Who Says? | 10



Author: Otsu Kanzasky
Suasana hangat dan nyaman kali ini menyelimuti apartment Kiel yang telaknya di lantai 8. Jam dinding masih menunjukkan pukul 9 malam, dan sang si perak itu tampaknya tengah kedatangan tamu istimewa.
Sosok Julian duduk di sofa tengah menonton televisi dengan tatapan tanpa minat, selagi Kiel membuat kopi di dapur. Dan tak lama rasa bosannya berkurang ketika si perak itu muncul membawa dua cangkir kopi.
"Apa yang membuatmu betah sekali di dapur?" tanyanya tak suka, ketika Kiel meletakkan cangkir di meja kaca depan sofa.
"Aku hanya beberapa menit di dapur, jangan berlebihan" ucap Kiel dan duduk di samping Julian.
"Aku tidak suka dibuat menunggu, apalagi yang melakukannya itu kamu" Julian meraih pinggang Kiel, menarik si perak itu kearahnya.
Menempatkan si cantik bermata biru itu diatas pangkuannya, lalu mendaratakan ciuman singkat di leher putihnya yang terekspos. Kedua tangannya melingkar sempurna di pinggul ramping Kiel, selagi bibirnya sibuk menjelajahi leher si perak, tangannya meremas bokong Kiel.
"Kira-kira apa yang membuat Ayahmu setuju dengan hubungan kita?" tanya Kiel, menarik kepala Julian dari lehernya.
"Siapa yang peduli? Sekalipun dia tidak suka tidak akan membuatku memikirkannya" jawab pria tampan itu sinis, seperti biasa. Meloloskan tangan halus Kiel dari kepalanya, dan menyusupkan satu tangannya dibalik kaus si perak.
"Orang Rusia cenderung cuek dan tidak suka berbasa-basi" ia menambahkan, selagi sibuk memainkan nipple Kiel yang masih tertutup kaus. Si perak itu mendesis lirih, berusaha menjauhkan kepala Julian.
"Ku pikir Ayahmu akan sangat marah, cara kalian menatap sama persis" kata Kiel, tak berhasil membuat Julian berhenti.
"Dia terlalu serius bersikap konyol" gumamnya, lidahnya sibuk memijat nipple kecil Kiel.
Si perak itu mendesah pelan, meremas rambut Julian gemas. Rasanya geli dan nikmat, terlebih tangan hangat Julian telah menyusup di balik boksernya.
Puas bermain dengan dada Kiel, di kecupnya bibir merah itu singkat, sementara tangannya bergerilnya tepat di atas area sensitif Kiel. Membuat si cantik itu memekik tertahan, wajahnya memerah, dan nafasnya terasa mulai berat ketika tangan besar Julian memijat lembut juniornya.
Dan sepertinya pria itu menikmati memperhatikan ekspresi Kiel, dengan tatapan lapar. Seolah Kiel adalah kudapan yang dapat di lahapnya kapan saja.
"Kamu selalu membuat ku lapar" bisiknya, lalu menjilat pipi Kiel.
"Aah...stop.." pinta Kiel, tak kuasa menahan rasa nikmat yang menyerang juniornya.
Meski penolakan keluar dari mulutnya, toh ia menikmati sentuhan Julian dan tak benar-benar berusaha menghentikan pria tampan itu.
Julian mendorong belakang kepala Kiel, melumat bibir kemerahannya yang menggoda, semakin membuai si perak ke dalam permainannya. Ciuman itu berangsur panas, karena Kiel tak ingin kalah begitu saja oleh lidah Julian mendominasi.
"Mmhh..." erangnya, saat lidahnya dihisap lembut.
Desahan Kiel semakin basah, selain french kiss yang memabukan itu, tangan Julian yang lain kembali meremas bokongnya. Si perak itu menggeliat ketika jari Julian menekan kepala juniornya, membuatnya menjauhkan bibirnya cepat, dan dengan bibir basah karena saliva desahannya makin menjadi. Tubuhnya setengah membungkuk, dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Julian.
"Uhn...aah..Julian..." Kiel merasa libidonya semakin meningkat, membuat tubuhnya terasa panas.
Julian mencium rambut perak Kiel, tangannya mulai basah dengan precum dan dengan sengaja ia meratakan precum Kiel di lubang si perak itu, dengan
memijatnya kecil.
Disela-sela desahannya, Kiel dapat merasakan sesuatu yang keras menyentuh badan juniornya, memaksa untuk segera di keluarkan. Ia dapat melihat dengan jelas bagian resleting celana Julian kini menjulang keatas.
