By : Sa-chan
Admin : #Revan
Admin : #Revan
Like dulu baru baca...
Habis baca kasih kritik dan saran , wokey ?
Happy reading yah..
Habis baca kasih kritik dan saran , wokey ?
Happy reading yah..
Suasana di pagi hari sudah di ributkan oleh bunyi piring dan beberapa benda lainnya, membuat orang lain terbangun dan berusaha membuka matanya yang berat karena masih mengantuk. Padahal baru dua jam lalu dia tidur dan sekarang di bangunkan oleh suara bising tersebut. Akhirnya pria muda tersebut bangun dan menyingkapkan selimut yang di pakainya dan keluar dari kamarnya. Kulitnya yang putih bersih tanpa cela, memakai piyama tidur berwarna hitam tidak bercorak terlihat sedikit agak norak.
Rambutnya yang agak acak – acakkan tidak membuat wajahnya yang bersih terlihat kusam, hanya saja terlihat kantung mata yang terlihat jelas di kedua matanya.
“Haruse ? Sedang apa ?” tanya pria muda tersebut masih berdiri di dekat daun pintu dapurnya.
Pria lain yang di panggil Haruse tersebut menoleh, lalu tersenyum pelan dan kembali berbalik ke dalam kegiatannya.
“Kau sudah bangun, Shinya ?” tanya balik Haruse.
“Kenapa pagi – pagi sekali ? Bukankah kau sudah mendapatkan libur ?” tanya Shinya lagi masuk ke dalam dapur dan melihat apa yang sedang di kerjakan oleh Haruse.
“Aku ada pekerjaan lagi” jawab Haruse semangat.
Shinya terbelalak kaget mendengar jawaban sang kekasihnya tersebut. Fujiomi Haruse dan Wataru Shinya sudah tinggal bersama sejak delapan tahun lalu ketika mereka masih duduk di bangku kuliah. Kini mereka berdua sudah mendapatkan pekerjaan yang disukai masing – masing. Komitmen untuk selalu bersama akhirnya menjadi pilihan mereka berdua dan berujung menjalin kasih.
Shinya yang seorang sekretaris direktur di sebuah perusahaan besar membuat jadwalnya yang cukup sibuk dan selalu bentrok dengan Haruse. Sedangkan Haruse yang seorang Arkeolog muda berbakat membuatnya selalu bepergian ke luar kota bahkan sampai luar negeri. Shinya selalu mengerti dengan keadaan Haruse yang selalu sibuk akan pekerjaannya, karena menjadi seorang Arkeolog adalah mimpi Haruse sejak kecil.
Pertemuan pertama mereka yang tidak di sengaja karena mengambil sebuah buku bersamaan di sebuah perpustakaan. Itulah awal perkenalan mereka yang berbuah manis dan terjalin seperti sekarang ini. Haruse yang tidak terlalu peka dengan sekelilingnya selalu membuat Shinya harus menjelaskannya dengan detil. Meskipun begitu, Shinya tetap menyayangi Haruse karena ketidak pekaannya tersebut.
Shinya hanya menarik nafas berusaha mengontrol perasaannya.
“Kali ini kemana ?” tanya Shinya lagi.
“Swiss” jawab Haruse singkat masih sibuk dengan perlengkapannya yang banyak sambil memasukkan ke dalam tas ranselnya.
“Berapa lama ?” tanya Shinya masih terlihat tidak tertarik namun hatinya sudah cukup emosi karena Haruse sama sekali tidak pernah mengerti perasaannya.
“Entahlah, perusahaanku tidak memberitahu berapa lamanya. Hanya saja ini akan menjadi proyek terbesarku selama lima tahun ini, Shinya” lanjut Haruse menatap Shinya dengan berbinar – binar sambil memegang bahunya.
Shinya hanya menatap datar Haruse, sedangkan sang kekasih terlihat bingung dengan respon yang di berikan oleh Shinya.
“Ada apa Shinya ? Kau tidak senang ?” tanya Haruse balik.
