K I T A ( Oneshoot )


by : Re-rey
Happy Reading..
Like dan Komentnya jng lupa..
‪#‎choi‬
Kali ini saja..
Hanya untuk kali ini saja..
Aku ingin berkata..
Tetaplah disini.. Mimpiku ada padamu..
Cintaku terenggut padamu..
Citaku dalam genggammu..
Aku.. membutuhkanmu...
---
Pagi itu Riki dengan senyum merekah mengecek lagi agar tak ada barang yang tertinggal. Semua selesai. Pasport. Dokumen-dokumen. Baju dingin, semua lengkap. Sungguh hari ini adalah hari paling bahagia yang dia alami. Tangannya merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya.
“halo.. kakak datangkan ? aku pergi jam 12. Kakak ke rumah atau langsung ke bandara ?”
“........”
“sesibuk itu ?”
“……”
“Tapi kemarin kakak sudah janji.”
“……”
“Ini hari terakhirku kak. Apa benar-benar tidak bisa ?”
“……”
“Aku mengerti. Mungkin lain waktu ya. Haha. Oke. Kakak hati-hati. Tetaplah bernyanyi, karna cuma suara kakak yang akan selalu aku dengar, suara kakak yang selalu aku tunggu untuk didengar. Jangan suka mikirin hal yang enggak penting, fokus sama jalan kakak ya. Karena cuma kakak yang mengisi hatiku. Hahaha. Jangan lupa doa-in aku ya..”
“……”
“hahaha. Iya.. beres lah. Bye.”tutup Riki. Tak dipungkiri tersirat raut kecewa di wajah yang bisa dibilang tampan itu. Sinar matanya tak seceria tadi. Sinar itu mulai goyah.
---
Sisi lain...
Dani menatap nanar layar ponselnya. Nama seseorang yang ingin ia hindari terpampang jelas di gadget miliknya, Lelaki 20 tahunan itu menghembuskan nafasnya berat lalu mengangkat telfonnya.
“Ah... maaf ya Rik. Kakak enggak bisa datang. Kakak ada shift pagi ini. Dadakan banget soalnya. Apalagi jam 12 nanti mungkin kakak masih di ruang operasi. Maaf..”Dani menggigit bibir bawahnya meredam sakit di hatinya atas kebohongannya sendiri.
“……”
“Iya.. Maafin kakak ya..”Tangan kirinya mengepal keras untuk menutupi semua kebohongannya.
“……”
“Iya kakak tau... Tapi kakak bener-bener gak bisa. Semuanya di luar rencana. Kakak bener-bener minta maaf ya.”Dani mencoba senormal mungkin mengucapkan kata-kata racun itu.
“……”
“Kakak tau.. tapi kakak enggak punya pilihan lain. Kakak enggak mungkin menukar nyawa operasi seseorang untuk ketemu kamu Rik. Kamu ngertikan ?”
“……”Air mata Dani mulai mengalir membuat jejak di wajahnya.
“hahaha. Dasar, jangan becanda disaat begini. Iya, kakak ngerti. Makasih ya. Kamu juga harus jaga baik-baik kesehatan kamu. Iklim di sini dan di sana berbeda, tetap berkarya kalo ada waktu. Jangan suka telat lagi, tahu kan gimana ketatnya waktu di sana ? Jadilah sukses dan lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan.” Dani merasa nafasnya akan putus saat mengatakan kata-kata perpisahan begini sulit. Sangat sulit hingga kau ingin meminta seseorang membunuhmu.
Telfon ditutup.
Tubuh Dani merosot tersender di pintu kamarnya. Hatinya sesak, pakaian rapi yang ia kenakan untuk mengantar kepergian ‘sahabat’ terbaiknya kusut. Dani menangis dalam diam.
-tak bisakah kau di sini?-
Dani melirik jam tangannya. 10.27 am. Hanya sisa 1 jam 33 menit lagi.
