tegas Julian yang menunjukkan keseriusan. Tanpa sadar tangannya semakin erat mencengkram jas pria itu. Dan anehnya ada perasaan tenang ketika Julian mengatakan hal itu.
Lega. Rasa nyaman yang aneh ketika tubuh tegap itu mendekapnya. Seolah dirinya berada di posisi sangat aman. Dan ia tidak mau jika hal ini segera berakhir.
...to be continue...

0 komentar:

Posting Komentar