“Kau baru saja sampai di Jepang dua hari lalu dan sekarang kau ingin pergi lagi” jawab Shinya pelan melepas pegangan tangan Haruse di kedua bahunya lalu keluar dari dapur.
Haruse langsung keluar dari dapur dan duduk di sebelah Shinya yang tidak biasanya marah seperti ini. Memeluk tubuh kecil Shinya dari belakang dan mencium tengkuknya, namun tidak membuat Shinya menoleh ke arah Haruse.
“Setelah pulang nanti aku berjanji akan membuat kejutan untukmu” bisik Haruse di telinga Shinya.
Shinya masih terdiam bisu antara sedih dan senang namun dia tidak bisa mengekspresikan perasaannya. Dia tidak pernah berpikir ingin melarang Haruse agar tetap tinggal bersamanya dan mencampuri urusan pekerjaannya. Hanya saja Shinya sudah terlalu lama menunggu dan dia berpikir Haruse sama sekali tidak mencintainya selama ini.
Sebelum Haruse melanjutkan ucapannya, Shinya berbalik dan menatap Haruse.
“Aku mengerti, tidak usah khawatir yang penting kau harus selalu hati – hati di sana” balas Shinya tersenyum samar dan memeluk leher Haruse.
Haruse agak terkejut dengan perubahan sikap Shinya yang membuatnya selalu nyaman. Entah sejak kapan Haruse selalu berusaha menyenangkan Shinya walaupun kekasihnya tersebut tidak pernah meminta apa – apa darinya. Selama ini hanya Shinya yang mengerti dirinya, bahkan orangtuanya sendiri tidak pernah mengijinkannya untuk mengambil kuliah jurusan Arkeologi.
Flashback
Ketika kuliah dulu dia hanya sendirian di Tokyo dan tidak mempunyai teman. Dengan uang ala kadarnya Haruse lebih memilih menetap di asrama kampusnya untuk mengirit pengeluaran. Beberapa minggu yang hampa, tanpa di sengaja dia berkenalan dengan Shinya yang waktu itu adalah kakak seniornya di jurusan Administrasi. Meskipun Shinya adalah senior Haruse di kampusnya dia sangat menghormatinya karena sikap dewasa dan mandiri yang dimiliki oleh Shinya.
Walaupun berbeda jurusan mereka selalu menyempatkan diri untuk saling bertemu ketika jam makan siang atau ketika bolos kuliah. Lima bulan saling kenal Shinya duluan yang mengajak Haruse untuk tinggal bersama karena biaya asrama yang makin mahal dan banyaknya pengeluaran yang harus di tanggung oleh Haruse karena jurusannya yang cukup mahal. Sebelumnya Shinya mengatakan dia tidak perlu membayar uang sewa, karena kebetulan apartemen tersebut adalah milik pamannya. Shinya juga yang membuat Haruse mempunyai pekerjaan part time yang cocok dengan jadwal perkuliahannya tersebut.
Terkadang Haruse merasa terlalu bergantung pada Shinya, namun kekasihnya itu tidak pernah meminta balasan apapun, hanya ingin Haruse selalu di sisinya. Tidak lama kemudian Shinya sendirilah yang mengakui orientasi seksualnya dan mengakui perasaannya pada Haruse dengan mata berkaca – kaca saat itu. Shinya berpikir dia tidak mungkin bisa mendapatkan hati Haruse dengan kebaikannya tersebut, namun dia salah Haruse malah memberikan anggukan dengan cepat dan memeluk tubuh Shinya erat.
“Kau serius ?” tanya Shinya masih dengan air mata di berlinang di pipinya berada di pelukan Haruse.
“Kau tidak percaya padaku ?” tanya Haruse balik.
“A ... Aku percaya, jangan pergi Haruse !” seru Shinya makin erat memeluk tubuh besar Haruse di depannya.