“Tuhan ku mohon. Jangan buat aku berubah pikiran. Biarkan tak ada salam perpisahan antara kami. Suaranya sudah cukup hampir meruntuhkan keputusan yang ku buat. Aku tak ingin seperti ini selamanya. Ini menyakitkan. Berhenti menyiksaku dengan perasaan tak ingin kehilangan ini. Bunuh lah aku dengan 1 tembakan, jangan perlahan. Ini sungguh menyakitkan.”Dani berdoa sambil terisak, ia meremas kuat kedua tangannya sebagai pelampiasan perasaan gelisahnya. Ingin ia memaki sang waktu kenapa mempermainkannya begitu hebat. Apa hidupnya hanya sebagai lelucon para penguasa ? waktu ? cinta ? perasaan ? takdir ? apa mereka tidak memikirkan dirinya. Kenapa harus malaikat maut yang masih berbaik hati tak mencabut nyawanya ?
-Cukupkan siksaan ini Tuhan -
10.55 am. Dani memaki jam tangannya. Dia merasa sudah berbelas-belas jam ia terkurung dalam penjaranya, tapi waktu mengejeknya karena salah menebak. Masih panjang waktu yang harus ia lalui. Layar ponselnya kembali berkedip, tapi bukan nama Riki yang tertera di sana.
“Kenapa ?”Dani menjawab malas telfon itu.
“……”
“Aku sudah memutuskan tidak menemuinya.”
“……”
“Jaga bicaramu..! aku lebih tua darimu.”kesal Dani dengan si penelfon.
“……”
“Lalu aku harus bagaimana ? Ini menyakitkan..!!! aku tidak bisa melakukan ini. Mengertilah. Ini harus berakhir.”Dani hampir menangis lagi.
“……”
“Aku tetap pada keputusanku.”
“……”
Telfon tertutup lagi. Dani merasa sesak di dadanya semakin jadi. Apa yang harus dia lakukan ? Dani mengacak-acak rambutnya frustasi. Ingin rasanya ia berlari keluar rumah dan secepat kilat tiba di bandara untuk memberikan pelukkan hangat perpisahan kepada sahabat terbaiknya, sahabat yang secara tak disadari berubah menjadi seseorang pencuri, pencuri hati dan hidupnya.
Ini sebuah rahasia. Ini sebuah kesalahan yang Dani rasa harus dihindari, dipendam, dibakar bahkan jika bisa dimusnahkan sekalian karena ini begitu menyiksa. Perasaan agung dambaan setiap jiwa di muka bumi yang bahkan ada hari khusus untuk memperingatinya, Cinta. Itulah yang ingin Dani musnahkan sekarang. Perasaan seribu makna yang membuatnya benar-benar muak. Dia merasa dijahili oleh Tuhan karena perasaan itu, harusnya ini indah tapi tidak terjadi karena ini terlarang.
-Bisakah Cinta melepaskanku ?-
Kenangan kebersamaannya bersama Riki berlalu lintas dengan sangat sistematis di kepalanya. Bagaimana pertemuan tidak sengaja mereka. Bagaimana terganggunya Dani dengan sikap sok kenal Riki. Bagaimana Dani terkejut sekaligus bahagia saat Riki curhat sesuatu padanya. Bagaimana cara musik menyatukan mereka. Bagaimana perasaan itu mulai tumbuh. Bagaimana rasa cemburu itu mulai menjadi tamu langganan. Bagaimana ia bersusah payah memungkiri semuanya. Bagaimana ia harus terhuyung-huyung menyimpan perasaan itu sendiri. Semua kenangan tentang dia dan Riki yang menjadi penghias hidupnya muncul secara bergantian. Begitu merekat hingga terasa sakit untuk dilepaskan. Mungkin ini yang dinamakan Waxing hati ? Dani menggeleng dalam ketidakmampuan menjawab. Harus bagaimanakah ia mengakhirinya ?
‘..aku tak ingin jadi dewasa jika semua orang dewasa ternyata pecundang. Pengecut tua.’
Kata-kata seseorang yang tadi menelfonnya itu cukup menamparnya dan membuatnya berfikir apa yang harus ia lakukan.