Saat itulah Julian menyudahi mempermainkan bokong Kiel lalu membuka resleting celananya. Benda panjang yang cukup besar di baliknya berdiri tegak menantang, menyapa mata Kiel, membuat jantungnya berdetak semakin cepat.
"Juniorku juga harus di sentuh" bisik Julian, membimbing tangan Kiel pada juniornya.
Kiel menggigit bibir bawahnya ketika merasakan hangat di telapak tangannya, terlebih saat Julian menyuruhnya untuk menggenggam benda perkasa itu, darahnya berdesir hebat.
Tangan halus Kiel memberikan sensasi lain untuknya. Julian menikmati sekecil apapun sentuhan di juniornya, bahkan saat tangan Kiel bergerak ragu mengelus batangnya.
"Ini..besar.." lirih Kiel, disela nafasnya yang berat. Seperti tak dapat di cegah, meski malu, tangannya bergerak sendiri memijat batang besar itu.
"Duduklah di bawah, aku ingin merasakan hangatnya mulutmu" pinta Julian, meyudahi mengutak-atik di dalam bokser Kiel.
Si perak itu tak menolak. Dengan kaus dan bokser yang kusut, ia beringsut turun dari pangkuan Julian. Wajahnya masih memerah, dan detak jantungnya makin menjadi ketika berlutut disela kaki panjang Julian, menatap batangnya yang berdiri tegak.
Kiel memegangnya dengan perasaan tak karuan, perlahan tapi pasti mendekatkan wajahnya, lalu menjilat batangnya. Julian memejamkan matanya, satu tangannya mengusap rambut perak Kiel.
Si perak itu tidak tahu jika apa yang di lakukannya ini mungkin terasa menyenangkan lebih dari yang pernah di bayangkannya. Sambil memejamkan mata lidahnya sibuk melumasi batang panjang itu dengan salivanya.
Keraguan dan rasa malu-malunya hilang sudah. Kiel memasukkan benda panjang itu ke dalam mulutnya, tak sepenuhnya karena ukurannya yang panjang. Mengulumnya lembut, seperti tengah menikmati ice cream kesukaannya.
Hangat, lembab, dan nikmat. Julian menikmati kuluman itu , merasa juniornya berada di tempat yang tepat. Meski agak tak sabar karena mulut Kiel tak melahap semua batangnya.
"Ummhh..." gumam Kiel memprotes, karena tangan Julian mendorong kepalanya pelan. Membuat mulutnya semakin penuh, dan untungnya tidak membuatnya tersedak.
Hisapannya terasa lembut, tampak dada Julian mulai naik-turun agak cepat. Tapi suasana panas di ruang tamu itu itu agak terganggu karena suara dering ponsel dari kamar Kiel.
Si perak itu pun mengeluarkan batang Julian dari mulutnya lalu menyeka saliva di bibirnya dengan punggung tangan kanannya. Julian mengerutkan kening, menatap penuh protes karena Kiel berhenti mendadak.
"Ada telepon, tunggu sebentar" ujarnya sambil bangkit berdiri. Tak menghiraukan tatapan protes Julian, ia berjalan terburu-buru kearah kamar.
"Mereka bisa menelpon lagi nanti!" kata Julian kesal.
Kiel meraih iPhonenya yang bergetar diatas tempat tidur, melihat nama Mama yang muncul di layarnya.
"Ya Mom?" sapanya.
(".......")
"Apa? Kenapa mendadak?" Kiel menautkan alisnya.
(".......")
"Apa Kelly yang memberitahu?" suaranya terdengar cemas.
("......")
"Bukan begitu Mom, aku tidak merahasiakannya dari Mama. Ku pikir akan ku ceritakan kalau waktunya tepat"
("......")
"Aku mengerti, akan ku usahakan pulang ke Belanda dalam waktu dekat"
("......")
"Apa Richard juga sudah tahu?"
("......")
Kiel menggigit bibirnya kecil, jelas ada yang tidak beres saat ini. Tampak kegelisahan di sorot matanya.
"Ok, tapi aku tidak berjanji dia bisa ikut pulang denganku atau tidak"
("......")
"Mom ayolah, dia sibuk. Aku juga tidak ingin terjadi sesuatu nanti" Kiel tampak memelas.
("......")
Si perak itu menghela nafas pendek. "Akan ku bicarakan dulu dengannya, nanti akan ku hubungi. Bye"
Kiel menatap layar ponselnya. Sepertinya ada hal yang cukup serius saat ini, sampai-sampai ia tak menyadari kehadiran Julian yang baru saja masuk.