End Flashback
Haruse hanya tersenyum simpul mengingat masa – masa dulu ketika dia masih melakukan penelitian di Jepang, belum terlalu luas jangkauannya hingga saat ini. Dia tahu Shinya juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang sekretaris direktur dan terkadang dia agak cemburu karena sangat akrab dengan direktur perusahaannya tersebut.
“Hei, kenapa ada yang mengeras di bawah sini ?” tanya Shinya menyadarkan lamunan Haruse yang seketika sadar wajah Shinya yang sudah memerah.
Posisi mereka adalah Shinya duduk di pangkuan paha Haruse sambil memeluknya, jelas Shinya dapat merasakan sesuatu di bawah celana kekasihnya tersebut berontak mengenai bokongnya.
“Ma ... Maafkan aku Shinya ... aku .. “ ujar Haruse terpotong karena Shinya sudah mencium bibirnya lembut.
Tak dapat mengelak Haruse menerima serangan cepat tersebut dan menikmati bibir tipis Shinya yang selalu menaikkan birahinya seperti saat ini. Tangannya langsung menjalar ke dalam tubuh ramping Shinya yang mulus dan putih tersebut. Ciuman mereka makin liar karena Haruse sudah memasukkan lidahnya ke dalam mulut Shinya yang membalasnya kembali.
Ketika tangan Haruse menyentuh nipplenya, Shinya langsung terkejut dan membuka matanya sambil masih berciuman dengan Haruse. Berusaha melepaskan diri dari dekapan Haruse yang makin memelintir nipple kirinya dengan lembut. Piyama yang di pakainya sudah tidak tersusun rapi, lalu Haruse mengakhiri ciuman mereka yang liar dan beralih ke arah tengkuk Shinya yang sangat di sukainya.
“Hentikan Haruse, bukankah nanti kau tertinggal pesawat ?” tanya Shinya mengatupkan mulutnya yang tidak pernah berhenti mendesah ketika tiap kali Haruse menyesap tengkuknya.
“Aku masih punya waktu dua jam lagi, lagipula beberapa bulan ke depan aku tidak bisa memelukmu, Shinya” jawab Haruse masih fokus dengan kegiatannya dan beralih ke depan dan membuka bagian atas piyama yang di pakai oleh Shinya.
Langsung saja Haruse menggigit pelan nipple Shinya yang menggodanya tersebut dan membuat Shinya terpekik pelan. Shinya tidak bisa berbuat apa – apa hanya menikmati perlakuan lembut dari Haruse yang membuatnya melambung tinggi. Perasaannya mengatakan dia masih bisa merasakan kasih sayang dari Haruse walaupun ketika mereka hanya bercinta.
It’s only been twenty good minutes since i kissed you.
Come back boo, i miss you.
Wish i had twenty million hours to caress you.
And undress you, to be continued.
Boy you, you don’t know how it feels when you whisper in my ear.
Boy you, you give my body chills, whenever you are near.
Come back boo, i miss you.
Wish i had twenty million hours to caress you.
And undress you, to be continued.
Boy you, you don’t know how it feels when you whisper in my ear.
Boy you, you give my body chills, whenever you are near.
And boy i got your lovin’ on my mind.
I got your lovin’ on my mind.
You got me wrapped up, packed up.
Ribbon with a bow on it.
I got your lovin’ on my mind.
You got me wrapped up, packed up.
Ribbon with a bow on it.
***
Sudah hampir enam bulan semenjak kepergian Haruse ke Swiss untuk melanjutkan penelitiannya dalam bidang Arkeologi. Shinya masih tetap dengan kesibukannya tiap hari, pergi ke kantor dan mengurusi setiap agenda harian direkturnya. Terkadang Shinya mengambil lembur hanya untuk menghabiskan waktu di kantor daripada di apartemen miliknya yang sepi tanpa keberadaan Haruse. Beberapa kali Shinya mendapatkan kiriman paket beberapa barang dari Swiss yang diberikan oleh Haruse. Entah sudah beberapa paket yang tidak pernah dia buka dan dibiarkan begitu saja di ruang tamu menumpuk. Rasa rindunya sudah tidak terbendung dan tangisnya sudah tidak dapat di tahan lagi untuk saat ini.