Waktu terus berjalan, menertawainya yang begitu lemah tak berdaya bahkan tak terhormat. Dani masih berputar pada pikirannya sendiri.
“Tuhan.. aku mencintainnya.. Perasaan ini, Kau yang hadirkan. Jika salah kenapa tak juga Kau hapuskan ? Aku hanya jiwa lemah yang memerlukan-Mu, aku sudah mendekatkan diri dan memohon pada-Mu. Kenapa tak juga Kau kabulkan ? Apa usahaku menghapusnya kurang keras ? Harus sekeras apa ? Hasilnya selalu sama. Aku belum mati tapi Kau sudah menyuguhkan neraka untukku. Apa maksud-Mu ? Apa yang harus ku lakukan ?!”
Ponsel Dani bergetar tanda sebuah pesan singkat masuk.
“Sungguh tidak akan datang ? waktumu hanya 20 menit lagi sebelum dia masuk ruang boarding pass.”
Riki menatap nanar layar ponselnya. Ponselnya bergetar lagi.
“Ah.. mungkin kakak baca pesan ini aku sudah lepas landas.. Jaga diri kakak baik-baik ya. Aku pasti akan merindukan kakak. You are the one. Thanks untuk waktunya selama ini, mungkin akan jadi kenangan sendiri untuk kita nanti. Aku harap tidak ada yang berubah tentang kita, tentang kedekatan kita, tentang cinta  kita. I love U.”
Dani tersenyum tipis membaca pesan dari Riki. Apa kata I Love You yang selama ini mereka obral murah ke satu sama lain bermakna sama ? Dani menghapus jejak-jejak air matanya. Tidak seharusnya ia menghindari ini. Ia bergegas mengambil kunci motor dan secepatnya menuju bandara.
-Pergilah. Tidak. Peluk aku-
Dani memarkir asal motornya, beruntunglah parkiran itu sepi, kalau tidak ia pasti dimaki orang. Dengan segenap ke kekuatan dari rasa sesalnya, Dani berlari secepat yang ia bisa. Bagaimana pun, ini tidak boleh berakhir seperti ini. Sahabat mana yang tidak menyapa sahabatnya sendiri saat orang itu akan pergi jauh ? Persahabatan macam apa itu ? Biarlah,hatinya akan ia susun lagi. Tak mudah, tapi lebih baik dari pada berpisah seperti ini. Tak dihiraukannya komentar orang yang ia tabrak secara tidak sengaja atau tatapan aneh orang yang melihatnya berlari seperti orang kesurupan.
“Manahh..hosh... Rikih ?” Nafasnya bahkan belum stabil untuk ia berbicara pada perempuan di depannya.
“Sudah ke boarding room atau mungkin sudah di pesawat. Kak, sungguh award orang terbodoh tahun ini jatuh padamu.” Cibir perempuan itu, Eka.
“Seterlambat itukah aku ?”
“Ya.”
“Tak ada kesempatan?”
“Kesempatan apa ?! Bukankah tadi kesempatannya sudah dibuang ?”
Lutut Dani melemas, ia terduduk bertumpu lututnya. Mulutnya terkunci rapat, hanya air mata yang menjelaskan bagaimana ia menyesal. Membiar seseorang penting dalam hidupnya pergi begitu saja. Kenapa ia selalu sebodoh ini ? Eka menatap Dani yang terduduk lemas. Raut tak tega terbaca jelas di wajahnya.
‘Ternyata takdir memang senang mempermainkan kalian.’Batin Eka dalam hati. Eka menepuk pundak Dani.
“Ayo kita pergi. Sungguh kakakku yang menyedihkan. Aku akan mentraktir kakakku yang bodoh dan sedang patah hati ini.”Ajak Eka. Dani masih terdiam.
“Percayalah dia akan kembali. Saat waktu itu datang, kau bisa tanyakan perasaanmu. Apakah masih sama atau tidak.”Ucap Eka lagi sambil memaksa Dani berdiri.
Dani hanya mengangguk. Cintanya memang pergi, tapi hidup tidak berhenti sampai disini.
-END-

0 komentar:

Posting Komentar