"Ada apa?" tanyanya, menangkap ada hal yang tidak beres di ekspresi Kiel. Si perak itu mengangkat wajahnya, menatap ke dalam sepasang mata abu-abu yang selalu tajam itu.
"Ayah dan Ibu ku sudah mengetahui hubungan kita, mereka ingin aku pulang untuk mendengarkan penjelasan dariku" jawab Kiel lesu.
"Lalu?"
"Mereka ingin kamu juga datang"
"Kalau begitu kita akan datang"
Kiel menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak Julian, aku takut terjadi sesuatu nanti"
"Kenapa harus takut?"
"Kamu tahu, hubungan kita...you know what i mean" Kiel menatap putus asa.
"Kamu tidak yakin padaku?" Julian menatap tajam.
"Bukan begitu..." desah Kiel.
"Aku tahu apa yang ku lakukan, katakan pada mereka aku juga akan datang" kata Julian tegas.
Kiel tahu jika apapun yang keluar dari mulut Julian akan di lakukannya. Di satu sisi dirinya senang karena pria itu tulus mencintainya, tapi disisi lain ia gelisah memikirkan apa yang nanti akan terjadi.
"Akan ku hubungi mereka nanti" ucapnya akhirnya.
Kiel meletakkan iPhonenya kembali ke tempat tidur, saat Julian mendekat dan memeluknya.
"Kamu terlalu banyak berpikir, seperti yang pernah ku katakan" ujar Julian seraya membalikkan tubuh Kiel agar menghadapnya.
Belum sempat si perak itu membuka mulutnya, Julian sudah lebih dulu menautkan bibir mereka. Menarik pinggang Kiel ke arahnya, selagi bibirnya sibuk menyesap bibir ranum Kiel, kedua tangannya masuk ke dalam bokser minion pria cantik itu, yang sudah tak terpasang rapih.
"Ngg, Julian..." Kiel mendorong bahu Julian. Ia terlihat tak nyaman.
"Ini bukan saat yang tepat" ucapnya berusaha menarik tangan Julian dari bokongnya.
"Kamu tahu aku tidak suka di abaikan" kata Julian, tetap tak menarik tangannya.
"Aku tahu, tapi--"
"Sekalipun seisi Dunia memisahkan kita, aku tidak akan pernah berhenti memperjuangkan mu" ujar Julian tegas namun lembut. Sukses membungkam Kiel dengan kehabisan kata. Pria tampan itu selalu dapat membuatnya senang dengan caranya.
Kali ini Kiel tak menolak ketika Julian kembali menciumnya. Lalu tanpa di duga pria itu mengangkat tubuhnya, membopongnya ke tempat tidur.
"Kamu harus di hukum karena meninggalkan ku begitu saja di ruang tamu" ujarnya tekesan sadis, sambil membuka kancing kemejanya. Kiel mendelik.
"Aku tidak meninggalkanmu" ia membela diri. Hendak bangkit duduk, tapi Julian sudah lebih dulu menindih kakinya.
Pria tampan itu melempar kemejanya ke sembarang arah, mempertontonkan dada bidangnya yang sanggup membuat Kiel semakin gugup. Toh tanpa ingin mencegah, Kiel menghendaki apa yang akan di lakukan Julian terhadapnya.
Tak banyak yang dapat di perbuatnya saat Julian menarik kausnya dan mengikat kedua tangannya diatas kepala.
"Apa-apa`an ini? Lepaskan tangan ku" protes Kiel, bergerak-gerak gelisah. Tapi ia tak menemukan celah ikatan tangannya.
Julian tak bergeming, kembali ia membebaskan batangnya yang tak sepenuhnya tertidur. Kiel membelalakan mata melihat pemandangan itu, wajahnya kembali terasa panas dan jantungnya berdetak lebih cepat. Membayangkan seperti apa kekasihnya itu akan menghukumnya.
"Julian ku mohon lepaskan tangan ku" rengek Kiel memelas. Julian membungkuk, mengeliminasi jarak wajah mereka.
"Besok jadwalmu kosong sehari penuh, bukankah pas jika bangun siang? Karena kita akan terjaga malam ini" ucapnya dengan suara rendah. Meremangkan bulu halus Kiel, dan tenggorokannya mendadak kering.
Seperti yang ia tahu, jika Julian tak pernah main-main dengan apa yang di ucapkannya.
........... To be continued............

0 komentar:

Posting Komentar