“Ada masalah apa Wataru ?” tanya sang direktur yang meliriknya sebentar.
Dengan cepat Shinya mengelap matanya dan kembali fokus dengan pekerjaannya tidak menatap ke arah direktur.
“Tidak apa – apa, Direktur” jawab Shinya pelan, namun airmatanya tidak berhenti menetes membuat Shinya kaget.
“Ini pakai saputangan” lanjut sang direktur, Nozawa Gao memberikan saputangannya kepada Shinya.
“Ti ... Tidak usah, direktur saya tidak ingin mengotori saputangan Anda” balas Shinya sopan, namun tidak di sangkanya sang direktur menyeka airmata yang masih membekas di pipi Shinya dengan saputangannya.
“Jika kau masih bekerja, selesaikan dulu tangisanmu” ujar Gao, meletakkan saputangannya di atas meja Shinya dan keluar dari ruangan mereka.
Shinya menatap lesu saputangan pemberian direkturnya tersebut. Dengan corak bunga di pinggiran saputangan tersebut sangat mirip dengan saputangan milik Haruse ketika mereka masih kuliah dahulu. Direkturnya itu terlalu baik padanya, bahkan sebenarnya Gao sudah tahu tentang orientasi seksual Shinya dan hubungannya dengan Haruse. Shinya berpikir pasti Gao sudah mencapnya sebagai pria cengeng dan tidak berpendirian, membuatnya cukup malu ketika berpapasan dengan direkturnya lagi nanti.
***
Bunyi ponsel berdering tanda pesan singkat masuk dari ponsel Haruse yang berada di sakunya bergetar hebat. Dirinya yang sedang meneliti di sebuah situs arkelolog yang cukup terkenal di Swiss akhirnya meminta ijin untuk istirahat sebentar. Duduk di sebuah kursi yang di lindungi oleh sebuah payung berukuran besar agar menjadi tempat yang teduh karena daerah sekeliling tempat tersebut cukup panas. Membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirimnya sebuah pesan, tidak melainkan sebuah gambar seseorang.
Sender : Gao Nozawa
Subject: Aku harap kau tidak akan pulang, biarkan aku yang menjaga Shinya.
Subject: Aku harap kau tidak akan pulang, biarkan aku yang menjaga Shinya.
Gambar tersebut menampilkan sosok yang sangat dikenalnya sedang menangis sambil memegang saputangan milik teman kuliahnya dulu. Haruse terlihat terkejut saat melihat gambar tersebut, emosinya tersulut ketika membaca isi pesan dari gambar tersebut. Sejak masa – masa kuliah dulu Haruse dan Gao memang selalu bersaing agar mendapatkan perhatian dari Shinya. Tetapi, akhirnya Haruse yang sangat dekat dengan Shinya, bahkan menjadi kekasihnya sampai saat ini.
Makanya ketika mendapat tawaran bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang baru di bangun oleh Gao, Haruse tidak setuju. Namun, Shinya meyakinkan bahwa tidak akan ada yang terjadi pada dirinya dan Gao, hanya sebatas atasan dan bawahan.
“Hei, Fujiomi kemarilah !!” panggil atasan Haruse dari arah belakang membuyarkan lamunannya.
Dengan agak berat, Haruse memasukkan ponselnya ke dalam tas ranselnya dan tidak di bawanya ke tempatnya bekerja agar pikirannya tetap fokus. Haruse tidak pernah meragukan cinta Shinya padanya, meskipun sudah sejak beberapa tahun lalu mereka jarang bertemu dan berkomunikasi karena pekerjaannya yang sangat sibuk. Lagipula ketika pekerjaannya yang saat ini sudah selesai, Haruse akan memberikan kejutan pada Shinya tentang komitmen mereka yang sejak dahulu sudah di rencanakan oleh Haruse.
***
“Kenapa tiba – tiba Anda mengajak saya makan di luar, Direktur ?” tanya Shinya dengan nada sopan.
“Kita sudah selesai bekerja, hentikan panggilan formalmu itu, Shinya” jawab Gao menuangkan wine ke gelas Shinya dan miliknya.
Shinya tidak membalas hanya bisa menunduk dan merasa malu ketika sedang berduaan seperti sekarang ini bersama teman sejak kecilnya. Nozawa Gao memang teman sepermainan Shinya sejak kecil, mereka bertemu kembali ketika kuliah dan tidak disangka dia sekarang bekerja untuknya.
Kedekatan mereka berdua memang selalu di kaitkan karena orangtua Gao dan Shinya adalah partner bisnis dan tentu saja, kedua orangtua Shinya sangat senang ketika Gao menawarkan pekerjaan sebagai sekretaris pribadinya kepada Shinya. Karena tidak mempunyai anak perempuan, orangtua Shinya merekomendasikan agar menikah dengan Gao agar hubungan bisnis antar keluarga makin erat dan besar. Memang permintaan yang agak aneh namun, keluarga Gao juga tidak menolak dan memberi kesempatan pada Shinya untuk berpikir kembali.
Namun langsung di tolak mentah – mentah oleh Shinya dan mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kekasih. Tentu saja kedua orangtua Shinya marah besar dan tidak mengakui Haruse sebagai kekasih Shinya walaupun sudah di pertemukan ketika wisuda beberapa tahun lalu. Meskipun begitu, Shinya tidak mau melepaskan kesempatan begitu saja untuk menjadi seorang sekretaris karena pekerjaan tersebut adalah salah satu yang ingin di pelajarinya.
Gao juga tidak pernah membicarakan hal pernikahan bisnis tersebut lagi di hadapan Shinya, hanya saja selalu menggoda hubungannya dengan Haruse.
“Haruse sudah menghubungimu ?” tanya Gao lagi memberikan gelas yang sudah berisi wine pada Shinya.
Shinya menggelengkan kepala pelan hanya menatap gelas yang berada di depannya tersebut.
“Kau yakin dia masih mencintaimu, Shinya ? Aku yakin dia hanya memanfaatkanmu selama ini agar cita – citanya tercapai” ujar Gao lagi masih memainkan gelas winenya sambil di putar – putar.
“Tolong jangan berkata seperti itu, Nozawa-san, mungkin saja Haruse sedang sibuk dengan pekerjaannya jadi dia tidak sempat menghubungiku” balas Shinya beralih menatap Gao datar.
Gao menaikkan alisnya satu melihat Shinya memanggilnya dengan nama keluarganya.
“Ini aku kembalikan saputanganmu, terima kasih sudah mengkhawatirkanku” lanjut Shinya meletakkan saputangan dengan corak bunga di pinggirnya di atas meja.
Gao terdiam sebentar, lalu mengambil saputangan miliknya dan mencium aromanya yang sudah wangi kembali.
“Aku tidak pernah mengerti kenapa kau begitu menyukai Haruse ?” tanya Gao menatap Shinya tajam.
“Bukan menyukainya, tapi mencintainya harus kau ralat itu, Nozawa-san” jawab Shinya cepat.
Gao tersenyum kecil lalu meneguk wine yang berada di tangannya lagi.
“Aku yang lebih dulu mengenalmu daripada Haruse, ... “ ucapan Gao terpotong karena Shinya sudah berbicara duluan.
“Tapi kau tidak pernah berada di sisiku, menyemangatiku, menemaniku di saat aku susah dan Haruse menerimaku apa adanya, bukan karena harta orangtuaku” tukas Shinya dengan nada tegas.
“Terkadang kami sering berselisih pendapat dan bertengkar, tapi itulah komitmen kami berdua. Aku tidak mau Haruse mencari persamaan di dalam hubungan kami ini, sebuah ikatan percintaan adalah menyatukan perbedaan bukan persamaan” lanjut Shinya menarik nafas pelan dan berdiri.
“Haruse benar – benar mencintaimu, Shinya” gumam Gao pelan saat melihat ponselnya yang bergetar dan menerima pesan gambar dari seseorang.
“Apa ?” tanya Shinya bingung, namun di balas gelengan kepala oleh Gao dan mereka berdua kembali ke gedung kantor untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Sometimes we argue and we fight.
But they better know that, that’s my baby.
You might even think he cute.
But everybody know knows that i’m his lady.
Everytime you see us, we super fly.
But they better know that, that’s my baby.
You might even think he cute.
But everybody know knows that i’m his lady.
Everytime you see us, we super fly.
So proud he’s by my side.
He knows i’m ride or die.
Holla at your people.
Boy you, you don’t know how it feels when you whisper in my ear.
Boy you, you give my body chills, whenever you are near.
He knows i’m ride or die.
Holla at your people.
Boy you, you don’t know how it feels when you whisper in my ear.
Boy you, you give my body chills, whenever you are near.
And boy i got your lovin’ on my mind.
I got your lovin’ on my mind.
You got me wrapped up, packed up.
Ribbon with a bow on it.
I got your lovin’ on my mind.
You got me wrapped up, packed up.
Ribbon with a bow on it.
Boy i’m all wrapped up in you.
You make me feel so unloose.
Tell me what i’m suppose to do.
When you’re not around.
You make me feel so unloose.
Tell me what i’m suppose to do.
When you’re not around.
Beberapa minggu setelah kejadian waktu di restoran waktu itu, Shinya agak menjaga jarak dari Gao. Namun, sepertinya sang direktur tidak perduli akan tanda yang di berikan oleh Shinya. Gao tetap bersikap biasa pada Shinya dan tidak menghambat setiap pekerjaannya.
“Kau mau membawaku kemana, Nozawa-san ?” ketus Shinya menatap ke arah Gao yang tidak berhenti tersenyum sejak dari kantornya tersebut.
Gao tidak menjawab masih fokus ke arah jalan, tepatnya menuju ke bandara Narita. Shinya hanya mendengus kesal karena tidak menjawab pertanyaan dari sang direktur, tidak biasanya Gao bersikap pemaksa seperti ini terhadap dirinya, pikir Shinya.
“Kita sampai” ujar Gao tenang dan keluar dari mobil di ikuti oleh Shinya.
“Siapa yang akan kau temui, Direktur ? Seorang klien ?” tanya Shinya masih penasaran.
Sejenak Gao menatap ke arah Shinya lalu tersenyum kecil dan tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya tersebut, malah masuk ke dalam bandara. Shinya mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan sikap Gao yang aneh hari ini. Menarik nafas pelan dan merapikan setelan pakaiannya yang agak berantakan agar terlihat rapi saat bertemu seseorang yang ingin di temui oleh sang direkturnya itu.
Gao berdiri di depan pintu kedatangan yang sudah di penuhi orang banyak untuk menemui kerabat atau kenalan mereka masing – masing sambil membawa spanduk atau kertas yang di angkat tinggi di atas kepala.
“Kau tidak menyuruhku apapun, apakah klien itu tahu kita akan menjemputnya ?” tanya Shinya menengok ke arah Gao sekali lagi berusaha mendapatkan jawaban.
Tiba – tiba Gao menarik tangan Shinya, lalu memeluknya erat membuat Shinya terkejut setengah mati, lalu ada suara kecil yang di kenalnya menyebut namanya dari arah asmping.
“Shinya ?” ucap orang itu pelan.
Refleks Shinya menengok dan melihat ke arah tersebut dan terbelalak kaget. Lalu dengan kasar mendorong tubuh besar Gao yang memeluknya hingga terjerembah ke lantai membuat orang di sekitarnya menatapnya dan berlari ke arah orang yang memanggil namanya tersebut.
“Kasar sekali dia, ... “ gumam Gao mengelus bokongnya yang sakit lalu berdiri dan tersenyum senang melihat pemandangan di depannya.
“Haruse ... “ ujar Shinya pelan memeluk kekasihnya tersebut erat.
“Shinya ... Kau dan Gao ?” tanya Haruse pelan tidak membalas pelukan Shinya dengan nada sedih.
“Maksudmu ?” tanya Shinya balik.
“Apakah aku sudah terlambat untuk membuatmu menjadi milikku seutuhnya ?” tanya Haruse lagi.
Shinya berpikir keras untuk mencerna perkataan yang di lontarkan oleh Haruse, lalu menoleh ke arah Gao yang melambaikan tangan kepadanya dan mengerti maksud dari ucapan Haruse.
“Jangan berpikiran yang tidak – tidak, Nozawa-san tadi tiba – tiba memelukku tanpa alasan, itu saja tidak lebih” jawab Shinya meyakinkan Haruse yang menatapnya dengan berkaca – kaca.
Shinya kembali memeluk tubuh atletis milik Haruse yang di sukainya dan menghirup aroma tubuhnya kuat – kuat seakan tidak percaya bahwa dia sudah kembali.
“Aku rindu padamu Haruse, sudah lebih dari delapan bulan sama seperti saat kita pertama kali bertemu” lanjut Shinya.
Haruse melepaskan pelukan Shinya dan beralih ke tasnya mengambil sesuatu dari sana dan menunjukkan sebuah kotak putih berukuran kecil kepada Shinya.
“Apa ini ?” tanya Shinya bingung menatap Haruse.
“Bukalah” jawab Haruse singkat.
Lalu Shinya membuka kotak tersebut dan terlihat dua buah cincin putih berkilau dengan berlapiskan permata bening bercahaya dan sebuah pita merah.
“I ... Ini ... ?” kaget Shinya menatap Haruse lagi.
“Maukah kau menikah denganku Shinya ?” tanya Haruse menggenggam tangan Shinya dengan erat.
‘
Tak terasa airmata sudah membasahi pipi Shinya dan membuatnya terkejut.
‘
Tak terasa airmata sudah membasahi pipi Shinya dan membuatnya terkejut.
“Ma ... Maafkan aku, .... kukira kau tidak akan pernah mengatakan hal tersebut padaku, Haruse” jawab Shinya.
“Tentu saja aku bersedia, aku sudah lama menunggu hal itu” lanjut Shinya tersenyum dengan airmata berlinang.
“Aku akan memberikan sepanjang hidupku untukmu, Shinya. Tidak ada yang lebih berarti untukku jika kau tidak ada di sampingku dan ... “ ujar Haruse sebelum melanjutkan ucapannya dia memasangkan pita merah yang berada di dalam kotak tersebut ke rambut Shinya yang sudah cukup panjang mengikatnya seperti simpul.
“Pita ini akan selalu membungkusmu dan aku akan menjadi milikmu seutuhnya, Shinya. Pekerjaanku sudah berakhir dan aku sudah kembali pulang tidak akan pergi kemana – mana lagi” lanjut Haruse mencium Shinya lembut.
Shinya tidak bisa membendung perasaannya lagi, penantiannya selama hampir sembilan tahun tersebut tidak sia – sia dan berbuah manis untuknya. Kesabaran memang ada batasnya, namun jika kau bisa mengontrolnya kau akan mendapatkan kejutan terbaik di penantian terakhirmu tersebut.
Got ribbon with a bow on it baby.
Boy you don’t even know the things you do.
I could spend my whole life with you.
Boy you don’t even know the things you do.
I could spend my whole life with you.
I got your lovin’ on my mind.
Baby i could spend my life with you.
It’s been twenty good minutes since i kissed you.
Come back boo, i miss you.
Baby i could spend my life with you.
It’s been twenty good minutes since i kissed you.
Come back boo, i miss you.
The End
Credit Title : Song by Mariah Carey ( Ribbon ).
Thanks a lot ^^
#Revan
0 komentar:
Posting Komentar